SKRIPSI
Diajukan oleh
EMANUEL EDO
NIM. 1704070011
Pada Tanggal:
07 Juli 2022
Mengesahkan
Program Studi Kehutanan Universitas Nusa Cendana
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Menyatakan bahwa skripsi dengan judul tersebut diatas tidak terdapat karya yang
yang sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
Yang menyatakan
Emanuel Edo
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
Maulafa, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur” tepat pada waktunya.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Fakultas
tidak terlepas dari motivasi dan dukungan doa dari berbagai pihak, baik secara
moril maupun materil, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin
1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu dan senantiasa menyertai,
Cendana.
iii
kesabaran dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan penyusunan
skripsi.
iii
penulisan skripsi.
7. Bapak Dr. Ir. Ludji Michael Riwu Kaho, M.Si selaku dosen penguji yang
telah memberikan masukan, saran, dan kritik yang sangat bermanfaat bagi
8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Kehutanan dan Minat Konservasi
9. Kedua orang tua tercinta Bapak Polykarpus Lau dan Mama Maria Sona,
serta Nenek dan kaka tersayang Vick, Yulita, Melin, Ansi, Oskar, Ria,
Silva, Rumen dan semua keluarga besar suku Nio yang tetap setia
mendukung penulis dengan penuh kasih sayang dan tidak pernah luput
mendoakan penulis.
iv
10. Sahabat tercinta Bastian, Victor, Giver, Hardi, Chors, Fidelina cantik,
Pactrisia, Filemon, Bona, Dimas, Len, Andris, Andro, Rena, Bian, Sinyo,
Jojo, Afi, Rini dan opi yang membantu selama penulisan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRACK ............................................................................................ IX
MOTTO ................................................................................................... X
vi
1.5 Batasan Penelitian .................................................................. 5
Batasan Penelitian................................................................................... 18
vii
4.3 Komposisi Jenis Amfibi ......................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Perhitungan data curah hujan dan penetuan tipe iklim.......... 29
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
berat amfibi…………………………………………………
xi
ABSTRAK
Kawasan hutan dengan tujuan khusus di Oelsonbai adalah salah satu hutan
untuk tujuan khusus di Nusa Tenggara Timur dapat dikategorikan sebagai daerah
gangguan oleh masyarakat setempat. Daerah ini mengindikasikan degradasi
habitat, namun sayangnya keanekaragaman hayati di sini belum dinilai termasuk
amfibi. Penelitian ini bertujuan untuk melaporkan keanekaragaman jenis amfibi di
kawasan hutan dengan tujuan khusus Oelsonbai, Desa Fatukoa, Maulafa, Nusa
Tenggara Timur pada bulan Oktober 2021 dengan kombinasi antara VES (Visual
Encounter Survey) dan metode transek. Penelitian ini menemukan total 158
individu dari 5 spesies amfibi (famili Bufonidae (1 spesies), famili Dicroglossidae
(2 spesies), famili Rhacophoridae (1 spesies), dan famili Microhyladee (1
spesies)). Keanekaragaman jenis amfibi di lokasi A dan B dikategorikan dalam
kondisi stabil berdasarkan Kejadian dan sedang (Shannon-Wienner). Variabel
lingkungan seperti suhu udara, suhu air, dan kelembaban udara relatif pada
KHDTK menunjukkan nilai yang sesuai untuk kehidupan amfibi pada umumnya.
Suhu air berkisar antara 26,5° sampai 30°C dan suhu udara berkisar antara 26°
sampai 28°C, sedangkan kelembaban relatif berkisar antara 77% sampai 80%
dengan pH 7,8 sampai 8,0.
Kata kunci: Amfibi, Keanekaragman, KHDTK
Keterangan: ¹) Pembimbing I, ²) Pembimbing II
xii
ABSTRACT
By:
Emanuel Edo, Maria ME Purnama¹; Fadlan Pramatana²
The forest area with special purpose in Oelsonbai is one of forest are for
special purpose in East Nusa Tenggara could categorized as disturbance area by
local people. This area indicated habitat degradation but unfortunately
biodiversity in this are was not assessed yet including amphibians. This study aim
to report the diversity of amphibian species in forest areas with special purpose
Oelsonbai, Fatukoa Village, Maulafa, East Nusa Tenggara in October 2021 with
combination between VES (Visual Encounter Survey) and transect methods. This
study found total 158 individuals from 5 species amphibians (family Bufonidae (1
species), family Dicroglossidae (2 species), family Rhacophoridae (1 species),
and family Microhyladee (1 species)). The diversity of amphibian species in those
locations A and B categorized as stable condition based on Evennes and moderate
(Shannon-Wienner). Environmental variables such as air temperature, water
temperature, and relative air humidity in KHDTK show values that are suitable for
amphibian life in general. Water temperature ranged from 26.5° to 30°C and air
temperature ranged from 26° to 28°C, while relative humidity ranged from 77% to
80% with a pH of 7.8 to 8.0.
Keywords: Amphibians, Diversity, KHDTK
Description: ¹) Supervisor I, ²) Supervisor II
xiii
MOTTO
PERSEMBAHAN
2. Kedua orangtua tercinta Bapak Polykarpus Lau dan Mama Maria Sona
yang telah memberi dukungan doa, kasih sayang perjuangan, dan cinta
mendoakan penulis
5. Ebu Kajo, Iro Aro, Eja Kera, Ari Ka’e, Keluarga Besar Suku Nio, Suku
xiv
RIWAYAT HIDUP
Polykarpus Lau dan ibu Maria Sona. Pada tahun 2005, penulis masuk Sekolah
Dasar katolik Santo Petrus Pu’ukou dan tamat pada tahun 2011. Pada tahun 2011
Nangapanda dan tamat pada tahun 2014. Setelah itu pada tahun 2014 penulis
tamat pada tahun 2017. Pada tahun 2017 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
xv
BAB I
PENDAHULUAN
rantai makanan dalam lingkungan hidupnya. Selain itu jenis-jenis amfibi tertentu
2003 dalam Leksono, 2017). Amfibi juga mempunyai potensi untuk membantu
menanggulangi hama serangga. Saat ini diduga telah terjadi penurunan populasi
jenis amfibi bahkan di beberapa tempat mulai terjadi kelangkaan yang disebabkan
dalam Irham 2016). Hal ini akan mengakibatkan kelestarian amfibi dan
sebanyak 392 spesies dan menempati peringkat kedua spesies amfibi endemik di
kawasan Asia (Pratiher et al., 2014). Ada 436 spesies amfibi yang hidup di
persen amfibi Indonesia digolongkan IUCN Redlist dalam status data difecient
atau belum bisa diidentifikasi secara lengkap. Dari total jumlah amfibi, 10 persen
1
perburuan, perubahan dan hilangnya habitat dan faktor lainnya (Ika, 2016).
Penelitian amfibi di Indonesia antara lain survei sistematis terbaru yang dilakukan
Nusa Tenggara Timur yang di temukan oleh Kennedi, (2018) sebanyak 7 jenis
jenis amfibi di Taman Nasional Matalawa (pulau Sumba) tercatat memiliki 3 jenis
(HIMAKOVA IPB, 2019) Informasi mengenai jenis amfibi dari beberapa pulau di
Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat terbatas karena sangat minim penelitian
tentang keanekaragaman jenis amfibi. Hal ini terjadi karena pemanfaatan amfibi
keanekaragaman hayati Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk
dengan luas 20,25 yang memiliki aksesibilitas yang lebih mudah dijangkau dari
2
melalui konsep wisata ilmiah Oelsonbai Research Center secara kolaboratif,
diprioritaskan untuk jenis-jenis flora dan fauna endemik NTT sebagai produk
hasil penelitian dan pengembangan. Selain itu dilakukan upaya pelestarian satwa
keanekaragman hayati dan pembinaan habitat (Riwu Kaho dan Mau, 2019).
keberadaan selalu di jaga dan lestarikan (Hidayat 2016 dalam riwu kaho dan mau
2019). Hasil analisis tutupan lahan hutan menggunakan citra Sentine l-2 (tanggal
akuisisi citra 23 Juli tahun 2019) yang menunjukkan bahwa tutupan lahan hutan
yang menjadi kantong biodiversitas tidak banyak tersedia di Kota Kupang dan
KHDTK Oelsonbai menjadi salah satu diantaranya Fauna yang hidup liar di
KHDTK Oelsonbai antara lain berbagai jenis burung yang jumlahnya mencapai
41 spesies dari 23 famili yang terdiri dari burung penetap (resident) dan migran.
satwa yang memiliki tingkat mobilitas yang tinggi (Hidayat, 2016). Sedangkan
fauna yang merupakan hasil dari penelitian terdahulu yaitu rusa timor, burung
bayan dan kura-kura leher ular rote. KHDTK Oelsonbai menyimpan banyak fauna
maupun flora, tetapi fauna yang belum teridentifikasi yaitu jenis reptil dan amfibi,
3
salah satu jenis fauna yang penting dikembangkan di KHDTK Oelsonbai adalah
gangguan terhadap kawasan hutan yang dilakukan oleh masyarakat setempat, hal
ini dinyatakan oleh penelitian Riwu Kaho dan Mau (2019), masyarakat sekitar
amfibi. Seperti yang dinyatakan oleh penelitian Harahap (2012) yang mengatakan
meningkatnya laju kerusakan hutan yang menyebab habitat satwa liar menjadi
sempit dan memaksa satwa liar untuk mencari ruang gerak baru. Sementara dari
KHDTK.
