JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
I. PENDAHULUAN
2.1 Taksonomi
Menurut Goin dan Goin (1971), klasifikasi dan sistematika Amfibi adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Cordata
Sub Filum : Vertebrata
Klas : Amphibi
Ordo : Anura
Sub-Order : Salientia (katak dan kodok)
Amfibi adalah hewan bertulang belakang yang memiliki jumlah jenis terkecil,
yaitu sekitar 4.000 jenis. Amfibi terdiri dari tiga bangsa (Ordo) yaitu Urodela (Caudata),
Anura dan Gymnophiona. Urodela (Caudata) (Gusman, 2010) dan memiliki famili dari
ordo Anura yang ada didunia sebagai berikut:
a) Famili Liopelmidae (meliputi katak yang primitif, aquatik dan teresterial)
b) Famili Pipidae (meliputi katak yang bertubuh pipih, merupakan katak yang
melakukan penyesuaian terhadap lingkungan perairan)
c) Famili Discoglossidae
d) Famili Pelobatidae
e) Famili Brevicivitadae
f) Famili Ranidae (katak sejati)
g) Famili Rachoporidae
h) Famili Mycrohylidae
i) Famili Pseudidae (meliputi katak-katak aquatik dari Amerika Selatan)
j) Famili Bufonidae
k) Famili Hylidae
l) Famili Leptodactylidae
Alur parletal
Kelenjar paratoid
Hidung
Kaki depan
Kulit Anura umumnya polos dan halus, tanpa sisik atau rambut untuk
melindunginya. Kulit dapat ditembus air. Meskipun ada banyak kelenjar mukosa yang
membantu menjaga kulit tetap lembab, kebanyakan Anura cepat mengalami kekeringan
jika tidak berada di tempat lembab. Kulit katak dan kodok sangat beragam. Satu sisi,
kulit sebagian kodok sangat keras, dan digunakan sebagai pengganti kulit keras. Di sisi
lain, ada katak yang berkulit sangat tipis sehinggga organ dalamnya dapat terlihat dari
luar. Kodok biasanya memiliki kulit kasar dan kering yang tertutup bintil serta ada duri
kecil di beberapa spesies. Katak biasanya memiliki kulit yang lembab, halus dan licin.
Seperti yang terlihat pada (Gambar 3)
2.8 Habitat
Menurut Alikodra (2002), habitat satwaliar yaitu suatu kesatuan dari faktor fisik
maupun biotik yang digunakan untuk untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya.
Habitat tidak hanya menyediakan kebutuhan hidup suatu organisme melainkan tentang
dimana dan bagaimana satwa tersebut dapat hidup. Mistar (2003) menjelaskan bahwa
habitat yang paling disukai oleh amfibi adalah daerah berhutan karena membutuhkan
kelembaban yang stabil, dan ada juga yang tidak pernah meninggalkan perairan sama
sekali. Berdasarkan kebiasaan hidupnya amfibi dapat dikelompokkan ke dalam empat
kelompok, yakni :
a. Teresterial, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya berada di lantai hutan,
jarang sekali berada pada tepian sungai, memanfaatkan genangan air atau di
kolam di lantai hutan serta di antara serasah daun yang tidak berair tetapi
mempunyai kelembaban tinggi dan stabil untuk meletakkan telur. Contohnya
Megophrys aceras, M. nasuta dan Leptobracium sp.
b. Arboreal, spesies-spesies amfibi yang hidup di pohon dan berkembang biak di
genangan air pada lubang-lubang pohon di cekungan lubang pohon, kolam, da
nau, sungai yang sering dikunjungi pada saat berbiak. Beberapa spesies arbor
eal mengembangkan telur dengan membungkusnya dengan busa untuk menja
ga kelembaban, menempel pada daun atau ranting yang di bawahnya terdapat
air. Contohnya seperti Rhacophorus sp, Philautus sp dan Pedostibes hosii.
c. Aquatik, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya selalu berada pada badan
air, sejak telur sampai dewasa, seluruh hidupnya berada pada perairan mulai
dari makan sampai berbiak. Contohnya antara lain Occidozyga sumatrana dan
Rana siberut.
d. Fossorial, spesies yang hidup pada lubang-lubang tanah, spesies ini jarang
dijumpai. Amfibi yang termasuk dalam kelompok ini adalah suku Microhyli
dae yaitu Kaloula sp dan semua jenis sesilia (Mistar, 2003).
