Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari
sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan
memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga
pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral.
Tetapi pada umumnya, ketika orang berbicara tentang kemiskinan,
yang dimaksud adalah kemiskinan material. Dengan pengertian ini,
maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu
memenuhi standar minimum pemenuhan kebutuhan pokok untuk
dapat hidup secara layak, sebagai akibat rendahnya tingkat
pendapatan.
Di Indonesia, masalah kemiskinan bukanlah merupakan
masalah yang baru. Sejak bangsa Indonesia merdeka, yang menjadi
cita-cita bangsa adalah mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat
karena kenyataan yang dihadapi adalah kemiskinan yang masih
diderita oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Hampir setiap
pemimpin di Indonesia, selalu menghadapi kenyataan ini, meskipun
bentuk kemiskinan yang terjadi tidak sama di setiap era suatu
pemerintahan. Hal demikianpun terjadi di Kabupaten Timor Tengah
Utara.
Sampai dengan akhir tahun 2010, jumlah keluarga miskin di
Kabupaten Timor Tengah Utara adalah sebesar 65,62%. Tingginya
angka kemiskinan tersebut telah menjadi perhatian serius pemerintah
sehingga Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) tahun 2011 – 2015 menempatkan kemiskinan sebagai salah
satu isu strategis yang membutuhan penanganan secara tepat.

1
Selama ini, berbagai upaya penanganan kemiskinan telah
dilaksanakan oleh pemerintah, di antaranya program Kredit Usaha
Tani (KUT), Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Inpres Desa Tertinggal
(IDT), Nusa Tenggara Agriculture Area Development Project
(NTAADP), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Bantuan
Langsung Tunai (BLT) serta masih banyak program lainnya yang
bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan di masyarakat. Kebijakan
penanggulangan kemiskinan didesain secara sentralistik oleh
pemerintah pusat yang diwakili BAPPENAS. Berkat alokasi anggaran
yang memadai, pemerintah pusat menjalankan kebijakan sentralistik
dengan program-program yang bersifat karitatif (terkesan memanjakan
masyarakat). Berbagai program yang dijalankan pemerintah tersebut
lebih banyak menuai kegagalan dibandingkan keberhasilan. Hal ini
karena beberapa hal, antara lain : (1) berbagai program tersebut tidak
benar-benar memberdayakan masyarakat karena masyarakat
ditempatkan lebih sebagai ‘penerima hadiah gratis; Hal ini berakibat
pada tidak terselesaikannya akar permasalahan kemiskinan; (2)
seleksi calon penerima bantuan sangat subyektif dan tidak tepat
sasaran; (3) lemahnya pengawasan dalam penyaluran, penerimaan
dan penggunaan kredit sehingga kredit lebih banyak digunakan untuk
keperluan konsumtif daripada usaha produktif; (4) adanya pemahaman
masyarakat bahwa dana yang diberikan merupakan dana hibah yang
tidak perlu dikembalikan; (5) program sentralistik yang didesain dari
pusat tidak mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat tiap daerah
yang sangat berbeda, sehingga program tersebut belum tentu dapat
diterapkan secara merata di semua daerah. Sebagai contoh,
masyarakat di Kabupaten TTU dengan tingkat pendidikan yang relatif
rendah akan sulit mengadopsi sistem kelembagaan tingkat desa yang

2
terbentuk bersamaan dengan munculnya setiap program dari
pemerintah pusat.
Memperhatikan kegagalan berbagai program penanggulangan
kemiskinan, maka sejalan dengan semangat RPJMD 2011 – 2015,
Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara merasa perlu
mengembangkan strategi dan alternatif penanganan kemiskinan yang
berpihak pada rakyat miskin. Berpihak pada rakyat miskin dapat
diartikan bahwa masyarakat miskin diberi kesempatan seluas-luasnya
untuk menentukan apa yang akan dijalankan dalam upaya
mengangkatnya keluar dari garis kemiskinan. Tugas pemerintah
hanyalah sebagai fasilitator dan mengawasi pelaksanaan kegiatan.
Pemikiran inilah yang menjadi spirit pelaksanaan program Desa
Mandiri Cinta Petani (SARI TANI). Program SARI TANI adalah
program pengentasan kemiskinan dengan pendekatan pembangunan
di pedesaan yang diarahkan untuk meningkatkan kemandirian
masyarakat melalui pengembangan berbagai produk unggulan sesuai
ketersediaan potensi sumberdaya agar tercapai peningkatan
pendapatan.

