Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

TUGAS AKHIR

ANALISIS TRANSPARANSI ALOKASI DANA DESA


TERHADAP KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM
MERANCANG KEGIATAN PENGGUNAAN
DANA BANTUAN PEMERINTAH
DI DESA KARANG INDAH KECAMATAN
MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA

Oleh:
Muhammad Romadhon
NIM 1610113310010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2018
ABSTRAK
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala,


karena berkat rahmat-Nya penyusun bisa menyelesaikan Skripsi yang berjudul
Analisis Pengaruh Transparansi Alokasi Dana desa Terhadap Keterlibatan
Masyarakat Dalam Merancang Kegiatan Penggunaan Dana Bantuan Pemerintah Di
Desa Karang Indah Kecematan Mandastana Kabupaten Barito Kuala. Skripsi ini
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Skripsi ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penyusun harapkan demi sempurnanya skripsi ini. 

Semoga skripsi ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat


untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Banjarmasin, Desember 2018 

Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberadaan desa secara yuridis dalam Undang-Undang No 6 tahun 2014
menjelaskan bahwa desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Perubahan sistem pemerintahan dari Sentralisasi pada masa orde
baru menjadi Desentralisasi membuat perubahan kebijakan yang baru pada
kewenangan pemerintah daerah. Sistem Sentralisasi yaitu sistem yang memusatkan
pemerintah pusat dalam menentukan arah pembangunan negara. Sistem tersebut
dinilai kurang efektif karena terdapat pembangunan yang kurang merata di seluruh
Indonesia. Sedangkan sistem Desentralisasi yaitu pemerintah pusat memberikan
wewenangnya kepada pemerintah daerah untuk menanggulangi pembangunan yang
tidak merata dan untuk meningkatkan fungsi-fungsi pelayanan pemerintah kepada
masyarakat. Hal tersebut yang menjadikan desa menjadi objek yang penting terkait
dengan pembangunan di Indonesia.
Pemerintahan desa merupakan lingkup terkecil dalam suatu pemerintahan
Republik Indonesia. Meskipun demikian, Pemerintahan desa memiliki peranan yang
cukup besar dalam pembangunan. Jika pembangunan di setiap desa dapat berjalan
secara maksimal, maka tujuan dari pemerintah pusat untuk membuat pemerataan
kesejahteraan dan pembangunan yang adil akan dapat terwujud. Namun, kondisi
beberapa daerah di Indonesia belum sesuai dengan harapan pemerintah pusat. Oleh
karena itu, peran dari pemerintah daerah cukup vital dalam otonomi daerah
dikarenakan desa memiliki hak kebebasan untuk membuat regulasi dan aturan
dalam kehidupan desa sebelum diatur oleh pemerintah daerah. Peran dari
pemerintah daerah diharapkan dapat membimbing serta mengawasi setiap kebijakan
maupun program yang dikerjakan pemerintah desa agar kewenangan yang diberikan
kepada pemerintah desa dapat dipertanggungjawabkan oleh aparatur desa kepada
masyarakat maupun kepada pemerintah.
Pemerintah desa diwajibkan untuk dapat mengelola dan mengatur urusannya
sendiri. Hal itu termasuk perencanaan, pelaksaanan, penatausahaan,
pertanggungjawaban dan kebermanfaatannya dari program-program yang dikelola
oleh pemerintah desa. Oleh sebab itu, Kepala desa maupun perangkat desa
diwajibkan memahami Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) untuk meningkatkan
kinerja dari pemerintah desa agar menjadi lebih baik. Sehingga program-program
yang telah direncanakan oleh pemerintah desa berjalan dengan efektif dan efisien.
Oleh karena itu, pemerintah desa saat ini menjadi salah satu objek perhatian
pengawasan dalam kinerjanya.
Menurut Undang-Undang No 6 tahun 2014, Dana Desa adalah dana yang
bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD
kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah,
pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan
masyarakat.
Mulai awal tahun 2015, desa mendapatkan sumber anggaran baru yakni Dana
Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Setiap desa akan mengelola tambahan anggaran berupa Dana Desa yang akan
diterima bertahap. Pembagian Dana Desa ini dihitung berdasarkan empat faktor,
yakni jumlah penduduk, luas wilayah, angka kemiskinan dan kesulitan geografis.
Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan
berskala lokal desa bidang pembangunan desa seperti sarana dan prasarana
permukiman, ketahanan pangan, kesehatan, pendidikan dan untuk membiayai
bidang pemberdayaan masyarakat yaitu program yang bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas masyarakat desa dalam pengembangan wirausaha,
peningkatan pendapatan, serta perluasan skala ekonomi individu warga atau
kelompok masyarakat. Dengan adanya Dana Desa menjadikan sumber pemasukan
di setiap desa akan meningkat. Meningkatnya pendapatan desa yang diberikan oleh
pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa. Tetapi dengan adanya
Dana Desa juga memunculkan permasalahan yang baru dalam pengelolaan,
pemerintah desa diharapkan dapat mengelola sesuai dengan peraturan perundang-