4
Khusus Oelsonbai, Kelurahan Fatukoa, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang,
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
tingkat keanekaragaman jenis amfibi yang ada di Kawasan Hutan Dengan Tujuan
1. Manfaat Teoritis
penelitian dalam bidang kehutanan dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi
peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Timur.
5
b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber masukan bagi pihak
b. Pengambilan data di lakukan pada malam hari yaitu pukul 18.00 WITA –
22.00 WITA.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
hidup di berbagai kawasan baik daratan, lautan, dan ekosistem perairan lainnya,
kodok dan katak ( Anura) dengan jumlah jenis amfibi sebanyak 392 jenis dengan
1.2 Amfibi
Amfibi berasal dari kata amphi yang berarti ganda dan bios yang berarti
hidup. Secara harfiah amfibi diartikan sebagai hewan yang hidup di dua alam,
yakni dunia darat dan air. Amfibi dikenal sebagai hewan bertulang belakang yang
suhu tubuhnya tergantung pada lingkungan, mempunyai kulit licin dan berkelenjar
7
Klasifikasi ilmiah amfibi menurut Goin & Zug (1978) adalah sebagai
berikut :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Ampihibia
Bangsa : Caudata, Gymnophiona dan Anura
yaitu fase air dan fase darat. Fase kehidupan air umumnya ketika masa embrional,
numun ketika dewasa kelompok hewan ini lebih banyak beraktifitas di darat
(Elita, 2013). Amfibi memiliki potensi sebagai bioondikator yang baik untuk
menilai kondisi hutan karena amfibi sangat sensitive terhadap ekologi dan
Amfibi terdiri dari 3 ordo yaitu Sesilia, Caudata dan Anura ( Simon &
gymnophiona. Amfibi ini tidak memiliki kaki dan sepintas mirip dengan cacing,
katak yang kawin secara eksternal, diduga semua Sesilia memiliki fertilisasi
internal. Beberapa larva Sesilia memiliki larva yang bersifat namun beberapa jenis
lainnya memiliki telur yang akan berkembang langsung menjadi bentuk dewasa
8
Ordo Caudata merupakan amfibi yang bentuk dewasanya mempunyai
bagian yaitu kepala, badan, ekor dan kaki-kakinya memiliki ukuran yang sama
besar. Jika akuatis bentuk larva sama seperti yang dewasa. Daril arva menjadi
wilayah Asia Tenggara ordo ini tidak di temukan di habitat aslinya. Daerah
terdekat dapat ditemukan caudata diwilayah Vitnam Utara dan Thailand Utara
( Iskandar, 1998).
tubuhnya seperti berjongkok di mana ada empat kaki untuk melompat, bentuk
tubuh pendek, leher yang tidak jelas, tanpa ekor, mata melotot dan memiliki mulut
Kulitnya bervariasi dari yang halus hingga kasar bahkan tonjolan-tonjolan tajam
bervariasi mulai dari yang terkecil yakni 10 mm hingga yang terbesar mencapai
(Andrean, 2011). Ordo Anura merupakan ordo yang paling dikenal oleh
ordo inilah yang disebut sebagai katak dan kodok dalam bahasa Indonesia.
9
Tubuh umumnya pendek dan lebar, terdiri dari kepala dan bagian badan
serta memiliki dua pasang tungkai dimana tungkai belakang lebih besar dari
pada tungkai depan. Umumnya kaki memiliki selaput yang digunakan untuk
melompat dan berenang. Anura memiliki pita suara dan jantan akan
eksternal. Telur yang menetas biasanya akan tumbuh menjadi larva yang
berbeda dengan bentuk dewasa dan dikenal dengan nama berudu. Hampir
1. Duttaphrynus melanostictus
yang tersebar di bagian atas tubuh dengan moncong yang runcing. Jenis ini
tidak memiliki alur parietal. Terdapat pula kelenjar parotoid yang berbentuk elips.
Jari tangan dan jari kaki hampir sama dalam keadaan tumpul. Pada jari kaki
terdapat selaput yang melebihi setengah jari. Terdapat juga bintil metatarsal yang
bagian luarnya lebih kecil dari bagian dalam. Jenis ini paling mudah dan sering
ditemukan diseluruh lokasi dan mudah dikenali melalui suaranya yang khas.
Ukuran tubuhnya sedang sampai besar dengan panjang mulai dari ujung moncong
sampai dubur melebihi 80 mm. Habitat jenis ini merupakan kodok paling umum
ditemukan di berbagai tempat termasuk perkampungan dan kota yang luas, lahan
10
olahan, tempat terbuka, kebun, parit di pinggiran jalan serta biasa berada di tanah
2. Fejervarya cancrivora
bintil-bintil memanjang paralel dengan sumbu tubuh. Hanya terdapat satu bintil
metatarsal dalam, selaput selalu melampaui bintil subartikuler terakhir jari kaki ke
memanjang dan menipis. Ukuran tubuh biasanya hanya sekitar 100 mm, tetapi
dapat mencapai 120 mm. Merupakan salah satu jenis yang dikonsumsi manusia.
Pada saat masih anakan, sering kali orang awam sulit membedakannya dengan
Jenis ini jarang ditemukan sepanjang sungai, tetapi dapat ditemukan tidak jauh
dari sungai. Terdapat dalam jumlah banyak di sekitar rawa dan bahkan pada
daerah berair asin, seperti tambak atau hutan bakau (Kusrini, 2013).
3. Fejervarya limnocharis
runcing dan pendek dengan tekstur kulit berkerut yang tertutup oleh bintil-bintil
panjang yang tampak tipis. Bintil-bintil ini biasanya memanjang, paralel dengan
sumbu tubuh. Ujung jari tangan tumpul dan tidak melebar. Jari tangan pertama
lebih panjang dari yang kedua. Jari kaki runcing dengan ujung yang tidak
limnocharis di Jawa merupakan jenis yang kompleks dan terdiri dari paling tidak
11
dua spesies yang berbeda yaitu F. limnocharis dan F. Iskandari (Veith et al. 2001;
dibedakan dengan F. limnocharis. Habitat jenis ini menghuni sawah dan padang
rumput di dataran rendah, jarang sampai 700 m dan dijumpai juga di sekitar
Ciri-ciri Katak ini yaitu tampak sangat gembung dengan kaki belakang
sangat pendek. Ujung jari tangan seperti sendok (bentuk ´T´), tympanum
tersembunyi di bawah kulit. Jari kaki berselaput renang pada dasarnya dan
ujungnya tumpul. Bintil metatarsal bagian dalam seperti serok. Kulit berbintl-
mm dan betinanya sekitar 65 mm. Habitat katak ini biasanya menggali lubang
dalam tanah. Beberapa spesimen ditemukan dalam pot bunga, bahkan di lubang
pohon dengan ketinggian sampai 2 meter dari permukaan tanah. Habitat alamnya
termasuk hutan primer dan sekunder serta lahan bekas tebangan (Kusrini, 2013).
Ciri-ciri katak ini berukuran kecil sampai sedang dengan tympanum coklat
tua. Kulit punggung berbintil kasar, mempunyai lipatan kelenjar dorsolateral dan
relatif tertutup seluruhnya oleh bintil-bintil sangat halus yang menyerupai pasir.
Jari tangan pertama lebih pendek dari yang kedua. Kulit bagian bawah berbintil
kriptik dan analisis genetuik membagi jenis ini menjadi Hylarana raniceps dan H.