1.2 Tujuan
Tujuan menggambarkan hal-hal yang akan dilakukan untuk
mewujudkan keberhasilan program SARI TANI yaitu mengentaskan
kemiskinan masyarakat desa. Secara umum, tujuan Program Desa
Mandiri Cinta Petani Kabupaten Timor Tengah Utara adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui penciptaan
kesempatan kerja yang berfokus pada pengembangan usaha ekonomi
produktif. Secara spesifik, tujuan dimaksud dapat dijabarkan sebagai
berikut :

3
a. Menurunkan angka kemiskinan masyarakat desa.
b. Meningkatkan kesempatan berusaha masyarakat desa terutama
yang berpenghasilan rendah.
c. Mengembangkan produk unggulan kabupaten (Prukab).
d. Memperkuat kapasitas fiskal desa.

1.3 Sasaran
Sasaran menggambarkan target capaian kinerja secara terukur,
spesifik, mudah dicapai, rasional terarah yang diharapkan akan
tercapai di akhir siklus program SARI TANI. Merujuk pada tujuan yang
telah ditetapkan, sasaran program SARI TANI yang ingin dicapai
adalah :
a. Meningkatnya pendapatan masyarakat desa dari Rp. 4.081.912 di
tahun 2011 menjadi Rp. 4.803.026 di tahun 2015.
b. Menurunnya prosentase keluarga miskin di pedesaan dari 65,62%
keluarga di tahun 2011 menjadi 47,12% keluarga di tahun 2015.
c. Terciptanya 720 unit usaha produktif baru di kalangan masyarakat
pedesaan pada tahun 2015.
d. Terbentuknya 144 unit lembaga keuangan desa yang sehat di
tahun 2015.
e. Terwujudnya 5 jenis produk unggulan kabupaten di tahun 2015.
f. Meningkatnya rata-rata PADes dari Rp. 1.500.000 di tahun 2011
menjadi Rp. 7.500.000 di tahun 2015.

