Anda di halaman 1dari 17

KECOCOKAN PENERAPAN PROGRAM PRUKADES (PRODUK

UNGGULAN KAWASAN DESA) DI KELURAHAN SUNGAI


PERAK,INDRAGIRI HILIR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sekitar 45% dari total jumlah penduduk Indonesia tinggal di pedesaan.Berdasarkan sumber data
Kementrian Dalam Negeri yang terdapat dalam Permendagri No.39 Tahun 2015 Tentang Kode dan Data
Wilayah Administrasi Pemerintahan,Jumlah Desa di seluruh Indonesia mencapai sekitar 74.754
Desa.Wilayah pedesaan di Indonesia sangatlah luas dengan jumlah penduduk yang tergolong
banyak,akan tetapi kebanyakan wilayah pedesaan di Indonesia memiliki sarana Pendidikan dan
Kesehatan yang tidak memadai,tingkat pendapatan yang rendah serta perolehan informasi masih sangat
lemah.Pada Peraturan Presiden No.7 tahun 2005 tentang rencana pembangunan jangka menengah
(RPIM) nasional tahun 2004-2009 digambarkan bahwa kesenjangan pembangunan antar daerah masih
lebar.Akibatnya kota mengalami pertumbuhan yang lebih cepat sedangkan wilayah pedesaan relatif
tertinggal.

Embung dan Prukades merupakan bagian dari empat program prioritas pembangunan desa yang
menjadi program unggulan Kementrian Desa,Pembangunan Daerah Tertinggal,dan Transmigrasi
(Kemendes PDTT).Dua program lainnya yakni pengembangan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes),dan
membuat Sarana Olahraga Desa (Raga Desa).

Embung desa berfungsi sebagai sumber air bagi lahan pertanian dan juga berpotensi menjadi
objek wisata.Embung desa merupakan satu dari empat program prioritas dana desa.Pemerintah
mengalokasikan Rp 200 juta – Rp 500 juta untuk membangun per unit embung desa yang berfungsi
sebagai sarana pengairan.Produk Unggulan Kawasan Pedesaan atau biasa disebut Prukades merupakan
langkah untuk memajukan desa dengan menciptakan produk unggulan desa.Prukades adalah program
pertama dari empat prioritas yang dicanangkan Kementrian Desa,Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (Mendes PDTT) dalam program Dana Desa.

1
Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) merupakan usaha yang dikelola oleh Pemerintah Desa,dan
berbadan hukum.Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan
dan potensi Desa.Program prioritas keempat adalah pembangunan Sarana Olahraga Desa (Raga Desa).
Geliat aktivitas para pemuda desa tidak hanya menghindarkan dari kegiatan negative seperti
narkoba,tawuran,dan radikalisme,melainkan juga memacu peningkatan kualitas hidup generasi muda

Berdasarkan tingkat kemajuan atau perkembangan Desa,Desa dibagi menjadi tiga,yaitu:Desa


mandiri,Desa berkembang,dan Desa tertinggal.Desa mandiri adalah Desa yang telah terpenuhi SPM Desa
yang mencakup beberapa hal,yaitu:kebutuhan sosial dasar,infrastruktur dasar,sarana dasar,pelayanan
umum,penyelenggaraan pemerintah desa,dan kelembagaan desa yang berkelanjutan.Desa berkembang
adalah Desa yang sudah terpenuhi SPM desa tetapi pengelolaannya belum berkelanjutan.Desa tertinggal
adalah Desa yang belum terpenuhi SPM desa pada aspek kebutuhan social dasar,infrastruktur
dasar,sarana dasar,pelayanan umum,dan penyelenggaraan pemerintahan.

Kondisi geografi Desa juga merupakan salah satu faktor lambatnya perkembangan di
Desa.Wilayah yang berada di pelosok,dan jalan menuju Desa yang tidak memadai , membuat
pembangunan di Desa makin sulit dilakukan.Untuk membuat jalan ber-aspal,diperlukan alat berat,tetapi
alat berat itu sendiri tidak bisa menjangkau wilayah Desa.Hal ini menyebabkan pemerataan
pembangunan di Desa semakin susah dan kemajuan ekonomi pun sulit dicapai.

Menurut sudut pandang orang luar,Desa merupakan tempat yang rukun ,nyaman ,harmonis ,
dan asri.Desa merupakan tempat yang identik dengan hal-hal tradisional dan ketertinggalan.Ide tentang
Perencanaan Pembangunan pedesaan sudah sering dikemukakan sejak lama.Akan tetapi hingga saat
ini,masih banyak dari ide itu yang tidak terealisasikan.Mata pencaharian di Desa yang terbatas,membuat
kesejahteraan makin sulit tercapai.Umumnya mata pencaharian masyarakat Desa adalah bertani dan
nelayan.Hal ini dilakukan secara turun-temurun sehingga perekonomian di Desa dari tahun ke tahun
tidak mengalami perkembangan,dan untuk membangkitkan ekonomi di pedesaan dibutuhkan dana,
tenaga,dan waktu yang tentunya tidak sedikit

Pemerintah berusaha untuk meningkatkan pembangunan dan perekonomian di


pedesaan.Pembangunan dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,agar masyarakat
Desa bisa lebih produktif dan menjalani kehidupan yang sehat dan sejahtera.Karena keseimbangan
pembangunan di Desa dan di kota merupakan bibit –bibit dari terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.Akan tetapi,untuk meningkatkan perekonomian di Desa,masyarakat Desa harus bisa

2
mengidentifikasi cara yang sesuai dengan hasil bumi,keadaan alam,dan kondisi masyarakat Desa itu
sendiri.

