Kerangka Tulisan
Narasi
Eksposisi
Kerangka
Gambaran pelaksanaan UU Desa selama 5 (lima) tahun. Tahun 2015, Tahun 2016, Tahun
2017, Tahun 2018 dan Tahun 2019
Kata Kunci :
Peran masyarakat
Peran BPD
Pengelolaan Keuangan Desa
APBDes
Amanat UU Desa
Partisipasi masyarakat
Transparansi
Akuntabilitas
Demokrasi
Peningkatan kapasitas
Kerangka Tulisan :
Penggunaan dana desa harus sesuai dengan RKPDesa yang kemudian dituangkan dalam
APBDesa. APBDesa disusun dengan mempedomani RPJMDesa agar terjadi kesinambungan
pembangunan selama kurun waktu lima tahun. Penyusunan ketiga dokumen perencanaan
tersebut dilakukan dengan melibatkan masyarakat agar aspirasi mereka terinternalisasikan ke
dalam dokumen tersebut.
Dalam pengelolaan dana desa, seluruh proses penganggaran mulai dari perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan penatausahaan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
Bupati/Walikota dan masyarakat. Dengan demikian, para Bupati/Walikota dan masyarakat
tidak hanya berhak mengetahui penggunaan dana tersebut tetapi juga berhak menuntut
pertanggungjawaban atas semua rencana dan realisasinya. Keterlibatan masyarakat akan
menyebabkan proses pembangunan menjadi lebih transparan, akuntabel, responsif, dan
partisipatif.
Menilik ke belakang, terdapat tren kenaikan alokasi Dana Desa dalam postur APBN dari
tahun ke tahun. Per 2015, Dana Desa tercatat Rp 21,7 trilun, pada 2016 naik menjadi Rp 49,6
triliun dan di 2017 mencapai Rp 60 triliun.
Makanya tahun 2015, penyerapan dana desa 82 persen dan di 2016 lalu naik menjadi 97
persen. Diharapkan pada akhir tahun 2017 ini penyerapan dana desa bisa mencapai 100
persen, dengan sasaran 74.958 desa.
Apalagi pada tahun 2018 mendatang, Presiden Jokowi melalui Kementrian Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia memprioritaskan 4
program percepatan pembangunan desa, yakni Prukades (Produk Unggulan Kawasan
Pedesaan), membangun Embung Desa, mengembangkan BUMDes (Badan Usaha Milik
Desa) dan membangun Raga Desa (Sarana Olahraga Desa). Hal ini sangat berimbas positif
kepada upaya pengentasan kemiskinan. Apalagi dalam 4 prioritas percepatan pembangunan
desa ini, Pemerintah Pusat sudah menggaris bawahi, bahwa pembangunan baik sarana
prasarana muapun peningkatan kapasitas warga desa dilakukan dengan swakelola dan padat
karya.
Berbagai publikasi BPS mengabarkan jumlah si miskin di perdesaan mandek di kisaran 18
juta jiwa atau 14 persen sejak 2014. Padahal selama 2014-2016 saja digelontorkan anggaran
kemiskinan Rp 418 triliun (termasuk dana desa Rp 67 triliun), ditambah subsidi petani Rp
94,9 triliun.
Salah satu cara pengentasan kemiskinan di wilayah pedesaan, dengan cara mengoptimalkan
BUMDes. Peningkatan keberadaan BUMDes memang sangat signifikan. Jika pada 2014
BUMDes di Indonesia hanya 1.022 unit, awal 2017 jumlahnya telah 18.446 unit. Jumlah ini
pun diyakini akan terus meningkat karena salah satu amanah dalam penggunaan dana desa,
selain untuk pembangunan infrastruktur, juga untuk peningkatan perekonomian masyarakat,
salah satunya melalui wadah bernama BUMDes.
Nilai strategis keberadaan ribuan BUMDes yang tersebar di penjuru Tanah Air adalah karena
ia tumbuh dari kesadaran masyarakat desa dan bergerak pada sektor riil. Ia juga berbasis pada
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Di titik itulah keberadaan BUMDes sebagai
aplikasi di lapangan terkait gagasan tentang ekonomi kerakyatan. Ini bisa menjadi salah satu
strategi pembangunan pada masa depan.
Nilai strategisnya bukan saja keberadaan BUMDes yang kebanyakan berbasis pada kegiatan
ekonomi sektor kecil itu menjadi salah satu sisi penampung masalah ketenagakerjaan,
melainkan juga merupakan salah satu penyangga penting persoalan perekonomian di
Indonesia. Pertumbuhan jumlah UMKM yang sangat besar secara otomatis jelas telah
mendonorkan penyerapan tenaga kerja yang banyak.
Persoalan kemudian, dalam realitasnya perkembangan usaha kecil yang begitu pesat—saat ini
banyak yang diwadahi oleh BUMDes—ternyata sering kali tak diimbangi percepatan
perhatian pemerintah terhadap sektor usaha itu. Banyak kasus menunjukkan, pemerintah
bukannya memproduksi kebijakan yang memperkuat sektor ini, melainkan malah sering kali
kebijakan yang dilahirkan berpotensi mematikan daya hidup perkembangan mereka.
Oleh karena itu, dukungan pemerintah terhadap keberadaan usaha kecil, baik yang di bawah
BUMDes maupun tidak, sesungguhnya bisa dengan penghindaran penciptaan kebijakan-
kebijakan diskriminatif. Selain itu, diperlukan juga kebijakan aturan main yang memberikan
kesepadanan yang sama bagi tiap pelaku ekonomi untuk menjalankan aktivitasnya, termasuk
pelaku ekonomi kecil dan menengah. Di sinilah kerja sama lintas kementerian/lembaga
mutlak perlu.
Advertisment
Dimana dalam SKB 3 Menteri tersebut sudah diatur bagaimana penyaluran dana desa untuk
prioritas pengentasan kemiskinan. Selain dipergunakan untuk pembangunan fisik desa, juga
pengembangan BUMDes, yang semuanya dilakukan secara swakelola dan padat karya.
Sehingga pada tahun 2018 mendatang, diharapkan dengan dana desa bisa mengentaskan
kemiskinan dan mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.
HALAMAN :