undangan secara efisien, ekonomis, efektif serta transparan dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan serta mengutamakan
kepentingan masyarakat (Ferina, Burhanuddin, dan Lubis 2016).
Dalam UU Nomor 6 tahun 2014 menegaskan bahwa komitmen dari pemerintah
untuk membangun desa agar menjadi mandiri dan demokratis, sehingga mampu
membawa harapan-harapan baru bagi kehidupan kemasyarakatan. Namun demikian,
tak sedikit masyarakat yang mengkhawatirkan tentang pengelolaan Dana Desa.
Dalam penelitiannya (Widagdo, Widodo, dan Ismail 2016) menyebutkan kondisi
perangkat desa yang dianggap masih rendah, dan belum kritisnya masyarakat atas
pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa) sehingga bentuk
pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat tidak dapat maksimal.
Dengan adanya pro dan kontra mengenai kewenangan pemerintah daerah
kepada pemerintah desa, maka UU Nomor 6 tahun 2014 tentang kewenangan yang
diperoleh desa untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri, peneliti
menganggap perlu adanya penelitian lebih lanjut agar dapat menjelaskan dinamika-
dinamika yang ada secara harfiah ataupun ilmiah.
Penelitian ini akan menganalisis implementasi pengelolaan Dana Desa dalam
Transparansi. Analisis difokuskan pada pengelolaan Dana Desa yang dilakukan oleh
pemerintah desa. Penelitian ini bersifat studi kasus dengan mengambil objek
penelitian Desa Karang Indah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti akan melakukan penelitian guna
untuk mendapatkan gambaran mengenai pengelolaan Dana Desa yang dilakukan
oleh pemerintah desa dengan judul penelitian “Analisis Transparansi Alokasi Dana
Desa terhadap Keterlibatan Masyarakat Dalam Merancang Kegiatan Penggunaan
Dana Bantuan Pemerintah Di Desa Karang Indah”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah transparansi alokasi dana desa berpengaruh terhadap keterlibatan
masyarakat dalam merancang kegiatan penggunaan dana bantuan pemerintah di
desa Karang Indah?
2. Bagaimana pengaruh transparansi alokasi dana desa terhadap keterlibatan
masyarakat dalam merancang kegiatan penggunaan dana bantuan pemerintah di
desa Karang Indah?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang, dan rumusan masalah yang penulis paparkan diatas,
maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai peran
pemerintah desa atas transparansi pengelolaan Dana Desa. Penelitian ini juga
bertujuan untuk memberikan saran atas masukan-masukan yang diterima saat
melakukan penelitian.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan
manfaat untuk:
1. Akademisi
Penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi untuk penelitian sejenis terkait
dengan pengelolaan Dana Desa. Perubahan dan perkembangan lingkungan
pemerintahan yang begitu cepat dan kompleks telah menciptakan masalah baru
dalam hal pengelolaan Dana Desa. Masalah tersebut memicu permintaan terhadap
peneliti untuk dapat menjelaskan fenomena yang terjadi.
2. Masyarakat
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat
umum mengenai pengelolaan Dana Desa yang dilakukan oleh pemerintah desa.
Dalam rangka untuk mewujudkan transparansi dari pemerintah desa.
3. Pemerintah
Penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi Pemerintah Desa,
Kabupaten, dan Pemerintah Pusat untuk meningkatkan kinerjanya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Alokasi Dana
Desa memiliki peran yang penting, khususnya dalam pelaksanaan tugas
didalam pelayanan publik. Desentralisasi kewenangan yang lebih besar disertai
dengan pembiayaan dan bantuan sarana dan prasarana yang memadai mutlak
diperlukan guna penguatan otonomi desa menuju kemandirian desa. Dengan
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, posisi
pemerintahan desa semakin menjadi kuat. Kehadiran Undang-Undang tentang
desa tersebut disamping merupakan penguatan status desa sebagai pemerintahan
masyarakat, sekaligus juga sebagai basis untuk memajukan masyarakat dan
pemberdayaan masyarakat desa. Untuk itulah pemerintah mengeluarkan
kebijakan yaitu pembentukan Alokasi Dana Desa sebagai perwujudan dari
desentralisasi keuangan menuju desa yang mandiri.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa
bahwa dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima
kabupaten/kota yang dalam pembagiannya untuk tiap desa dibagikan secara
proporsional yang disebut sebagai Alokasi Dana Desa (ADD). Alokasi Dana
Desa (ADD) Menurut Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa
merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota paling
sedikit 10% (sepuluh perseratus) dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah
setelah dikurangi dana alokasi khusus.
Dalam pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) kepada desa harus melalui
mekanisme sebagai berikut:
a. Desa menyusun program secara partisipatif melalui RPJMD
b. Desa menyusun rencana anggaran
c. Desa mengajukan program dan anggaran
d. Penyaluran dana ke desa
Alokasi Dana Desa digunakan untuk keperluan desa sesuai dengan ketentuan
yang berlaku atau penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2011 yakni sebagai
berikut:

a. Alokasi Dana Desa (ADD) yang digunakan untuk menyelenggarakan


pemerintah desa sebesar 30% dari jumlah penerimaan Alokasi Dana Desa
(ADD).A

b. lokasi Dana Desa yang digunakan untuk memberdayakan masyarakat desa


sebesar 70%.

Alokasi Dana Desa (ADD) yang digunakan untuk belanja operator dan
operasional desa yaitu untuk membiayai kegiatan penyelenggaraan pemerintah desa
dengan prioritas sebagai berikut (Peraturan Mentri Dalam Negeri No 21 Tahun 2011
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah):
a. Untuk biaya pembangunan desa
b. Untuk pemberdayaan masyarakat
c. Untuk memperkuat pelayanan publik di desa
d. Untuk memperkuat partisipasi dan demokrasi desa
e. Untuk tunjangan aparat desa
f. Untuk tunjangan BPD
g. Untuk operasional pemerintahan desa
h. Tidak boleh digunakan untuk kegiatan politik atau kegiatan lainnya yang
melawan hukum
Lebih lanjut Surat Edaran Mentri Dalam Negeri No. 140/640/SJ, tanggal
22 Maret 2007 perihal “Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah
Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa” memberikan formulasi sebagai acuan
bagi daerah dalam menghitung alokasi dana desa. Rumus yang dipergunakan
berdasarkan asas merata dan adil. Asas merata adalah besarnya ADD yang sama
untuk setiap desa, atau Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM), sedangkan asas
adil untuk setiap desa berdasarkan nilai bobot desa yang dihitung dengan rumus
dan variabel tertentu (misalnya variabel kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan,
kesehatan, dan lain-lain) atau disebut alokasi dana desa proporsional (ADDP).
Penetapan besarnya Alokasi Dana Desa (ADD) dari pemerintah
Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa didasarkan atas beberapa ketentuan
sebagai berikut:
a. Dari bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota paling sedikit 10% untik desa
diwilayah kabupaten/kota yang bersangkutan sebagaimana UU No. 34 Tahun
2000 tentang perubahan atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan
retribusi daerah.

b. Dari retribusi Kabupaten/Kota yakni hasil penerimaan jenis retribusi tertentu


daerah Kabupaten/Kota sebagaian diperuntukan bagi desa, sebagaimana

diamanatkan dalam UU No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No. 18 Tahun
1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
c. Bantuan keuangan kepada desa yang merupakan bagian dari dana pemerintah
keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota antara 5%
sampai 10%. Persentase yang dimaksud tersebut diatas tidak termaksud dana
alokasi khusus.
Tujuan dari pemberian alokasi dana desa (ADD) adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam melaksanakan
pelayanan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan sesuai
kewenangannya.
b. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam
perencanaan pelaksanaan dan pengendalian dan pembangunan secara
partisipatif sesuai dengan potensi desa.
c. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan
berusaha bagi masyarakat.
d. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat.
e. Membantu meringankan beban masyarakat, terutama masyarakat berekonomi
lemah/miskin.

Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun


2007 pada pasal 19 disebutkan bahwa tujuaan dari Alokasi Dana Desa (ADD)
adalah sebagai berikut:
a. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan.

b. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan ditingkat desa


dan pemberdayaan masyarakat.
c. Meningkatkan pembagunan infrastruktur pedesaan.
d. Meningkatkan pengalaman nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka
mewujudkan peningkatan social.Meningkatkan ketentraman dan ketertiban
masyarakat.
e. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan
kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat.
f. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat.
g. Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui badan usaha
milik desa (BUMDes).
Pengeloaan Keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari pengelolaan keuangan desa dalam dalam APBDesa oleh karena itu
dalam pengelolaan keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) harus memenuhi prinsip
pengelolaan alokasi dana desa sebagai berikut:
a. Seluruh kegiatan yang didanai oleh Alokasi Dana Desa (ADD) direncanakan,
dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan prinsip dari, oleh dan
untuk masyarakat.
b. Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggung jawabkan secara administratif,
teknis, dan hukum.

c. Alokasi dana desa digunakan dengan menggunakan prinsip hemat, terarah,dan


terkendali.

d. Jenis kegiatan ayang dibiayai melalui Alokasi Dana Desa (ADD) sangat
terbuka untuk meningkatkan sarana pelayanan masyarakat berupa pemenuhan
kebutuhan dasar, penguatan kelembagaan desa dan kegiatan lainnya yang
dibutuhkan masyarakat desa yang diputuskan melalui musyawarah desa.

e. Alokasi Dana Desa (ADD) harus di catat dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APBDes) dan proses penganggarannya mengikuti mekanisme
yang berlaku.

2.1.2 Transparansi
Yang dimaksud dengan konsep transparansi dalam penelitian ini
adalah terbukanya akses bagi masyarakat dalam memperoleh informasi
mengenai perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban
keuangan desa. Hal ini didasarkan pada pendapat beberapa ahli, yaitu sebagai
berikut.
Lalolo (2003:13) transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau
kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang
penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses
pembuatan serta hasil yang dicapai.
Didjaja (2003 :261) transparansi adalah keterbukaan pemerintah dalam
membuat kebijakan- kebijakan sehingga dapat diketahui oleh masyarakat.
Transparansi pada akhirnya akan menciptakan akuntabilitas antara pemerintah
dengan rakyat.
Mardiasmo (2006) menyebutkan transparansi adalah keterbukaan
pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktifitas
pengelolaan sumber daya publik kepada pihak yang membutuhkan yaitu
masyarakat. Mardiasmo menyebutkan tujuan transparansi dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa yaitu

a. Salah satu wujud pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat

b. Upaya peningkatan manajemen pengelolaan pemerintahan

c. Upaya peningkatan manajemen pengelolaan dan penyelenggaraan


pemerintahan yang baik dan mengurangi kesempatan praktek KKN.
Menurut Kristianten (2006:31), transparansi akan memberikan dampak
positif dalam tata pemerintahan. Transparansi akan meningkatkan
pertanggungjawaban para perumus kebijakan sehingga kontrol masyarakat
terhadap para pemegang otoritas pembuat kebijakan akan berjalan efektif.
Setidaknya ada 6 prinsip transparansi yang dikemukakan oleh
Humanitarian Forum Indonesia (HFI) yaitu
1. Adanya informasi yang mudah dipahami dan diakses (dana, cara
pelaksanaan, bentuk bantuan atau program)
2. Adanya publikasi dan media mengenai proses kegiatan dan detail
keuangan.
3. Adanya laporan berkala mengenai pendayagunaan sumber daya dalam
perkembangan proyek yang dapat diakses oleh umum.
4. Laporan tahunan
5. Website atau media publikasi organisasi
6. Pedoman dalam penyebaran informasi.
Kristianten (2006:73) menyebutkan bahwa transparansi dapat diukur
melalui beberapa indikator :
a. Kesediaan dan aksesibilitas dokumen
b. Kejelasan dan kelengkapan informasi
c. Keterbukaan proses
d. Kerangka regulasi yang menjamin transparansi
Transparansi merujuk pada ketersediaan informasi pada masyarakat umum
dan kejelasan tentang peraturan perundang-undangan dan keputusan
pemerintah, dengan indikator sebagai berikut :
a. Akses pada informasi yang akurat dan tepat waktu
b. Penyediaan informasi yang jelas tentang prosedur dan biaya .
c. Kemudahan akses informasi
d. Menyusun suatu mekanisme pengaduan jika terjadi pelanggaran.
Berdasarkan indikator-indikator yang telah dijelaskan diatas, indikator
prinsip transparansi dalam penelitian ini adalah :
a. Penyediaan dan akses informasi yang jelas tentang perencanaan, prosedur
pelaksanaan dan pertanggungjawaban
b. Adanya musyawarah yang melibatkan masyarakat
c. Keterbukaan proses pengelolaan
d. Keterbukaan informasi tentang dokumen pengelolaan keuangan desa

2.1.3 Pengertian Partisipasi Masyarakat

Posisi masyarakat sipil dalam perwujudan good governance adalah


bagian yang cukup penting. Posisi masyarakat sama halnya seperti pemerintah
maupun kelompok swasta. Ia memiliki peranan yang strategis dalam
mewujudkan good governance. Peranan penting dari masyarakat ini diwujudkan
melalui partisipasi. Dalam hal ini partisipasi yang dimaksudkan adalah
keterlibatan masyarakat dalam berbagai proses dan tahapan pengambilan
keputusan pemerintah/politik/negara.
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan
keputusan,baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan
sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut
dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat,
serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Dalam hal ini setiap
masyarakat memiliki hak untuk menyalurkan aspirasinya dalam berbagai
tahapan dan proses pembangunan.
Peran serta dan kontribusi masyarakat dalam pembangunan merupakan
bagian dalam mewujudkan tujuan dari pembangunan itu sendiri yang
berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Mewujudkan kesejahteraan masyarakat
tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah maupun kalangan swasta semata.
Partisipasi masyarakat dalam berbagai aktivitas pembangunan juga sangatlah
diperlukan. Karena masyarakat yang punya kehendak, punya suara dan
mempunya sumber daya. Inilah posisi tawar masyarakat sangat penting.
Karenanya partisipasi masyarakat harus menjadi bagian yang utama dalam
upaya mewujudkan good governance. Ini sebagai upaya percepatan untuk
menjadikan masyarakat yang mandiri dan berdaya.
Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat
dalam pengambilan keputusan di setiap kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan.
Keterlibatan dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan secara
langsung atau secara tidak langsung.
a. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan
Partisipasi dalam perencanaan pembangunan merupakan suatu
komponen yang sangat penting bagi keberhasilan proyek-proyek
pembangunan. Partisipasi dalam perencanaan program-program
pembangunan dapat mengembangkan kemandirian yang dibutuhkan oleh para
anggota masyarakat pedesaan demi akselerasi pembangunan (Ndraha, 1994).
Korten (1981) menyatakan bahwa masyarakat penerima program perlu
dilibatkan dalam identifikasi masalah pembangunan dan dalam proses
perencanaan program pembangunan (lihat Supriatna, 2000). Berdasarkan hal
tersebut, dapat dikatakan bahwa masyarakat perlu terlibat atau dilibatkan
secara aktif sejak tahap perencanaan pembangunan sehingga pada tahapan
selanjutnya diharapkan akan tetap ada partisipasi masyarakat.
Indikator dalam rangka mengukur dimensi keterlibatan masyarakat
dalam perencanaan khususnya dalam perencanaan program pembangunan
dapat dilihat melalui 5 indikator sebagai berikut, 1) keterlibatan dalam rapat
atau musyawarah, 2) kesediaan dalam memberikan data dan informasi, 3)
keterlibatan dalam penyusunan rancangan rencana pembangunan, 4)
keterlibatan dalam penentuan skala prioritas kebutuhan dan 5) keterlibatan
dalam pengambilan keputusan.
b. Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan.
Mengenai partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan, Cohen dan
Uphoff (1977) menyatakan bahwa partisipasi dalam pembangunan meliputi
1) partisipasi dalam sumber daya, 2) partisipasi dalam administrasi dan
koordinasi, dan 3) partisipasi dalam pendaftaran program. Dikemukakan lebih
lanjut oleh Ndraha (1994) bahwa partisipasi dalam pelaksanaan meliputi 1)
mengarahkan daya dan dana, 2) administrasi dan koordinasi, dan 3)
penjabaran dalam program. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam rangka
mengukur dimensi keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan
ditetapkan 4 indikator meliputi, 1) keaktifan masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan, 2) kesediaan memberikan sumbangan berupa pikiran, keahlian
dan keterampilan, 3) kesediaan memberikan sumbangan berupa uang, materi
dan bahan-bahan, dan 4) tanggung jawab terhadap keberhasilan
pembangunan.
c. Keterlibatan dalam penerimaan dan pemanfaatan hasil.
Cohen dan Uphoff (1977) menyatakan bahwa partisipasi dalam
penerimaan dan pemanfaatan hasil pembangunan dapat dibedakan menjadi,
pertama, manfaat material seperti peningkatan pendapatan atau aset lain yang