Dalam rangka membantu pembangunan desa,pemerintah mengeluarkan undang-undang dan


regulasi yang mengatur tentang Dana Desa.Adanya Dana Desa adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan dan pemerataan pembangunan Desa melalui peningkatan pelayanan publik di
Desa,memajukan perekonomian Desa juga mengatasi kesenjangan pembangunan Desa. .Dalam
Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2014 pasal 19 ayat (1) menyebutkan,bahwa Dana Desa digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan,pemberdayaan masyarakat,dan
kemasyarakatan.

Anggaran Dana Desa untuk tahun 2020 adalah sebesar Rp 72 triliun.Presiden Joko Widodo
menyebutkan bahwa kenaikan anggaran Dana Desa sebesar Rp 2 triliun ini ditujukan untuk
mengembangkan ekonomi Desa.Diyakininya kehadiran Dana Desa dapat mendorong pengembangan
kewirausahaan atau entrepreneurship.”Dana Desa pada tahun 2020 dialokasikan sebesar Rp 72
triliun.Penggunaan Dana Desa tersebut akan lebih ditingkatkan untuk pemberdayan masyarakat Desa
dan pengembangan potensi ekonomi Desa,”ujarnya.

Dijelaskannya,jika kewirausahaan ini tumbuh maka produk-produk lokal yang dimiliki oleh setiap
Desa dapat dipasarkan secara nasional.Ia pun menargetkan bahwa produk-produk ini dapat menembus
pasar internasional juga e-commerce.Pada 2020,sebutnya,pemerintah memberi total anggaran Transfer
ke Daerah dan Dana Desa yang mencapai Rp 858,8 triliun.Jumlah tersebut meningkat 5,4% dari
perkiraan realisasi di tahun 2019.Menurutnya,sejak digelontorkan kepedulian pemerintah cukup
tinggi.Sebab anggaran ini meningkat 37,8% dari realisasinya di tahun 2015 yang sebesar Rp 623,1
triliun.”Peningkatan alokasi tersebut akan diiringi dengan peningkatan kualitas implementasinya,agar
belanja pemerintah daerah dapat meningkatkan layanan dasar public,mendorong pertumuhan ekonomi
daerah,serta mengurangi kesenjangan dan kemiskinan,”katanya lagi.

Menteri Desa,Pembangunan Daerah Tertinggal,dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo


menerangkan,presiden sengaja menambah alokasi anggaran program Dana Desa agar pemerataan
ekonomi dapat tercapai,termasuk di pelosok-pelosok desa.Atas dasar itu,pemerintah menggelontorkan
Dana Desa agar pemberdayaan bisa diwujudkan,contohnya pembangunan infrastruktur oleh rakyat Desa
itu sendiri.”Karena sesuai target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional),kami harus
mengentaskan ribuan Desa tertinggal dan Dana Desa bisa membuktikan itu,”cetusnya.

3
Eko menilai pembangunan infrastruktur di sejumlah Desa telah cukup memadai selama lima
tahun terakhir.Hasil pembangunan itu sudah bisa menjadi modal pengembangan perekonomian di
Desa.Agar tingkat pendapatan dan sumbangan konsumsi masyarakat Desa ke pertumbuhan ekonomi
lebih terasa.Selain untuk meningkatkan sector wisata,Dana Desa juga akan digunakan untuk mendukung
fokus pembangunan tahun depan untuk perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM) .
Caranya,dengan menambah aliran dana desa ke sektor pendidikan,khususnya Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD).Termasuk untuk perbaikan sektor kesehatan.Misalnya,dengan pembangunan sarana
mandi,cuci,kakus (MCK) mencapai 300 ribu.Tak ketinggalan juga untuk membangun sarana air bersih
mencapai 1 juta unit serta membangun posyandu puluhan unit.

Badan Anggaran (Banggar) DPR RI sendiri pada September lalu menyetujui anggaran Transfer ke
Daerah dan Dana Desa (TKDD) Rp 856,95 triliun pada 2020.Keputusan tersebut setelah rapat kerja
(raker) dengan perwakilan Kementrian Keuangan (KemenKeu).

Untuk memajukan Kabupaten Indragiri Hilir bupati Wardan terus melakukan pembangunan-
pembangunan jalan di dalam desa dan jalan antar desa yang ada di Kabupaten Indragiri hilir.”Terobosan
di era kepemimpinan saya melahirkan salah satu program yaitu DMIJ dan di periode ke dua menjadi
bupati diperbarui menjadi DMIJ plus Terintegrasi.Cukup besar dana yang dialokasikan untuk
meningkatkan pembangunan di tingkat desa.Pembagian dananya sesuai dengan tipologi masing-masing
desa.Sesuai urutan tipologi desa yang terkecil yakni desa swadaya,swakarya,swasembada,dan Desa
maju.Untuk menetapkan tipologi desa terdapat 19 poin yang menjadi aspek penilaian.Antara lain dinilai
dari sector prasarana dasar dan aspek sarana pendidikan.Termasuk aspek sarana kesehatan serta
ekonomi.Desa paling kecil kami alokasikan Dana Dana (ADD) hingga Rp 600 juta dan yang paling besar
hingga Rp 1,2 M dan untuk Dana Desa di alokasikan 600 juta sampai 1,4 M,.DMIJ Plus terintregasi tak
hanya membangun sarana infrastruktur.Program ini memadukan arahan pembinaan yang kemudian
diintegrasikan dengan program rumah tahfiz,pos yandu maupun pengembangan pendidikan anak usia
dini(PAUD).Melalui DMIJ Plus Terintegrasi ini kita bangun Gedung satu atap untuk Babinsa dan
Babinkamtibnas,”ujarnya.

