Anda di halaman 1dari 19

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Biologi Perikanan adalah ilmu yang mempelajari ikan sebagai sumberdaya
yang dapat dipanen oleh manusia, yang mencakup biologi ikan di mana
penekanannya terhadap spesies penting sebagai sumberdaya. Tujuan mempelajari
Biologi Perikanan adalah agar orang yang mempelajarinya mengerti dan
memahami sumberdaya perikanan serta bagaimana pemanfaatan sumberdaya
tersebut secara optimum dan membuat rekomendasi dalam pemanfaatan serta
perbaikannya. Pada dasarnya Ilmu Biologi Perikanan di Indonesia relatif masih
baru oleh karena itu wajar apabila banyak orang yang belum mengetahui aspek-
aspek biologi perikanan (Effendie, 2009).
Ketersediaan sumber daya perairan yang luas serta sumber daya manusia
yang berlimpah merupakan suatu modal dasar dalam meningkatkan serta
mengembangkan perikanan Indonesia. Untuk itu Biologi Perikanan akan
memberikan peranan penting dalam mengupayakan tercapainya tujuan itu.
Dengan memahami teori-teori yang ada dalam Biologi Perikanan selanjutnya
diaplikasikan ke lapangan sehingga diharapkan pemanfaatan sumber daya
perikanan dapat mencapai optimal dengan tetapa menjaga keseimbangan serta
kelestarian perairan Indonesia (Evy, 2001).
Arthropoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu arthro yang berarti ruas dan
podos yang berarti kaki. Jadi, Arthropoda berarti hewan yang kakinya beruas-
ruas. Organisme yang tergolong filum arthropoda memiliki kaki yang berbuku-
buku. Hewan ini memiliki jumlah spesies yang saat ini telah diketahui sekitar
900.000 spesies. Hewan yang tergolong arthropoda hidup di darat sampai
ketinggian 6.000 m, sedangkan yang hidup di air dapat ditemukan sampai
kedalaman 10.000 meter. Arthropoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu arthro
yang berarti ruas dan podos yang berarti kaki. Jadi, Arthropoda berarti hewan
yang kakinya beruas-ruas. Organisme yang tergolong filum arthropoda memiliki
kaki yang berbuku-buku. Hewan ini memiliki jumlah spesies yang saat ini telah
diketahui sekitar 900.000 spesies. Hewan yang tergolong arthropoda hidup di

Universitas Sriwijaya
1
2

darat sampai ketinggian 6.000 m, sedangkan yang hidup di air dapat ditemukan
sampai kedalaman 10.000 meter (Karmana,2007)

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum Biologi Perikanan ini adalah :
1. Dapat melakukan analisis morfometri pada kepiting sampel sehingga dapat
diketahui korelasi antara beberapa parameter bagian tubuh kepiting.
2. Dapat melakukan identifikasi individu kepiting.
3. Mengetahui cara memperoleh indeks kematangan gonad, tingkat kematangan
gonad, dan menghitung nilai fekuiditas dari suatu individu.
4. Dapat menganilisis pola kebiasaan makan dari suatu spesies.
5. Dapat mengukur diameter telur kepiting.

Universitas Sriwijaya
2
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika dan Morfologi Kepiting (Scylla sp)


Sistematika ikan sepat siam (Scylla sp) menurut Achjar (2005) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Classis : Crustacea

Subclassis : Malacostraca

Superordo : Eucaridae

Ordo : Decapoda

Familia : Portunidae

Genus : Scylla

Spesies : Scylla sp.

Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu jenis Crustacea dari
famili Portunidae yang mempunyai nilai protein tinggi, dapat dimakan dan
merupakan salah satu spesies yang mempunyai ukuran paling besar dalam genus
Scylla (Hill, 1992 dalam Agus, 2008). Secara umum morfologi kepiting bakau
dapat dikenali dengan ciri sebagai berikut, seluruh tubuhnya tertutup oleh
cangkang, terdapat 6 buah duri diantara sepasang mata, dan 9 duri disamping kiri
dan kanan mata, mempunyai sepasang capit, pada kepiting jantan dewasa
Cheliped (kaki yang bercapit) dapat mencapai ukuran 2 kali panjang karapas,
Mempunyai 3 pasang kaki jalan, mempunyai sepasang kaki renang dengan bentuk
pipih, kepiting jantan mempunyai abdomen yang berbentuk agak lancip
menyerupai segi tiga sama kaki, sedangkan pada kepiting betina dewasa agak
membundar dan melebar, Scylla serrata dapat dibedakan dengan jenis lainnya,
karena mempunyai ukuran paling besar, disamping itu Scylla serrata mempunyai

Universitas Sriwijaya
3
4

pertumbuhan yang paling cepat dibanding ketiga spesies lainnya. Selain itu, Scylla
serrata memiliki warna relatif yang hampir sama dengan warna lumpur, yaitu
coklat kehitam-hitaman pada karapaksnya dan putih kekuning-kuningan pada
abdomennya. Pada propudus bagian atas terdapat sepasang duri yang runcing dan
1 buah duri pada propudus bagian bawah. Selain itu habitat kepiting bakau spesies
ini sebagian besar di hutan-hutan bakau di perairan Indonesia. (Moosa dkk.,1985
dalam Asmara, 2004).

2.2.Seksualitas Kepiting (Scylla Sp)


Perbedaan pada kepiting jantan dan betina dapat diketahui secara
eksternal. Kepiting bakau jantan mempunyai ruas-ruas abdomen yang berbentuk
menyerupai segitiga pada bagian perut, sedangkan pada kepiting betina ruas-ruas
abdomen lebih melebar dan sedikit membulat. Membedakan kepiting jantan dan
kepiting betina terlihat pada ruas abdomennya. Kepiting bakau jantan mempunyai
ruas-ruas abdomen yang menyerupa bentuk segitiga pada bagian perut, sedangkan
pada kepiting betina ruas-ruas abdomennya lebih melebar dan sedikit membulat.
(Moosan dkk.,1985 dalam Asmara, 2004).

2.3.Siklus Hidup Kepiting Bakau (Scylla Sp)


pada kondisi lingkungan yang memungkinkan, kepiting dapat bertahan
hidup hingga mencapai umur 3-4 tahun dan mencapai ukuran lebar karapas
maksimum lebih dari 200 mm. Kepiting betina matang pada ukuran lebar karapas
antara 80-120 mm sedangkan kepiting jantan matang secara fisiologis ketika lebar
karapas berukuran 90-110 mm, namun tidak cukup berhasil bersaing untuk
pemijahan sebelum dewasa secara morfologis (yaitu dari ukuran capit) dengan
lebar karapas 140-160 mm.Wijaya dkk., (2010).
induk betina matang gonad Tingkat Kematangan Gonat IV (TKG) yang
tertangkap di habitat mangrove Taman Nasional Kutai (TNK) mempunyai sebaran
ukuran lebar karapas antara 91 -171 mm, sedangkan ukuran berat tubuhnya
berkisar antara 170-870 gram. Kepiting bakau yang telah siap melakukan
perkawinan akan memasuki hutan bakau dan tambak. Proses perkawinan kepiting
tidak seperti pada udang yang hanya terjadi pada malam hari (kondisi gelap).
Proses perkawinan dimulai dengan induk jantan mendatangi induk betina,

Universitas Sriwijaya
4
5

kemudian induk betina akan dipeluk oleh induk jantan dengan menggunakan
kedua capitnya yang besar. Induk kepiting jantan kemudian menaiki karapaks
induk kepiting betina, posisi kepiting betina dibalikkan oleh yang jantan sehingga
posisinya berhadapan, maka proses kopulasi akan segera berlangsung. Setelah
perkawinan berlangsung kepiting betina secara perlahan-perlahan akan beruaya di
perairan bakau, tambak, ke tepi pantai, dan selanjutnya ke tengah laut untuk
melakukan pemijahan (Amir, 1994 dalam Agus, 2008).