penting bagi kepentingan pribadi. Kedua, manfaat sosial, pendidikan,
kesehatan dan jasa-jasa lain. Ketiga, manfaat individual seperti
pengembangan diri, kekuasaan politik, dan kepercayaan umum bahwa
seseorang mulai dapat mengendalikan kuasanya. Keempat, konsekuensi yang
diharapkan. Ndraha (1989) menyatakan bahwa partisipasi dalam menerima
hasil pembangunan berarti 1) menerima setiap hasil pembangunan seolah-
olah milik sendiri, 2) menggunakan, memanfaatkan setiap hasil
pembangunan, 3) mengusahakan (menjadikan suatu lapangan usaha dan
mengeksploitasikannya) misalnya pembangkit tenaga listrik, perusahaan desa
dan sebagainya, 4) memelihara secara rutin dan sistematis, tidak dibiarkan
rusak dengan anggapan bahwa kelak ada bantuan pemerintah untuk
pembangunan baru, 5) mengatur penggunaan dan pemanfaatannya,
pengusahaan dan pengamanannya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka indikator dari dimensi keterlibatan
dalam menerima, memanfaatkan dan memelihara serta mengembangkan
hasil-hasil pembangunan meliputi, 1) pemahaman tentang hakikat
pembangunan, 2) kesediaan dalam menerima dan memanfaatkan hasil
pembangunan, 3) kesediaan dalam melestarikan hasil-hasil pembangunan, 4)
kesediaan dalam mengembangkan hasil pembangunan.
d. Keterlibatan dalam pengawasan dan penilaian hasil.
Setiap usaha pembangunan yang dilaksanakan tentunya memerlukan
suatu pengawasan sehingga pelaksanaan kegiatan pembangunan tersebut
dapat sesuai dengan rencana yang ditetapkan sebelumnya dan bila terjadi
penyimpangan segera diperbaiki. Dalam kaitannya dengan partisipasi
masyarakat dalam mengawasi pembangunan,
Kartasasmita (1997) menyatakan bahwa “tanpa pengawasan dan
pengendalian, apa yang direncanakan dan dilaksanakan dapat menuju ke arah
yang bertentangan dengan tujuan yang telah digariskan”. Hal ini menunjukan
bahwa pengawasan masyarakat dalam pembangunan mutlak dilakukan
sehingga selain apa yang dikerjakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan,
juga untuk menjamin agar hasil pembangunan, baik fisik maupun non fisik
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Ndraha (1989) mengatakan bahwa agar pengawasan dapat berlangsung,
diperlukan beberapa syarat atau kondisi, yaitu, 1) adanya norma, aturan dan
standar yang jelas, 2) adanya usaha pemantauan kegiatan yang diatur dengan
norma atau aturan tersebut, 3) adanya informasi yang cukup, dapat dipercaya,
dan tersedia pada waktunya, tentang kegiatan dan hasil kegiatan yang
dimaksud, 4) adanya evaluasi kegiatan, yaitu sebagai pembanding antara
norma dengan informasi, 5) adanya keputusan guna menetapkan hasil
evalusasi tersebut, 6) adanya tindakan pelaksanaan keputusan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam rangka mengukur dimensi
keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pembangunan ditetapkan 7
indikator yang meliputi, 1) adanya norma atau aturan standar, 2) adanya
kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan pengawasan, 3) keaktifan
dalam melakukan pengawasan, 4) dampak pendapatan negara dan daerah, 5)
dampak terhadap penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja, 6)
dampak terhadap pengembangan sektor lain, 7) pemberian saran dan kritik
dari masyarakat.
2.2 Kerangka Berpikir
Kerangka pikir dibuat untuk mempermudah proses penelitian karena mencakup
tujuan dari penelitian itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pengaruh transparansi alokasi dana desa terhadap keterlibatan masyarakat
dalam merancang kegiatan penggunaan dana bantuan pemerintah di Desa Karang Indah
Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala.
Sangat diharapkan transparansi alokasi dana desa mampu meningkatkan
keterlibatan masyarakat dalam merancang kegiatan penggunaan dana bantuan
pemerintah. Berdasarkan uraian di atas, dapat disusun kerangka berpikir sebagai
berikut:

Transparansi Alokasi Keterlibatan


Dana Desa Masyarakat

Gambar 2.1
Kerangka Pikir

2.3 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara
terhadap permasalahn penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Suharsimi Arikunto, 2006: 110). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah “terdapat pengaruh transparansi alokasi dana desa terhadap keterlibatan
masyarakat dalam merancang kegiatan penggunaan dana bantuan pemerintah”.

Anda mungkin juga menyukai