IDM merupakan indeks komposit yang dibentuk berdasarkan tiga indeks,yaitu Indeks ketahanan
social,Indeks ketahanan ekonomi dan Indeks ketahanan ekologi atau lingkungan.Perangkat indikator
yang dikembangkan dalam IDM dikembangkan berdasarkan konsepsi bahwa untuk menuju Desa maju
dan mandiri perlu kerangka kerja pembangunan berkelanjutan di mana aspek sosial,ekonomi,dan
ekologi menjadi kekuatan yang saling mengisi dan menjaga potensi serta kemampuan Desa untuk

4
mensejahterakan kehidupan Desa.IDM memotret perkembangan kemandirian Desa dengan
berdasarkan implementasi Undang-Undang Desa dengan dukungan Dana Desa serta pendamping Desa.

Adapun perkembangan IDM Desa di Kabupaten Inhil adalah sebagai berikut:

1. Tahun 2016-2017:jumlah Desa mandiri 0,Desa maju 0,Desa berkembang 24,Desa


tertinggal 110,Desa sangat tertinggal 63.
2. Tahun 2018:Jumlah Desa mandiri 0,Desa maju 2,Desa berkembang 49,Desa tertinggal
129,Desa sangat tertinggal 17
3. Tahun 2019:Jumlah Desa Mandiri 0,Desa maju 11,Desa berkembang 59,Desa tertinggal
129,Desa sangat tertinggal 11
4. Tahun 2020:Jumlah Desa mandiri 0,Desa maju 19,Desa berkembang 76,Desa tertinggal
100,Desa sangat tertinggal 2.

Di kabupaten Indragiri Hilir sendiri terdapat 39 kelurahan dan 197 desa.Salah satunya adalah
Desa Sungai Jepun Kelurahan Sungai Perak,yang merupakan Desa yang penulis jadikan sebagai objek
riset.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas,dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah adalah sebagai
berikut:

1. Apakah Program Prukades (produk unggulan kawasan pedesaan) cocok diterapkan di Kelurahan
Sungai Perak?
2. Bagaimana persentase keberhasilan program prukades (produk unggulan kawasan pedesaan) di
Kelurahan Sungai Perak?
3. Bagaimana kira-kira dampak penerapan program Prukades(produk unggulan kawasan pedesaan)
terhadap ekonomi di Kelurahan Sungai Perak?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah program produk unggulan kawasan desa (prukades) akan cocok
diterapkan di Desa Sungai Perak

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat diantaranya:

5
1. sebagai masukkan untuk pihak yang terlibat agar bisa segera melaksanakan program ini di
Desa Sungai Perak
2. Menambah wawasan umum tentang program produk unggulan kawasan desa bagi
pembacanya.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kajian Teori

A.Kajian Pustaka

1.Pembangunan dan Pemberdayaan masyarakat

Banyak pendekatan pembangunan yang telah diterapkan,yakni dari pertumbuhan,pemenuhan


kebutuhan dasar,hingga yang paling mutakhir pemberdayaan masyarakat dengan menempatkan
masyarakat sebagai sentral pembangunan.pengalaman menunjukkan bahwa pendekatan pembangunan
selama ini lebih menekankan pada pembangunan fisik,bukan pada pembangunan karakter
masyarakat.Dengan demikian pendekatan pembangunan yang relevan adalah masyarakat mampu
melaksanakan pembangunan secara mandiri,terdesentralisasi,dan tepat sasaran.

Konsep pembangunan yang berpusat manusia memandang inisiatif kreatif masyarakat sebagai
sumber daya pembangunan yang utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual mereka
sebagai tujuan pembangunan. Visi ini menjadikan pembangunan dianggap sebagai gerakan rakyat
daripada hanya sekedar sebagai proyek pemerintah. Visi pembangunan yang mengutamakan manusia
sangat relevan karena adanya pergeseran peranan pemerintah dalam konteks pembangunan, yang pada
hakikatnya dilaksanakan oleh masyarakat.

Sejak perencanaan hingga 11 implementasi dan pemanfaatannya, peranan masyarakat yang


menonjol. Peran itu lebih efektif apabila masyarakat juga berperan dalam penggunaan alokasi anggaran.
Selanjutnya Korten (1988:242-245) mengemukakan bahwa pembangunan itu sendiri haruslah
merupakan suatu proses belajar, yaitu maksudnya peningkatan kemampuan masyarakat, baik secara
individual maupun kolektif yang tidak hanya menyesuaikan diri pada perubahan, melainkan juga untuk
mengarahkan perubahan itu sehingga sesuai dengan tujuannya sendiri.

Untuk dapat menerapkan pendekatan proses belajar itu, Korten (1988:247) mengemukakan
dua cara, yaitu: “Pertama, dengan membangun sebuah program dan organisasi yang sama sekali baru
dari bawah. Kedua, dengan ‘mencangkok’ proses tersebut pada organisasi yang ada, sehingga
mempunyai kemampuan baru untuk bekerja di pedesaan”. Tantangan ke depan pembangunan sebagai
proses belajar adalah pemaduan antara pelaksanaan kerja, pendidikan dan kelembagaan ke dalam
sebuah proses belajar yang koheren. Pengalaman selama ini telah memberi dasar bagi perumusan
kerangka kerja dan metode penyusunan pembangunan yang lebih sesuai dengan proses belajar di
antara masyarakat desa dan outsider stakeholder, sebab tingkat pengetahuan dan kemampuan
kelembagaan sangat terbatas untuk memahami tentang apa sebenarnya yang dibutuhkan masyarakat.