12
memiliki ciri khusus warna kemerahan pada bagian paha bawah. Habitat lebih
menyukai hidup dekat dengan perairan dan menyukai tumbuhan yang terdapat di
sekitar perairan untuk bertengger atau berdiam diri, kadang-kadang mereka juga
dapat dijumpai disekitar hunian manusia. Jenis ini dapat hidup sampai ketinggian
panjang dan ramping, jari kaki setengahnya berselaput. Tekstur kulit berbintil
tetapi halus, tanpa tanda adanya bintil atau tonjolan, lipatan dorsolateral yang
halus. Jantan dewasa berukuran 35-45 mm dan betina dewasanya berukuran 45-50
sekeliling air yang mengalir lambat atau yang menggenang. Di Jawa lebih terbatas
di dataran tinggi sampai 1.500 m dan tidak terdapat di daerah sekitar pantai.
kekuningan, satu warna atau dengan bintik, hitam atau dengan enam garis yang
jelas memanjang dari kepala sampai ujung tubuh. Jari tangan dan jari kaki
melebar dengan ujung rata. Kulit kepala menyatu dengan tengkorak. Jari tangan
berukuran sedang dengan panjang total sekitar 21 mm, panjang ekor sekitar 1,5
kali panjang tubuh. Bentuk tubuh oval dengan mata yang sedikit menonjol (dilihat
dari sisi atas), posisi mata menghadap ke arah lateral, bukaan mulut mengarah ke
bawah. Bagian atas moncong terdapat bintik berwarna putih. Sirip lebar
13
meruncing di bagian ekor. Formula geligi : I+3-3/III Habitatnya Sering ditemukan
diantara tetumbuhan atau disekitar rawa dan bekas tebangan hutan sekunder. Jenis
ini sering mendekati hunian manusia, karena tertarik oleh serangga di sekeliling
kepala yang jelas dan ekor yang pendek. Memiliki mulut yang lebar dan sepasang
mata yang berukuran kecil. Pada rahang bagian bawah terdapat dua deret geligi.
Diantara mata dan lubang hidung terdapat sepasang tentakel yang kemungkinan
berbentuk cincin. Tubuhnya berwarna hitam kebiruan atau coklat tua. Pada bagian
dorsolateral terdapat garis berwarna kuning, dibagian belakang mata terdapat juga
hidup pada daerah yang lembab dibawah permukaan serasah, batu atau kayu
Adapun juga jenis- jenis amfibi menurut Darmawan (2008) antara lain :
14
erythraea, Rana hosii, Rana luctuosa, Rana nicobariensis ,Rana picturata,
Polypedates colletii.
Semua amfibi adalah karnivora, untuk jenis amfibi yang berukuran kecil
makanan utamanya adalah Arthropoda, cacing dan larva serangga. Untuk jenis
amfibi yang berukuran lebih besar makanannya adalah ikan kecil, udang,
kerang, katak kecil atau katak muda, kadal kecil dan ular kecil. Pada saat berudu,
dan tidak memerlukan makan sama sekali, kebutuhan makanan sudah tercukupi
dari kuning telurnya (Iskandar, 1998). Sebagian besar amfibi mencari makan
dengan strategi diam dan menunggu (Duellman & Carpenter, 1998 dalam
Darmawan, 2008).
besar Anura melompat untuk melarikan diri dari predator. Jenis-jenis yang
memiliki kaki yang relative pendek memiliki strategi dengan cara menyamarkan
jenis Anura memiliki kelenjar racun pada kulitnya, seperti pada famili Bufonidae
(Iskandar, 1998).
kelembaban yang cukup untuk melindungi tubuh dari kekeringan. Berberapa jenis
amfibi hidup di sekitar sungai dan lainnya tidak pernah meninggalkan air. Jenis
15
yang hidup di luar air biasanya dating mengunjungi air untuk beberapa periode,
paling sedikit dalam musim berbiak dan perkembangbiakan (Djoko 1998, dalam
Adrian, 2019). Kebanyakan amfibi hidup di dekat kolam dan sungai tempat
mareka berkembang biak, namun beberapa spesies yang hidup di daerah kering.
hujan (Mistar et al.,2017). Sebagian besar amfibi di dekat perairan di daersh tropis
dan beriklim sedang, walupun beberapa jenis telan beradaptasi untuk bertahan
air atau di kolam di lantai hutan serta di antara serasah daun yang tidak
kolam, danau, sungai yang sering dikunjungi pada saat berbiak. Contohnya
16
b. Arboreal mengembangkan telur dengan membungkusnya dengan busa
badan air, sejak telur sampai dewasa, seluruh hidupnya berada pada
d. Fossorial, spesies yang hidup pada lubang-lubang tanah, spesies ini jarang
2004 IUCN melakukan evaluasi terhadap 5.743 jenis amfibi di dunia yang
tidak kurang dari 500 peneliti dari 60 negara termasuk Indonesia. Hasilnya
9 jenis punah sejak 1980, 113 species tidak ditemukan lagi akhir-akhir ini
pemanasan global. Suhu atmosfer bumi saat ini telah meningkat 0,5ºC dibanding
suhu pada zaman pra industri (Murdiyarso, 2003). Terutama karena amfibi
17
umum diketahui amfibi memiliki persebaran yang luas namun perlindungan
(Mistar, 2003). Sesuai dengan penjelasan Iskandar (1998), bahwa ordo Anura
penyakit dan parasit, serta penangkapan lebih. Amfibi sangat tergantung pada
air. Lahan basah dan tempat memijah amfibi lainnya seringkali menjadi tempat
pembuangan dan penampungan bahan pencemar. Lahan basah dan hutan tempat
tinggal katak kini banyak yang hilang umumnya untuk pembangunan (Kusrini,
2013).
dilakukan adalah usaha perlindungan dan pengelolaan habitat yang lebih baik dan
penting. Pada skala makro amfibi dapat ditemukan di hutan primer, sekunder,
hutan rawa, aliran sungai dengan air jernih serta tutupan tajuk hutan yang masih
baik. Perubahan iklim global juga menyebabkan banyak spesies amfibi yang
terutama pada spesies-spesies yang hidup di dataran tinggi dan daerah subtropik.
berkembang juga menjadi ancaman yang besar bagi kelestarian berbagai spesies
18
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
19
3.2 Alur Penelitian
KHDTK Oelsonbai
Amfibi Habitat
- tipe vegetasi
Analisis Data:
20
3.3 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitan ini yaitu:
1. Alat
Global Positiong System (GPS), peta lokasi, alat tulis, kamera, jam tangan, senter,
kantong plastic, gunting, meteran, jaring limit, thermometer dry and wet, pH
meter, timbangan digital, buku panduan bergambar identifikasi amfibi jawa barat,
buku panduan herpetofauna taman nasional alas purwo, laptop dan avenza map.
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis amfibi yang ada di
21
4. Penangkapan amfibi mengunakan tangan biasa dan mengunakan jaring lamit
pengamatan yaitu Ukuran Snout Sent Length (SVL) yaitu panjang tiap jenis
amfbi dari moncong hingga kloaka, waktu penemuan, posisi horizontal dan
penyebaran horizontal amfibi pada suatu habitat (apakah ada ditengah sungai
atau di pinggir sungai dan perlu juga mencatat badan air terdekat. Posisi
dari permukaan tanah, diatas batu, diatas kayu, atau di rumput dan sebagainya
antara lain (nama jenis, jumlah individu tiap jenis, diameter dan tinggi pohon)
8. Pemgambilan data habitat antara lain tanggal dan waktu pengambilan data,
nama lokasi yang ditemukan, suhu udara serta kelembaban udara mengukur
22
3.5 Variabel Penelitian
1. Variabel utama : jenis amfibi yang terambil dan teramati di sungai dan anak
amfibi yang perlu ukur adalah sebagai berikut : Jumlah jenis tiap amfibi,
Ukuran Snout Sent Length (SVL) yaitu panjang tiap jenis amfibi dari
moncong hingga kloaka, Waktu penemuan, Posisi horizontal atau vertical saat
parameter yang diukur sebagai berikut (nama jenis, jumlah individu tiap jenis,
mengunakan thermometer.
b. Kelembaban udara adalah kandungan uap air yang ada didalam udara
c. PH air atau derajat kemasaman adalah jumlan ion hidrigen dalam suatu
23
d. Tipe substrat ( x : jarak amfibi dari sumber air, y : ketinggian dari
mengunakan meteran.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
pengamatan.
Data terkait satwa amfibi adalah : Jenis amfibi, Jumlah jenis tiap amfibi,
Ukuran Snout Sent Length (SVL) yaitu panjang tiap jenis amfbi dari moncong
hingga kloaka, Waktu penemuan, Posisi horizontal atau vertical saat amfibi
ditemukan, Tipe substrat ( x : jarak amfibi dari sumber air, y : ketinggian dari
Data terkait habitat antara lain : tanggal dan waktu pengambilan data,
nama lokasi yang ditemukan, suhu udara, kelembaban udara, pH air, substrat/
keadaan umum lokasi penelitian meliputi letak dan kondisi fisik dan literatur
yang berhubungan dengan penelitian ini serta literatur penunjang lainnya sebagai
bahan referensi.
