Anda di halaman 1dari 10

PENERAPAN SMART VILLAGE DALAM RANGKA

PENGEMBANGAN DESA
Tugas Terstruktur Mata Kuliah Manajemen Pemerintahan dan
Pembangunan Desa

DISUSUN OLEH :
Muhammad Rifa’i F1B018054
Naufal Rizky Rahman F1B018066
Ghaffara An Naffi F1B018081

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN BUDAYA


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
PURWOKERTO
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desa secara etimologi berasal dari Bahasa sansekerta yaitu “deca” yang memiliki
arti tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran. Sedangkan menurut KBBI desa adalah
satu kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem
pemerintahan sendiri dan dikepalai oleh seorang kepala desa, atau dengan kata lain
desa merupakan kelompok rumah luar kota yang merupakan kesatuan. Desa ini
terbentuk atas dasar prakarsa beberapa kepala keluarga yang sudah lama menetap
dengan memperhatikan asal-usul wilayah dan keadaan Bahasa, adat, ekonomi, serta
sosial budaya orang sekitar yang pada akhirnya terbentuklah desa. Selain itu desa
merupakan satuan pemerintahan di bawah kabupaten/kota. Berdasarkan UU No. 06
Tahun 2014 tentang desa menyebutkan bahwa desa adalah desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,
hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa memiliki batas-batas wilayah hukum tertentu dan memiliki kekuasaan
hukum dan desa ini dikepalai oleh seorang kepala desa. Selain itu desa juga dapat
dikatakan sebagai suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan
lingkungannya yang mana dari perpaduan tersebut menghasilkan suatu wujud atau
ketampakan dimuka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial,
ekonomi, politik, dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga
dalam hubungan dengan daerah lain. Desa dipimpin oleh seorang kepala desa yang
mana kepala desa tersebut dipilih secara langsung oleh dan dari penduduk desa.
Kepala desa mempunyai masa jabatan selama 6 tahun terhitung dari tanggal
pelantikan. Kemudian kepala desa hanya bisa menjabat paling banyak 3 kali masa
jabatan secara berturut-turu atau tidak secara berturut-turut.
Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan dipertegas oleh PP
Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanan Undang-Undangan Nomor 6
tahun 2014 tentang desa, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 tahun 2016
tentang Kewenangan Desa, melahirkan kebijakan tentang desa untuk mampu dengan
leluasa mengurus rumah tangganya sendiri (desa otonom), mengakibatkan
peningkatan yang signifikan pada pengembangan inovasi desa. Perhatian utama
pembangunan di Indonesia perlu diarahkan dengan berorientasi pada pembangunan di
desa, karena sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah pedesaan. Salah
satu cara untuk mengembangkan desa adalah dengan mengeluarkan beberapa inovasi
diberbagai sektor terutama pada pelayanan publik. Namun, untuk melakukan sebuah
inovasi pemerintah kini dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman yang semakin
canggih agar nantinya inovasi yang telah dilakukan oleh pemerintah desa dapat
dirasakan oleh seluruh kalangan dan yang pasti mudah diakses. Kemiskinan menjadi
masalah yang berat dan serius, dimana tingkat kemiskinan yang begitu tinggi terletak
pada pedesaan. Sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah desa untuk
mengentaskan kemiskinan. Namun, hasilnya masih nihil karena hampir setiap tahun
jumlah orang miskin semakin bertambah. Tingginya angka pengangguran juga
menjadi satu masalah yang besar. Banyak masyarakat yang sebenarnya memiliki
kemampuan dan keahlian yang mumpuni disegala bidang tetapi karena adanya
batasan minimal wajib belajar, maka kemampuan dan keahlian yang dimilikinya jadi
tidak terpakai karena bekerja serabutan dan tidak sesuai dengan minatnya.
Untuk mengatasi masalah yang ada, pembangunan dan pengembangan desa dapat
dilakukan dengan cerdas (smart), yang artinya penyelesaian masalah dapat dilakukan
lebih cepat daripada pertumbuhan masalah itu sendiri. Solusi cerdas yang dimaksud
adalah dengan mengembangkan desa ke arah “Smart Village”, yang mana Smart
Village tersebut merupakan sebuah konsep yang menghadirkan ekosistem yang
memungkinkan pemerintah, industri, akademisi maupun elemen masyarakat terlibat
untuk menjadikan desa menjadi lebih baik. Konsep ini sendiri diukur dengan melihat
kinerja pengelolaan sumber daya desa sehingga nantinya akan menjadi lebih efisien,
berkelanjutan dan melibatkan beragam elemen masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti pada
penelitian ini adalah
1. Bagaimana membangun dan mengembangkan desa menuju smart village ?
2. Bagaimana Smart Village dapat mengembangkan potensi desa ?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Bagaimana membangun dan mengembangkan desa menuju smart


village?
Menurut Wiswanadham (2010) berpendapat bahwa smart village merupakan
sebuah layanan yang memanfaatkan teknologi informasi dalam melaksanakan
aktifitas desa yang dikelola oleh masyarakat desa secara efektif dan efisien. Smart
kampung atau smart village merupakan pengembangan konsep dimana
masyarakat desa berada dalam suatu komunitas yang mengatasi permasalahan
wilayah dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang dimilikinya secara
cerdas, bijak, dan efisien serta mengangkat adat istiadat dan budaya setempat,
serta norma-norma yang berlaku (Baru, Djunaedi, & Herwangi, 2019)
Konsep pengembangan smart village ini tidak hanya berfokus pada penerapan
kecanggihan teknologi pada suatu desa, namun merujuk pada perubahan keadaan
desa menjadi lebih baik dan sejahtera dengan memaksimalkan pengelolaan
sumberdaya yang dimilikinya secara efektif, efisien dan berkelanjutan. Konsep
smart village merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terlepaskan dari
perkembangan konsep smart city. Unit pemerintahan terendah dalam struktur
pemerintahan berada pada wilayah desa, yang juga memerlukan adanya suatu
pembaharuan terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
sehingga dapat mempercepat perkembangan smart city (Aditama, 2018; Badri,
2016; Mayoan, 2016). Karakteristik wilayah desa, budaya, masyarakat yang
homogen, menjadi suatu alasan bahwa pengembangan wilayah desa tidak dapat
disamakan dengan lingkup kota dalam penerapan teknologi informasi dan
komunikasi. Perlu adanya suatu konstruksi konseptual yang mendasar pada
karakteristik wilayah desa dalam menerapkan teknologi informasi dan
komunikasi, sehingga desa mampu menciptakan sinergitas antara pemerintah,
masyarakat danlingkungan dengan mendasar pada nilai, karakter dan norma yang
dimiliki desa (Herdiana, 2019)
Konteks pengembangan smart city di Indonesia, menempatkan berbagai
elemen yang terdiri dari smart economy, smart infrastructure, smart governance,
smart environment, smart living dan smart people sebagai unsur yang mendorong
terwujudnya penerapan smart city. Keberfungsian elemen-elemen tersebut
menjadi dasar keberhasilan penerapan smart city. Elemen-elemen tersebut harus
memiliki kesiapan yang sama dalam adopsi teknologi informasi. Dalam
praktiknya, smart city lebih menekankan kepada pendekatan top-down, dalam
artian adanya otoritas untuk mendorong dan menekan elemen-elemen yang ada
untuk menjalankan fungsinya sesuai peran yang telah disusun dalam konsep
smart city, yaitu institusi negara sebagai pihak yang memiliki kewenangan.
Berbeda dengan pengembangan smart city, pengembangan smart village harus
dipahami sebagai kondisi yang menunjukan adanya dorongan dari bawah, yaitu
dari masyarakat untuk lebih bisa menggali potensi dan meningkatkan kapasitas
yang dimilikinya. Keinginan tersebut kemudian didorong oleh pemerintah desa
sebagai cara untuk memberikan pembinaan dan pemberdayaan agar terwujud
peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Dengan demikian
pemanfaatan teknologi informasi dijadikan sebagai alat atau “tools” dalam
upayanya mewujudkan keinginan tersebut dan bukan sebagai tujuan atau “goals”.
Dari pemahaman tersebut, maka pengembangan smart village didasarkan kepada
pendekatan dari bawah “bottom-up” atas prakarsa dan keinginan masyarakat,
sehingga adanya penguatan kelembagaan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah desa melalui
pembinaan dan pemberdayaan masyarakat dengan pemanfaatan teknologi
informasi sepenuhnya dilakukan dalam kapasitas pemerintah sebagai fasilitator.
Dengan begitu, maka sasaran masyarakat yang dituju jelas merupakan kategori
masyarakat menengah, miskin dan belum terberdayakan, sehingga pengembangan
teknologi informasi mampu mendorong kelompok masyarakat tersebut mencapai
peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup.
Pengembangan smart village dalam prosesnya memerlukan analisis tentang
berbagai nilai, karakter dan norma yang ada di masyarakat. Hal ini menjadi
penting karena masyarakat ditempatkan sebagai customer dari teknologi
informasi. Masyarakat diberikan prioritas mengenai potensi dan karakter mana
yang ingin dikembangkan dan dilembagakan melalui dukungan teknologi
informasi, sehingga akan tercipta pemanfaatan teknologi yang tepat guna
didasarkan kepada kebutuhan dan karakter masyarakat dalam kerangka smart
village. Alasan lainnya, yaitu dengan adanya identifikasi secara mendalam
terhadap berbagai nilai, karakter dan norma yang ada, maka akan menentukan
ukuran dari teknologi informasi yang akan dipergunakan, mengingat adopsi
teknologi informasi dalam praktiknya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Jadi, pada akhirnya diharapkan akan terjalin kesesuian antara nilai, karakter,
norma dan masalah dengan teknologi informasi dalam pengembangan smart
village. Dari pemahaman tersebut, menunjukan bahwa terdapat perbedaan tujuan
pengembangan smart village jika dibandingkan dengan smart city. Penyesuaian
teknologi informasi dengan nilai, karakter dan norma yang ada di desa akan
mampu menciptakan sinergitas di antara keduanya dan akan mampu mewujudkan
pemberdayaan, penguatan kelembagaan, dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat perdesaan yang didasarkan atas pemanfaatan teknologi informasi.
2. Bagaimana Smart Village dapat mengembangkan potensi desa ?
Smart Village merupakan salah satu factor pendorong dari pembangunan
berkelanjutan atau kita sebut sebagai Sustainable Development Goals (SDGs) .
SDGs Desa adalah upaya terpadu mewujudkan Desa tanpa kemiskinan dan
kelaparan, Desa ekonomi tumbuh merata, Desa peduli kesehatan, Desa peduli
lingkungan, Desa peduli pendidikan, Desa ramah perempuan, Desa berjejaring,
dan Desa tanggap budaya untuk percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan. Dalam bahasa kerennya Sustainable Development
Goals disingkat SDGs. SDGs Desa merupakan role pembangunan berkelanjutan
yang akan masuk dalam program prioritas penggunaan Dana Desa Tahun 2021.
Desa yang termasuk salah satu factor utama pada program SDGs kemudian
mulai diploting dari yang sebelumnya bersifat tradisional menuju modern.
Dorongan perubahan tersebut tak lepas dari kemajuan teknologi yang makin maju.
Desa pada umumnya memiliki homogenitas pada komoditas yang dihasilkan.
Homogenitas tidak hanya ada disatu desa saja, umumnya pada desa yang
berdekatan disuatu wilayah maka hasil komoditasnya akan sama. Tingkat
homogenitas ini pada masa tradisional menjadi kesulitan tersendiri dimana
produk tidak dapat dijual dengan jumlah besar karena berbagai keterbatasan serta
tingkat kebutuhan yang relatif rendah. Dengan keadaan yang terbentuk kemudian