1.4 Kerangka Pemikiran Program SARI TANI


Kemiskinan telah menjadi isu global yang membutuhkan
penanganan dalam beberapa tahun terakhir ini. Dengan merujuk pada
Millenium Development Goals (MDG’s), Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014 juga telah
4
menjadikan kemiskinan sebagai isu strategis karena sampai dengan
saat ini, upaya pengentasan kemiskinan belum berjalan sesuai dengan
yang diharapkan. Sinergisitas perencanaan pembangunan di
Kabupaten TTU dan pembangunan di Indonesia secara keseluruhan
ikut menjadikan kemiskinan sebagai salah satu isu dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten TTU
tahun 2011 – 2015.
Merujuk pada RPJMD Kabupaten TTU, sebagian penduduk
Kabupaten TTU berada pada kategori miskin yang diakibatkan oleh
kurang tersedianya lapangan kerja yang dapat memberikan
penghidupan yang layak. Meskipun sekitar 90 % angkatan kerja di
Kabupaten TTU merupakan tenaga kerja yang terserap pada lapangan
kerja, namun dalam kenyataannya telah terjadi pengangguran
terselubung, dimana terdapat sekitar 70 % tenaga kerja merupakan
pekerja yang tidak diupah. Kondisi tersebut mengakibatkan tingginya
angka kemiskinan karena ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
pokok.
Kemiskinan karena kurang tersedianya lapangan kerja yang
dapat memberikan penghidupan lebih layak menjadi titik tumbuhnya
program Desa Mandiri Cinta Petani (SARI TANI). Program SARI TANI
mengandung 4 (empat) pengertian dasar, yaitu : (1) sebagai upaya
penanggulangan kemiskinan masyarakat desa; (2) sebagai upaya
pengembangan ekonomi produktif melalui pemberian bantuan dana
bergulir sebagai modal usaha bagi masyarakat miskin; (3) sebagai
strategi untuk mengembangkan produk unggulan kabupaten (Prukab);
(4) sebagai upaya untuk menguatkan kapasitas fiskal desa.
Sebagai upaya penanggulangan kemiskinan, program SARI
TANI memberikan peluang kepada masyarakat miskin untuk terlibat
aktif dalam mengatasi akar permasalahan kemiskinan yang
5
dialaminya. Masyarakat tidak lagi diposisikan sebagai penerima
bantuan pengentasan kemiskinan, namun lebih dari itu, masyarakat
merupakan pelaku pengentasan kemiskinan. Hal ini mengandung
moral pembangunan bahwa : (1) pembangunan bersumber dari rakyat,
diselenggarakan oleh rakyat dan hasilnya ditujukan untuk
kesejahteraan rakyat; (2) adanya keberpihakan pemerintah kepada
masyarakat miskin; (3) adanya upaya untuk memecahkan akar
permasalahan kemiskinan, yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat miskin.
Sebagai upaya pengembangan ekonomi produktif, SARI TANI
akan menyediakan sejumlah dana bagi masyarakat di desa, yang
akan digunakan sebagai modal kerja dalam menumbuhkan dan
memperkuat kemampuan untuk meningkatkan taraf hidup dengan
membuka kesempatan berusaha. Dalam pelaksanaannya, modal
usaha tersebut secara selektif akan dimanfaatkan dalam
pengembangan usaha ekonomi produktif. Dana ini akan menjadi dana
abadi yang harus tetap bergulir di desa dan tidak dapat dialihkan untuk
peruntukan lain di luar wilayah pedesaan dan di luar kepentingan
masyarakat desa yang bersangkutan. Hal ini menggambarkan moral
pembangunan bahwa : (1) adanya motivasi dan peran aktif
masyarakat untuk mengembangkan usaha produktif; (2) adanya
dukungan nyata pemerintah; (3) adanya upaya membangun
kesetiakawanan semua pemangku kepentingan di desa sehingga
dengan penuh kebersamaan, kemauan, tanggung jawab dan percaya
diri, berupaya melestarikan perguliran dana abadi tersebut; (4) adanya
perencanaan, pengendalian dan pengawasan yang terintegrasi
dengan program jangka menengah maupun jangka panjang
pemerintah sehingga keberlanjutan dana bergulir dapat dipertahankan.