Hutan yang mengalami sedikit gangguan atau hutan dengan tingkat perubahan
sedang memiliki jumlah jenis yang lebih kaya daripada kawasan yang sudah terganggu
seperti hutan sekunder, kebun dan pemukiman penduduk Mardinata, (2017) Gillespie et
al.(2005). Hal yang sama juga terlihat dari penelitian Ul-Hasanah (2006). Katak yang
terd apat di habitat yang tidak terganggu memiliki jumlah jenis yang lebih banyak. Ul-
Hasanah (2006) menemukan 37 jenis katak di habitat yang tidak terganggu dan 31 jenis
katak di habitat yang terganggu. Dari penelitiannya terlihat bahwa habitat sungai tidak
terganggu didominasi oleh Leptophryne borbonica, Ranachalconota dan Limnonectes
blythii. Habitat darat tidak terganggu didominasi oleh Bufo asper, Limnonectes blythii,
Rana chalconota, Leptobrachium hasseltii, Megophrys nasuta, Leptophryne borbonica
dan Limnonectes microdiscus. Habitat sungai terganggu didominasi oleh Rana
chalconota, Bufo asper dan Ranahosii, sedangkan habitat darat terganggu didominasi
oleh Rana chalconota, Ranahosii, Fejervarya spp, Bufo biporcatus dan Bufo
melanostictus.
b. Data habitat
Adapun data komponen habitat yang yang diamati meliputi kondisi cuaca, suhu
udara, kelembaban udara, pH tanah, jenis vegetasi. Data kondisi habitat yang diambil
berupa data suhu dan kelembaban hanya diambil di satu titik lokasi karena posisi lokasi
yang dekat sehingga diasumsikan bahwa mempunyai nilai suhu dan kelembaban yang
sama, hal ini dinyatakan oleh Handoko (1995) bahwa suhu di permukaan bumi akan
berubah dan makin rendah dengan bertambahnya lintang. Suhu, kelembaban dan cuaca
diambil setiap kali kegiatan pengamatan dilakukan.
2. Data Sekunder
Data sekunder meliputi Peta Administrasi PT. Sipef Biodiversity Indonesia, letak
geografis lokasi penelitian, tipe iklim, data potensi kawasan, data curah hujan dan data
pendukung lainnya untuk penelitian.
1. 2.
Gambar 8. (1). Jalur transek di sepadan sungai, (2). Jalur transek di hutan sekunder.
Dimana
Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon – Wienner (Krebs, 1989)
Pi = Perbandingan jumlah individu jenis dengan total individu
ni = Jumlah individu jenis
N = Total individu
2. Kemerataan jenis
Kemerataan jenis kodok dan katak dihitung dengan menggunakan rumus (Brower
dan Zar, 1977):
Rumus:
Keterangan:
E = Indeks kemerataan jenis
H’ = Indeks keanekaragama n jenis Shannon-Wiener
S = Jumlah jenis
Ln = Logaritma natural
Keterangan :
Pp = Peluang perjumpaan
ni = Jumlah jenis ke-i
t = Waktu pengamatan
Tahapan persiapan
Tahap penelitian
Habitat
Identifikasi :
Jenis Suhu
Panjang tubuh Kelembaban
Prilaku saat ditemukan Tipe Vegetasi
Aanalisis data
Ardian, I. 2019. Karakteristik Amfibia (ordo Anura) yang Terdapat di Kawasan Pucoek
Krueng Alue Seulaseh Kabupaten Aceh Barat Daya Sebagai Penunjang
Praktikum Zoologi Vertebrata. Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi.
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Darussalam-Banda Aceh. Aceh. Vol. 6 No.1, 58-65.
Ario, A. 2010. Panduan Lapangan Satwa Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Jakarta: Consevation International Indonesia.
Candra, M.K. 2018. Studi Jenis Katak dan Kodok di Kapuas Hulu. Fakultas Pertanian
Univ Kapuas
D Kusrini, Mirza. 2013. Panduan Bergambar Identifikasi Amfibi Jawa Barat. Fakultas
Pertanian IPB. Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayuati. Bogor.