Muara seluruh proses pembangunan adalah desa, sehingga desain pembangunan harus
mengakomodir seluruh aspek yang berkembang dinamis dan berorientasi membangun desa beserta
masyarakatnya. Pembangunan desa memegang peranan penting yang merupakan bagian yang tidak

7
terpisahkan dan pada hakikatnya bersinergi terhadap pembangunan daerah dan nasional. Dengan kata
lain, sesungguhnya makna pembangunan negara dan bangsa adalah pembangunan desa sebagai wajah
yang nyata, bersifat lokalitas dan patut dikedepankan.

Sasaran pembangunan desa meliputi perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat desa,
pengerahan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa serta penumbuhan kemampuan untuk
berkembang secara mandiri yang mengandung makna kemampuan masyarakat (empowerment) untuk
dapat mengidentifikasi berbagai kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi serta dapat menyusun
perencanaan untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah, sehingga dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien.

Makna pembangunan desa adalah partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Partisipasi itu
diartikan tidak saja sebagai keikutsertaan dalam pembangunan yang direncanakan dan dilaksanakan
oleh pihak luar desa (outsider stakeholder) atau keterlibatan dalam upaya menyukseskan program
pembangunan yang masuk ke desanya, akan tetapi lebih dari sekedar itu. Dalam partisipasi yang
terpenting adalah bagaimana pembangunan desa itu berjalan atas inisiatif dan prakarsa dari warga
setempat (lokal) sehingga dalam pelaksanaannya dapat menggunakan kekuatan sumber daya dan
pengetahuan yang mereka miliki. Sejalan dengan itu, segala potensi lokal betapapun kecilnya tidak
dapat diabaikan, karena ia akan menjadi sumber dari sebuah pembangunan.

Dengan demikian, pemberdayaan adalah partisipasi aktif, nyata dan mengutamakan potensi-
potensi masyarakat yang dinamis dan hasilnya benar-benar terukur, sehingga pemberdayaan menjadi
upaya korektif terhadap konsep pemberdayaan yang pasif itu. Pemberdayaan bertujuan menumbuhkan
partisipasi aktif masyarakat dengan mengandalkan daya yang ada padanya. Dengan demikian makna
partisipasi sebagaimana dinyatakan diatas, akan mengacu pada proses aktif, dimana masyarakat
penerima (beneficiaries) mempengaruhi arah dan pelaksanaan proyek pembangunan daripada hanya
sekedar menerima manfaatnya saja. Kemudian Sumodiningrat (1997:165) menyatakan, bahwa
pemberdayaan masyarakat bertalian erat dengan upaya penanggulangan masalah-masalah
pembangunan, seperti pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan. Upaya memberdayakan masyarakat
tersebut harus dilakukan melalui tiga cara, yaitu:

1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Titik tolaknya
adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong, memberikan motivasi,
dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkannya.

2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan
langkah-langkah lebih positif dan nyata, penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses
kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya dalam memanfaatkan
peluang.

3) Memberdayakan juga berarti melindungi. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah
menjadi bertambah lemah. Jadi pemberdayaan memerlukan cara-cara atau langkah-langkah konkrit

8
untuk mewujudkannya. Tanpa langkah-langkah yang tepat, upaya pemberdayaan akan mengalami
banyak kendala. Pemberdayaan sebagai proses ataupun sebagai tujuan pada dasarnya akan
memunculkan keberanian pada individu ataupun kelompok. Kondisi semula yang cenderung hanya
menerima keadaan akan lebih berani bertindak untuk merubah keadaan. Bentuk keberanian itu juga
dapat berupa menghadapi kekuasaan formal guna menghapus ketergantungannya pada kekuatan itu.
Yang terlibat dalam pemberdayaan, yaitu sebagai upaya untuk memberikan kekuatan dan kemampuan,
berarti di dalam pemberdayaan mengandung dua pihak yang perlu ditinjau dengan seksama yaitu pihak
yang diberdayakan dan pihak yang memberdayakan.

Agar dapat diperoleh hasil yang memuaskan diperlukan komitmen yang tinggi dari kedua pihak.
Dari pihak pemberdaya harus beranjak dari pendekatan bahwa masyarakat tidak dijadikan obyek dari
berbagai program dan proyek pembangunan, akan tetapi merupakan subyek dari upaya
pembangunannya sendiri. Untuk itu, maka dalam pemberdayaan masyarakat harus mengikuti
pendekatan yang terarah, dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi kelompok sasaran dan
menggunakan pendekatan kelompok. Sebagai sesuatu yang baru dalam pembangunan, pemberdayaan
masyarakat tidak luput dari berbagai bias, seperti :

1) Bahwa pemberdayaan masyarakat banyak dilakukan di tingkat bawah yang lebih memerlukan
bantuan material daripada keterampilan teknis dan manajerial. Akibatnya sering terjadi pemborosan
sumber daya dan dana karena kurang persiapan keterampilan teknis dan manajerial dalam
pengembangan sumber daya manusia.

2) Anggapan bahwa teknologi yang diperkenalkan jauh lebih ampuh dari pada teknologi masyarakat itu
sendiri.

3) Anggapan bahwa lembaga-lembaga yang telah berkembang dikalangan masyarakat cenderung tidak
efisien dan kurang bahkan menghambat proses pembangunan. Akibatnya lembaga-lembaga tersebut
kurang dimanfaatkan dan kurang ada ikhtiar untuk memperbaharui, memperkuat serta
memberdayakannya (Kartasasmita, 1996:146-149).

