Anda di halaman 1dari 5

MEMPERKUAT PERAN MASYARAKAT DAN BPD DALAM PENGAWASAN

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA


Dasar Hukum :

1. UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa


2. Permendagri No. 114 tahun 2014 ttg Pedoman Pembangunan Desa
3. Permendagri No. 20 tahun 2018 ttg Pengelolaan Keuangan Desa
4. Permendagri No. 110 tahun 2016 ttg BPD
5. Permendagri No. 18 tahun 2018 ttg LKD dan LAD
6. Permendesa No. 2 thn 2015 ttg Musyawarah Desa
7. Permendesa No 18 thn 2019 ttg Pedoman Umum Pendampingan Masyarakat Desa
8. Permendesa No. 11 thn 2019 ttg Prioritas Penggunaan DD tahun 2020.
9. Peraturan Menteri Keuangan No. 19 thn 2018 ttg Pengelolann Dana Desa

Kerangka Tulisan
Narasi
Eksposisi

Thema yang dimunculkan perlunya peningkatan kapasitas pelaku-pelaku pelaksanaan UU


Desa. Peningkatan koordinasi pihak-pihak terkait dalam pengelolaan dana desa. Perlunya
peningkatan dana dekonsentrasi untuk pembinaan, pengawasan, dan pendampingan.
Output yang ingin dicapai setelah 5 (lima) tahun adalah berkurangnya jumlah desa sangat
tertinggal dan desa tertinggal serta meningkatnya jumlah desa mandiri dan desa maju.

Kerangka

Pengantar dan Pendahuluan

Gambaran pelaksanaan UU Desa selama 5 (lima) tahun. Tahun 2015, Tahun 2016, Tahun
2017, Tahun 2018 dan Tahun 2019

Kesimpulan dan Penutup

Kata Kunci :

 Peran masyarakat
 Peran BPD
 Pengelolaan Keuangan Desa
 APBDes
 Amanat UU Desa
 Partisipasi masyarakat
 Transparansi
 Akuntabilitas
 Demokrasi
 Peningkatan kapasitas

Kerangka Tulisan :

1. Pendahuluan dan Latarbelakang


2. Gambaran Umum Permasalahan
3. Analisa dan Evaluasi
4. Kesimpulan dan saran serta Penutup
Dana desa pada hakekatnya diperuntukkan sesuai dengan kewenangan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala desa. Penggunaannya bersifat open menu dengan prioritas untuk
mendukung program pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa melalui
pembangunan infrastruktur dasar yang dibutuhkan desa.

Penggunaan dana desa harus sesuai dengan RKPDesa yang kemudian dituangkan dalam
APBDesa. APBDesa disusun dengan mempedomani RPJMDesa agar terjadi kesinambungan
pembangunan selama kurun waktu lima tahun. Penyusunan ketiga dokumen perencanaan
tersebut dilakukan dengan melibatkan masyarakat agar aspirasi mereka terinternalisasikan ke
dalam dokumen tersebut.

Dalam pengelolaan dana desa, seluruh proses penganggaran mulai dari perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan penatausahaan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
Bupati/Walikota dan masyarakat. Dengan demikian, para Bupati/Walikota dan masyarakat
tidak hanya berhak mengetahui penggunaan dana tersebut tetapi juga berhak menuntut
pertanggungjawaban atas semua rencana dan realisasinya. Keterlibatan masyarakat akan
menyebabkan proses pembangunan menjadi lebih transparan, akuntabel, responsif, dan
partisipatif.

Beberapa persoalan mengenai pengelolaan dana desa diantaranya adalah: Pertama, hingga


menjelang akhir tahun 2015 tingkat serapan dana desa masih relatif rendah. Dana desa yang
telah disalurkan ke pemerintah kabupaten/kota adalah 86 persen tetapi yang sudah sampai ke
desa hanya 63,5 persen. Rendahnya serapan dana desa disebabkan oleh kurangnya kesiapan
desa dalam menerima dan mengelola dana tersebut. Selain itu, lambannya penyaluran dana
desa disebabkan oleh birokrasi yang berbelit. Akibatnya, efektivitas dana desa dalam
menggerakkan perekonomian desa belum optimal. 

Menilik ke belakang, terdapat tren kenaikan alokasi Dana Desa dalam postur APBN dari
tahun ke tahun. Per 2015, Dana Desa tercatat Rp 21,7 trilun, pada 2016 naik menjadi Rp 49,6
triliun dan di 2017 mencapai Rp 60 triliun.

Makanya tahun 2015, penyerapan dana desa 82 persen dan di 2016 lalu naik menjadi 97
persen. Diharapkan pada akhir tahun 2017 ini penyerapan dana desa bisa mencapai 100
persen, dengan sasaran 74.958 desa.