24
3.7 Metode Pengambilan Data
VES adalah pengumpulan jenis yang didasarkan dari perjumpaan langsung pada
jalur yang merupakan habitat satwa baik terrestrial maupun akuatik (Heyer, et al,
1994). Metode transek adalah jalur sempit melintang pada lahan yang akan
dipelajari atau diselidiki. Apabila sampel yang diamati berada pada petak
pengamatan yang dipasang, akan dicatat jenisnya dan dihitung jumlahnya dalam
pengambilan data dilakukan pada malam hari mulai dari pukul 18.00 WITA -
22.00 WITA mengacu pada pendapat Setiawan (2016) bahwa aktivitas amfibi
berasosiasi dengan air (Yanuarefa et al. 2012). Jumlah jalur pengamatan sebanyak
2 jalur transek dengan panjang jalur 400 setiap jalur dan lebar jalur 10 meter kiri
dan kanan (Aji 2013). Panjang pendeknya jalur tergantung pada kondisi jalur
25
metode untuk menentukan jenis spesies amfibi yang sudah tertangkap dengan
Ket :
a : pengamat
b : jalur sungai
c : lebar jalur 10 m
menentukan setiap petak. Dalam penelitian ini dipilih sampel secara acak tetapi di
26
3.8 Analisis Data
sebagai berikut:
E = H’/ ln S
27
Keterangan:
E = Indeks kesamarataan
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner
S = Jumlah spesies
Kriteria indeks kemerataan (E) menurut (Daget 1976 dalam Solahudin 2003)
komposisi jenis vegetasi dalam suatu ekosistem. Data yang diperoleh berupa
kerapatan, penyebaran dan dominansi dapat diolah untuk menentukan indeks nilai
28
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
f. Dominansi Relatif (DR) = 𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑥 100%
jenis lainya dalam suatu tegakan (INP = KR + DR + FR) sedangkan untuk tingkat
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jika ditilik dari proporsi luas
willayah Kelurahan Maulafa dengan luas mencapai 20,6 ha (95%) dan hanya 1,2
Hutan Kali Kupang (RTK 174) dengan fungsi hutan produksi yang dapat
dikonversi (HPK). Pada tahun 2019, KHDTK Oelsonbai telah ditetapkan menjadi
30
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Oelsonbai terletak
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan data jenis tanah dari BPDASHL
Oelsonbai terdapat 2 jenis tanah, yaitu Alfisol dan Molisol dengan perbandingan
jenis tanah Alfisol lebih luas dibandingkan jenis Molisol. Dimana luas tanah
Alfisol pada KHDTK Oelsonbai mencakup 14.1 ha atau 65% dari total
dibandingkan jenis tanah Mollisol dengan luas 7,7 ha (35%) . (Riwu Kaho dan
Mau, 2019).
Karakteristik hujan pada suatu wilayah sangat erat kaitannya dengan isu
ketersediaan air dan keragaman corak aktivitas budidaya tanaman serta bentuk
penggunaan lahan. Wilayah NTT secara umum merupakan wilayah yang dominan
beriklim kering, dimana dalam setahun musim hujan berlangsung selama 5 bulan
Oktober). Oleh karena tidak terdapat pos pengamatan cuaca dari Badan
lanjut menggunakan data grid Worldclim versi 2 (Riwu Kaho dan Mau, 2019).
Tabel 4.1 Perhitungan Data Curah Hujan dalam Penentuan Tipe Iklim
Kategori Schmidt-
Bulan Rerata CH Bulanan (mm) Kategori Oldeman
Ferguson
Jan 385 BB BB
Feb 304 BB BB
Mar 207 BB BB
Apr 77 BL BK
Mei 31 BK BK
Jun 9 BK BK
Jul 15 BK BK
Agst 3 BK BK
Sep 4 BK BK
Okt 33 BK BK
Nov 124 BB BL
Des 251 BB BB
31
Total 1,473 BB = 5, BK = 6 BB = 4, BK = 7
Klasifikasi Iklim E (Agak Kering) D4
Hanya dapat satu kali
tanampadi atau palawija
Tutupan Lahan Vegetasi Hutan Sabana
dalam setahun (tergantung
persediaan air irigasi)
Sumber: data skunder (Riwu Kaho dan Mau, 2019).
aliran sungai (DAS) menunjukkan bahwa lokasi Kawasan Hutan Dengan Tujuan
Khusus Oelsonbai terletak pada 2 DAS sekaligus, yaitu DAS Kupang dan DAS
Meto Batulesa. Jika ditilik dari elevasi, maka lokasi Kawasan Hutan Dengan
Tujuan Khusus Oelsonbai merupakan daerah tangkapan air (catchment area) atau
hulu dari kedua DAS tersebut . Hasil analisis rerata hujan dari grid Worldclim
Oelsonbai yaitu 1.473 mm/tahun dengan pola hujan eratik dimana musim
hujan/bulan basah berdasarkan klasifikasi Mohr (bulan basah = hujan > 100 mm,
bulan kering = hujan < 60mm) terjadi selama 5 bulan (November – Maret), bulan
lembab hanya terjadi 1 bulan (April), dan 6 bulan diantaranya terkategori sebagai
32
4.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
merupakan penduduk asli setempat yang sebagian besar merupakan Suku Timor,
ada beberapa Suku Sabu dan Suku Rote. Selain penduduk asli setempat, terdapat
juga pendatang dari Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi. Pendidikan masyarakat
sebagian besar penduduk adalah petani dengan komoditas tanaman jagung, cabai
ada beberapa yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil. Masyarakat sekitar
KHDTK Oelsonbai pada umumnya telah mengetahui dan paham status KHDTK
Oelsonbai sebagai kawasan hutan. Ini dapat terlihat dari cukup terjaganya
kawasan dari aktivitas pencurian kayu maupun penyerobotan kawasan hutan. Hal
sekitar hanya secara periodik memanfaatkan hasil dari kawasan hutan berupa kayu
bakar untuk keperluan konsumsi atau sebagai komoditi yang diperjual belikan
sebagai tambahan penghasilan. Demikian pula interaksi sosial yang terjadi antara
33
4.3 Komposisi Jenis Amfibi
melakukan analisis data untuk mengetahui jenis dan jumlah spesies Amfibi. Jenis
A B
Bufonidae Duttaphrynus melanotictus LC V V 79
Fejervarya limnocharis LC V V 34
Dicroglossidae
Fejervarya cancrivora LC V V 17
Rhacophoridae Polypedates leucomystax LC V V 10
Microhyladae Kaloula baleata LC V V 18
Total 158
Sumber : Data primer setelah diolah, (2021)
Keterangan: V : ditemukan jenis amfibi; -: tidak di temukan jenis amfibi; LC:
Least Concern; IUCN: International Union for Concervation Nature
Berdasarkan tabel 4.2 terdapat 5 jenis amfibi dari 4 family dengan total
atau tipe habitat lain yang paling disukai (Saputra et al. 2014). Semua jenis amfibi
34
yang ditemukan di KHDTK Oelsonbai tergolong dalam kategori Least Concern
(LC) atau resiko rendah (IUCN 2022). Jumlah jenis amfibi yang ditemukan
kedua jalur tersebut masih ditemukan air yang merupakan komponen habitat
yang mengatakan masa larva hingga awal pertumbuhan remaja, amfibi cenderung
hidup diperairan dan bernapas mengunukan insang, saat memasuki dewasa amfibi
hidup didarat dan mengunakan paru-paru. Jenis amfibi pada dua jalur pengamatan
2009). Jenis amfibi yang di temukan di jalur A dan jalur B sama yaitu 5 jenis
tetapi jumlah individu amfibi di jalur B lebih banyak dari pada jalur A. 98
mengidentifikasi dari sumber daya alam yang masih rendah, sedangkan jumlah
individu jenis di jalur B lebih banyak dikarenakan kondisi jalur merupakan area
35
fejavarya
limnocharis ,
34 Duttaphyrnu
fejavarya s
cancrivora, 17 melanostictu
s, 79
kaloula baleata,
18
polypedates
leucomistax, 10
1. Family Bufonidae
ini dinyatakan oleh Kusrini (2013) yaitu Duttaphrynus melannotictus jenis yang
juga memiliki morfologi yang sangat cocok untuk hidup di berbagai tempat Jenis
kehitaman dibagian leher berwarna kuning kemerahan, jari kaki dan jari tangan
sama dalam keadaan tumpuh, tanpa selaput renang atau selaput renang yang
36
2. Family Dicroglossidae
waktu pengamatan jenis tersebut banyak ditemukan diatas tanah, seresah, rumput
dan juga di sekitar sungai. Katak jenis ini memiliki kepala runcing dan pendek,
garis dorsal pada bagian tengah, tubuhnya kecil berwarna seperti lumpur
kehijauan, terdapat bercak-bercak dan bintil-bintil lebih panjang dan pada jenis
lainnya, dan memiliki selaput belakang yang tidak penuh, ujung jari kaki tidak
seresah, dan tidak ditemukan di sepanjang aliran sungai tetapi ditemukan tidak
jauh dari sungai. Jenis katak ini memiliki sumbuh tubuh dengan parallel, lipatan-
lipatan dan bintil-bintil memanjang, tekstur kulitnya kasar, warna kulit coklat
dengan bercak hitam, jari-jari kakinya meruncing dan selaput belakang mencapai
ujung kecuali jari kaki ruas keempat yang terpanjang (Kusrini, 2013).