2.4.Habitat Kepiting Bakau (Scylla Sp)


Menurut Kasry (1996) dalam Agus (2008), kepiting banyak ditemukan di
daerah hutan bakau, sehingga di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan kepiting
bakau (Mangove Crab). Kepiting mangrove atau kepiting lumpur (Mud Crab) ini
dapat hidup pada berbagai ekosistem. Sebagian besar siklus hidupnya berada
diperairan pantai meliputi muara atau estuarin, perairan bakau dan sebagian kecil
di laut untuk memijah. Jenis ini biasanya lebih menyukai tempat yang agak
berlumpur dan berlubang-lubang di daerah hutan mangrove. Distribusi kepiting
menurut kedalaman hanya terbatas pada daerah litoral dengan kisaran kedalaman
0 – 32 meter dan sebagian kecil hidup di laut dalam. Pada tingkat juvenile
kepiting jarang kelihatan di daerah bakau pada siang hari, kerena lebih suka
membenamkan diri di lumpur, sehingga kepiting ini juga disebut kepiting lumpur
(Moosa dkk., 1985 dalam Suryani, 2006).

2.5.Makanan Dan Kebiasaan Makan (Scylla Sp)


Kasry (1996) dalam Wijaya (2011), menyatakan bahwa kepiting bakau
termasuk golongan hewan yang aktif pada malam hari (Nokturnal). Kepiting ini
bergerak sepanjang malam untuk mencari pakan bahkan dalam semalam kepiting
ini mampu bergerak mencapai 219 – 910 meter (Mossa dkk., 1995 dalam Wijaya,
2011). Dalam mencari makan kepiting bakau lebih suka merangkak. Kepiting
lebih menyukai makanan alami berupa algae, bangkai hewan dan udang-udangan.
Kepiting dewasa dapat dikatakan pemakan segala (Omnivora) dan pemakan
bangkai (Scavanger). Sedangkan larva kepiting pada masa awal hanya memakan

Universitas Sriwijaya
5
6

plankton. Kepiting menggunakan capitnya yang besar untuk makan, yaitu


menggunakan capit untuk memasukan makanan ke alam mulutnya. Kepiting
mempunyai kebiasaan unik dalam mencari makan, bila di daerah kekuasaannya
diganggu musuh, maka kepiting dapat saja menyerang musuhnya dengan ganas
(Soim, 1999 dalam Suryani, 2006).

2.6.Penyebaran Kepiting Bakau (Scylla Sp)


Kepiting bakau (Scylla serrata) tersebar pada perairan berkondisi tropis.
Daerah sebarannya meliputi wilayah Indo-Pasifik, mulai dari pantai Selatan dan
Timur Afrika Selatan, Mozambik terus ke Iran, Pakistan, India, Srilanka,
Bangladesh, pulau-pulau di Lautan Hindia, Kamboja, Vietnam, Cina, Jepang,
Taiwan, Philipina, dan ditemukan di Lautan Pasifik mulai dari kepulauan Hawai
di Utara sampai ke Selandia Baru dan Australia di Selatan. Kepiting bakau
merupakan kepiting yang bisa berenang dan hampir terdapat di seluruh perairan
pantai Indonesia, terutama di daerah mangrove juga di daerah tambak air payau
atau muara sungai (Kasry, 1996 dalam Rosminar, 2008).
Kepiting merupakan fauna yang habitat dan penyebarannya terdapat di air
tawar, payau dan laut. Jenis-jenisnya sangat beragam dan dapat hidup di berbagai
kolom di setiap perairan. Sebagaian besar kepiting yang kita kenal banyak hidup
di perairan payau terutama di dalam ekosistem mangrove. Beberapa jenis yang
hidup dalam ekosistem ini adalah Hermit Crab, Uca sp, Mud Lobster dan kepiting
bakau (Prianto, 2007).