Berkenaan dengan hal tersebut, Schumacher (dalam Lasito, 2002:28) menyarankan sebagai
berikut : Bantuan yang terbaik yang dapat diberikan pada masyarakat adalah bantuan intelektual yaitu
berupa pemberian pengetahuan yang berguna. Bantuan ini jelas lebih baik daripada bantuan dalam
bentuk barang. Karena sesuatu yang tidak diperoleh dengan usaha atau pengorbanan yang sungguh-
sungguh tidak akan menjadi “milik sendiri”. Bantuan barang dapat diterima oleh penerima bantuan
tanpa usaha dan pengorbanan. Karenanya jarang menjadi “milik sendiri”.

9
2.Kelembagaan dan Peran Kelembagaan

Menurut Sumarti, dkk (2008), kelembagaan di perdesaan dapat dibagi ke dalam dua kelompok
yaitu : pertama, lembaga formal seperti pemerintah desa, BPD, KUD, dan lain-lain. Kedua, kelembagaan
tradisional atau lokal. Kelembagaan ini merupakan kelembagaan yang tumbuh dari dalam komunitas itu
sendiri yang sering memberikan “asuransi terselubung” bagi kelangsungan hidup komunitas tersebut.
Kelembagaan tersebut biasanya berwujud nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan cara-cara hidup yang
telah lama hidup dalam komunitas seperti kebiasaan tolong-menolong, gotong-royong, simpan pinjam,
arisan, lumbung paceklik dan lain sebagainya.

Keberadaan lembaga di perdesaan memiliki fungsi yang mampu memberikan “energi sosial”
yang merupakan kekuatan internal masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah mereka sendiri.
Peran kelembagaan sangat penting dalam mengatur sumberdaya dan distribusi manfaat, untuk itu unsur
kelembagaan perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan potensi desa guna menunjang pembangunan
desa. Dengan adanya kelembagaan petani dan ekonomi desa sangat terbantu dalam hal mengatur silang
hubungan antar pemilik input dalam menghasilkan output ekonomi desa dan dalam mengatur distribusi
dari output tersebut.

Suatu kelembagaan (instiution) baik sebagai suatu aturan main maupun sebagai suatu
organisasi, dicirikan oleh adanya tiga komponen utama (Pakpahan, dalam Nasution, 2002) yaitu :

a) Batas kewenangan (jurisdictional boundary). Batas kewenangan merupakan batas wilayah kekuasaan
atau batas otoritas yang dimiliki oleh seseorang atau pihak tertentu terhadap sumberdaya, factor
produksi, barang dan jasa. Dalam suatu organisasi, batas kewenangan menentukan siapa dan apa yang
tercakup dalam organisasi tersebut.

b) Hak Kepemilikan (Property right). Konsep property right selalu mengandung makna sosial yang
berimpiklasi ekonomi. Konsep property right atau hak kepemilikan muncul dari konsep hak (right) dan
kewajiban (obligation) dari semua masyarakat perserta yang diatur oleh suatu peraturan yang menjadi
pegangan, adat dan tradisi atau consensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat. Oleh
karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan hak milik atau penguasaan apabila tidak ada
pengesahan dari masyarakat sekarang. Pengertian diatas mengandung dua implikasi yakni, hak
seseorang adalah kewajiban orang lain dan hak yang tercermin oleh kepemilikan (ownership) adalah
sumber kekuasaan untuk memperoleh sumberdaya.

c) Aturan representasi (Rule of representation). Aturan representasi mengatur siapa yang berhak
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya
terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam proses
pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk partisipasi ditentukan oleh keputusan kebijaksanaan
organisasi dalam membagi beban dan manfaat terhadap anggota dalam organisasi tersebut. Terkait
dengan komunitas perdesaan, maka terdapat beberapa unit-unit sosial (kelompok, kelembagaan dan
organisasi) yang merupakan aset untuk dapat dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan

10
pembangunan. Pengembangan kelembagaan di tingkat lokal dapat dilakukan dengan sistem jejaring
kerjasama yang setara dan saling menguntungkan.

3.Program Produk Unggulan Kawasan Desa (PRUKADES)

Produk Unggulan Kawasan Pedesaan atau biasa disebut Prukades merupakan langkah
pemerintah dalam memajukan desa melalui penciptaan produk unggulan desa.Prukades sendiri
merupakan program pertama dari empat prioritas yang dicanangkan Kementerian  Desa, Pembanguan
Darah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dalam program Dana Desa.Prukades memiliki
beragam tujuan. Dalam jangka menengah dan panjang, Prukades dapat berdampak dalam
meningkatkan daya saing desa, mempercepat pemerataan pedesaan, dan menguatkan pembangunan
daerah.

Diharapkan, melalui Prukades masyarakat desa dan pemerintah bisa merasakan banyak
manfaat. Misalnya saja dapat meningkatkan pendapatan masyarakat desa, meningkatkan pendapatan
asli desa (PADes), meningkatkan PDRB Kabupaten/Kota, dan meningkatkan pendapatan perusahaan
mitra.Setelah Prukades berhasil diimplementasikan, diharapkan program ini dapat meningkatkan
pemasaran produk unggulan desa, meningkatkan produktivitas Badan Usaha Miliki Desa, meningkatkan
produktivitas komoditas pertanian, dan meningkatkan produktivitas lahan pedesaan.

Agar Prukades dapat mendatangkan manfaat, berbagai strategi pun dijalankan, seperti pertama,
penguatan jaringan kemitraan usaha warga desa dan perusahaan. Jaringan kemitraan bisnis memastikan
keberlanjutan usaha dan nilai tambah yang diperoleh warga desa.Kedua, memastikan pemenuhan skala
ekonomis usaha produktif. Skala usaha ekonomis dibutuhkan demi membangun pabrik pengolahan dan
bisnis yang dijalankan semakin membesar.Diharapkan pengelolaan Prukades oleh wirausaha sosial,
pemerintah dan masyarakat bisa menjadi jawaban meningkatkan kehidupan pedesaan di Indonesia.