3. Family microhylidae
tebangan, diatas pohon, seresah di bawah tegakan jati merah. Jenis ini memiliki
tubuhnya yang licin, dan gembung, jari kaki bagian belakang pendek, berselaput
37
4. Family Rhacophoridae
ditemukan dilokasi penelitian. Jenis ini sering ditemukan diatas pohon hingga 2-3
meter, diatas seresah, hutan bekas tebangan, jenis juga sering di temukan dekat
tempat tinggal manusia Jenis amfibi ini memiliki berwarna coklat kekuningan
dengan tektur kulitnya halus, kepalanya menyatu dengan tengkorak jari tangan
setengah berselaput, jari kaki berselaput hampir penuh melebar dan ujungnya
rata(Kusrini, 2013).
pada suatu kawsan yang diamati. Indeks keanekaragaman jenis amfibi di KHDTK
4.3.
38
Keterangan: Pi: Proporsi jenis ke-I; H’: Indeks keanekaragaman Shannor wiener;
E: Indeks kemeretaan jenis
(H’=1.34). Dari hasil tersebut keanekaragaman di jalur B lebih tinggi dari pada
lebih memadat dan bervariasi. Menurut (Odum, 1971 dikutip oleh Fachrul 2007),
diatas nilai keanekaragaman kedua jalur dikategorikan sedang, ini menjadi contoh
39
dan keanekaragaman amfibi di KHDTK Oelsonbai perlu dilestarikan. Menurut
yang saling berkaitan yang menentukan naik turunnya keragaman jenis suatu
lingkungan dan produktivitas (Krebs 1978), sedangkan menurut Goin & Goin
(1971) kecocokan terhadap suhu dan kelembaban, penutupan tajuk dan formasi
Berdasarkan hasil dari tabel 4.3 dan tabel 4.4 menunjukan nilai
kemerataaan jenis amfibi kedua jalur tidak berbeda jauh dengan nilai kemerataan
Nilai kemeratan jenis amfibi jalur B lebih besar di bandingkan dengan Jalur A.
(2003), kriteria indeks kemerataan jenis 0 < E ≤ 0,5 maka Komunitas tertekan, 0,5
< E ≤ 0,75 maka Komunitas labil, 0,75 < E ≤ 1 maka Komunitas stabil. Dari
komunitas stabil.
Suhu air yang diperoleh dari kedua jalur berkisar 26,5 -30 (°C) sedangkan
suhu udara berkisar 26,0 - 28,4 (°C) suhu air terendah berada di jalur B
sedangkan suhu air tertinggi berada di jalur A, berbeda dengan suhu udara dimana
40
suhu udara terendahnya berada di jalur A, dan tertinggi berada di jalur B.
Berdasarkan tabel 4.5 Suhu air terendah berada di jalur B sedangkan suhu
air tertinggi berada di jalur A. Namun suhu udara terendah berada di jalur A,
jalur B sama yaitu 77% - 85% dan tergolong tinggi sedangkan pH air jalur A
lebih tinggi dibandingkan dengan jalur B. pH air di jalur A dan B tergolong basa.
Karateristik fisik seperti suhu udara, suhu air, ph air dan kelembaban udara
di lokasi penelitian KHDTK Oelsonbai nilai yang sesuai untuk kehidupaan amfibi
Oelsonbai berkisar dari 26 sampai 28 derajat Celsius. Suhu tersebut sesuai dengan
kisaran suhu udara sekitar 19.46 oC sampai 25.77oC. Amfibi merupakan satwa
yang hidup bergantung pada suhu lingkungan sehingga suhu sangat berpengaruh
pada pertumbuhan dan perkembangan amfibi serta menjadi salah satu faktor yang
41
bisa mendukung kehidupan amfibi. Amfibi juga membutuhkan kelembaban yang
cukup untuk melindungi diri dari kekeringan pada kulitnya (Kusrini, 2013).
Kelembaban udara yang diperoleh di lokasi penelitian yaitu 77% sampai 85%.
kelembaban diatas disebabkan oleh adanya kondisi vegetasi yang lebih terbuka.
menunjang kehidupan amfibi. Hal ini didasari oleh Kusrini (2013) yang
melindungi diri dari kekeringan. Menurut Sari et al. (2014) kelembaban relatif
tinggi disebabkan karena tajuk pohon yang menghalangi menjadi terhalang oleh
tajuk pohon. Selain kelembaban udara, amfibi juga memerlukan derajat keasaman
atau pH yang cukup, pH air yang kurang dari 7.0 yaitu dikatakan asam sedangkan
lebih dari 7.0 dikatakan bassa. pH air yang terdapat di lokasi penelitan KHDTK
Oelsonbai di kedua jalur tersebut berkisar sekitar 7.8 sampai 8.0, maka dari itu pH
amfibi, hal ini didukung oleh penelitian Darmawan (2008) yang menyatakan 4,3 –
air yang ada di lokasi penelitian yaitu adanya pencemaran air dari limbah buangan
deterjen.
42
4.6.2 Sebaran Ekologis
Sebaran ekologis dilihat dari posisi saat amfibi ditemukan pada kedua
jalur. Posisi tersebut dibedakan menjadi horizontal dan vertikal (Heyer et al.
43
Ditemukan ditepi sungai,
Ditemukan diatas di dalam hutan dengan
Fejervarya tanah yang jarak 2-3 meter dari tepi
5
limnocharis berlumpur dan air
diatas serasah.
sungai, serasah dan diatas tanah. Jenis Duttaphyrnus melanostictus berjarak 1-6
meter dari air dan tidak ditemukan di tempat ketinggian, dengan jarak antar
individu satu terhadap individu lain sekitar 1-4 meter, jenis amfibi Polypedates
dengan satu sampai dua meter, hingga jarak dari air sekitar tiga sampai lima
meter, dengan jarak antar individu satu sampai tiga meter. Jenis Kaloula baleata
ditemukan juga diatas ketinggian satu meter, dimana jarak antar individu berkisar
dua sampai tiga meter, jenis ini ditemukan di dekat air dengan jaraknya dua
sampai lima meter dari air. Jenis Fejervarya cancrivora cukup dekat dengan jarak
air berkisar satu sampai tiga meter, jenis ini tidak ditemukan berada di ketiggian,
jenis ini memiliki jarak antar individu berkisar satu sampai empat meter. Jenis
Fejervarya limnocharis tidak ditemukan juga di atas ketinggian, jenis ini banyak
ditemukan diatas tanah dengan jarak antar individu satu sampai tiga meter.
X merupakan jarak dari tempat yang ditemukan dengan air ,y adalah jarak
dari ketiggian sedangkan z adalah jarak dari invidu satu ke individu lain.
44
Tabel 4.7 Pentuan X,Y,Z
Jenis X (Meter) Y (Meter) Z (Meter)
Duttaphyrnus melanostictus 1-6 0 1-4
Polypedates leucomystax 3-5 1-2 1-3
Kaloula baleata 2-5 1 2-3
Fejervarya cancrivora 1-3 0 1-4
Fejervarya limnocharis 1-4 0 1-3
Sumber : Data primer setelah diolah, (2021)
berjarak 1-6 meter dari air dan tidak ditemukan di tempat ketinggian, dengan jarak
antar individu satu terhadap individu lain sekitar 1-4 meter, jenis amfibi
ranting dengan satu sampai dua meter, hingga jarak dari air sekitar tiga sampai
lima meter, dengan jarak antar individu satu sampai tiga meter. Jenis Kaloula
baleata ditemukan juga diatas ketinggian satu meter, dimana jarak antar individu
berkisar dua sampai tiga meter, jenis ini ditemukan di dekat air dengan jaraknya
dua sampai lima meter dari air. Jenis Fejervarya cancrivora cukup dekat dengan
jarak air berkisar satu sampai tiga meter, jenis ini tidak ditemukan berada di
ketiggian, jenis ini memiliki jarak antar individu berkisar satu sampai empat
jenis ini banyak ditemukan diatas tanah dengan jarak antar individu satu sampai
tiga meter.