2.7.Parameter Pendukung Kehidupan Kepiting Bakau (Scylla Sp)


Parameter pendukung atau faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
dari kepiting bakau dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.7.1.1. Suhu
Suhu merupakan faktor abiotik yang berperan penting dalam pengaturan
aktifitas hewan akuatik. Suhu air mempengaruhi proses fisiologi ikan seperti
respirasi, metabolisme, konsumsi pakan, pertumbuhan, tingkah laku, dan
reproduksi serta mempertahankan hidup. Menurut Cholik (2005) dalam Agus
(2008), suhu yang diterima untuk kehidupan kepiting bakau adalah 18– 35°C,

Universitas Sriwijaya
6
7

sedang suhu yang ideal adalah 25 – 30°C. Suhu yang kurang dari titik optimum
berpengaruh terhadap pertumbuhan organisme.

2.7.1.2. Salinitas
Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut
dalam air. Dalam budidaya perairan, salinitas dinyatakan dalam permil (o/oo) atau
ppt (Part Perthousand) atau g/l. Salinitas menggambarkan padatan total di air
setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida
digantikan dengan klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi (Effendi,
2003 dalam Agus, 2008).
Biota air laut mengatasi kekurangan air dengan mengkonsumsi air laut
sehingga kadar garam dalam cairan tubuh bertambah. Dalam mencegah terjadinya
dehidrasi akibat proses ini kelebihan garam harus dibatasi dengan jalan
mengekskresi klorida lebih banyak lewat urine yang isotonik. Kepiting mengatur
ion plasmanya agar tekanan osmotik didalam cairan tubuh sebanding dengan
kapasitas regulasi. Salinitas yang sesuai untuk pemeliharaan kepiting adalah 15 –
25 ppt (Ramelan, 1994 dalam Agus, 2008). Kepiting akan mengalami
pertumbuhan yang lambat jika salinitas berkisar antara 35 – 40 ppt, dan tumbuh
dengan baik pada salinitas 10 – 15 ppt, tetapi lebih sensitif terhadap serangan
penyakit. Perubahan salinitas dapat mempengaruhi konsumsi oksigen, sehingga
mempengaruhi laju metabolisme dan aktivitas suatu organisme. (Hoer, et al. 1979
dalam Agus, 2008).

2.7.1.3. pH
Air Menurut Boyd (1990) dalam Agus (2008), derajat keasaman atau pH
menggambarkan aktifitas potensial ion hidrogen dalam larutan yang dinyakatan
sebagai konsentrasi ion hidrogen (mol/l) pada suhu tertentu, atau pH = - log (H+).
Air murni mempunyai nilai pH = 7, dan dinyatakan netral, sedangkan pada air
payau berada pada kisaran normal antara 7 – 9. Konsentrasi pH mempengaruhi
tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan
yang asam cenderung menyebabkan kematian pada ikan demikian juga pada pH
yang mempunyai nilai kelewat basa, hal ini disebabkan konsentrasi oksigen akan
rendah sehingga aktifitas pernafasan tinggi dan berpengaruh terhadap menurunnya

Universitas Sriwijaya
7
8

nafsu makan (Ghufron dan H. Kordi, 2005 dalam Agus, 2008). Menurut Amir
(1994) dalam Agus (2008), kepiting bakau mengalami pertumbuhan dengan baik
pada kisaran pH 7,3 – 8,5