6
Sebagai strategi pengembangan produk unggulan kabupaten
(Prukab), SARI TANI didesain untuk sedapat mungkin meningkatkan
usaha ekonomi masyarakat melaui pengembangan produk unggulan
kabupaten. Hal ini berangkat dari kenyataan bahwa sebagian besar
masyarakat di Kabupaten TTU bermata pencaharian pertanian dengan
potensi yang tinggi namun produktifitas rendah. Rendahnya
produktifitas pertanian yang berdampak pada kemiskinan di
Kabupaten TTU dipengaruhi oleh rendahnya kualitas, kuantitas
maupun kontinuitas hasil pertanian. Oleh Karena itu, intervensi
pemerintah dalam menetapkan produk unggulan kabupaten diyakini
akan mampu meningkatkan produktifitas hingga pendapatan
masyarakat petani.
Moral pembangunan yang terkandung dalam pengertian ini
adalah : (1) adanya kesinambungan antara rencana pembangunan
pemerintah (melalui RPJMD) dengan aktifitas nyata masyarakat SARI
TANI; (2) adanya koordinasi dan perpaduan berbagai program
pembangunan yang sudah ada dalam kerangka penanggulangan
kemiskinan secara komprehensif.
Sebagai upaya untuk menguatkan kapasitas fiskal desa, SARI
TANI diharapkan akan mampu menciptakan sumber pendapatan bagi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sehingga tidak
hanya masyarakat yang mendapatkan keuntungan dari pelaksanaan
SARI TANI, namun lebih jauh, Pemerintah Desa juga mendapatkan
dampak guna membiayai program/kegiatan pembangunan di desa.
Pengembalian dana bergulir dari masyarakat akan menyertakan
bunga pinjaman yang juga disisihkan sebagai sumber pendapatan asli
desa (PADes). Moral pembangunan yang tercermin dalam pengertian
ini adalah : (1) adanya kontrol/pengawasan melekat dari pemerintah
desa; (2) adanya upaya meningkatkan peran pemerintah desa dalam
7
pelaksanaan pembangunan; (3) adanya upaya peningkatan
keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan.
Program SARI TANI dimulai dengan pembentukan kelompok
masyarakat yang akan memperoleh bantuan dengan prioritas bagi
anggota masyarakat yang paling lemah dan paling tertinggal keadaan
ekonominya namun memiliki keinginan kuat untuk berusaha keluar dari
ketertinggalan. Pembentukan kelompok ini akan menjadi langkah
strategis dalam menentukan keberhasilan program selanjutnya.
Kesalahan pembentukan kelompok akan menyebabkan macetnya
perguliran dana selanjutnya.
Alokasi dana kepada masing-masing kelompok dilakukan
berdasarkan hasil verifikasi usulan kegiatan yang benar-benar
produktif dan mampu menjadi daya ungkit peningkatan pendapatan
masyarakat. Dana yang digunakan oleh anggota kelompok diharapkan
tumbuh dan berkembang serta menghasilkan keuntungan dalam siklus
tertentu sehingga keuntungan dapat dikembangkan oleh masing-
masing anggota, sedangkan modal wajib dikembalikan untuk
digulirkan kepada kelompok lain yang membutuhkan. Melalui upaya
ini, penduduk miskin didorong dan diberi kesempatan untuk melakukan
investasi bagi dirinya sendiri. Selain alokasi dana yang menjadi modal
usaha masyarakat, program SARI TANI juga menyediakan dana
bantuan operasional untuk digunakan dalam rangka kegiatan
pembinaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan di
tingkat desa.
Dalam pelaksanaan SARI TANI, keterwakilan peran serta
masyarakat desa secara keseluruhan akan tercermin melalui unit
pelaksana SARI TANI (UPST). Lembaga ini merupakan lembaga di
tingkat desa yang memiliki otoritas untuk merencanakan,
melaksanakan, mengawasi serta bertanggungjawab atas keberhasilan
8
maupun kegagalan program SARI TANI. Pemerintah hanya akan
menempatkan diri sebagai pendamping bagi masyarakat dalam
mengenali dan memecahkan masalahnya sendiri, termasuk dalam
menentukan usaha-usaha produktif yang sejalan dengan program
pengembangan Prukab dan sesuai dengan potensi desa serta
kemampuan berusaha masyarakat. Peran serta pemerintah juga akan
terlihat dalam pengawasan dan pengendalian pelaksanaan yang
secara bertahap akan dikurangi sampai dengan masyarakat mampu
menciptakan pengawasan dan pengendalian melekat.
Sistem kelembagaan yang dibentuk di tingkat desa dibuat
sesederhana mungkin, dengan mempertimbangkan kemampuan tata
kelolah masyarakat. Dengan kelembagaan yang sederhana, pelaku
kelembagaan akan semakin mudah memahami tugas dan tanggung
jawabnya sehingga dalam pelaksanaannya tidak akan merugikan
kelangsungan program SARI TANI. Melalui kelembagaan yang
sederhana ini, diharapkan masyarakat akan mengembangkan pola
simpan pinjam dan menjadikan lembaga keuangan masyarakat desa
yang dikelola sendiri sebagaii cikal bakal munculnya lembaga
keuangan di tingkat desa dalam skala yang lebih besar.
Catatan kritis dalam pelaksanaan program SARI TANI adalah
ketidaksiapan masyarakat desa untuk mandiri dalam melaksanakan
program. Hal ini disebabkan oleh sumber daya manusia (SDM)
masyarakat pedesaan yang tidak cukup memadai. Disadari bahwa
tingkat SDM yang rendah akan sangat mempengaruhi kerhasilan
program SARI TANI, oleh karena itu pemerintah akan melakukan
intervensi dan pendampingan yang lebih intensif pada tahap awal
pelaksanaan, namun secara bertahap akan dikurangi sejalan dengan
bertumbuhnya kemandirian masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai