Anda di halaman 1dari 4

Pemberdayaan Masyarakat dalam Pemanfaatan Alokasi Dana Desa

di Desa Karangjoho Kecamatan Badegan Kabupaten Ponorogo

Eko Priaji1)
xxxxx2)
1)
Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas FHISIP Universitas Terbuka

Abstrak

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif bertujuan melihat bagaimana pemberdayaan masyarakat
dalam pemanfaatan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Karangjoho Kecamatan Badegan Kabupaten
Ponorogo. Jenis penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan dengan
metode dokumentasi dan wawancara. Teknik analisis data adalah reduksi data, triangulasi teknik dan
triangulasi waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat dalam
pemanfaatan Alokasi Dana Desa Karangjoho dalam hal ini pemerintah telah menjalankan perannya,
meliputi: a) Melalui kerjasama yang baik di antara pemerintah dan masyarakat dalam setiap rencana
dan pelaksanaan kegiatan pembangunan desa, walau terkadang ada hal tertentu yang menjadi
kendala; b) Bentuk pemberdayaan yang menumbuhkembangkan kesempatan, kemauan dan
kemampuan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam setiap program pembangunan, dimana
masyarakat diajarkan untuk mandiri dan membangun desa dengan baik sehingga setiap program
yang telah direncanakan bersama dapat terselesaikan dengan baik, dan agar dana yang dialokasikan
dapat termanfaatkan dengan baik tanpa ada kejanggalan dalam pelaksanaan. Pemerintah juga telah
melakukan pengawasan terhadap dana yang disalurkan. Selain itu, transparansi pemerintah kepada
masyarakat dalam setiap hal yang terkait tentang desa, setiap program pembangunan, tentang dana
sangatlah dibutuhkan, guna untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Masyarakat juga
seharusnya menyadari bahwa pembangunan yang dilakukan bukan dinikmati oleh pemerintah sendiri,
tetapi juga dinikmati oleh masyarakat.