Universitas Sriwijaya
8
9

BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM`
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Biologi Perikanan dengan sampel kepiting (Scylla serrata) di
laksanakan pada hari Rabu, 02 November 2016 di Laboratorium Dasar Perikanan,
Program Studi Budidaya Perairan dan Teknologi Hasil Perikanan Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Biologi Perikanan
ini adalah sebagai berikut:
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum Biologi Perikanan ini dapat dilihat
pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Alat yang digunakan pada praktikum I
Alat Jumlah Fungsi
Timbangan 1 buah Untuk menimbang ikan dan gonad ikan
digital
Mistar 1 buah Untuk mengukur panjang ikan, lebar
mulut ikan, tinggi ikan, dan panjang usus
ikan
Sterofom 1 buah Sebagai tempat meletakkan ikan dan
tempat dilakukannya pembedahan tubuh
ikan (pengganti talenan)
Mikroskop 1 buah Untuk meneliti jenis pakan ikan dan
untuk meneliti diameter telur ikan
Gunting 1 buah Untuk membedah ikan dan memisahkan
gonad dari tubuh ikan
Cutter 5 buah Untuk membedah ikan
Cawan petri 1 buah Sebagai tempat gonad, usus, dan telur
pada saat akan ditimbang dan diteliti
Kaca preparat 2 buah Tempat meletakkan bagian dalam usus
dan telur yang akan diteliti di mikroskop
Tissue gulung 2 gulung Untuk membesihkan alat, tangan, dan
meja.

Universitas Sriwijaya
9
10

3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Biologi Perikanan ini dapat dilihat
pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Bahan yang digunakan pada praktikum I
Bahan Jumlah Fungsi
Kepiting 2 ekor Bahan utama yang akan diamati
Aquades secukupnya Untuk melarutkan bagian dalam usus dan
untuk merendam gonad agar butiran-
butiran telurnya dapat dipisahkan

3.3. Cara Kerja


Adapun cara kerja dalam praktikum ini terdiri dari beberapa tahap
antara lain:
3.3.1. Analisa Morfometri
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi masing-masing jenis ikan sampel
b. Ukur berat ikan, panjang total, panjang standar, lebar mulut dan tinggi badan.
c. tuliskan data/hasil pengamatan dalam tabel/lembar kerja
d. Hitung korelasi panjang dan berat
Log W = Log a + b Log L

∑ log W ×∑ (log L)2 ── ∑ log L × log W × ∑ log L

Log a =

N × ∑ (log L)2 ─ ( ∑ log L)2

∑ log W ── (N × log a)

Log b =

∑ log L

3.3.2. Membedakan jenis kelamin jantan dan betina (seksualitas ikan)


Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
● Jika seksualitas telah diketshui pasti atau terlihat dari luar:

Universitas Sriwijaya
10
11

a. Amati perbedaan ikan jantan dan ikan betina berdasarkan parameter-


parameter berikut ini:
- Bentuk tubuh
- Ekor
- Sirip dada
- Sirip punggung
- Sirip perut
- Warna tubuh
- Bentuk kepala
b. Menuliskan data/hasil pengamatan dalam tabel/lembar kerja
● Jika seksualitasnya belum diketahui, maka dilakukan analisa melalui jaringan
gonad:
a. Bedah ikan
b. Ambil gonadnya
c. Letakkan diatas gelas objek
d. Cincang dengan scalpel sampai halus
e. Teteskan dengan larutan asetokarmin (1 tetes)
f. Tutup dengan coverglass
g. Amati dibawah mikroskop
h. Menuliskan data/hasil pengamatan dalam tabel/lembar kerja

3.3.3. Tingkat Kematangan Gonad


Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Ikan yang sudah diperoleh nilai IKG-nya disiapkan untuk diamati, baik
dengan mata biasa maupun kaca pembesar.
b. Pengamatan terhadap gonad ikan meliputi :
c. Ukuran ikan jantan :
- Bentuk testes
- Besar kecilnya testes
- Warna testes
- Pengisian testes dari tubuh ikan (dalam keadaan segar)
- Keluar tidaknya testes dalam tubuh ikan (dalam keadaan segar)

Universitas Sriwijaya
11
12

Ukuran ikan betina :


- Bentuk ovarium
- Besar kecilnya ovarium
- Pengisian ovarium dalam rongga perut
- Warna ovarium
- Warna telur
c. Ditentukan klasifikasi kematangan gonad dengan melihat kunci kematangan
gonad menurut Kesteven dan Nikolsky.