45
4.7 Kisaran Ukuran Tubuh dan Aktivitas Yang Dijumpai
Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa kisaran ukuran tubuh ini
memiliki interval yang bervariasi dan interval yang sangat jauh untuk beberapa
leucomystax memiliki ukuran tubuh minimum 3.2 cm, maximal 7.1 cm dengan
memiliki nilai rata-rata 5.75 cm. Jenis Kaloula baleata berjumlah 18 individu
limnocharis ukuran tubuh meliliki ukuran ukuran tubuh minimum sama yaitu 2
cm dan ukuran tubuh maksimum yang berbeda yaitu 5.4 cm untuk jenis Fejavarya
yang terbesar adalah jenis Fejervarya limnocharis dengan ukuran tubuh minimum
2 cm dan maksimum 7.5 cm dengan jumlah individu 34. Sedangkan ukuran tubuh
46
terkecil yaitu jenis Fejervarya cancrivora dengan jumlah individu 17 kisaran
minimum 2 cm, maksimum 5.4 cm. Kisaran panjang ukuran tubuh amfibi di ukur
dari moncong hingga kloaka. Ukuran tubuh amfibi terbesar di KHDTK Oelsonbai
Duttaphyrnus melanostictus memilki ukuran tubuh tidak berbeda jauh yaitu 10.5
cm. secara umum sebagian jenis memiliki rentang panjang tubuh yang cukup luas.
Kondisi memungkinkan adanya tingkat usia yaitu usia dewasa, pradewasa hingga
usia muda. Oleh karena itu dikatakan tempat yang baik untuk amfibi berkembang
Aktivitas yang ditemukan saat pengamatan pada kedua jalur yaitu aktivitas
berdiam. Sebagian besar amfibi mencari makan, berdiam. Amfibi yang paling
sensitif ketika saat ditemukan yaitu jenis Fejervarya cancrivora dan Fejervarya
manusia sedikit sekali terjadi. Namun, gangguan terhadap habitat amfibi cukup
47
perkebunan dapat merubah komposisi amfibi yang ada, sedangkan untuk
wilayah tersebut. Pencemaran air yang dilakukan secara tidak langsung dapat
ikan dengan cara meracun. Amfibi memerlukan air untuk siklus hidupnya, karena
memilki kulit yang permiabel dan lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan
dibandingkan reptil, burung, mamalia (Doyle 1998; Morell 1999b dalam Cohen
amfibi.
48
Gambar 4.4 Peta Sebaran Amfibi di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Oelsonbai
53.00%
52.50%
52.00%
51.50%
51.00%
pohon
tiang pancang semai
(jambu
(johar) (lamtoro) (kurinyu)
air hutan)
INDEKS NILAI PENTING 53.92% 52.47% 52.15% 54.28%
Dari hasil analisis vegetasi pada 25 plot yang secara sengaja ditentukan
49
Oelsonbai adalah tingkat semai sebanyak 12 jenis, tingkat pancang 12 jenis,
tingkat tiang 15 jenis dan tingkat pohon 16 jenis. Berdasarkan gambar 4.5 hasil
tingkat pohon di donimasi oleh jambu air hutan (syzygium pycnanthum). Pohon
jambu air hutan adalah vegetasi dengan tingkat dominasi dan INP tertinggi pada
tingkat pohon, pohon ini tumbuh liar di hutan primer dan hutan sekunder dengan
ketinggian 1.000 m dpl, pohon ini merupakan pohon pernutup tajuk. Pohon johar
dapat tumbuh di palbagi kondisi tempat pohon ini tumbuh didataran rendah
dengan cura hujan 500-2800 mm dan suhu berkisar antara 20-31derajat celcius
pohon ini memilki daun menyirip genap membentuk tajuk yang padat dan
merupakan tanaman yang tumbuh dimana saja dengan ketinggian 1000 mdpl,
lamtoro juga dapat hidup di daerah yang memiliki suhu rata-rata 20-28 derajat
setempat. INP tertinggi yang secara berurutan dari tingkat pohon, tiang, pancang
dan semai yaitu pada tumbuhan kurinyu (Eupatorium odoratum) 54.28%, dikuti
oleh tumbuhan jambu air hutan (syzygium pycnanthum) 53.92%, johar (senna
siamea) 52.47% dan lamtoro (Leucaena leucocepala) 52.15%. Kanopi pohon bisa
mempengaruhi iklim mikro di suatu kawasan( Saroh et al, 2020). Kanopi pohon
suhu dan intensitas cahaya matahari. Pohon jambu air hutan, johar dan lamtoro
50
umumnya memiliki tajuknya yang cukup memadat sehingga kawasan ini dapat
mengalami kelembaban yang cukup. Kondisi habitat kawasan ini disukai amfibi.
Kondisi lingkungan KHDTK Oelsonbai cukup baik memilki vegetasi yang cukup
rapat, suhu udara yang realatif sejuk dan kelembaban yang cukup tinggi, lantai
hutan yang ditutupi seresa serta sungai aliran yang mengalir dengan lambat dan
substrat babatu. Menurut Kusrini (2013), amfibi hidup di habitat perairan hutan
yang lembab untuk menlindungi tubuh dari kekeringan. Factor yang paling
51
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Jumlah jenis amfibi yang di temukan di KHDTK Oelsonbai sebanyak 5
5.2 Saran
habitat yang berbeda untuk melengkapi data amfibi yang sudah ada di Nusa
Tenggara Timur.
52
DAFTAR PUSTAKA
Brower, J. E. & Zar, J. H. 1997.Field amd laboratory methods for general ecology.
Iowa: Brown.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004b. Biologi. Edisi Kelima – Jilid
3.Jakarta : Erlangga.
53
Eprilurahman, 2009. Studi keanekaragaman reptile dan amfibi di kawasan
ekowisata lingo asri, pekalongan, provinsi jawa tengah. Jurnnal of
biological reseaches.
Goin CJ, Goin OB. 1971. Introduction to Herpetology. Second Edition. San
Francisco: Freeman.
Hariyanto, S., B. Irawan, dan T. Soedarti. 2008. Teori dan Praktik Ekologi.
Airlangga University Press. Surabaya.
Heyer WR, Donnelly MA, McDiarmid RW, Hayek LC, Foster MS. 1994.
Measuring and Monitoring Biological Diversity: Standard Methods for
Amphibians. Washington: Smithsonian Institution Pr.
54
Keanekaragaman Hayati Ekowisata Kawasan Knarst dan Social Budaya
Masyarakat di Sumba Timur. Universitas Pertanian Bogor. Bogor.
Iskandar, D.T.1998. Panduan Lapangan Amfibi Jawa dan Bali. Puslitbang LIPI.
Bogor.
IUCN 2022. The IUCN Red List Of Threatened Species. Version 2021-
3.https://www.iucnredlist.org
Kusrini MD. 2008. Pedoman Penelitian dan Survey Amfibi di Alam. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan IPB.
Kusrini MD. 2013. Panduan Bergambar Identifikasi amfibi Jawa Barat. Bogor,
Indonesia: Pustaka Media Konservasi.
Magurran, A.E. 1988. Ecologital diversity and Its Measurement. Croom Helm,
London, 178.
55
Mardinata, R., Winarno, G.D. dan Nurcahyani, N. 2018. Keanekaragaman amfibi
(ordo anura) di tipe habitat berbeda resort balik bukit taman nasional
bukit barisan selatan. J. Sylva Lestari. 6(1): 58-65.
Mistar. 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser. Bogor: The
Gibbon Foundation & PILI-NGO Movement.
Mistar. 2008. Panduan Lapangan Amfibi dan Reptil di Areal Mawas Provisi
Kalimatan Tengah (Catatan di Hutan Lindung Beratus). The Boroneo
Orang Utang Survival Foundation. Palangkraya.
Riwu kaho, Mau, 2019. Draf rencana pengelolaan Hutan Penelitian Oelsonbai.
Balai Penelitian Kehutanan Kupang.
Saputra, D., Setyawati, T. R., dan Yanti, A. H. 2014. Karakteristik populasi katak
sawah (fejervarya cancrivora) di persawahan sungai raya kalimantan
barat. J. Protobiont. 3(2): 81-86.
