Anda di halaman 1dari 15

Implementasi Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015

Tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan


Pembubaran Badan Usaha Milik Desa

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Implementasi Kebijakan Publik


Dosen Pengampu: Riswanda, Ph.D.

Kelas V A
Disusun oleh:

1. Hanna Nadhifa (6661160029)


2. Indy Aliffia (6661160033)
3. Nur Kemala Dewi (6661160042)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SEPTEMBER 2018
PENDAHULUAN

Desa atau yang disebut dengan nama lain mempunyai akar sejarah yang
panjang dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang dimaksud
dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Dahulu, desa diposisikan hanya sebagai objek pembangunan, yang berarti


bahwa desa itu hanya sebagai penerima manfaat dari program pembangunan yang
dilaksanakan baik oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota. Namun, saat ini desa menjadi fokus pemerintah dalam
pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, kini ada pemberian kewenangan
kepada Pemerintah Desa, sehingga mereka dapat melaksanakan pembangunan di
wilayah desa masing-masing dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada
masyarakat desa berdasarkan keinginan dan kebutuhan lokal masyarakat desa
tersebut.

Menurut Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan


Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2018 tentang Pedoman Umum
Program Inovasi Desa, ada satu program yang dibentuk untuk mendorong dan
memfasilitasi penguatan kapasitas desa. Program tersebut adalah Program Inovasi
Desa (PID). Salah satu fokus PID yaitu pengembangan ekonomi lokal dan
kewirausahaan, baik pada ranah pengembangan usaha masyarakat, maupun usaha
yang diprakarsai desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) dan Badan
Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesa Bersama), serta Produk Unggulan Desa
(Prudes) dan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) guna
menggerakkan dan mengembangkan perekonomian desa. Semua kegiatan PID
harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang telah ditentukan, seperti Taat Hukum,
Transparansi, Akuntabilitas, Partisipatif, Inklusif, dan Kesetaraan Gender.

Menurut Peraturan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,


dan Transmigrasi RI Nomor 19 Tahun 2017, salah satu yang menjadi prioritas
dalam penggunaan dana desa adalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
BUMDes sendiri pertama kali disinggung dalam UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah Pasal 213 ayat (1), kemudian Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2015. Tidak
hanya itu, saat ini landasan hukum mengenai keberadaan dan tata kelola BUMDes
semakin diperjelas oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Permendes PDTT
Nomor 4 tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan
Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Peraturan itu dibuat sebagai pedoman
untuk melaksanakan BUMDes.

Dalam pelaksanaannya sendiri, seluruh atau sebagian besar modal


BUMDes adalah milik Desa, yang nantinya modal tersebut akan digunakan untuk
mengelola aset, jasa layanan maupun usaha yang tujuannya untuk
mensejahterakan masyarakat desa. Oleh karena itulah dalam implementasinya
seluruh pihak yang berwenang bekerja sama untuk mengelola dan
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh desa. Mengingat potensi yang
dimiliki oleh setiap desa berbeda-beda, baik dalam hal Sumber Daya Alam
maupun Sumber Daya Manusianya, maka tidak heran jika dalam pelaksanaannya
BUMDes tidak selalu berjalan mulus sesuai dengan yang diharapkan. Ada daerah
yang BUMDes-nya berjalan dengan baik namun ada juga daerah yang gagal
dalam melaksanakan BUMDes.

Provinsi yang belum menjalankan BUMDes dengan baik adalah Provinsi


Banten. Secara umum, pengelola BUMDes di Provinsi Banten belum mengetahui
regulasi BUMDes itu sendiri (rmolbanten.com). Salah satu daerah di Banten yang
pelaksanaan BUMDes-nya belum maksimal adalah Kabupaten Serang.
Hal ini terbukti dengan sejak Mei 2017, di Kabupaten Serang terdapat 326
desa tetapi hanya ada 38 desa yang memiliki BUMDes. Namun, dari 38 desa
tersebut hanya 17 BUMDes yang aktif beroperasi sementara 21 sisanya tidak
aktif. Itu berarti banyak desa yang belum memiliki BUMDes. (Kabar Banten)

BUMDes yang kondisinya aktif yang berjumlah 17 tersebut terlihat dari


konduktivitas kepengrusan dan usaha yang dijalaninnya. Bahkan, dari 17 yang
aktif 11 diantaranya telah mendapatkan alokasi pembiayaan dari pemerintah desa.
Meski demikian, dari BUMDes tersebut sejauh ini masih belum ada kontribusi
pada PADes. Sebagian besar BUMDes yang kondisinya aktif tersebut bergerak
dibidang usaha barang dan jasa, seperti BUMDes yang terdapat di Desa Situ
Terate, Kecamatan Cikande, BUMDes disana mengelola tempat wisata, kemudian
BUMDes di Kecamatan Pamarayan dan Cinangka mengelola Pasar Desa. (Kabar
Banten).

Tidak berjalannya BUMDes dilatarbelakangi oleh pola pikir usaha


masyarakat desa yang minim, kurangnya kualitas Sumber Daya Manusia yang
mengelola BUMDes, masih banyak desa yang tidak paham untuk mengangkat
potensi usaha di daerah masing-masing, kurangnya modal untuk mengembangkan
usaha serta kurangnya pengelolaan dan pemasarannya. (Satelit News)

Oleh karena itu, akan menjadi hal yang penting apabila Permendesa PDTT
Nomor 4 Tahun 2015 tentang Badan Usaha Milik Desa ini kita bahas secara lebih
mendalam berkenaan dengan bagaimana dan seperti apa pengimplementasiannya
dalam rangka melihat dan mengetahui sudah sejauh mana BUMDes dapat
membantu memecahkan masalah perekonomian Indonesia mulai dari desa.
TINJAUAN KONSEP

Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada


Pasal 213 ayat (1) disebutkan bahwa “Desa dapat mendirikan badan usaha milik
desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa”. Substansi UU ini menegaskan
tentang janji pemenuhan permintaan dalam konteks pembangunan tingkat desa.
Logika pendirian BUMDes didasarkan pada kebutuhan dan potensi desa, sebagai
upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkenaan dengan perencanaan dan
pendiriannya, BUMDes dibangun atas prakarsa masyarakat, serta mendasarkan
pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif, (‘user-owned, user-benefited, and
user-controlled’), transparansi, emansipatif, akuntable, dan sustainable dengan
mekanisme member-base dan self-help. Dari semua itu yang terpenting adalah
bahwa pengelolaan BUMDes harus dilakukan secara profesional dan mandiri.

BUMDes merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi


sebagai lembaga sosial dan komersial. BUMDes sebagai lembaga sosial berpihak
kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan
pelayanan sosial. Sedangkan sebagai lembaga komersial bertujuan mencari
keuntungan melalui penawaran sumber daya lokal (barang dan jasa) ke pasar.
Dalam menjalankan usahanya prinsip efisiensi dan efektifitas harus selalu
ditekankan. BUMDes sebagai badan hukum, dibentuk berdasarkan tata
perundang-undangan yang berlaku, dan sesuai dengan kesepakatan yang
terbangun di masyarakat desa. Dengan demikian, bentuk BUMDes dapat beragam
di setiap desa di Indonesia. Ragam bentuk ini sesuai dengan karakteristik lokal,
potensi, dan sumberdaya yang dimiliki masing-masing desa. Pengaturan lebih
lanjut tentang BUMDes diatur melalui Peraturan Daerah (Perda).

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang
dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat
perekonomian desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa.
BUMDes menurut Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah didirikan antara lain dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Desa
(PADesa). Berangkat dari cara pandang ini, jika pendapatan asli desa dapat
diperoleh dari BUMDes, maka kondisi itu akan mendorong setiap Pemerintah
Desa memberikan “goodwill” dalam merespon pendirian BUMDes. Sebagai salah
satu lembaga ekonomi yang beroperasi dipedesaan, BUMDes harus memiliki
perbedaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya. Ini dimaksudkan agar
keberadaan dan kinerja BUMDes mampu memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa. Disamping itu, supaya tidak
berkembang sistem usaha kapitalistis di pedesaan yang dapat mengakibatkan
terganggunya nilai-nilai kehidupan bermasyarakat. Empat tujuan utama pendirian
BUMDes diataranya, 1)Meningkatkan perekonomian desa; 2)Meningkatkan
pendapatan asli desa; 3)Meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan
kebutuhan masyarakat; 4)Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi pedesaan.

Prinsip-prinsip pengelolaan BUMDes penting untuk dielaborasi atau diuraikan


agar difahami dan dipersepsikan dengan cara yang sama oleh pemerintah desa,
anggota (penyerta modal), BPD, Pemkab, dan masyarakat. Terdapat 6 (enam)
prinsip dalam mengelola BUMDes yaitu:

1. Kooperatif, Semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes harus


mampu melakukan kerjasama yang baik demi pengembangan dan
kelangsungan hidup usahanya.
2. Partisipatif. Semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes harus
bersedia secara sukarela atau diminta memberikan dukungan dan
kontribusi yang dapat mendorong kemajuan usaha BUMDes.
3. Emansipatif. Semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes harus
diperlakukan sama tanpa memandang golongan, suku, dan agama.
4. Transparan. Aktivitas yang berpengaruh terhadap kepentingan masyarakat
umum harus dapat diketahui oleh segenap lapisan masyarakat dengan
mudah dan terbuka.
5. Akuntabel. Seluruh kegiatan usaha harus dapat dipertanggung jawabkan
secara teknis maupun administratif.
6. Sustainabel. Kegiatan usaha harus dapat dikembangkan dan dilestarikan
oleh masyarakat dalam wadah BUMDes.

Terkait dengan implementasi Alokasi Dana Desa (ADD), maka proses


penguatan ekonomi desa melalui BUMDes diharapkan akan lebih berdaya. Hal ini
disebabkan adanya penopang yakni dana anggaran desa yang semakin besar.
Sehingga memungkinkan ketersediaan permodalan yang cukup untuk pendirian
BUMDes. Jika ini berlaku sejalan, maka akan terjadi peningkatan PADesa yang
selanjutnya dapat digunakan untuk kegiatan pembangunan desa.
PEMBAHASAN

Salah satu implementasi kebijakan publik yang kami analisis adalah


Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan
Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Miliki Desa dengan lokus di
Kabupaten Serang.Berikut adalah main mapping:

Masalah Publik:

-Kondisi perekonomian masyarakat


pedesaan yang rendah;

-Laju urbanisasi tinggi;

-Lapangan pekerjaan yang minim di


desa.

Respon Kebijakan:
Reformasi Kebijakan & Alternatif Kebijkan:
Permendesa PDTT No 4 Tahun 2015
-Menerapkan konsep ekonomi kreatif; tentang BUMDes;
-Melakukan revitalisasi koperasi; Kabupaten Serang menerapkan
BUMDes pada tahun 2017.
-Memanfaatkan CSR;

-Melakukan kemitraan dengan berbagai sektor


(publik/swasta)

-Mempermudah syarat izin usaha; Evaluasi Kebijakan:

-Melakukan pembinaan dan meningkatkan Penyelenggaraan BUMDes di Kabupaten Serang


pengawasan terhadap penyelenggaraan belum optimal, terlihat dari 326 desa yang ada,
BUMDes. hanya 38 desa yang memiliki BUMDes. Faktor
yang melatarbelakangi:

-Kurangnya SDM yang berkualitas;


Masalah Baru:
-Pola pikir masyarakat yang belum terbuka terhadap
Timbul potensi meningkatnya tindak kasus perubahan;
korupsi, seperti yang terjadi pada salah satu kepala
-pemanfaatan potensi desa belum maksimal;
desa di Kab Serang yaitu Kades Binangun Kec
Waringinkurung menjadi tersangka korupsi ADD -Modal yang kurang & sistem pemasaran yang
pada Maret 2018. kurang efektif.

-mo
Menurut UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang dimaksud dengan
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul dan atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sampai era ini, desa masih memiliki beberapa
permasalahan pembangunan, salah satunya adalah masalah perekonomian.
Permasalahan ekonomi desa ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
rendahnya kualitas sumber daya manusia, minimnya ketersediaan lapangan
kerja di desa, mata pencaharian yang tidak tetap, dan lain-lain. Dengan
permasalahan-permasalahan tersebut, pemerintah kemudian menawarkan solusi
yaitu dikeluarkannya Permendesa PDTT No.4 Tahun 2015 tentang BUMDes.
Berdasarkan peraturan tersebut, pendirian BUMDes bertujuan untuk
meningkatkan perekonomian desa, mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat
untuk kesejahteraan desa, meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan
potensi ekonomi desa, membuka lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi desa, dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan pendapatan
asli desa.
Dalam pelaksanaannya, seluruh atau sebagian besar modal BUMDes
adalah milik desa, yang nantinya modal tersebut akan digunakan untuk
mengelola aset, jasa layanan maupun usaha yang tujuannya untuk
mensejahterakan masyarakat desa. Maka dari itu dalam implementasinya
seluruh pihak yang berwenang bekerja sama untuk mengelola dan
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh desa. Mengingat potensi yang
dimiliki oleh setiap desa berbeda-beda, baik dalam hal sumber daya alam
maupun sumber daya manusianya, maka acap kali ditemui dalam
pelaksaannya BUMDes tidak selalu berjalan mulus sesuai dengan yang
diharapkan. Ada daerah yang dapat menjalankan BUMDesnya dengan baik
namun ada pula daerah yang gagal dalam melaksanakan BUMDes.
Belum optimalnya pelaksanaan BUMDes tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya, karena pola pikir masyarakat dalam berwirausaha
masim minim, kurangnya kualitas sumber daya manusia yang dapat mengelola
BUMDes, masih banyaknya desa yang belum paham untuk mengangkat
potensi usaha di daerahnya masing-masing, dan masih kurangnya modal untuk
mengembangkan usaha serta belum efektifnya sistem pengelolaan dan
pemasaran barang atau jasa.
Peraturan tentang BUMDes ini disahkan pada tahun 2015 dan baru dapat
dilaksanakan di Kabupaten Serang pada tahun 2017. Pemerintah menargetkan
seluruh desa yang ada di Indonesia agar dapat menerapkan BUMDes. Salah
satunya adalah seluruh desa yang ada di Provinsi Banten tepatnya di
Kabupaten Serang. Dimana terdapat 326 Desa yang ada di Kabupaten Serang,
namun baru 38 Desa yang telah menerapkan BUMDes. Itu artinya, memang
sampai saat ini BUMDes belum bisa diterapkan secara optimal diseluruh desa
yang ada di Indonesia.
Di Kabupaten Serang sendiri sebenarnya sudah ada beberapa lembaga
swasta yang turut mendukung keberlangsungan BUMDes, seperti PT.
Indomobil Prima Energy yang mengusulkan pembuatan SPBU mini di desa,
PT. Pertamina, PT. Artageraha yang memberikan pinjaman KUR bagi petani,
PT. Perusahaan Gas Negara sebagai CSR yang memberikan bantuan
pembangunan jembatan untuk menunjang pelaksanaan BUMDes, serta
mendorong BUMDes dalam melakukan program pengembangan desa sehat.
Selain lembaga swasta, tentunya lembaga public juga tidak kalah memiliki
peran penting dalam pelaksanaan BUMDes di Kabupaten Serang, mulai dari
Kementerian Desa PDTT di tingkat pusat, Dinas Pemberdayaan Masyarakat
dan Desa, serta Dinas Pertanian Kabupaten Serang.
Berdasarkan data di atas maka solusi alternatif kebijakan yang dapat kami
berikan diantaranya dengan menerapkan konsep ekonomi kreatif dalam
pelaksanaan BUMDes. John Howkins secara sederhana menjelaskan konsep
Ekonomi Kreatif yaitu “Kegiatan ekonomi dalam masyarakat yang