Menteri Eko mengatakan, kemiskinan di desa hanya bisa cepat teratasi kalau masyarakat desa
diberikan kesempatan untuk memiliki usaha. Permasalahannya, dalam kesempatan memiliki usaha itu
masyarakat mengalami kesulitan karena tidak punya akses pasar yang menjanjikan, tidak tersedianya
industri pasca panen, minim permodalan dan lain-lain. Karena itu, perlu ada langkah untuk
mendatangkan akses pasar atau sarana pasca panennya ke desa-desa dengan mengembangkan produk
unggulan di desa masing-masing atau membuat klusterisasi produk unggulan desa agar memiliki skala
ekonomi yang besar. Eko meminta setiap daerah menentukan tiga produk unggulan. Ketiga produk
unggulan ini akan dihubungkan ke kementerian terkait, dunia usaha, dan perbankan untuk
pengembangan Prukades tersebut.

Saat ini telah ada 343 Prukades yang terdapat di 148 kabupaten di 29 provinsi serta ada 18
komoditas yang diusahakan melalui kemitraan dengan 30 perusahaan. Pada 19 November 2018 lalu,
Kementerian Desa PDTT, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah Kabupaten Luwu Timur, dan
PT Vale telah melakukan penandatangangan nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama terkait
program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dan kawasan perdesaan. Sekretaris Jenderal
Kemendes PDTT Anwar Sanusi menyebutkan untuk mengejar ketertinggalan desa dari kota, perlu ada
langkah terobosan dari sejumlah pemangku kepentingan. Tidak hanya pemerintah pusat yang bergerak

11
untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Program Prukades dapat menjadi penghubung antara
pemerintah kabupaten dengan swasta dan perbankan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi desa
dan pendapatan masyarakat desa. “Kami berharap Prukades dapat mempercepat dalam mengentaskan
kemiskinan dan pengangguran yang hasilnya dapat mensejahterakan masyarakat desa," kata Anwar
Sanusi pada acara penandatanganan itu.

Kawasan transmigrasi Cahaya Baru di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan menjadi salah
satu contoh keberhasilan dalam mengembangkan komoditas padi untuk Prukades. Kawasan ini
mengubah tanah yang tadinya berupa rawa menjadi lahan pertanian. Barito Kuala awalnya merupakan
satu dari 144 kabupaten tertinggal. Namun, saat ini telah meningkat menjadi kabupaten berpotensi
maju.

4.Kesejahteraan Masyarakat

Secara umum, istilah kesejahteran sosial sering diartikan sebagai kondisi sejahtera (konsepsi
pertama), yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat
mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perwatan kesehatan. Pengertian 39
kesejahteraan sosial juga menunjuk pada segenap aktifitas pengorganisasian dan pendistribusian
pelayanan sosial bagi kelompok masyarakat, terutama kelompok yang kurang beruntung (disadvantage
groups). Penyelenggaraan berbagai skema perlindungan sosial (social protection) baik yang bersifat
formal maupun informal adalah contoh aktivitas kesejahteraan sosial (Suharto, 2009).

Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Pasal 1 Ayat 1,


Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara
agar bisa hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Upaya untuk mewujudkan suatu kesejahteraan sosial, meliputi rehabilitasi sosial, perlindungan sosial,
pemberdayaan sosial, dan jaminan social. Jaminan kesejahteraan adalah skema yang melembaga untuk
menjamin seluruh rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Tujuan dari
kesejahteraan berdasarkan UU Nomor 11 Pasal 3 Tahun 2009, adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup.

2) Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian.

3) Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan
sosial.

4) Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial


secara melembaga dan berkelanjutan.

5) Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

konsep kesejahteraan memiliki beberapa kata kunci yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar, dan
juga dapat melaksanakan fungsi sosial warga negara. Pencapaian kesejahteraan dilakukan dengan
melakukan berbagai usaha, baik di bidang perdagangan, pertanian, perdidikan, kesehatan, serta

12
keagamaan. Upaya untuk mencapai kesejahteraan dapat dilakukan secara individu atau kelompok.
Pencapaian secara kelompok dapat diupayakan dengan membentuk 41 paguyuban, koperasi, asosiasi,
dan organisasi lainnya. Kesejahteraan terdiri dari dua macam yaitu:

a. Kesejahteraan Perorangan Kesejahteraan Perorangan adalah kesejahteraan yang menyangkut


kejiwaan (state of mind). Perorangan yang diakibatkan oleh pendapatan kemakmuran dan factor-faktor
ekonomi lainnya, Kesejahteraan perorangan sinonim dengan tingkat terpenuhinya kebutuhan dari warga
yang bersangkutan. Sepanjang terpenuhinya kebutuhan ini tergantung dari faktor-faktor ekonomis, oleh
karena itu kesejahteraan perorangan selalu merupakan saldo dari “utilities” yang positif dan yang
negatif. Dalam “utilities” yang positif termasuk kenikmatan yang diperoleh masyarakat dari semua
barang langkah pada dasarnya dapat memenuhi kebutuhan manusiawi. Dalam “utilities”negatif
termasuk biaya-biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh barang-barang itu (seperti, terbuang waktu
senggang) dan dampak-dampak negatif dari perbuatan-perbuatan warga lain (seperti, dampak negatif
terhadap lingkungan) dimana kesejahteraan perorangan adalah kesejahteraan individu saja.

b. Kesejahteraan Masyarakat Kesejahteraan Masyarakat adalah kesejahteraan semua perorangan secara


keseluruan anggota masyarakat. Dalam hal ini kesejahteraan yang dimaksudkan adalah kesejahteraan
masyarakat. Adapun tahapan yang harus diperhatikan dalam meningkatkan kesejahteraan diantaranya:

1) Adanya persediaan sumber-sumber pemecahan masalah yang dapat digunakan. Dalam hal ini
memang harus diperhatikan, dalam menyelesaikan permasalahan yang ada khususnya dalam
meningkatkan kesejahteraan, karena tanpa adanya sumber pemecahan masalah maka masalah tersebut
akan tetap ada.