56
Setiawan, D., Yustian, I. dan Prasetyo, C. Y. 2016. Studi pendahuluan:
inventarisasi amfibi di kawasan hutan lindung bukit cogong II. J.Penelitian
Sains. 18(2): 55-58.
Verma, P.S. & Srivastava, B. C. 1979.Text Book Of Modern Zoology.S. Chand &
Company Ltd. New Delhi.
Yani, A. dkk. 2015. Keanekaragaman jenis amfibi ordo anura di kawasan hutan
lindung semahung kecamatan sengah temila kabupaten landak kalimatan
barat. Jurnal hutan lestari, 3(1), pp. 15-20.
Yanuarefa, M.F, dkk 2012. Panduan lapangan herpetofauna ( amfibi dan reptil)
Taman Nasional Alas Purwo. Balai Taman Nasional Alas Purwo,
Banyuwangi.
57
Lampiran
58
kaloula baleata
Lampiran 2. Pengambilan data suhu, kelembaban, Ph, ukuuran SVL dan berat
amfibi.
Tahun : 2021
59
Suhu pH
Substrat berat Svl
N air air
Nama jenis Posisi
o
x Y Z
Polypedates
1 Vertical 3 1 2 28,0 7,8 5 3,2
leucomystax
Duttaphrynus
2 Horizontal 4 2 28,0 7,8 9 5
melanotictus
Duttaphrynus
3 Horizontal 1 1 28,0 7,8 32 6,5
melanotictus
Fejervarya
4 Vertical 1 2 28,0 7,8 11 5,4
cancrivora
Fejervarya
5 Vertical 2 2 28,0 7,8 13 5,1
cancrivora
Fejervarya
6 Horizontal 2 3 28,0 7,8 2 3
cancrivora
Fejervarya
7 Vertical 3 2 28,0 7,8 4 4
cancrivora
Fejervarya
8 Horizontal 1 1 28,0 7,8 9 4,5
cancrivora
Polypedates
9 Horizontal 5 1 3 28,0 7,8 18 7
leucomystax
Fejervarya
10 Vertical 2 4 28,0 7,8 8 4,2
limnocharis
11 Kaloula baleata Horizontal 3 1 2 28,0 7,8 6 4,2
Polypedates
12 Vertical 2 1 3 28,0 7,8 7 3,8
leucomystax
Duttaphrynus
13 Horizontal 1 2 28,0 7,8 33 8,5
melanotictus
Duttaphrynus
14 Vertical 3 1 28,0 7,8 24 8
melanotictus
Duttaphrynus
15 Horizontal 4 1 28,0 7,8 21 6,5
melanotictus
Duttaphrynus
16 Vertical 5 2 28,0 7,8 27 7,2
melanotictus
Duttaphrynus
17 Horizontal 3 3 28,0 7,8 23 6,5
melanotictus
Duttaphrynus
18 Vertical 2 2 28,0 7,8 39 8
melanotictus
Duttaphrynus
19 Vertical 2 4 28,0 7,8 39 8
melanotictus
Duttaphrynus
20 Horizontal 2 2 28,0 7,8 30 8,2
melanotictus
Duttaphrynus
21 Horizontal 3 3 28,0 7,8 40 7,5
melanotictus
60
Duttaphrynus
22 Vertical 2 2 28,0 7,8 38 8,3
melanotictus
Duttaphrynus
23 Horizontal 3 1 28,0 7,8 26 7
melanotictus
24 Kaloula baleata Vertical 3 2 28,0 7,8 3 2
Sumber : Data diolah, 2021
Tahun : 2021
Suhu pH
No Nama jenis Posisi Substrat berat Svl
air air
Duttaphrynus
1 Vertical 3 2 29,2 7,9 35 8
melanotictus
Duttaphrynus
2 Vertical 1 3 29,2 7,9 59 9
melanotictus
Duttaphrynus
3 Horizontal 3 2 29,2 7,9 34 7,9
melanotictus
Duttaphrynus
4 Vertical 4 2 29,2 7,9 35 8
melanotictus
Duttaphrynus
5 Vertical 5 3 29,2 7,9 32 7
melanotictus
Duttaphrynus
6 Horizontal 6 4 29,2 7,9 31 7,5
melanotictus
Duttaphrynus
7 Horizontal 5 2 29,2 7,9 39 8
melanotictus
Duttaphrynus
8 Horizontal 4 3 29,2 7,9 34 7,2
melanotictus
Duttaphrynus
9 Vertical 2 4 29,2 7,9 31 7,5
melanotictus
Duttaphrynus
10 Horizontal 3 1 29,2 7,9 31 7
melanotictus
Duttaphrynus
11 Horizontal 1 2 29,2 7,9 34 8
melanotictus
12 Duttaphrynus Vertical 2 4 29,2 7,9 40 8
61
melanotictus
Duttaphrynus
13 Vertical 2 5 29,2 7,9 28 7,5
melanotictus
Duttaphrynus
14 Vertical 1 2 29,2 7,9 25 7
melanotictus
Duttaphrynus
15 Horizontal 4 2 29,2 7,9 36 8
melanotictus
Duttaphrynus
16 Vertical 2 3 29,2 7,9 30 8
melanotictus
Fejervarya
17 Horizontal 3 1 29,2 7,9 7 4,2
cancrivora
Fejervarya
18 Vertical 3 2 29,2 7,9 6 4
cancrivora
Fejervarya
19 Vertical 2 2 29,2 7,9 7 4,5
cancrivora
Polypedates
20 Horizontal 3 1 3 29,2 7,9 11 6
leucomystax
21 Kaloula baleata Vertical 4 2 29,2 7,9 5 3,9
Fejervarya
22 Horizontal 2 1 29,2 7,9 8 4,5
cancrivora
Fejervarya
23 Vertical 1 2 29,2 7,9 11 7,5
limnocharis
24 Kaloula baleata Horizontal 2 1 2 29,2 7,9 22 6
Fejervarya
25 Vertical 2 2 29,2 7,9 4 4
cancrivora
Fejervarya
26 Horizontal 3 2 29,2 7,9 14 5,3
cancrivora
Fejervarya
27 Vertical 2 3 29,2 7,9 3 3
limnocharis
28 Kaloula baleata Horizontal 3 1 2 29,2 7,9 12 5,5
Fejervarya
29 Horizontal 2 1 29,2 7,9 2 2,5
limnocharis
30 Kaloula baleata Vertical 4 2 29,2 7,9 4 3,8
Fejervarya
31 Horizontal 2 2 29,2 7,9 15 5,5
limnocharis
Fejervarya
32 Horizontal 3 1 29,2 7,9 6 4
limnocharis
Fejervarya
33 Vertical 3 2 29,2 7,9 5 4
limnocharis
Polypedates
34 Vertical 3 1 2 29,2 7,9 15 7
leucomystax
Sumber : Data diolah, 2021
62
Tahun : 2021
Kelembaban awal : 82 %
Substrat
Suhu pH
No Nama jenis Posisi berat Svl
X Y Z air air
Duttaphrynus
1 Vertical 3 2 27,0 7,8 31 8
melanotictus
Duttaphrynus
2 Vertical 4 2 27,0 7,8 55 8,5
melanotictus
Duttaphrynus
3 Vertical 1 1 27,0 7,8 45 8,2
melanotictus
Duttaphrynus
4 Horizontal 1 2 27,0 7,8 22 7
melanotictus
Duttaphrynus
5 Vertical 2 2 27,0 7,8 34 7,6
melanotictus
Duttaphrynus
6 Horizontal 2 3 27,0 7,8 40 9
melanotictus
Polypedates
7 Vertical 3 2 27,0 7,8 22 7,1
leucomystax
Fejervarya
8 Horizontal 1 1 27,0 7,8 15 5,4
limnocharis
Duttaphrynus
9 Vertical 5 3 27,0 7,8 21 7
melanotictus
Duttaphrynus
10 Vertical 2 4 27,0 7,8 28 7
melanotictus
Fejervarya
11 Horizontal 3 2 27,0 7,8 9 4
cancrivora
Kaloula
12 Vertical 2 3 27,0 7,8 4 3,5
baleata
Fejervarya
13 Horizontal 1 2 27,0 7,8 8 4,5
limnocharis
Fejervarya
14 Vertical 3 1 27,0 7,8 10 5
limnocharis
Polypedates
15 Vertical 4 2 1 27,0 7,8 12 5,5
leucomystax
16 Polypedates Horizontal 5 2 2 27,0 7,8 8 5,5
63
leucomystax
Kaloula