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menghasilkan ide, tidak hanya
melakukan hal-hal yang rutin dan berulang. Karena bagi masyarakat ini,
menghasilkan ide merupakan hal yang harus dilakukan untuk kemajuan.” Di
Indonesia, dalam Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional 2009-
2015 (2008) Ekonomi Kreatif didefinisikan yaitu “Era baru ekonomi setelah
ekonomi pertanian, ekonomi industri, dan ekonomi informasi, yang
mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan
pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi utama dalam
kegiatan ekonominya.” Dengan memanfaatkan potensi dan semangat
masyarakat desa di Kabupaten Serang serta didukung tenaga pendamping
profesional diharapkan mampu meningkatkan pemberdayaan masyarakat
melalui usaha-usaha kreatif yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Desa yang saat ini sudah menjalankan ekonomi kreatif adalah
Desa Bumi Jaya, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang. Desa itu membuat
kerajinan gerabah yang dibentuk menjadi tungku, gentong, pot bunga kendi,
pendil, tempat beras, pendalingan, kukusan dan alat pemanggang. Usaha
kerajinan gerabah ini tidak hanya menyebar luas ke pasar lokal namun juga
menjadi komoditas ekspor. Daerah yang aktif menjalin kerja sama dengan
Bumi Jaya adalah Bali, dari Bali itu kemudian kerajinan-kerajinan gerabah ini
diimpor hingga ke Malaysia dan Australia. Dengan begitu, maka usaha
kerajinan gerabah ini dapat menjadi salah satu Bumdes di bidang ekonomi
kreatif yang sangat menguntungkan bagi Desa Bumi Jaya.
Selanjutya perbaikan pelaksaan BUMDes dapat diperbaiki dengan
melakukan revitalisasi koperasi yang ada di tiap-tiap desa yang ada di
Kabupaten Serang. Revitalisasi merupakan proses, cara atau perbuatan
menghidupkan atau menggiatkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang
terberdaya. Koperasi menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 adalah
badan hukum yang didirikan oleh perseorangan atau badan hukum koperasi,
dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk
menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi kebutuhan bersama dibidang
ekonomi, sosial, sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Dalam revitalisasi
koperasi. Bumdes dan koperasi harus saling bersinergi, BUMDes bisa memiliki
unit usaha yang bekerja sama dengan koperasi. Ketika sudah terintegrasi, bila
desa membutuhkan angkutan, maka bisa diadakan koperasi angkutan.
BUMDes akan mengelola koperasi dalam bentuk holding dengan
mempersiapkan sumber daya manusia yang memadai.
Revitalisasi Koperasi dirasakan penting untuk dilaksanakan, penyebab hal
tersebut diantaranya adalah karena berdasarkan data, koperasi yang ada di
Provinsi Banten mencapai 2.163 unit yang tidak aktif dari jumlah koperasi
sebanyak 5.950 unit, angka tersebut termasuk Kabupaten Serang didalamnya.
Menurut Kepala Diskoperindag Kabupaten Serang, saat ini sedang dilakukan
pembinaan terhadap koperasi yang tidak aktif yang jumlahnya sekitar 700an.
Hal ini agar koperasi di Kabupaten Serang terus berkembang, sehingga pada
akhirnya koperasi bisa membantu program pemerintah. Embrio-embrio
koperasi yang sudah ada harus diberi pembinaan oleh Organisasi Perangkat
Daerah yang berkaita, dan perlu adanya kemitraan dengan perusahaan-
perusahaan untuk mempercepat kemajuan koperasi. Hingga saat ini koperasi
sudah mampu membangun rumah layak huni, seperti koperasi BMI yang sudah
membangun delapan rumah, dan akan membangun lima lagi di Serang Utara.
Tentunya keberhasilan koperasi ini dibantu oleh peran BUMDes yang hasilnya
dapat membantu masyarakat. Pada intinya, revitalisasi koperasi harus didukung
oleh semua lapisan masyarakat, bukan hanya para anggota dan pengurus
koperasi. Dengan demikian revitalisasi koperasi diperlukan proses dan kerja
keras oleh semua pihak.