2) Pelaksanaan usaha dalam memggunakan sumber-sumber pemecahan masalah harus efisien dan tepat
guna. Pada tahap ini kita harus dapat menyelesaikan antara masalah yang ada dengan sumber
pemecahan masalah yang tepat dan dapat selesai dengan cepat. Pelaksanaan usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat harus bersifat demokratis. Dalam hal ini
meningkatkan kesejahteraan perekonomian masyarakat lebih baik masyarakat tersebut dilibatkan
langsung didalamnya. Dalam mencapai kesejahteraan ini, maka tidak lepas dari faktor-faktor yang
mendukung usaha peningkatan pendapatan serta pemanfaatan sumber-sumber serta sarana yang ada.
Faktor-faktor yang mendukung tersebut dapat diterangkan sebagai berikut, seperti yang diungkapkan
oleh Usman Yatim (1992: 243), dalam upaya peningkatan pendapatan dapat diukur melalui faktor-faktor
produksi, antara lain:

1) Modal Merupakan faktor produksi yang sangat esensial bagi fakir miskin dalam proses
peningkatan mutu kehidupannya.

2) Ketrampilan Merupakan faktor produksi yang sangat startegis dalam meningkatkan


pendapatan dan kesejahteraan fakir miskin

3) Teknologi Teknologi dapat dimanfaatkan sebagai usaha dalam meningkatkan kesejahteraan


fakir miskin, karena teknologi juga dapat terbentuk metode baru dalam berproduksi.

13
4) Lahan Usaha Lahan usaha merupakan faktor yang sangat dibutuhkan bagi peningkatan
kesejahteraan ekonomi masyarakat.

5.Dampak Kebijakan Publik

Dampak kebijakan adalah keseluruhan efek yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan dalam kondisi
kehidupan nyata (Dye, 1981). Menurut Anderson (1984), semua bentuk manfaat dan biaya kebijakan ,
baik yang langsung maupun yang akan datang, harus diukur dalam bentuk efek simbolis atau efek nyata.
Output kebijakan adalah berbagai hal yang dilakukan 44 pemerintah. Kegiatan ini diukur dengan standar
tertentu. Angka yang terlihat hanya memberikan sedikit informasi mengenai outcome atau dampak
kebijakan public, karena untuk menentukan outcome kebijakan publik perlu diperhatikan perubahan
yang terjadi dalam lingkungan atau sistem politik yang disebabkan oleh aksi politik.

Menurut sebagian pakar (Dye, 1981 ; Anderson, 1984), terdapat sejumlah dampak kebijakan yang perlu
diperhatikan di dalam evaluasi kebijakan, yakni :

a. Dampak kebijakan terhadap situasi atau kelompok target. Objek yang dimaksud sebagai sasaran
kebijakan harus jelas. Misalnya masyarakat miskin (berdasarkan keriteria tertentu), para pengusaha
kecil, atau siapa saja yang menjadi sasaran. Efek yang dituju oleh kebijakan juga harus ditentukan. Jika
berbagai kombinasi sasaran tersebut dijadikan fokus masa analisisnya menjadi lebih rumit karena
prioritas harus diberikan kepada berbagai efek yang dimaksud. Disamping itu, perlu dipahami bahwa
kebijakan kemungkinan membawa konsekuensi yang diinginkan atau tidak diinginkan.

b. Dampak kebijakan terhadap situasi atau kelompok lain selain situasi atau kelompok target. Hal ini
disebut efek eksternalitas atau spillover, karena jumlah sejumlah outcome kebijakan publik sangat
berarti dipahami dengan istilah eksternalitas.

c. Kebijakan mungkin akan mempunyai dampak pada keadaan-keadaan sekarang dan keadaan di masa
yang akan datang yang akan berpengaruh pada kelompok sasaran maupun di luar sasaran.

d. Evaluasi juga menyangkut unsur yang lain, yakni biaya langsung yang dikeluarkan untuk membiayai
program-program kebijakan publik sehingga kebijakan tersebut dapat terlaksana sedemikian rupa.

e. Biaya tidak langsung kebijakan , yang mencakup kehilangan peluang melakukan kegiatan-kegiatan
lainnya. Biaya tersebut sering tidak diperhitungkan dalam melakukan evaluasi kebiajakan publik karena
sebagian tidak dapat dikuantifikasi.

Secara teoritis, dampak kebijakan tidak sama dengan output kebijakan. Oleh karena itu menurut Dye
(1981), penting untuk tidak mengukur manfaat dalam bentuk aktivitas pemerintah semata. Hal ini perlu
dicermati karena yang seringkali terlihat adalah pengukuran aktivitas pemerintah sematamengukur
output kebijakan. Dalam menjelaskan determinan kebijakan publik, ukuran output kebijakan publik
sangat penting untuk diperhatikan. Namun, dalam menilai dampak kebijakan publik, perlu ditemukan
identitas perubahan dalam lingkungan yang terkait dengan upaya mengukur aktivitas pemerintah.