17 Horizontal 3 3 27,0 7,8 8 5
baleata
Sumber : Data diolah, 2021
Tahun : 2021
Substrat
Suhu pH
No Nama jenis Posisi berat Svl
X Y Z air air
Duttaphrynus
1 Horizontal 1 2 27,0 7,8 50 10
melanotictus
Duttaphrynus
2 Vertical 2 2 27,0 7,8 31 8,3
melanotictus
Duttaphrynus
3 Horizontal 2 1 27,0 7,8 32 6,5
melanotictus
Duttaphrynus
4 Vertical 3 3 27,0 7,8 24 8,6
melanotictus
Duttaphrynus
5 Horizontal 2 2 27,0 7,8 38 7,8
melanotictus
Duttaphrynus
6 Vertical 2 4 27,0 7,8 28 7,5
melanotictus
Duttaphrynus
7 Horizontal 3 2 27,0 7,8 27 7,8
melanotictus
Duttaphrynus
8 Vertical 1 2 27,0 7,8 29 8
melanotictus
Duttaphrynus
9 Vertical 1 3 27,0 7,8 42 7,9
melanotictus
Duttaphrynus
10 Horizontal 1 1 27,0 7,8 33 7,5
melanotictus
Duttaphrynus
11 Horizontal 4 1 27,0 7,8 28 8,7
melanotictus
Duttaphrynus
12 Vertical 3 2 27,0 7,8 35 8,5
melanotictus
64
Duttaphrynus
13 Vertical 3 3 27,0 7,8 43 9,5
melanotictus
Duttaphrynus
14 Horizontal 3 1 27,0 7,8 54 8,8
melanotictus
Duttaphrynus
15 Horizontal 2 2 27,0 7,8 44 8,5
melanotictus
Duttaphrynus
16 Vertical 2 1 27,0 7,8 37 8,5
melanotictus
Duttaphrynus
17 Horizontal 2 1 27,0 7,8 33 7,5
melanotictus
Duttaphrynus
18 Horizontal 2 2 27,0 7,8 23 7,8
melanotictus
Duttaphrynus
19 Horizontal 1 1 27,0 7,8 26 7,6
melanotictus
Duttaphrynus
20 Vertical 2 1 27,0 7,8 26 7,5
melanotictus
Kaloula
21 Vertical 2 2 27,0 7,8 6 5
baleata
Kaloula
22 Horizontal 3 1 2 27,0 7,8 12 5,8
baleata
Kaloula
23 Vertical 2 2 27,0 7,8 3 3,6
baleata
Fejervarya
24 Horizontal 1 2 27,0 7,8 9 5,5
limnocharis
Kaloula
26 Horizontal 2 1 27,0 7,8 5 4
baleata
Kaloula
27 Horizontal 3 1 2 27,0 7,8 6 4
baleata
Kaloula
28 Vertical 2 2 27,0 7,8 12 5
baleata
Fejervarya
29 Vertical 1 1 27,0 7,8 4 4,8
limnocharis
Fejervarya
30 Vertical 1 2 27,0 7,8 13 6,8
limnocharis
Kaloula
31 Horizontal 2 3 27,0 7,8 15 6,8
baleata
Fejervarya
32 Horizontal 2 3 27,0 7,8 9 6,5
limnocharis
33 F. cancrivora Vertical 1 2 27,0 7,8 2 2
Fejervarya
34 Horizontal 1 2 27,0 7,8 10 4,5
limnocharis
Fejervarya
35 Horizontal 1 3 27,0 7,8 3 4,8
limnocharis
Fejervarya
36 Vertical 2 2 27,0 7,8 8 5,5
limnocharis
65
Fejervarya
37 Horizontal 2 1 27,0 7,8 3 4,4
limnocharis
Fejervarya
38 Vertical 2 2 27,0 7,8 2 2
limnocharis
Fejervarya
39 Vertical 3 1 27,0 7,8 6 5,5
limnocharis
Polypedates
40 Horizontal 3 1 2 27,0 7,8 7 5,6
leucomystax
Polypedates
41 Horizontal 3 1 1 27,0 7,8 17 6,8
leucomystax
Fejervarya
42 Vertical 2 2 27,0 7,8 6 4,5
limnocharis
Fejervarya
43 Horizontal 1 1 27,0 7,8 14 5,6
limnocharis
Fejervarya
44 Horizontal 2 2 27,0 7,8 6 4,8
cancrivora
Kaloula
45 Vertical 3 1 2 27,0 7,8 15 6,5
baleata
Sumber : Data diolah, 2021
Tahun : 2021
Substrat
Suhu pH
No Nama jenis Posisi Berat Svl
X Y Z air air
Duttaphrynus
1 Vertical 3 2 30 8,0 32 8
melanotictus
Duttaphrynus
2 Vertical 4 2 30 8,0 43 8
melanotictus
Duttaphrynus
3 Vertical 2 1 30 8,0 81 10
melanotictus
Duttaphrynus
4 Horizontal 2 1 30 8,0 26 7
melanotictus
5 Duttaphrynus Horizontal 3 2 30 8,0 51 7,5
66
melanotictus
Duttaphrynus
6 Vertical 4 3 30 8,0 30 7
melanotictus
Duttaphrynus
7 Horizontal 2 2 30 8,0 32 7,6
melanotictus
Fejervarya
8 Vertical 3 2 30 8,0 2 3,5
limnocharis
Duttaphrynus
9 Horizontal 5 2 30 8,0 23 7
melanotictus
Duttaphrynus
10 Vertical 2 4 30 8,0 32 7,5
melanotictus
Duttaphrynus
11 Horizontal 4 2 30 8,0 27 7
melanotictus
Duttaphrynus
12 Horizontal 3 3 30 8,0 43 7,7
melanotictus
Duttaphrynus
13 Vertical 2 2 30 8,0 39 8
melanotictus
Duttaphrynus
14 Horizontal 1 1 30 8,0 20 6
melanotictus
Fejervarya
15 Vertical 4 1 30 8,0 11 5,5
limnocharis
Sumber : Data diolah, 2021
Tahun : 2021
Substrat
Suhu pH
No Nama jenis Posisi Berat Svl
X Y Z air air
Duttaphrynus
1 Vertical 2 3 26,5 7,9 25 7
melanotictus
Duttaphrynus
2 Horizontal 3 4 26,5 7,9 25 7
melanotictus
Duttaphrynus
3 Vertical 5 1 26,5 7,9 27 7,5
melanotictus
67
Duttaphrynus
4 Horizontal 2 2 26,5 7,9 20 6,5
melanotictus
Duttaphrynus
5 Horizontal 3 1 26,5 7,9 20 6,5
melanotictus
Duttaphrynus
6 Vertical 2 1 26,5 7,9 42 8
melanotictus
Duttaphrynus
7 Horizontal 4 2 26,5 7,9 32 7
melanotictus
Duttaphrynus
8 Vertical 5 3 26,5 7,9 32 7,5
melanotictus
Duttaphrynus
9 Horizontal 2 4 26,5 7,9 13 5,5
melanotictus
10 Kaloula baleata Vertical 5 1 3 26,5 7,9 5 5
11 Kaloula baleata Horizontal 3 1 3 26,5 7,9 4 3
Fejervarya
12 Horizontal 1 4 26,5 7,9 17 4,5
cancrivora
Fejervarya
13 Vertical 2 2 26,5 7,9 10 5
limnocharis
Fejervarya
14 Horizontal 3 1 26,5 7,9 9 5
limnocharis
Fejervarya
15 Horizontal 4 2 26,5 7,9 5 4,5
limnocharis
Fejervarya
16 Vertical 2 3 26,5 7,9 2 5
limnocharis
Fejervarya
17 Horizontal 2 2 26,5 7,9 7 4,5
limnocharis
Fejervarya
18 Vertical 3 5 26,5 7,9 5 4
limnocharis
Fejervarya
19 Horizontal 1 2 26,5 7,9 7 4
cancrivora
Fejervarya
20 Vertical 1 2 26,5 7,9 9 4,5
limnocharis
Fejervarya
21 Vertical 4 3 26,5 4 3,5
limnocharis
Sumber : Data diolah, 2021
68
Membuat petak ukur Mengukur diameter pohon
KR FR DR INP
Jambu Air Hutan 31 17.17 31.00 31 0.52 22.41 0.01 0.50 53.92
Jumlah 100 3424.67 100.00 100 2.32 100 1.00 100 300
KR FR DR INP
69
3 Jati Merah 6 5.36 6.00 10.71 0.16 10 0.03 3.36 24.08
Jambu Air
Kabesak
Pohon
Mangga
Kr Fr
70
3 Mangga Hutan 7 7.00 6.73 0.16 9.52 16.25
(%) (%)
71
Mahoni 4 4.00 3.03 0.08 3.92 6.95
Hutan
72
73