3.3.4. Indeks Kematangan Gonad


Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Membersihkan tubuh ikan dari segala kotoran dan keringkan dengan kertas
tissue.
b. Menimbang tubuh ikan bersama gonadnya (Bt).
c. Membedah ikan pada bagian perutnya dan keluarkan gonad dengan hati-hati,
jangan sampai pecah.
d. Keringkan gonad tersebut dengan kertas tissue dan timbang (Bg).
e. Tentukan nilai IKG dengan persamaan sebagai berikut:

IKG
Keterangan:
IKG : Indeks kematangan gonad (%)
Bb : Berat gonad (g)
Bt : Berat total (g)

3.3.5. Fekunditas
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Gonad yang telah diambil dari tubuh ikan dan telah dibersihkan, ditimbang
beratnya dengan menggunakan timbangan digital
b. Gonad diambil, kemudian potong menjadi lima bagian dan ambil sebagian
gonad pada bagian pangkal, tengah, dan ujung gonad untuk pengamatan
selanjutnya, sehingga diharapkan seluruh bentuk dan ukuran telur terwakili
c. Sebagian telur yang telah diambil tersebut ditimbang beratnya

Universitas Sriwijaya
12
13

d. Setelah ditimbang, gonad dienecerkan tersebut dengan air sebanyak 100 cc


dan aduk hingga homogen, di mana tidak ada lagi telur yang mengelompok
e. Setelah homogen, ambil dengan pipet dan tuangkan ke dalam sedgwijk rafter
dan amati di bawah mikroskop, hitung jumlahnya
f. Lakukan pengamatan masing-masing tiga kali ulangan
g. Tentukan nilai Fekunditas dengan persamaan sebagai berikut :

Fekunditas =
Keterangan:
F : Fekunditas
G : Berat gonad (g)
Q : Berat gonad sampel (g)
N : Jumlah telur pada gonad sampel (butir)

3.3.6. Penentuan Kebiasaan Makan


Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Ikan dibedah
b. Ambil ususnya jnagn sampai pecah atau putus. Jika ikan mempunyai lambung,
angkat dari perutnya
c. Ambil usus atau lambung dengan hati-hati, kemudian keluarkan isinya dengan
membedahnya. Kemudian usus atau lambung tersebut diukur volumenya
tanpa isi
d. Pisahkan jenis usus yang berukuran besar ataupun kecil, identifikasi jenisnya
dan (jika mungkin) ukur volumenya sesuai prosedur
e. Aduk hingga homogen dan ambil dengan pipet, tuangkan ke dalam Sedgwijk
Rafter dan amati di bawah mikroskop
f. Pilihlah organisme sejenis kedalam tumpukan-tumpukan (fitoplankton,
zooplankton, tumbuhan, hewan, detritus, ikan, serangga, dan lain-lain)
g. Tumpukan-tumpukan tersebut dinyatakan dalam persen (%)

3.3.7. Penghitungan Diameter Telur

Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

Universitas Sriwijaya
13
14

a. Ambil telur (± 50 butir) dari tiga bagian: posterior, median, dan anterior dari
gonad
b. Masukkan dalam petridisk
c. Tambahkan aquades sampai telur terendam
d. Pisahkan telur secara manual dengan bantuan spatula
e. Amati dibawah miokroskop okuler dan sudah ditera dengan micrometer
objektif terlebih dahulu

Universitas Sriwijaya
14
15

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Analisa Morfometri
Dari praktikum yang telah dilakukan, data analisa morfometri dapat dilihat
pada tabel 4.1, yaitu:
Tabel 4.1. Analisa Morfometri pada ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis)
Berat Panjang total Panjang Lebar Tinggi badan
No.
(gr) (cm) standar (cm) mulut (cm) (cm)
1. (Betina) - - - - -
2. (Jantan) 161 - - - -

4.1.2. Membedakan ikan jantan dan ikan betina


Dari praktikum yang telah dilakukan, data perbedaan ikan jantan dan betina
dapat dilihat pada tabel 4, yaitu:
Tabel 4.2. Ciri ikan jantan dan betina ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis)