Dengan memanfaatkan CSR, kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan


BUMDes dapat diminimalisir, baik dalam bidang sosial, permodalan, dan lain
sebagainya. Menurut World Bank Group (Kiroyan, 2006), CSR adalah
komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi
berkelanjutan, melalui kerjasama dengan para karyawan serta perwakilan
mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum
untuk meningkatkan kualitas hidup, dengan cara-cara yang bermanfaat baik
bagi dunia usaha maupun untuk pembangunan. Kontribusi yang sudah
diberikan oleh Bank Jabar Banten (BJB) sebesar Rp. 1,1 miliar, yang
disalurkan kepada rekening kelompok atau lembaga langsung. Dengan adanya
kontribusi modal tersebut maka menjadi modal masyarakat dalam
melaksanakan kegiata usaha di BUMDes. Namun, dari sekitar 500 perusahaan
yang ada di Kabupaten Serang, diperkirakan masih dibawah 10 persen yang
mengalirkan CSR ke bidang pendidikan (Menurut Kepala Bidang SD pada
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Serang, Aber Nurhadi).

Melakukan kemitraan dengan berbagai sektor sektor publik. Berbagai


masalah yang dihadapi saat pelaksanaan BUMDes di Kabupaten Serang kami
rasa dapat diatasi atau diperbaiki dengan Peran dan keterlibatan lintas sektoral
seperti Dinas Koperasi dan UMKM agar dapat memberikan pemahaman
kepada masyarakat desa untuk melakukan revitalisasi koperasi dan
memberikan motivasi agar masyarakat desa mau dan mampu untuk
berwirausaha. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa juga dapat terlibat
tentunya sebagai pihak yang memang concern dan lebih banyak mengetahui
tentang karakteristik masyarakat pedesaan. Kemudian dapat pula melibatkan
sektor civitas akademik di Universitas seperti Fakultas Ekonomi dan Bisnis
yang dapat memberikan pembekalan kepada masyarakat misalnya tentang
strategi bisnis. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, dapat membantu menggali
dan mengelola potensi tempat wisata dan kebudayaan lokal yang ada di desa.
BUMN bidang perbankan dapat membantu masyarakat untuk mengelola
keuangannya dan dapat pula memberikan pinjaman sebagai modal usaha.
Melihat wilayah Kabupaten Serang yang memiliki karakteristik agraris,
kiranya penting untuk melibatkan Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan,
dan Peternakan agar dapat memberikan pembinaan maupun pelatihan dalam
mengelola pertanian perkebunan ataupun peternakan sehingga didapat hasil
panen yang maksimal dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Untuk dapat
mengakses desa yang terisolasi maupun untuk membenahi infrastruktur desa
maka diperlukan juga Dinas PUPR Kabupaten Serang.
Dengan mempermudah prosedur dan persyaratan izin usaha bagi
masyarakat desa di Kabupaten Serang, kami rasa akan turut membantu
pelaksanaan BUMDes menjadi lebih optimal. Di era kepemimpinan presiden
Jokowi telah diterapkan kebijakan pemangkasan beberapa tahap prosedur per-
izinan. Sejumlah bentuk kemudahan yang diatur antara lain penyederhanaan
prosedur memulai usaha dari 13 prosedur menjadi 7 prosedur, dengan
perubahan proses izin Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar
Perusahaan (TDP) menjadi terbit bersamaan, tidak lagi sendiri-sendiri.
Kemudahan usaha yang diberikan kepada UMKM, diharapkan investasi
domestik dapat terus mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dengan yang
ditargetkan. Sebagai contoh, kegiatan usaha yang dapat dilakukan dengan
memanfaatkan BUMDes adalah membangun sebuah sentra perdagangan yang
dapat mengakomodasi hasil produktivitas warga desa, membentuk kelompok
industri pengolahan buah maupun sayur, mendirikan Sentra Hasil Bumi Desa,
Sentra Kerajinan Desa, Sentra Makanan Olahan Desa, dan lain sebagainya.

Selanjutnya pembinaan dan pengawasan BUMDes juga perlu ditingkatkan


agar tujuan dari BUMDes itu sendiri dapat tercapai dan tepat sasaran.
Pemerintah Kabupaten Serang bekerja sama dengan BTN Persero dalam
rangka pendampingan dan pengembangan BUMDes. Pada tahap awal
dilakukan pelatihan-pelatihan guna meningkatkan pengelolaan SDM setempat.
Dalam hal ini, BTN nantinya akan memberikan bantuan permodalan,
pendampingan termasuk konsultasi serta pelatihan untuk jiwa kewirausahaan.
Hal tersebut dilakukan karena di desa adalah potensi untuk sumber daya desa
yang bisa dioptimalkan untuk memberikan benefit ke pemdanya.

Kemudian dari segi pengawasan sebenarnya telah diatur dalam buku


panduan pelaksaan BUMDes bahwa, Manajer Unit Usaha BUMDes
bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris. Laporan pertanggungjawaban
BUMDes disampaikan pada setiap akhir periode, melalui forum rembug desa
(musyawarah desa). Mekanisme dan tata tertib pertanggungjawaban ini
disesuaikan dengan AD/ART. Isi laporan pertanggungjawaban meliputi: 1.
Laporan Kinerja Pengelola selama satu periode; 2. Kinerja Usaha yang
menyangkut realisasi kegiatan usaha, upaya pengembangan, indikator
keberhasilan dan sebagainya; 3. Laporan Keuangan termasuk Rencana
Pembagian Laba Usaha; 4. Rencana-rencana Pengembangan Usaha yang
belum terealisasi. Pengawasan perlu dilakukan agar tidak terjadi
penyelewengan dana yang seharusnya digunakan untuk operasional BUMDes.
Salah satu contoh kasus tindak pidana korupsi beberapa waktu lalu telah
menjadikan Kepala Desa Binangun, Kecamatan Waringinkurung, Kabupaten
Serang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Alokasi Dana Desa (ADD)
tahun 2015-2016. Berdasar Permendesa No. 19/2017 diatur bahwa salah satu
Prioritas Penggunaan Dana Desa adalah untuk pengembangan BUMDes. Maka
dari itu keberadaan ADD akan sangat penting bagi keberlangsungan kegiatan
BUMDes.

Anda mungkin juga menyukai