Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PEMBNGUNAN EKONOMI PERDESAAN

MAKALAH MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI DESA


DALAM MENGATASI ISU GLOBAL DI ERA SOCIETY 5.0

Nama : ALAN DWI HADI SAPUTRO

NPP : 30.0772

Kelas : C-4

Absen : 04

PROGRAM STUDI PEMBANGUNAN EKONOMI DAN


PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

FAKULTAS POLITIK PEMERINTAHAN

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI JATINANGOR


2022

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemandirian Desa merupakan isu yang sangat sentral dalam pembangunan
masyarakat menjadi lebih berdaya guna. Lahirnya Undang-undang No 6 Tahun 2014
tentang desa memberikan angin segar kepada desa karena kebijakan tersebut telah
menjadikan desa tidak lagi dilihat sebelah mata bahkan telah mengangkat hak dan
kedaulatan desa secara utuh. Dimana terlihat Undang-Undang Desa menghargai
keberagaman desa yang tertuang dalam pasal 4 mengenai tujuan pengaturan desa.
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dengan melihat pengertian desa tampak bahwa diberikan keleluasaan desa
dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sehingga bukan lagi dijadikan obyek
melainkan sebagai subyek yang dapat membuat perencanaan, pelaksanaan dan juga
manfaat bagi penyelenggaraan pembangunan desa secara mandiri.
Dalam mewujudkan desa yang maju, kuat, serta mandiri diperlukan komitmen
yang kuat oleh semua pihak. Potensi-potensi yang ada di masing-masing desa
seharusnya dapat digali dan dikembangkan menjadi sumber daya ekonomi. Hal
tersebut bukan hanya bersifat potensi saja, tetapi perlu upaya pemberdayaan hingga
mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan kehidupan
masyarakat perdesaan. Konsep OVOP (one village one product) merupakan salah satu
konsep atau model kemandirian desa. Pengembangan potensi desa perlu dilakukan
melalui inovasi berbasis pada kearifan lokal. Potensi sumber daya dan keunikannya
merupakan salah satu upaya untuk mendorong perekonomian lokal menuju desa
mandiri. Desa mandiri merupakan desa yang mampu mendayagunakan sumber daya
dengan cara yang berbeda.
Society 5.0 adalah sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan
berbasis teknologi. Pada era ini, masyarakat diharapkan mampu menyelesaikan
berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi
yang lahir di era revolusi industri 4.0 untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Era
society 5.0 telah menjalar di semua negara maju sedangkan di Indonesia masih
berkutat dengan era revolusi 4.0, karena itu pemerintah saat ini terus mengembangkan
peran dan kemampuan skill sumber daya manusia untuk mengisi era industri 4.0. Era
society 5.0 tantangannya adalah kesiapan SDM akibat belum sepenuhnya mampu
menguasai teknologi informasi, sehingga pemerintah kecamatan dan desa sejak saat
ini, mulai mempersiapkan diri meningkatkan pengetahuan teknologi informasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalah dan uraian di atas, maka rumusan masalah yang
akan dibahas adalah Bagaimana membangun kemandirian ekonomi desa dalam
mengatasi isu global di era society 5.0?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui pembangunan
kemandirian ekonomi desa dalam mengatasi isu global di era society 5.0.
D. Manfaat
1. Menambah wawasan penulis mengenai konsep pembangunan kemandirian
ekonomi desa dalam mengatasi isu global di era society 5.0.
2. Menambah wawasan bagi pembaca mengenai konsep pembangunan
kemandirian ekonomi desa dalam mengatasi isu global di era society 5.0.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Membangun Kemandirian Ekonomi Desa


UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah memberikan legal standing dan
landasan strategis untuk pembanguan dan pemberdayaan masyarakat desa, menuju
desa yang mandiri dan sejahtera. UU Desa memberikan pengakuan dan penyerahan
kekuasaan berskala desa. Dengan pengakuan dan penyerahan kekuasaan tersebut,
desa memiliki kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan
masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat
desa. Dalam rangka menopang pelaksanaan kewenangan tersebut, UU No 6 Tahun
2014 mengamanatkan kepada pemerintah pusat untuk mentransfer dana ke desa yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam penjelasan UU No
6 Tahun 2014 disebutkan bahwa besaran alokasi anggaran yang peruntukannya
langsung ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana Transfer
Daerah (on top) secara bertahap.
Sejak tahun 2015 pemerintah telah mengelokasikan dana desa. Besarnya dana
desa dari tahun ke tahun secara statistik makin meningkat. Penyaluran dana desa
kurun waktu 2015 sampai dengan 2020 mengalami peningkatan secara terus menerus.
Peningkatan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang disalurkan ke
desa tersebut dimaksudkan untuk mendukung pembangunan desa yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan
sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan
sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Hal tersebut dalam rangka
melaksankan secara konsisten UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa. Harapannya
dengan peningkatan penyaluran dana desa akan mempercepat penurunan angka
kemiskinan di pedesaan sehingga dengan demikian juga akan mempercepat
peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.
Undang-undang desa telah memberi jaminan yang lebih pasti bahwa setiap
desa menerima dana dari pemerintah melalui anggaran negara dan daerah yang
jumlahnya berlipat, jauh diatas jumlah yang selama ini tersedia dalam anggaran desa.
Undang-Undang desa juga memberikan dasar menuju pemberdayaan komunitas yaitu
bahwa desa tidak lagi menjadi bawahan daerah, tetapi menjadi komunitas yang
mandiri. Sehingga setiap warga dan masyarakat desa berhak berbicara atas
kepentingan sendiri dan mengatur wilayah desanya sendiri. Kebijakan-kebijakan yang
dulu sering bersifat top-down, diharapkan dapat bergeser ke arah pendekatan bottom-
up melalui pelibatan dan partisipasi masyarakat desa dalam perencanan, pengelolaan
dan pengawasan pembangunan.
Namun demikian, alokasi dana desa yag terus meningkat selama 6 tahun
terakhir belum dapat menurunkan kemiskinan secara signifikan di pedesaan. Menteri
Keuangan Sri Mulyani, beberapa waktu lalu mengungkapkan hal tersebut dalam
dialog interaktif Diseminasi Dana Desa di Kabupaten Magelang (Kemenkeu, 2017).
Ungkapan tersebut bukan tanpa alasan. Jika kita melihat data statistik jumlah
penduduk miskin di desa memang mengalami penurunan dari waktu ke waktu.
Namun tren penurunan kemiskinan juga terjadi sebelum pemerintah mengalokasikan
dana desa di dalam APBN. Semua pihak perlu risau, dengan kondisi yang telah
diungkapkan oleh Menteri Keuangan di atas. Pertanyaan penting yang harus segera
mendapatkan jawaban adalah, mengapa dana desa yang sudah dikucurkan selama ini
masih belum maksimal memenuhi harapan undang-undang. Kemudian bagaimana
strategi pemberdayaan masyarakat diimplementasikan agar efektif dalam
memperbaiki kesejahteraan masyarakat desa. Tulisan ini bertujuan memberikan
analisis kritis seperti apakah kondisi kesejahteraan masyarakat di pedesaan. Sekaligus
juga mencoba mengidentifikasi dari mana memulai langkah atau strategi, dalam
upaya membangun kemandirian menuju kesejahteraan masyarakat desa seperti yang
dicita-citakan.
Data statistik meunjukkan bahwa trend penyaluran dana desa selama 6 tahun,
dari 2015 sampai dengan 2020, mengalami peningkatan yang sangat pesat. Tahun
2015, pertama kali dialokasikan di dalam APBN, dana desa masih sekitar Rp 20,76
triliun. Tahun 2016 dana desa yang dialokasikan besarnya sekitar Rp. 45,61 triliun.
Menjadi lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Trend kenaikan terus terjadi
di tahun-tahun berikutnya. Pada 2020 dana desa menjadi hampir tiga setengah kali
lipat sejak pertama kali dialokasikan, di tahun 2015. Besarnya menjadi sekitar Rp.
69,11 triliun. Trend kenaikan yang sangat signifikan ini merupakan bentuk komitmen
pemerintah pusat dalam mengimplementasikan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Tujuan disalurkannya dana desa adalah sebagai bentuk komitmen negara
dalam melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan
demokratis. Dengan adanya dana desa, desa dapat menciptakan pembangunan dan
pemberdayaan desa menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
Dana desa diprioritaskan untuk pembiayaan pelaksanaan program dan
kegiatan berskala lokal desa dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa dan kualitas hidup masyarakat serta penanggulangan kemiskinan.
Prioritas dana desa dialokasikan untuk membiayai bidang pemberdayaan masyarakat
didasarkan atas kondisi dan potensi desa, sejalan dengan pencapaian target RPJMDes
dan RKPDes setiap tahunnya, melalui:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi:
a. Pengembangan pos kesehatan Desa dan Polindes;
b. Pengelolaan dan pembinaan Posyandu; dan
c. Pembinaan dan pengelolaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
2. Pembangunan sarana dan prasarana desa, yang diantaranya dapat meliputi:
a. Pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana jalan desa;
b. Pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana jalan usaha tani;
c. Pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana embung desa;
d. Pembangunan energi baru dan terbarukan;
e. Pembangunan dan pemeliharaan sanitasi lingkungan;
f. Pembangunan dan pengelolaan air bersih berskala desa;
g. Pembangunan dan pemeliharaan irigasi tersier;
3. Pengembangan potensi ekonomi lokal guna meningkatkan kapasitas
masyarakat desa dalam pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan,
serta perluasan skala ekonomi masyarakat desa, melalui pembentukan badan
usaha milik desa (BUMDes).

Pembangunan Desa mengalami transformasi dan semakin nyata dengan


diterbitkannya UU 6/2014 tentang Desa. Undang-undang ini memberikan pengakuan
dan delegasi kewenangan kepada masyarakat desa untuk mengelola dan
menyelenggarakan urusannya secara otonom. Otonomi desa dalam Undang Undang
No. 6 tahun 2014 meliputi aspek self governing community sesuai hak asal usul dan
aspek local self government. Artinya undang-undang ini memberikan pengakuan dan
penyerahan kekuasaan berskala desa, yang memberikan kewenangan luas kepada desa
di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa,
pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa.

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 telah menempatkan desa sebagai subyek


pelaku pembangunan. Undang-Undang ini juga yang menjadi spirit paradigma ?desa
membangun?, dimana desa diposisikan sebagai subyek pembangunan. Pemerintah
desa menjadi pihak yang menfasilitasi tumbuh kembangnya kemandirian dan
kesejahteraan desa melalui skema kebijakan yang mengutamakan rekognisi dan
subsidiaritas. Undang-Undang desa memberikan dasar menuju pemberdayaan
komunitas yaitu bahwa desa tidak lagi menjadi bawahan daerah, tetapi menjadi
komunitas yang mandiri. Sehingga setiap warga desa dan masyarakat desa berhak
berbicara atas kepentingan sendiri dan mengatur wilayah desanya sendiri. Kebijakan-
kebijakan yang dulu sering bersifat top-down, diharapkan dapat bergeser ke arah
pendekatan bottom-up melalui pelibatan dan partisipasi masyarakat desa dalam
perencanan, pengelolaan dan pengawasan pembangunan.

Untuk mengukur seberapa mandiri desa melakukan pembangunannya,


Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
mengembangkan tools yang disebut Indeks Desa Membangun (IDM). IDM
merupakan indeks komposit yang dibentuk berdasarkan tiga indeks, yaitu Indeks
Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi dan Indeks Ketahanan
Ekologi/Lingkungan (Kemendesa, 2019).

Dimensi Ketahanan ekonomi yang membentuk IDM meliputi produksi desa,


akses distribusi, akses perdagangan, akses lembaga keuangan, lembaga ekonomi dan
keterbukaan terhadap perdagangan. Dimensi ketahanan ekonomi sangat berhubungan
dengan perputaran uang dan pemerataan pendapatan di desa. Keseluruhan aspek dari
dimensi ketahanan ekonomi mencerminkan peningkatan pembangunan desa.

Dimensi ketahanan sosial dalam membentuk Indeks desa Membangun yaitu


kesehatan, pendidikan, modal sosial, dan pemukiman. Pelayanan kesehatan dapat
diukur dari waktu tempuh ke prasarana kesehatan kurang dari 30 menit. Sebagai
contoh, akses sarana dan prasarana kesehatan yang tidak terlalu jauh menjadikan poin
penting dalam pembangunan desa. Sehingga sangat penting untuk memanfaatkan
dana desa dalam rangka pembangunan sarana dan prasarana kesehatan didesa.
Tersedia tenaga kesehatan bidan, dokter dan kesehatan lain di pusat kesehatan
masyarakat. Tidak hanya sarana dan prasarana yang tersedia, tetapi tenaga kesehatan
yang akan melayani masyarakat juga harus tersedia. Dimensi sosial yang dibangun
dari aspek pendidikan meliputi akses ke pendidikan dasar dan menengah yang
jarangnya kurang dari 3 kilometer sampai 6 kilometer. Akses ke pendidikan non
formal, yang terdiri dari kegiatan pemberantasan buta aksara, pendidikan anak usia
dini; pusat kegiatan belajar masyarakat/paket ABC; dan akses ke pusat keterampilan/
kursus. Akses ke pengetahuan, yang terdiri dari indikator taman bacaan masyarakat
atau perpustakaan desa. Kelengkapan terhadap akses pendidikan tersebut mendukung
pembangunan manusia di desa. Dimensi modal sosial lebih kearah pembangunan
solidaritas sosial dimana pembangunan kebiasaan gotong royong di desa, keberadaan
ruang publik terbuka bagi warga yang tidak berbayar, ketersediaan fasilitas atau
lapangan olahraga, dan terdapat kelompok kegiatan olahraga. Selanjutnya memiliki
toleransi yang tinggi terhadap perbedaan yang terjadi di desa. Warga desa
berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa yang berbeda, dan keragaman agama
di desa. Menciptakan rasa aman penduduk terhadap keberadaan desa meliputi
membangun pemeliharaan poskamling lingkungan, Siskamling, tingkat kriminalitas
yang terjadi di desa, tingkat konflik yang terjadi di desa; dan upaya penyelesaian
konflik yang terjadi di desa.

Dimensi ketahanan lingkungan meliputi kualitas lingkungan hidup dan potensi


rawan bencana. Kualitas lingkungan hidup berkaitan dengan keberlangsungan hidup
manusia. Lingkungan hidup yang bersih dan berkualitas meliputi ada atau tidak
adanya pencemaran air, tanah dan udara. Selanjutnya sumber air yang berada didesa
yaitu sungai. Potensi rawan bencana dan tanggap bencana, yang terdiri dari indikator
Kejadian bencana alam (banjir, tanah longsor, kebakaran hutan); dan Upaya atau
tindakan terhadap potensi bencana alam (tanggap bencana, jalur evakuasi, peringatan
dini dan ketersediaan peralatan penanganan bencana).

Berdasarkan IDM, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi


mengklasifikasikan desa menjadi; desa sangat tertinggal, desa tertinggal, desa
berkembang, desa maju dan desa mandiri.
Desa sangat tertinggal atau pratama adalah desa yang mengalami kerentanan
karena masalah bencana alam, goncangan ekonomi, dan konflik sosial sehingga tidak
berkemampuan mengelola potensi sumberdaya sosial, ekonomi, dan ekologi serta
mengalami kemiskinan dalam berbagai bentuknya.

Desa tertinggal adalah desa yang memiliki potensi sumber daya sosial,
ekonomi, dan ekologi tetapi belum, atau kurang mengelolanya dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia serta mengalami
kemiskinan dalam berbagai bentuknya.

Desa berkembang adalah desa potensial menjadi desa maju, yang memiliki
potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi tetapi belum mengelolanya secara
optimal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia
dan menanggulangi kemiskinan.

Desa maju adalah desa yang memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi
dan ekologi, serta kemampuan mengelolanya untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat desa, kualitas hidup manusia, dan menanggulangi kemiskinan.

Desa mandiri adalah desa maju yang memiliki kemampuan melaksanakan


pembangunan desa untuk peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat desa dengan ketahanan sosial, ketahanan ekonomi, dan
ketahanan ekologi secara berkelanjutan.

B. Pemberdayaan Masyarakat Desa


Pemberdayaan masyarakat secara lugas diartikan sebagai suatu proses
membangun manusia melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan
perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat. Beberapa permasalahan
pokok yang sering ditemukan dalam pemberdayaan masyarakat di desa antara lain:
1) Rendahnya kualitas SDM yang di akibatkan rendahnya pendidikan;
2) Terbatasnya alternative pekerjaan yang berkualitas dimana masyarakat
berorientasi pada sektor ekonomi primer yaitu pertanian;
3) Lemahnya keterkaitan ekonomi sektoral dan spasial maksudnya bersifat
tunggal dan tidak ada organisasi mengakibatkan minimnya nilai tambah;
4) Minimnya sarana publik di desa baik kesehatan, pendidikan dan akses
fisibilitas maupun prasarana pendukung lainnya;
5) Rendahnya kepemilikan aset lahan yang mengakibatkan kurangnya minat
inverstor/pemberi modal; Kerentanan bencana tinggi merupakan salah satu
permasalahan besar;
6) Dalam organisasi desa, partisipasi masyarakat dalam kelembagaan dan
organisasi masyarakat masih rendah; dan
7) Lemahnya koordinasi lintas bidang dan pengembangan kawasan pedesaan.

Pemberdayaan masyarakat desa merupakan suatu upaya mengembangkan


kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan menigkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran serta memanfaatkan sumberdaya
melalui kebijakan program, kegiatan, dan pendampingan dan prioritas kebutuhan
masyarakat desa (Kemendesa, 2019).

Dari pengertian di atas tujuan utama pemberdayaan masyarakat meliputi


pengembangan kompetensi masyarakat, mengubah perilaku masyarakat dan
mengorganisir diri masyarakat. Pertama, kemampuan masyarakat yang perlu
dikembangkan, diantaranya kemampuan untuk berusaha, kemampuan mencari
informasi, mengelola kegiatan, kemampuan dalam pertanian dan banyak hal lainnya.
Kedua, Perilaku masyarakat yang dapat diubah adalah perilaku yang merugikan
masyarakat tentunya, atau sesuatu yang menghambat dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Ketiga, pengorganisasian masyarakat dapat dijelaskan
sebagai suatu upaya masyarakat untuk saling mengatur dalam mengelola kegiatan
atau program yang telah dikembangkan. Program atau kegiatan tersebut yaitu
masyarakat dapat membentuk panitia kerja, pembagian tugas, melakukan pengawasan
dan membuat rencana kegiatan. Langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam upaya
pemberdayaan meliputi proses penyadaran, kemudian pelatihan dan pengorganisasian.

Penyadaran memiliki makna yang berarti bahwa masyarakat secara


keseluruhan sadar bahwa mereka mempunyai tujuan dan permasalah. Namun,
masyarakat juga sadar akan menemukan peluang dan memanfaatkannya, menemukan
sumberdaya yang telah ada di tempat mereka tinggal. Pelatihan formal maupun
nonformal. Melalui pendidikan, kesadaran masyarakat akan terus berkembang untuk
semua kalangan baik itu kalangan orangtua, wanita maupun kaum miskin. Agar
menjadi kuat, masyarakat tidak cukup dengan suatu keterampilan saja namun juga
harus diorganisir. Organisasi berarti segala sesuatu yang dikerjakan dengan cara yang
teratur, ada pembagian tugas antara individu yang bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan tugas dan ada kepemimpinan yang tidak hanya terdiri dari segelintir
orang namun berbagai tingkatan.

Paradigma desa membangun lebih menekankan pada pelibatan semua


penduduk desa dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa.
Dengan paradigma ini, pembangunan desa yang direncanakan secara sistematis hanya
dapat berhasil jika melibatkan semua segmen dan kelompok yang berada di desa
secara langsung dan memberikan perhatian, saran, dan kontribusi mereka. Upaya
yang diprakarsai oleh anggota masyarakat desa, tokoh masyarakat dan pejabat hanya
bisa berhasil dan berkelanjutan jika dilakukan dengan keterlibatan penuh dan luas
anggota masyarakat di semua tahap proses. Partisipasi masyarakat terbagi atas
beberapa pendekatan yaitu partisipasi individu, sosial dan publik.

Minimal ada 3 (tiga) komponen penting yang harus diperhatikan dalam


perencanaan pembangunan desa berbasis partisipatif. Ketiga komponen tersebut
meliputi:

1) Database desa, ketersediaan informasi terperinci dan terbaru tentang semua


aspek desa sangat penting.
2) Partisipasi masyarakat. kebersamaan orang-orang desa yang tertarik serta
terlibat dalam proses perencanaan dan pengembangan kegiatan.
3) Manajemen, kesiapan rencana yang sistematis untuk berbagai jenis kegiatan
pembangunan, melaksanakannya dan mengelola sistem dan proyek yang
dikembangkan.
Selain beberapa pendekatan yang telah disebutkan di atas, perlu dan
pentingnya dukungan dan kerjasama lintas sector dalam membangun desa.
Pengembangan desa menuju desa mandiri memerlukan kerjasama yang melibatkan
beragam sektoral dan stakeholder pada suatu wilayah. Kerjasama ini tidak saja
kerjasama dalam bentuk horisontal (antar elemen masyarakat desa), tetapi juga
kerjasama vertikal termasuk di dalamnya kerjasama antar instansi pemerintah di
daerah.
C. Mengenal Konsep Society 5.0
Di tengah Bangsa Indonesia mempersiapkan pendidikan untuk menghadapi
Revolusi Industri 4.0 saat ini sudah muncul hal lain yang tidak kalah pentingnya yaitu
Society 5.0. Society 5.0 didefinisikan sebagai masyarakat yang berpusat pada
manusia yang menyeimbangkan kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah
sosial dengan sistem yang sangat mengintegrasikan ruang dunia maya dan ruang fisik.
Berdasarkan uraian tersebut disebutkan bahwa manusia sebagai pusat tatanan
kehidupan yang menyeimbangkan kemajuan ekonomi. Seperti kita ketahui ekonomi
merupakan hal yang sangat penting dan vital dalam kehidupan, segala macam hal
yang dikembangkan pasti ujungnya juga untuk meningkatkan atau mengembangkan
perekonomian baik dalam lingkup sempit maupun lingkup luas.
Berkembang tidaknya kegiatan ekonomi akan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan sosial masyarakat, hal tersebutlah yang menjadi fokus dalam Society 5.0
ini untuk mengintegrasikan antara kehidupan dunia nyata dan dunia maya. Kehidupan
Dunia maya saat ini sudah menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari setiap
manusia, apalagi dari kehidupan generasi milenial dan generasi Z.
Melalui dunia maya sangat memudahkan manusia untuk dapat saling
terhubung secara cepat dan murah. bahkan dunia maya selalu bisa mengubah pola
pikir masyarakat dengan berbagai jenis social media. Dengan adanya Society 5.0 ini
manusia di ajarkan untuk dapat mengintegrasikan kehidupan antara dunia maya dan
dunia nyata dengan baik, sehingga akan terjadi keselarasan yang berdampak terhadap
meningkanya kualitas kehidupan manusia.
Awal kemunculan Society 5.0 berasal dari negara jepang, Konsep ini
memungkinkan kita untuk menggunakan ilmu pengetahuan yang berbasis modern
(AI, robot, IoT, dsb) untuk melayani kebutuhan manusia. Tujuan dari konsep ini
sendiri adalah mewujudkan masyarakat dimana manusia-manusia di dalamnya benar-
benar menikmati hidup dan merasa nyaman. Society 5.0 sendiri baru diresmikan pada
21 Januari 2019 dan dibuat sebagai solusi atas Revolusi Industri 4.0 yang ditakutkan
akan mendegradasi umat manusia.
Sebelumnya di jepang juga di kenal Masyarakat Berburu (Society 1.0),
Masyarakat Pertanian (Society 2.0), Masyarakat Industri (Society 3.0) dan
Masyarakat Informasi (Society 4.0). Hal ini sebenarnya tidak berbeda jauh dengan
revolusi industri 4.0, keduanya sama sama mengarah pada kecerdasan buatan manusia
dalam kehidupan dan tatanan dunia industri. Namun terdapat beberapa hal yang
membedakan sebagai identitas masing-masing jenis ini.
Dalam Society 5.0, nilai baru yang diciptakan melalui perkembangan
teknologi dapat meminimalisir adanya kesenjangan pada manusia dan masalah
ekonomi pada kemudian hari. Memang terdengar sulit untuk dilakukan mengingat
saat ini masalah tersebut masih saja terjadi terutama di negara berkembang seperti
Indonesia. Namun bukan berarti tidak bisa di lakukan. Jepang sendiri sudah
membuktikan sebagai negara dengan teknologi paling maju saat ini. Tentunya dengan
hal tersebut. Jepang akan terus mengembangkan teknologi hingga konsep Society 5.0
bisa terealisasikan sepenuhnya.
Pada Society 5.0 masyarakat tidak perlu repot-repot lagi dalam melakukan
sesuatu yang dianggap sulit. Sebagai contoh, pada zaman ini, ketika melakukan
pengiriman barang, perlu waktu berhari-hari hingga barang itu bisa sampai, belum
lagi kendala teknis yang memungkinkan proses pengiriman tersebut menjadi semakin
lama. Society 5.0 mencoba membuat sesuatu yang lebih modern dengan cara
menggunakan drone sebagai alat bantu manusia. Dengan didukung dengan Iot, robot,
juga kecerdasan buatan, drone dapat mempercepat pengiriman barang sehingga waktu
yang diperlukan juga lebih singkat dan tentunya meminimalisir kendala teknis yang
ada.
Selanjutnya dalam bidang kesehatan, teknologi AI memungkinkan kita untuk
mengetahui informasi kesehatan keluarga kita, dengan begitu kita tidak perlu cemas
ketika sewaktu-waktu keluarga kita mengalami masalah pada kesehatan kita, karena
dengan bantuan AI juga kecerdasan buatan, dapat memberikan informasi mengenai
detak jantung juga tekanan darah. Society akan sangat berguna pada rumah pintar,
jika setiap bangun tidur kita membutuhkan alarm. Namun AI bisa memastikan apakah
kita benar-benar bangun atau tidak, juga ketika rumah kita sedang ditinggal pergi, AI
dapat membuat sistem keamanan seperti CCTV namun dalam aspek yang lebih
modern sehingga rumah bisa lebih aman untuk ditinggali.
Lalu dalam bidang transportasi, sebagian orang pasti mempunyai rumah yang
akses jalannya tidak mendukung dengan transportasi yang ada, sehingga akses rute
terkadang tidak terdapat di internet. Bagi lansia mungkin akan semakin kesulitan
mengingat tenaga mereka yang sudah tidak seperti dulu lagi, dan tentunya akan
kesulitan dalam menggunakan teknologi yang ada. AI dapat memungkinkan
kendaraan umum bisa mengakses rute terpencil dan tidak perlu mengeluarkan biaya
yang mahal untuk menyewa supir. AI bisa mendeteksi apakah pengendara tersebut
mengantuk ataupun tidak dalam kondisi yang baik sehingga dapat mengurangi resiko
kecelakaan.
Sebenarnya contoh-contoh kecil dari konsep Society 5.0 sudah ada dan beberapa
sudah kita rasakan. Hanya saja belum terintegrasi satu dengan lainnya. Society 5.0
merupakan suatu program dimana inovasi yang dilakukan bukan semata hanya
mengenal inovasi teknologi melainkan apa kebutuhan dari masyarakat.
D. Manajemen Sumber Daya Manusia di Era 5.0 Untuk Mengatasi Isu Global Di
Era Society 5.0
Adanya trend society 5.0 tentu menimbulkan dampak positif dan negatif
diwaktu yang bersamaan. Adapun dampak positif dari adanya trend society 5.0 ini
yaitu: (1) munculnya model bisnis baru, (2) munculnya pekerjaan dan profesi-profesi
baru, (3) menjadi solusi terbaik untuk menghasilkan produk. Sedangkan dampak
negatif dari adanya trend society 5.0 ini yaitu: (1) Banyak pekerjaan dan profesi lama
yang hilang tergerus oleh zaman, (2) Lingkungan yang terancam, (3) Terdistorsinya
para SDM yang tidak unggul, tidak berkompeten serta tidak mampu beradaptasi
dengan perkembangan teknologi akan tersisih karena tidak mampu bersaing.
Untuk itu, pada era society 5.0 sangat membutuhkan SDM yang unggul dan
berdaya saing tinggi. Agar terbentuknya SDM yang unggul dan berdaya saing, tentu
para SDM tersebut harus memiliki kompetensi. Ada beberapa kompetensi yang harus
dimiliki oleh SDM di era society 5.0 diantaranya yaitu:
1) Leadership yaitu, kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin. Di era ini
kita di tuntut untuk menjadi setidaknya pemimpin bagi diri kita sendiri, berani
mengambil keputusan kuat terhadap tantangan dan siap dalam situasi apapun.
Seorang pemimpin yang hebat tentunya akan menghasilkan keputusan yang
hebat, yang berdampak kepada orang-orang yang dipimpinnya.
2) Language skills yaitu, kemampuan berbahasa asing khususnya bahasa Inggris
merupakan kemampuan yang harus dimiliki di era revolusi 5.0 ini. Mengapa ?
karena di era ini tidak ada lagi batasan yang membuat kita dapat
berkomunikasi lintas negara, dan untuk memudahkan kita menjalin
komunikasi dengan berbagai macam orang di seluruh dunia maka kemampuan
berbahasa standar internasional adalah salah satu hal yang perlu dimiliki di era
5.0. Kemampuan berbahasa asing khususnya bahasa inggris merupakan hal
mutlak yang harus dimiliki oleh karena setiap sistem yang berbasis teknologi
secara menyeluruh saat ini telah memberikan petunjuk (instruksi) penggunaan
dalam bahasa inggris, bagaimana mungkin kita dapat mengoperasikan
teknologi canggih dan bersaing jika untuk mengoperasikan teknologi dengan
panduan bahasa asing saja kita tidak mengerti.
3) IT Literacy yaitu, di era 5.0 dimana teknologi IT menjadi penggerak utama,
semua literatur mengenai pengetahuan dapat di cari menggunakan internet. Di
masa 5.0 diperlukan SDM yang memiliki kemauan mengembangkan dan
meningkatkan ilmu pengetahuan. Di era 5.0 ini semua pengetahuan dapat kita
cari dengan menggunakan internet, untuk itu maka kita seharusnya mampu
memiliki pengetahuan yang lebih luas, akurat dan tanpa batasan karena semua
data dapat di cari dengan mudah saat ini melalui jaringan internet.
4) Writing skills yaitu, kemampuan dalam menulis merupakan hal yang penting.
Dengan kemampuan menulis yang baik maka akan mendorong kita lebih
kreatif lagi menciptakan tulisan-tulisan yang berguna bagi khalayak ramai.
Dengan menulis kita dapat menuangkan ide dan gagasan yang kita miliki dan
pemikiran maupun inovasi baru dapat ditularkan dalam memasuki era Society
5.0.”
Selain itu ada tiga kemampuan lagi yang dibutuhkan dalam menghadapi
society 5.0. diantaranya yaitu:
1) Problem Solving yaitu, kemampuan untuk memecahkan permasalahan.
Kemampuan ini adalah hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh SDM di
era 5.0, karena di era 5.0 kita dihadapkan pada keadaan volatility, uncertainty,
complexity, ambiguity, (VUCA) yang tidak dapat di prediksi, banyak
kemungkinan yang dapat terjadi di era ini, oleh karena itu kemampuan dalam
memecahkan masalah dengan cepat dan tepat merupakan kemampuan yang
sangat dibutuhkan di era 5.0 ini.
2) Critical Thinking yaitu, untuk dapat memecahkan masalah tentunya kita
harus dapat berfikir secara kritis, kemampuan berfikir secara kritis dan
menganalisa persoalan yang terjadi akan membuat kita mampu mencari jalan
keluar yang efektif dan efisien.
3) Creative yaitu, SDM yang memiliki kreatifitas yang tinggi sangat dibutuhkan
di era VUCA dan di era 5.0 ini dikarenakan di era ini semua sudah berbasis
teknologi dan kita di dorong untuk tetap berinovasi guna mengikuti
perkembagan zaman.
Tujuh jenis kompetensi itu semua jika dimiliki dan di implementasikan oleh
para SDM, maka dapat dipastikan para SDM tersebut mampu menjadi unggul dan
berdaya saing tinggi di era society 5.0.
Masih terkait dengan paparan mengenai adanya trend society 5.0 ini
sebenarnya menimbulkan dampak secara tidak langsung bagi Negara Indonesia,
dimana Indonesia sebagai negara berkembang berhak untuk berperan secara aktif
dalam mempersiapkan trend society 5.0. Indonesia juga memiliki penduduk yang
sangat banyak dengan jumlah terbanyak keempat di dunia dan terbanyak di Asia
Tenggara sehingga sangat diperlukan pembangunan manusia yang berkualitas agar
mampu menjadi modal besar untuk kemajuan negara Indonesia.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpilan
Dari paparan diatas dapat disimpulkan beberapa hal:
1. Dana desa yang cukup besar yang sudah disalurkan pemerintah ternyata tidak
cukup efektif memperbaiki kesejahteraan masyarakat desa.
2. Pembangunan desa yang tidak menempatkan masyarakat desa sebagai subyek,
tidak mampu mempercepat pengurangan angka kemiskinan pedesaan, sehingga
kemandirian desa lambat dicapai.
3. Kemandirian desa diukur dari tiga aspek yaitu, ketahanan ekonomi, ketahanan
sosial dan ketahanan ekologi/lingkungan.
4. Langkah-langkah pemberdayaan masyarakat desa bisa dimulai dengan
penyadaran, pelatihan, pengorganisasian, pembangunan kekuatan dan
membangun dinamika.
5. Pembangunan desa berbasis partisipasi masyarakat memerlukan tiga komponen,
databese tentang desa yang terperinci serta up to date, partisipasi masyarakat
dalam perencanaan dan pengembangan kegiatan, serta manajemen yang
sistematis untuk berbagai kegiatan di desa.
6. Sinergi dan kolaborasi baik secara horisontal maupun vertikal, antar sektor dan
antar instansi pemerintah di daerah, diperlukan untuk membantu proses
pendampingan dan pemberdayaan masyarakat desa.
7. Pengembangan Sumber Daya Manusia merupakan hal sangat penting dalam
mengatasi isu global di era society 5.0.
8. Pengembangan Sumber Daya Manusia di Desa menjadi tantangan yang sangat
besar bagi pemerintah karena mengubah mindset atau pola pikir masyarakat desa
agar lebih maju dan mudah menerima perubahan.

Anda mungkin juga menyukai