muncul juga masalah dimana angka kemiskinan Indonesia banyak disumbangkan
dari sektor pedesaan.
Smart village merupakan desa yang secara inovatif menggunakan teknologi
informasi untuk meningkatkan kualitas hidup, efisiensi dan daya saing dalam
aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dalam penerapannya tidak hanya
mampu menerapkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, tetapi juga
mengembangkan potensi desa dalam berbagai bidang, meningkatkan ekonomi,
dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa berbasis teknologi informasi
dan komunikasi.
Konsep smart village difokuskan pada daerah pedesaan dan komunitas dengan
membangun kekuatan dan aset saat ini serta mengembangkan peluang baru. Pada
konsep smart village, tradisi, jaringan. dan layanan baru ditingkatkan melalui
teknologi digital yang lebih baik. Telekomunikasi, inovasi dan penggunaan
pengetahuan, untuk kepentingan komunitas pedesaan dan bisnis. Teknologi
digital dan inovasi dapat mendukung kualitas kehidupan, standar hidup yang
lebih tinggi, layanan publik untuk warga negara, penggunaan sumber daya yang
lebih baik, lebih kecil dampak lingkungan, dan peluang baru untuk rantai nilai
pedesaan dalam hal produk yang lebih baik. Konsep smart village tidak
mengusulkan solusi satu ukuran untuk semua. Smart village diiimplementasikan
atas kepekaan daerah berdasarkan kebutuhan dan potensi masing-masing daerah
dan strateginya didukung dengan strategi teritorial baru atau yang sudah ada. Hal
penting dalam smart village adalah teknologi dalam investasi dalam infrastruktur,
pengembangan bisnis, pengembangan kapasitas sumber daya manusia komunitas.
Sebagai contoh implementasi smart village merujuk pada Desa Dukuh
Rejosari di Kabupaten Kebumen yang memberikan pelayanan wifi gratis kepada
masyarakat desa. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada dipadukan
dengan program pemberdayaan yang telah dilakukan sebelumnya pada Desa
Dukuh Rejosari, program ini bertujuan untuk mengembangkan desa memiliki
kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Dengan teknologi yang dimasa
globalisasi ini dianggap sebagai kebutuhan bahkan keharusan maka pemerintah
desa melakukan inovasi dimana memberikan wifi gratis demi menaikkan tingkat
perekonomian desa. Program ini dianggap sebagai salah satu program inovativ
dimana Desa rejosari diharapkan akan menjadi Smart Village yang menjadi
percontohan desa lain di Kabupaten Kebumen. Pelaksanaan program ini dengan
memberikan wifi gratis pada tujuh titik di masing-masing enam RW dan satu
balai desa. Pelaksanaan program ini akan dikelola oleh badan usaha milik desa
dengan bekerja sama dengan salah satu provider. Program wifi gratis ini
ditujukan untuk masyarakat desa dalam meningkatkan ekonomi yang dimana
untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia dan potensi desa yang
meliputi pertanian, perikanan dan kerajinan bambu. Program yang dikelola
bumbes Bersama dengan diskominfo ini akan menargetkan kepada masyarakat
Desa Rejosari akan membuka pasar lebih luas dengan pemanfaatan wifi yang
telah disediakan. Pelaksanaan program ini selain untuk mengembangkan
pemanfaatan sumber daya manusia dan potensi desa juga ditujukan untuk
meningkatkan literasi masyarakat Desa Rejosari dalam berbagai bidang seperti
Pendidikan dan pemanfaatan teknologi yang dirasa sangat krusial dimasa
sekarang.

