Anda di halaman 1dari 9

SESAT PIKIR

Disusun Oleh:
EKO PRIAJI
NIM. 041808791

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


UNIVERSITAS TERBUKA
SURABAYA

2020
SESAT PIKIR

PENDAHULUAN
Logika sebagai sub pembahasan dalam ranah Filsafat Ilmu, merupakan suatu ilmu yang
mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Logika sebagai ilmu, mengacu
pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi
untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Bahkan, Jujun Suriasumantri menegaskan
bahwa dengan berpikir tersebutlah yang merupakan ciri hakikat manusia.
Dalam Logika (Mundiri, 2014), Ilmu logika adalah ilmu yang mempelajari dasar-dasar atau
metode-metode berpikir dengan benar, kata logika sudah ada semenjak filosof Yunani Kuno Socrates
dan Plato dan masa Aristoteles dicetuskan sebagai suatu ilmu yang tertuang dalam karya Aristoteles
Organon yang terdiri dari: Categorie (mengenai pengertian-pengertian), De Interpretatiae (mengenai
keputusan-keputuasan), Analiticia Priora (tentang silogisme), Analiticia Posteriora (mengenai
pembuktian), Topika (mengenai berdebat) dan De Sophisticis Elenchis (mengenai kesalahan
kesalahan berpikir).
Namun, untuk melakukan kegiatan analitis, maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi
dengan materi pengetahuan yang berasal dari suatu sumber kebenaran. apabila bersumberkan pada
rasio atau fakta, maka kemudian dikenal sebagai paham rasionalisme. Sedangkan mereka yang
menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran,
maka mereka mengembangkan paham empirisme. Dengan demikian, dalam proses penalaran guna
mengambil kesimpulan atau keputusan, melalui suatu sistem logika dapatlah dirunut kebenarannya.
Sebagaimana telah Peneliti uraikan bahwa Logika sebagai ilmu merupakan hukum berpikir
berdasarkan kaidah-kaidah tertentu guna mencapai pola-pola pemikiran yang logis.
Kesalahan dalam menyusun bahan-bahan pengolahan logika dengan mengabaikan pola-pola
penalaran pada bidang disiplin tertentu, tentunya akan memunculkan suatu konklusi yang tidak sesuai
dengan kelaziman berpikir pada disiplin ilmu tertentu. Penyimpangan dari pola-pola pemikiran
tersebutlah yang kemudian dikenal dalam Logika, dengan istlah “kekacauan penalaran” atau
“kesesatan berpikir” atau “sesat pikir” atau ada juga yang menggunakan istilah “kekeliruan berpikir”
yang dalam istilah dalam Filsafat Ilmu disebut sebagai fallacy.
Sesat pikir atau fallacy (dalam istilah filsafat logika) adalah cara berpikir yang dipraktikkan
tanpa mengikuti kaidah-kaidah berpikir yang shahih. Kesesatan sudah dimulai sejak penerimaan fakta
(indrawi), asosiasi dengan memori (nalar) hingga pengambilan keputusan (inferensi). Bermacam
macam sebab terjadinya kesesatan berpikir ini, terutama karena ketidakmampuan bekerja menurut
suatu hokum yang telah dipelajari, atau dapat disebabkan oleh kelainan kognitif yang bersifat
organobiologik.
Menurut Lorens Bagus, sesat pikir mengakomodir enam hal yaitu : Pertama, menyatakan
bahwa suatu gagasan adalah sesat yang berarti fakta yang diacu oleh gagasan itu tidak ada. Kedua,
tidak sesuai dengan kebenaran. Ketiga, tidak mempunyai evidensi (fakta) yang baik. Keempat, berarti
salah. Kelima, basis dari dua perangkat nilai kebenaran yang menyangkal nilai kebenaran yang
ditentukan bagi suatu kenyataan. Dan keenam, lain dari kebenaran. Apabila melihat pengertian
pengertian sesat berpikir versi Lorens Bagus maka sesat berpikir terjadi dengan dua hal yaitu ketika
tidak terjadi kesesuaian antara pernyataan dengan kenyataan serta kedidakkonsistenan pada
penggunaan alur-alur formal dalam logika.
SUMBER-SUMBER KESESATAN
Sumber kesesatan dapat terjadi di dalam logika deduktif dan logika induktif. Di dalam logika
deduktif, kita dengan mudah memperoleh kesesatan karena adanya kata-kata yang disebut homonim,
yaitu kata yang memiliki banyak arti yang didalam logika disebut kesalahan semantik atau bahasa.
Kesalahan semantik itu dapat pula disebut ambiguitas. Adapun untuk menghindari ambiguitas dapat
dengan berbagai cara, misalnya menunjukkan langsung adanya kesesatan semantik dengan
mengemukakan konotasi sejati. Memilih kata-kata yang hanya arti tunggal, menggunakan wilayah
pengertian yang tepat, apakah konotasi subjektif yang berlaku khusus atau objektif yang bersifat
universal atau partikular. Dapat juga dengan konotasi subjektif yang berlaku khusus atau objektif yang
bersifat komprehensif.
Kesesatan di dalam logikan induktif dapat dikemukakan seperti prasangka pribadi,
pengamatan yang tidak lengkapatau kurang teliti, kesalahan klasifikasi atau penggolongan karena
penggolongannya tidak lengkap atau tumpang tindih maupun masih campur aduk. Kesesatan juga
bisa terjadi pada hipotesis karena suatu hipotesis bersifat meragukan dan bertentangan dengan fakta.
Kemudian yang berkaitan dengan sebab adalah post hoc propler hoc, anteseden yang tidak cukup,
dan analisis yang perbedaannya tidak cukup meyakinkan. Tidak cukupnya perbedaan itu
menjadikannya suatu kecenderungan homogen, masihj pula terdapat kebersamaan yang sifatnya
kebetulan. Kesesatan juga terjadi karena generalisasi yang tergesa-gesa, atau analogi yang keliru.

KLASIFIKASI KEKELIRUAN BERPIKIR


1. Kekeliruan Formal
a. Kekeliruan Karena Menggunakan Empat Term.
Kekeliruan berpikir karena menggunakan empat term dalam silogisme. Ini terjadi karena term
penengah diartikan ganda, sedangkan dalam patokan diharusakan hanya terdiri tiga term,
seperti: Semua perbuatan mengganggu orang lain dianca, dengan hukuman. Menjual barang
di bawah harga tetangganya adalah mengganggu kepentingan orang lain. Jadi menjual
haraga di bawah tetangganya diancam dengan hukuman.
b. Kekeliruan Karena Kedua Term Penegak Tidak Mencakup.
Kekeliruan berpikir karena tidak satupun dari kedua term penengah mencakup, seperti:
Semua anggota PBB adalah Negara merdeka. Negara itu tentu menjadi anggota PBB karena
memang Negara merdeka.
c. Kekeliruan Karena Proses Tidak Benar
Kekeliruan berpikir karena term premis tidak mencakup (undis tributed) tetapi dalam konklusi
mencakup, seperti: Kura-kura adalah binatang melata. Ular bukan kura-kura, karena itu dia
bukan binatang melata.
d. Kekeliruan Karena Menyimpulkan Dari Dua Premis Yang Negative
Kekeliruan berpikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis negative. Apabila terjadi
demikian sebenarnya tidak bisa ditarik konsklusi. Tidak satupun barang yang murah baik itu
murah dan semua barang di toko itu tidak murah, jadi semua brang di toko itu baik.
e. Kekeliruan Karena Mengakui Akibat.
Kekeliruan berpikir dalam silogisme hipotetika karena menggunakan akibat kemudian
membenarkan pula sebabnya, seperti: Bila kita bisa berkendaraan seperti cahaya, maka kita
bsa mendarat di bulan. Kita telah dapat mendarat di bulan brarti kita telah dapat
berkendaraan seperti cahaya.
f. Kekeliruan Karena Menolak Sebab.
Kekeliruan berpikir dalam silogisme hipotetika karena mengingkari sebab kemudian
disimpulkan bahwa akibat juga tidak terlaksana, seperti: Bila permintaan bertambah harga
naik. Nah, sekarang permintaan tidak bertambah jadi harga tidak naik.
g. Kekeliruan Dalam Bentuk Disyungtif.
Kekeliruan berpikir terjadi dalam silogisme disyungtif karena mengingkari alternatife pertama,
kemudian membenarkan alternatife lain. Padahal menurut patokan, pengingkaran alternatife
pertama bisa juga terlaksananya alterantif yang lain, seperti: Dia menulis cerita atau pergi ke
Surabaya. Di tidak pergi ke Surabaya, jadi ia tentu menulis cerita.
h. Kekeliruan Karena Tidak Konsisten.
Kekeliruan berpikir karena tidak runtutnya pernyataan yang satu dengan pernyataan yang di
akui, seperti: Anggaran Dasar organisasi kita sudah kita perlu melengkapi beberapa fasal
agar komplit.
2. Kekeliruan Informal
a. Kekeliruan Karena Membuat Generalisasi Yang Terburu-Buru.
Yaitu mengambil kesimpulan umum dari kasus individual yang terlampau sedikit, sehingga
kesimpulan yang ditarik melampaui batas lingkungannya, seperti : Dia orang Islam mengapa
membunuh. Kalau begitu orang islam memang jahat.
b. Kekeliruan Karena Memaksakan Praduga
Kekeliruan berfikir karena menetapkan kebenaran suatu dugaan, seperti : Seorang pegawai
datang ke kantor dengan luka goresan di pipinya. Seseorang menyatakan bahwa istrinyalah
yang melukainya dalam suatu percecokan karena diketahuinya selama ini orang itu kurang
harmonis hubungannya dengan istrinya, padahal sebenarnya karena goresan besi pagar.