Ciri ciri morfologi Jantan Betina


Bentuk tubuh Lebih besar Lebih kecil
Bentuk perut Seperti huruf V dan tegas Seperti huruf U dan agak
melebar
Warna Lebih mengkilap Lebih kusam

4.1.3. Indeks Kematangan Gonad


Dari praktikum yang telah dilakukan data indeks kematangan gonad dapat
dilihat pada tabel 4.3, yaitu:
Tabel 4.3. Indeks Kematangan Gonad ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis)
N
Berat gonad (gr) Berta tubuh (gr) Indeks kmatangan gonad (IKG)
o.
1. - - -
2. 4,98 161 3,093 %

4.1.4. Tingkat Kematangan Gonad


Dari praktikum yang telah dilakukan, data tingkat kematangan gonad dapat
dilihat pada tabel 4.4, yaitu:
Tabel 4.4. Indeks Kematangan Gonad ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis)
TKG
No. Jenis klamin Warna bentuk
1. Betina - - -
2. Jantan IV Hijau Bulat, lonjong besar

Universitas Sriwijaya
15
16

4.1.5. Fekunditas
Dari praktikum yang telah dilakukan, data fekunditas dapat dilihat pada
tabel 4.5, yaitu:
Tabel 4.5. Fekunditas ikan kepiting

Sample ikan ke - Nilai fekunditas (butir )


1 (betina) -
2 (jantan) 345.923-1.046.272

4.1.6. Jenis dan Kebiasaan Makan


Dari praktikum yang telah dilakukan, data jenis dan kebiasaan makan dapat
dilihat pada tabel 4.6, yaitu:
Tabel 4.6. Jenis dan Kebiasaan Makan ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis)
No. Jenis pakan Keterangan pakan Jumlah
1. Omnivora Nabati dan Hewani Tidak terbatas
2. Omnivora Nabati dan Hewani Tidak terbatas

4.1.7. Diameter Telur Ikan


Dari praktikum yang telah dilakukan, data diameter telur ikan dapat dilihat
pada tabel 4.7, yaitu:
Tabel 4.7. Jenis dan Kebiasaan Makan ikan kepiting
No. Ikan ke- Diameter telur
1. (Betina) 1 -
2. (Jantan) 2 200,5 μm-495,5 μm

4.2. Pembahasan
Pada analisis morfometri pada kepiting (Scylla serrata), didapatkan hasil
berat kepiting jantan 161 g. Hal ini dapat disebabkan oleh jenis pakan yang
diberikan, kondisi lingkungan ikan tersebut hidup serta dapat juga disebabkan
oleh tingkat kematangan gonad tiap ikan. Menurut Bonnie (2008), pada kondisi
lingkungan yang memungkinkan, kepiting dapat bertahan hidup hingga mencapai
umur 3-4 tahun dan mencapai ukuran lebar karapas maksimum lebih dari 200
mm. Kepiting betina matang pada ukuran lebar karapas antara 80-120 mm
sedangkan kepiting jantan matang secara fisiologis ketika lebar karapas berukuran
90-110 mm, namun tidak cukup berhasil bersaing untuk pemijahan sebelum
dewasa secara morfologis (yaitu dari ukuran capit) dengan lebar karapas 140-160
mm.