Duellman, W. E dan Trueb, L. 1994. Biology of Amphibians. Buku. Johns Hopkins Univ
Press. London.
Goin C.J dan Goin O.B. 1971. Introduction to Herpetology. Second Edition. San
Francisco: Freeman.
Hidayah, A . 2018. Keanekaragaman herpetofauna di kawasan wisata alam coban putri
desa tlekung kecamatan junrejo batu jawa timur. Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim. Malang
Halliday, T dan Adler, K. 2000. The Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. Buku.
Oxford University Press.
Heyer, W.R., Donnelly, M.A., Diarmid, M.C., Haek, L.C dan Foster, M.S. 1994.
Measuring and Monitoring Biological Diversity: Standard Methods for
Amfibians. Smithsonia Institution Press. Washington. 152p.
Inger RF dan Stuebing RB. 2005. A Field Guide to The Frogs of Borneo. Second
Edition. Kota Kinabalu: Natural History Publications (Borneo).
Iskandar D.T. 1998. Amfibi Jawa dan Bali – Seri Panduan Lapangan. Bogor. Puslitbang
LIPI
Iskandar D.T. 2008. Amfibi Jawa dan Bali – Seri Panduan Lapangan. Pusat Penelitian
dan Pengembangan LIPI. Bogor.
Kusrini MD. 2003. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan, Institut Petanian Bogor.
Kusrini MD. 2007. Konservasi Amfibi Di Indonesia: Masalah Global Dan Tantangan
(Conservation of Amphibian in Indonesia: Global Problems and Challenges).
Media Konservasi Vol. XII, No. 2 Agustus 2007
Kusrini MD. 2008. Pengenalan Herpetofauna. Disampaikan pada Pekan Ilmiah
Kehutanan Nasional, Jum’at 24 Oktober 2008.
Kusrini, M. D. 2013. Panduan Bergambar Identifikasi Amfibi Jawa Barat. Fahutan IPB
dan Direktorat KKH. Bogor. 3
Mardinata, R. 2017. Keanakaragaman amfibi ordo anura di tipe habitat berbeda resort
balik bukit taman nasional bukit barisan selatan. Skripsi. Universitas Lampung.
Mistar. 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser. Bogor.
Mistar. 2008. Panduan Lapangan Amfibi & Reptil di Area Mawas Propinsi Kalimantan
Tengah (Catatan di Hutan Lindung Beratus). The Gibbon Foundation and PILI
NGO Movement. Indoneia.
Nichols, J.D., dan B.K.Williams 1998. Estimating ratesof local species extinction,
colonization and turnover in animal communities. Ecological Application.
Nopriansyah,S . 2018. Jenis jenis Anura yang terdapat di kawasan Desa Padang Tepong
kecamatan ulumusi kabupaten Empat Lawang. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Biologi. Universitas Muhamadya Bengkulu. Bengkulu
Nurcahyani, N.M., Kanedi., dan Kurniawan, E.S. 2009. Inventarisasi Jenis Anura Di
Kawasan HutanSekitar Waduk Batutegi, Tanggamus, Lampung. Jurusan Biologi
FMIPA. Universitas Lampung.
Rohadian. A. R. 2019. Keanekargaman ampibi ordo Anura diberbagai habitat di kawasan
hutan pendidikan kemumu palak siring Bengkulu utara. Skripsi. Universitas
Bengkulu. Bengkulu.
Sudrajat. 2001. Keanekaragaman dan ekologi herpetofauna (reptile dan ampibi ) di
sumetera selatan. Skripsi. Institute pertanian bogor. Bogor. 247p.
Stebbins, R.C. dan Cohen, N. W. 1997. A Natural History of Amphibians. New Jersey:
Princenton University Press.
Stuarte, S.N., Hoffmann, M., Chanson, J.S., Cox, N.A., Berridge, R.J., Ramani, P., dan
Young, B.E. 2008. Threatened Amphibians of The World. USA: Conservation
International.
Sutoyo. 2010. Keanekaragaman Hayati Indonesia. Suatu Tinjauan: Masalah dan
Pemecahannya. Buana Sains.
Peta Lokasi Penelitian