Kata Kunci: Alokasi Dana Desa, Pemanfaatan, Pemberdayaan

Pendahuluan

Desa merupakan wilayah yang menyita perhatian banyak pihak, berbagai problem bisa
dikaji dan mendesak untuk diselesaikan. Kekuatan ekonomi desa tidak berdaya terhadap
mekanisme pasar. Desa di Indonesia umumnya menghadapi ancaman keterbelakangan dan
ketidakadilan dalam pembangunan. Secara alamiah ada semacam dilema, yaitu kemiskinan
dan pengetahuan rendah menyebabkan pemanfaatan yang kelewat batas atas sumber daya
alam untuk bertahan hidup, akan tetapi di sisi lain banyak sumber daya yang ternyata belum
dimanfaatkan secara optimal seperti sinar matahari, air, angin, tanaman, ikan, ternak dan
tenaga manusia.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang
dikemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015, telah memberikan
peluang yang besar kepada daerah-daerah untuk mengatur penyelenggaraan pemerintah
sampai pada level terendah tanpa mencederai konstitusi. Pemerintah daerah diberikan
kewenangan melalui asas desentralisasi untuk mengatur rumah tangganya sendiri menurut
potensi dan kearifan lokal masing-masing daerah, juga desa sebagai unit pemerintahan
terendah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 daerah diberikan otonomi yang
seluas-luasnya untuk mengurus semua penyelenggaraan pemerintah di luar kewenangan
pemerintah pusat untuk membuat kebijakan daerah yang berhubungan dengan peningkatan
pelayanan dan pemberdayaan masyarakat, serta otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
Nyata artinya melaksanakan apa yang menjadi urusannya berdasarkan kewenangan yang
diberikan dan karakteristik dari suatu wilayah sedangkan bertanggung jawab adalah otonomi
yang dalam penyelenggaraannya harus sejalan dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi
yaitu memajukan daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Inilah yang kemudian
melahirkan suatu proses baru tentang desentralisasi desa diawali dengan digulirkannya alokasi
dana desa (Akbar, 2015). Implementasi otonomi bagi desa akan menjadi kekuatan bagi
pemerintah desa untuk mengurus, mengatur dan menyelenggarakan rumah tangganya sendiri,
sekaligus bertambah pula beban tanggung jawab dan kewajiban desa, namun demikian
penyelenggaraan pemerintahan tersebut tetap harus dipertanggungjawabkan.
Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu daerah otonom yang berada di Provinsi
Jawa Timur yang telah melaksanakan prinsip-prinsip otonomi daerah dengan berusaha
mengoptimalkan potensi desa demi terselenggaranya pemerintahan yang bersih. Wujud nyata
Kabupaten Ponorogo dalam membantu dan meningkatkan pemerintah desa adalah dengan
terus berupaya meningkatkan alokasi dana kepada desa yang dapat dipergunakan untuk
mendukung penyelenggaraan kewenangan dan urusan rumah tangganya. Salah satu bentuk
kepedulian pemerintah terhadap pengembangan wilayah pedesaan adalah adanya anggaran
pembangunan daerah (APBD) untuk pembangunan wilayah pedesaan, yakni dalam bentuk
Alokasi Dana Desa (ADD).
Permasalahan dalam pelaksanaan Alokasi Dana Desa dijumpai juga pada kemampuan
pengelola Alokasi Dana Desa baik dari unsur pemerintah desa maupun lembaga kemasyarakat
di desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian kegiatan yang belum baik.
Permasalahan lainnya adalah masih kurang maksimal partisipasi swadaya gotong royong
masyarakat desa. Kurang maksimalnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan desa
yang dibiayai dari ADD juga menunjukkan kurangnya komunikasi dari organisasi pengelola
ADD dengan masyarakat. (Chandra, 2013).
Menanggapi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa dukungan
keuangan yaitu dana desa yang adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan belanja
negara yang diperuntukkan bagi desa yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan
masyarakat (Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Dana Desa). Sistem
pengelolaan dana desa yang dikelola oleh pemerintah desa termasuk di dalamnya mekanisme
penghimpunan dan pertanggungjawaban tercantum dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam
aturan tersebut dijelaskan bahwa pendanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah termasuk di dalamnya (Subroto, 2008)
Pemerintah desa menganut prinsip money follows function yang berarti bahwa
pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab
masing-masing tingkat pemerintahan. Dengan kondisi tersebut maka transfer dana menjadi
penting untuk menjaga/menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum.
Konsekuensi dari pernyataan tersebut adalah desentralisasi kewenangan harus disertai dengan
desentralisasi fiskal. Dana Desa mulai diberlakukan sejak dana desa mulai diberlakukan sejak
tahun 2015 setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN.
Namun sebelum adanya anggaran dana desa, di setiap desa sudah menerima ADD namun
jumlahnya tergolong kecil karena hitungan ADD didapat dari pembagian dana perimbangan
yang diterima Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% setelah dikurangi Dana
Alokasi Khusus. (Prabowo, 2015).
Pemberdayaan masyarakat di desa diharapkan mampu meningkatkan kapasitas dan
kemampuan masyarakat di desa secara keseluruhan. Kegiatan pemberdayaan mencakup
peningkatan kapasitas bagi perangkat desa, pelatihan di usaha bidang ekonomi, pertanian dan
perdagangan, serta peningkatan kapasitas masyarakat dan lembaga masyarakat. Dana desa
lebih diprioritaskan kepada pemberdayaan masyarakat (Afrilianto, tt).
Berangkat dari kondisi yang demikian, kini desa dianggap sebagai basis pembangunan
sekaligus penerapan dari pembangunan yang mencirikan bottom-up.Dimana semua rencana
dan realisasi pembangunan harus bertumpu pada aspirasi masyarakat.Dalam kondisi ini,
masyarakat desalah yang menjadi sasaran dalam setiap program pemberdayaan
masyarakat.Tujuannya adalah memberikan kemandirian atau daya kapada masyarakat desa
agar dapat mengurus dirinya sendiri.Pemerintah hanya bertindak sebagai fasilisator dan
motivator.Ini didorong oleh pengalaman bahwa sebagian besar masyarakat desa masih hidup
dibawah garis kemiskinan dan ketidakberdayaan.Sehingga membutuhkan pertoloangan sejak
dini untuk mengubah keadaan tersebut.
Banyak faktor yang meyebabkan masyarakat terpuruk dan terpaksa harus hidup dalam
standar kualitas hidup yang rendah dan serba kekurangan akibatnya kemiskinan berlangsung
secara sistematis yang sering menimbulkan beragam masalah, baik dari segi pendidikan,
pelayanan kesehatan maupun ekonomi. Kondisi ini semakin diperparah oleh karena
pemerintah belum menemukan solusi apa yang harus ditempuh untuk memerangi ancaman
kemiskinan tersebut di atas serta benar-benar menyentuh substansi masalah yang dihadapi
publik. Itu nampak pada banyak program pembangunan yang mengalami kegagalan ketika
berusaha untuk memberantas kemiskinan yang telah melilit kehidupan sebagian penduduk
pedesaan. Karena itu masyarakat yang demikian perlu diperdayakan untuk lebih mandiri
dalam menghadapi tantangan hidup yang semakin hari semakin tidak terkendali.
Bertolak dari rasa keprihatinan tersebut, berbagai programpun bermunculan setiap
tahunnya baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang bertujuan untuk
mendorong dan membangkitkan kemampuan masyarakat terutama masyarakat pedesaan. Ini
adalah wujud pemberdayaan yang perlu memunculkan kembali nilai-nilai, kearifan lokal dan
modal sosial yang dari dahulu memang sudah dianut oleh leluhur kita yang tinggal di
pedesaan dalam “kegotong-royongan” yang saat ini sudah mulai terkikis. Arah pemberdayaan
masyarakat desa yang paling efektif dan lebih cepat untuk mencapai tujuan adalah dengan
melibatkan masyarakat dan unsur pemerintahan yang memang mempunyai kebijakan
pembangunan yang lebih reaktif memberikan prioritas kebutuhan masyarakat desa dalam
alokasi anggaran sehingga mereka mampu untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki daerah
masing-masing.
Satu diantara rentetan program pemberdayaan itu adalah Pemberian Alokasi Dana Desa
(ADD) yang merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan Otonomi
Desa agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari Desa itu sendiri berdasarkan
keanekaragaman, partisipasipatif, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan mayarakat.
Alokasi Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBD Kabupaten yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar desa untuk mendanai kebutuhan desa
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta pelayanan
masyarakat. Anggaran Dasar Daerah merupakan perolehan bagian keuangan desa dari
kabupaten yang penyalurannya melalui Kas Desa. Anggaran Dasar Daerah adalah bagian
dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten.

Anda mungkin juga menyukai