14
Evaluasi kebijakan dalam perspektif alur proses atau siklus kebijakan publik, menempati posisi terakhir
setelah implementasi kebijakan, sehingga sudah sewajarnya jika kebijakan publik yang telah dibuat dan
dilaksanakan lalu dievaluasi. Dari evaluasi akan diketahui keberhasilan atau kegagalan sebuah kebijakan,
sehingga secara normatif akan diperoleh rekomendasi apakah kebijakan dapat dilanjutkan atau perlu
perbaikan sebelum dilanjutkan, atau bahkan harus dihentikan.

Evaluasi juga menilai keterkaitan antara teori (kebijakan) dengan prakteknya (implementasi) dalam
bentuk dampak kebijakan, apakah dampak tersebut sesuai dengan yang diperkirakan atau tidak. Dari
hasil evaluasi pula kita dapat menilai apakah sebuah kebijakan/program memberikan manfaat atau tidak
bagi masyarakat yang dituju. Secara normatif fungsi evaluasi sangat dibutuhkan sebagai bentuk
pertanggung-jawaban publik, terlebih di masa masyarakat yang makin kritis menilai kinerja pemerintah.
Dalam studi evaluasi, menurut Finsterbusch dan Motz (dalam Samudro dkk, 1994) terdapat 4 (empat)
jenis evaluasi yaitu:

1) Single program after only, merupakan jenis evaluasi yang melakukan pengukuran kondisi atau
penilaian terhadap program setelah meneliti setiap variabel yang dijadikan kriteria program. Sehingga
analis tidak mengetahui baik atau buruk respon kelompok sasaran terhadap program.

2) Single program befora-after, merupakan penyempurnaan dari jenis pertama yaitu adanya data
tentang sasaran program pada waktu sebelum dan setelah program berlangsung.

3) Comparative after only, merupakan penyempurnaan evaluasi kedua tapi tidak untuk yang pertama
dan analis hanya melihat sisi keadaan sasaran bukan sasarannya.

4) Comparative before-after, merupakan kombinasi ketiga desain sehingga informasi yang diperoleh
adalah efek program terhadap kelompok sasaran. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis
evaluasi single program before-after. Informasi yang diperoleh dari jenis evaluasi ini adalah keadaan
kelompok sasaran sebelum dan setelah program dilaksanakan, efektivitas program dalam kelompok
sasaran tertentu, dan dampak dari implementasi suatu kebijakan.

B.Pertanyaan Peneliti

1.Bagaimana kira kira tanggapan masyarakat apabila Program PRUKADES diadakan di Desa Sungai
Perak?

2.Bagaimana kira-kira dampak dari segi ekonomi masyarakat di Desa Sungai Perak apabila program
PRUKADES berhasil dilakukan?

3.Apa saja keunggulan dari program PRUKADES ?

15
BAB III PENUTUP
3.1.  Kesimpulan

Kriteria sebuah daerah tertinggal adalah berdasarkan kondisi sosial, budaya, ekonomi dan wilayah
(fungsi inter dan intra spasial baik pada aspek lingkungan, aspek manusianya, maupun prasarana
pendukungnya) kurang berkembang dibandingkan daerah lain.

Pandangan masyarakat desa di daerah tertinggal cenderung lebih berorientasi pada hal materiil, yaitu
lebih menyukai jika anak-anaknya bekerja membantu orang tua daripada harus belajar di sekolah.
Mungkin hal inilah yang menyebabkan masyarakat desa di daerah tertinggal.

Masyarakat daerah tertinggal adalah masyarakat yang gamang atau takut terhadap upaya pembaruan.
Perubahan kurikulum, uji coba model, dan uji coba mekanisme sering dianggap para pengajar sebagai
sebuah malapetaka atau setidaknya menjadi beban yang cukup berat untuk mereka. Sudah cukup
banyak usaha-usaha yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi masalah ketertinggalan daerah
selama ini. Salah satunya yaitu pemerintah mengeluarkan Permen PDT No. 07/ PER/ W-PDT /III/2007
tentang perubahan strategi pembangunan daerah tertinggal. Ini merupakan implementasi teknis dari
Undang-undang nomor 25 tahun 2005 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional.

Kementrian PDT juga membuat sasaran pembangunan daerah tertinggal yang terbagi dalam sasaran
jangka menengah (RPJMN) dan sasaran jangka panjang (RPJPN).

Perbaikan sarana dan prasarana harus dilakukan demi kelancaran berlangsungnya penerapan program
PRUKADES di Desa Sungai Perak.

3.2. Saran

Daerah tertinggal masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan juga masyarakat luas. Alangkah
baiknya jika dalam pembangunan daerah tertinggal ini pemerintah juga mengajak masyarakat ikut serta.
Mengingat pendidikan merupakan salah satu pilar penentu bangsa dimasa depan. Sebagai masyarakat,
kita harus mengubah pandangan masyarakat daerah tertinggal tentang pendidikan, hal ini disebabkan
karena pendidikan merupakan pilar penting dalam kehidupan bernegara.

Pendidikan juga teramat penting bagi setiap individu. Karena akan beruhubungan selanjutnya kepada
masa depan individu tersebut dan selanjutnya juga akan berpengaruh pada bangsa dalam waktu
mendatang. Penyuluhan mengenai pentingnya pendidikan akan sangat dibutuhkan. Perbaikan sarana-
prasarana harus tetap ditingkatkan.

Pengawasan dana pendidikan harus berjalan transparan. Mengingat telah banyak usaha yang telah
dilakukan pemerintah, dan tingkat kepedulian yang tinggi dari pemerintah daerah, maka bukan hal yang
tidak mungkin bahwa kita sebagai masyarakat dan abdi Negara untuk melanjutkan program-program
tersebut dan menjadikan Indonesia sebagai Negara yang maju dan terdepan dalam pendidikan.

16
17

Anda mungkin juga menyukai