Universitas Sriwijaya
16
17

Adanya perbedaan morfometrik kepiting jantan dan betina. Bentuk tubuh


pada kepiting jantan lebih besar sedangkan pada kepiting betina terlihat lebih
kecil Warna kepiting jantan lebih terang sedangkan warna kepiting betina gelap.
Hal ini dikarenakan potensi kepiting jantan untuk menarik perhatian pada kepiting
betina. Selain itu, bentuk perut pada kepitingjantan membentuk seperti huruf
Vdan tegas, sedangkan pada kepiting betina seperti huruf U dan melebar.
Dari sampel kepiting jantan telah didapatkan hasil indeks kematangan
gonat sebesar 3,089%. Pada tiap bulan penelitian, IKG kepiting bakau jantan dan
betina selalu berbeda. IKG pada kepiting jantan berkisar 1,5828-9,7705%,
sedangkan pada kepiting betina berkisar 2,3155-19,5219% (Warner, 1977).
Tingkat Kematangan Gonad pada kepiting jantan menurut Nikolsky
terdapat pada tingkat IV yaitu masak dimana gonad mencapai berat yang
maksimum tetapi produk seksual tersebut belum keluar bila perutnya diurut atau
ditekan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari perhitungan, pada TKG IV berkisar
antara 352.152-1.472.639 butir. Fekunditas kepiting bakau dapat mencapai
ratusan ribu sampai jutaan sehingga kepiting bakau dapat menghasilkan telur dan
larva yang cukup besar. Dari hubungan antara lebar karapas dengan fekunditas
diperoleh nilai r (koefisien korelasi) sebesar 0,56. Hal ini menunjukkan korelasi
yang kurang erat antara lebar karapas dengan bobot tubuh kepiting bakau
(Agus,2003).

Universitas Sriwijaya
17
18

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari praktikum biologi perikanan ini adalah:
1. Kepiting jantan memiliki bentuk perut seperti huruf V dan tegas, sedangkan
kepiting betina memiliki bentuk perut seperti huruf U dan melebar.
2. Fekunditas kepiting bakau pada TKG III berkisar antara 345.923-1.046.272
butir, sedangkan pada TKG IV berkisar antara 352.152-1.472.639 butir.Ikan
sempel kedua (jantan) tidak memiliki nilai fekunditas.
3. Kebiasaan makan kepiting yaitu omnivora dan juga pemakan bangkai.
4. Kepiting betina matang pada ukuran lebar karapas antara 80-120 mm
sedangkan kepiting jantan matang secara fisiologis ketika lebar karapas
berukuran 90-110 mm.
5. Secara umum morfologi kepiting bakau dapat dikenali dengan ciri seluruh
tubuhnya tertutup oleh cangkang, terdapat 6 buah duri diantara sepasang
mata, dan 9 duri disamping kiri dan kanan mata.

5.2. Saran
Sebaiknya praktikan lebih disiplin waktu ketika akan praktikum karna
waktu yang dibutuhkan untuk praktikum Biologi Perikanan ini cukup lama dan
sebaiknya ketika melakukan praktikum kepiting yang digunakan masih dalam
keadaan segar dan telah matang gonad.

Universitas Sriwijaya
18
19

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, S. 1993. Budidaya kepiting bakau dengan keramba apung. Techner.08 Th


II. Dinas Perikanan Gresik. Jawa Timur.
Bonnie. 2008. Kepiting laut.Universitas Halu Oleo. Kendari.
Effendie, M.I., 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. 163 hal
Juwana, S. dan Kasijan Romimohtarto, 2000. Rajungan, Perikanan, Cara
Budiddaya dan Menu Masakan. Djambatan. 47 hal.
Kasri, A. 1991. Budidaya kepiting bakau dan biologi ringkas. Penerbit Bhratara.
Jakarta.
Moosa, M.K., I. Aswandy dan A. Karsy. 1985. Kepiting Bakau-Scylla Serrata
(Forskal) Dari Perairan Indonesia . LON-LIPI. Jakarta.
Pattiasina., Loupatty. 2011. Morfologi Science Kepiting. Laboratorium Perikanan
Kementrian Perikanan dan Kelautan. Jakarta.
Siahainenia. 2008. Potensi Budidaya Di Indonesia. Dinas Perikanan Provinsi
Riau. Riau.
Sulistiono. N., Watanabe, S, Yokota and R. Fusera. 1996. The Fishing Gears And
Methods Of The Mud Crab In Indonesia Cancer (S). Hal 23-26 (In
Japanese)

Universitas Sriwijaya
19

Anda mungkin juga menyukai