Apalagi pada tahun 2018 mendatang, Presiden Jokowi melalui Kementrian Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia memprioritaskan 4
program percepatan pembangunan desa, yakni Prukades (Produk Unggulan Kawasan
Pedesaan), membangun Embung Desa, mengembangkan BUMDes (Badan Usaha Milik
Desa) dan membangun Raga Desa (Sarana Olahraga Desa). Hal ini sangat berimbas positif
kepada upaya pengentasan kemiskinan. Apalagi dalam 4 prioritas percepatan pembangunan
desa ini, Pemerintah Pusat sudah menggaris bawahi, bahwa pembangunan baik sarana
prasarana muapun peningkatan kapasitas warga desa dilakukan dengan swakelola dan padat
karya.
Berbagai publikasi BPS mengabarkan jumlah si miskin di perdesaan mandek di kisaran 18
juta jiwa atau 14 persen sejak 2014. Padahal selama 2014-2016 saja digelontorkan anggaran
kemiskinan Rp 418 triliun (termasuk dana desa Rp 67 triliun), ditambah subsidi petani Rp
94,9 triliun.

Kesulitan menjangkau si miskin di desa lantaran berbeda karakteristik dari perkotaan. Di


kota, golongan miskin mudah dijangkau secara individual, seperti anak jalanan, pelacur,
pekerja informal, jompo di rumah gubuk atau rumah susun. Kehidupan individualis membuka
sosok si miskin sehingga mudah dikenali di sepanjang jalan.

Di desa, kehidupan komunal menyembunyikan wajah kemiskinan. Golongan miskin


memiliki penghasilan sampai garis kemiskinan tinggal di rumah sederhana di lahan terbatas.
Karena masih muda, mereka mampu bekerja serabutan atau menjadi buruh tani dan buruh
konstruksi.

Salah satu cara pengentasan kemiskinan di wilayah pedesaan, dengan cara mengoptimalkan
BUMDes. Peningkatan keberadaan BUMDes memang sangat signifikan. Jika pada 2014
BUMDes di Indonesia hanya 1.022 unit, awal 2017 jumlahnya telah 18.446 unit. Jumlah ini
pun diyakini akan terus meningkat karena salah satu amanah dalam penggunaan dana desa,
selain untuk pembangunan infrastruktur, juga untuk peningkatan perekonomian masyarakat,
salah satunya melalui wadah bernama BUMDes.

Nilai strategis keberadaan ribuan BUMDes yang tersebar di penjuru Tanah Air adalah karena
ia tumbuh dari kesadaran masyarakat desa dan bergerak pada sektor riil. Ia juga berbasis pada
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Di titik itulah keberadaan BUMDes sebagai
aplikasi di lapangan terkait gagasan tentang ekonomi kerakyatan. Ini bisa menjadi salah satu
strategi pembangunan pada masa depan.

Nilai strategisnya bukan saja keberadaan BUMDes yang kebanyakan berbasis pada kegiatan
ekonomi sektor kecil itu menjadi salah satu sisi penampung masalah ketenagakerjaan,
melainkan juga merupakan salah satu penyangga penting persoalan perekonomian di
Indonesia. Pertumbuhan jumlah UMKM yang sangat besar secara otomatis jelas telah
mendonorkan penyerapan tenaga kerja yang banyak.

Persoalan kemudian, dalam realitasnya perkembangan usaha kecil yang begitu pesat—saat ini
banyak yang diwadahi oleh BUMDes—ternyata sering kali tak diimbangi percepatan
perhatian pemerintah terhadap sektor usaha itu. Banyak kasus menunjukkan, pemerintah
bukannya memproduksi kebijakan yang memperkuat sektor ini, melainkan malah sering kali
kebijakan yang dilahirkan berpotensi mematikan daya hidup perkembangan mereka.

Oleh karena itu, dukungan pemerintah terhadap keberadaan usaha kecil, baik yang di bawah
BUMDes maupun tidak, sesungguhnya bisa dengan penghindaran penciptaan kebijakan-
kebijakan diskriminatif. Selain itu, diperlukan juga kebijakan aturan main yang memberikan
kesepadanan yang sama bagi tiap pelaku ekonomi untuk menjalankan aktivitasnya, termasuk
pelaku ekonomi kecil dan menengah. Di sinilah kerja sama lintas kementerian/lembaga
mutlak perlu.
Advertisment

Ekonomi masyarakat merupakan tonggak pengentasan kemiskinan, baik di tingkat


kota/kelurahan maupun di tingkat desa. Banyaknya angka pengangguran merupakan
problematika di semua tingkatan masyarakat, baik di kota maupun di tingkat pedesaan. Untuk
itulah Kementrian Desa PDTT sejak tahun 2015 telah melakukan kerjasama lintas kementrian
Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Keuangan RI, dengan mengeluarkan Keputusan
Bersama terkait Percepatan Penyaluran, Pengelolaan dan Penggunaan Dana Desa tahun 2015.

Dimana dalam SKB 3 Menteri tersebut sudah diatur bagaimana penyaluran dana desa untuk
prioritas pengentasan kemiskinan. Selain dipergunakan untuk pembangunan fisik desa, juga
pengembangan BUMDes, yang semuanya dilakukan secara swakelola dan padat karya.

Sehingga pada tahun 2018 mendatang, diharapkan dengan dana desa bisa mengentaskan
kemiskinan dan mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.

HALAMAN :

Anda mungkin juga menyukai