BAB III
KESIMPULAN

Konsep smart village merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terlepaskan dari
perkembangan konsep smart city. Wilayah desa juga memerlukan adanya suatu
pembaharuan terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sehingga
dapat mempercepat perkembangan smart city. Fokus dalam konsep pengembangan
smart village yaitu penerapan kecanggihan teknologi pada suatu desa yang merujuk
pada perubahan keadaan desa menjadi lebih baik dan sejahtera dengan
memaksimalkan pengelolaan sumberdaya yang dimilikinya secara efektif, efisien dan
berkelanjutan. Dengan adanya keterkaitan antara smart city dengan smart village
maka elemen-elemen dalam smart city yang terdiri dari smart economy, smart
infrastructure, smart governance, smart environment, smart living dan smart people
juga perlu diterapkan dan fungsinya juga harus dijalankan dalam smart village. Tetapi
Pendekatan yang digunakan dalam konsep smart village yaitu pendekatan dari bawah
“bottom-up” atas prakarsa dan keinginan masyarakat. Tugas masyarakat yaitu
menggali potensi dan meningkatkan kapasitas yang dimilikinya serta peran
pemerintah desa yaitu memberikan pembinaan dan pemberdayaan agar terwujud
peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Dengan demikian
pemanfaatan teknologi informasi dijadikan sebagai alat atau “tools” dalam upayanya
mewujudkan keinginan tersebut dan bukan sebagai tujuan atau “goals”. Pembinaan
dan pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan teknologi informasi dilakukan
pemerintah desa selaku fasilitator dengan target sasaran kategori masyarakat
menengah, miskin dan belum terberdayakan, sehingga pengembangan teknologi
informasi mampu mendorong kelompok masyarakat tersebut mencapai peningkatan
kesejahteraan dan kualitas hidup.
Sustainable Development Goals (SDGs) di desa adalah upaya terpadu mewujudkan
Desa tanpa kemiskinan dan kelaparan, Desa ekonomi tumbuh merata, Desa peduli
kesehatan, Desa peduli lingkungan, Desa peduli pendidikan, Desa ramah perempuan,
Desa berjejaring, dan Desa tanggap budaya untuk percepatan pencapaian tujuan
pembangunan berkelanjutan. Selain itu SDGs memploting desa yang menjadi sasaran
denagn merubahnya dari yang sebelumnya bersifat tradisional menuju modern.
Adanya homogenitas di desa juga mempengaruhi komoditas yang dihasilkan.
Rata-rata komoditas yang dihasilkan pun sama sehingga produk tidak dapat dijual
dengan jumlah besar karena berbagai keterbatasan serta tingkat kebutuhan yang relatif
rendah. Dengan begitu konsep smart village difokuskan pada daerah pedesaan dan
komunitas dengan membangun kekuatan dan aset saat ini serta mengembangkan
peluang baru.

SARAN

Inisiasi dari pihak pemerintah penting dilakukan untuk mendorong upaya yang serius
dalam pembangunan smart village. Selain itu pemerintah juga perlu membuka
kerjasama dengan pihak luar untuk mendorong pembangunan smart village, misalnya
mendorong kerjasama dengan perusahan telekomunikasi. Masyarakat harus lebih
inovatif, kreatif dan partisipatif sehingga mendorong munculnya inisiasi untuk
pengembangan ekonomi yang smart. Misalnya dengan terus mengedukasi diri supaya
mampu mengelola potensi lokal yang bernilai global.
DAFTAR PUSTAKA

Huda, Aisyatul Hafny, dkk. 2020. Pengembangan Desa Berbasis Smart Village (Studi
Smart Governance pada Pelayanan Prima Desa Talagasari Kabupaten Karawang).
Jurnal Moderat. Volume 6: Nomor 3.

Herdiana, Dian. 2019. Pengembangan Konsep Smart Village bagi Desa-Desa di


Indonesia. IPTEK-KOM. Vol.21: No. 1.

Tia Subekti dan Ratnaningsih Damayanti. 2019. Penerapan Model Smart Village
dalam Pengembangan Desa Wisata: Studi pada Desa Wisata Boon Pring
Samamkerto Turen Kabupaten Malang. JPALG. Hal 18-28

Dr. Pius Sugeng Prasetyo | Tutik Rachmawati, Ph.D. Dr. Theresia Gunawan | Trisno
Sakti Herwanto, S.IP., M.PA Kristian W. Wicaksono, S.Sos.,M.Si. | Yosefa S.T.,
M.M. 2017. Inovasi Untuk Mewujudkan Desa Unggul dan Berkelanjutan. Jakarta.
Friedrich-Ebert-Stiftung Kantor Perwakilan Indonesia.

Sugiman. 2018. Pemerintahan Desa. Binamulia Hukum. Vol. 7. No. 1. 83-85

Prawoto, Nano. 2009. Memahami Kemiskinan dan Strategi Penanggulangannya.


Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan. Volume 9. No. 1. 56-58

Anda mungkin juga menyukai