c. Kekeliruan Karena Mengundang Permasalahan
Kekeliruan berpikir karena mengambil konklusi dari premis yang sebenarnya harus dibuktikan
dahulu kebenarannya, seperti : Allah itu mesti ada karena ada bumi. (di sini orang akan
membuktikan bahwa Allah itu ada dengan dasar adanya bumi, tetapi tidak dibuktikan bahwa
bumi ciptaan Allah).
d. Kekeliruan Karena Menggunakan Argumen Yang Berputar.
Kekeliruan berpikir karena menarik konklusi dari satu premis kemudian konklusi tersebut
dijadikan sebagai premis sedangkan premis semula dijadikan konklusi pada argumen
berikutnya, seperti : Ekonomi negara X tidak baik karena banyak pegawai yang korupsi.
Mengapa banyak pegawai yang korupsi ? jawabnya karena ekonomi negara kurang baik.
e. Kekeliruan Karena Berganti Dasar
Mengambil kesimpulan melompat dari dasar-dasar semula, seperti : pantas ia cantik karena
pendidikannya tinggi.
f. Kekeliruan Karena Mendasarkan Pada Otoritas
Kekeliruan berfikir karena mendasarkan diri pada kewibawaan atau kehormatan seseorang
tetapi dipergunakan untuk permasalahan di luar otoritas ahli tersebut, seperti Bangunan ini
sungguh kokoh, sebab dokter Haris mengatakan demikian. (dokter Haris adalah ahli
Kesehatan, bukan insinyur bangunan)
g. Kekeliruan Karena Mendasarkan Diri Pada kekuasaan.
Seperti menolak pendapat/argumen seseorang dengan menyatakan : Kau masih juga
membantah pendapatku. Kau baru saja satu tahun duduk di bangku perguruan tinggi, aku
sudah lima tahun.
h. Kekeliruan karena Menyerang Pribadi
Kekeliruan berpikir karena menolak argumen yang dikemukakan seseorang dengan
menyerang pribadinya, seperti : Dia adalah seorang yang brutal, jangan dengarkan
pendapatnya.
i. Kekeliruan Karena Kurang Tahu.
Kekeliruan berpikir karena menganggap bila lawan bicara tidak bisa membuktikan kesalahan
argumentasinya, dengan sendirinya argumentasi yang dikemukakannya benar, seperti :
Sudah beberapa kali kau kemukakan alasanmu tetapi tidak terbukti gagasanku salah. Inilah
buktinya bahwa pendapatku benar.
j. Kekeliruan Karena Pertanyaan Yang Ruwet
Kekeliruan berfikirkarena mengajukan pertanyaan yang bersifat menjebak, seperti : Jam
berapa kau pulang semalam ? (yang ditanya sebenarnya tidak pergi. Penanya hendak
memaksakan pengakuan bahwa yang ditanya semalam pergi)
k. Kekeliruan Karena Alasan Terlalu Sederhana
Karena berargumentasi dengan alasan yang tidak kuat atau tidak terlalu cukup bukti.
Kendaraan buatan Honda adalah terbaik, karena paling banyak peminatnya.
l. Kekeliruan Karena Menetapkan Sifat
Menetapkan sifat bukan keharusan yang ada pada suatu benda bahwa sifat itu tetap ada
selamanya, seperti : Daging yang kita makan ini adalah dibeli kemarin. Daging yang dibeli
kemarin adalah daging mentah, jadi hari ini kita makan daging mentah.
m. Kekeliruan Karena Argumen Yang Tidak Relevan.
Mengajukan argumen yang tidak ada hubungannya dengan masalah yang menjadi pokok
pembicaraan, seperti : Pisau silet itu berbahaya daripada peluru, karena tangan kita
seringkali teriris oleh pisau silet dan tidak pernah oleh peluru.
n. Kekeliruan Karena Salah Mengambil Analogi.
Kekeliruan berpikir karena menganalogikan dua permasalahan yang keligatannya mirip,
tetapi sebenarnya berbeda secara mendasar. Seniman patung memerlukan bahan untuk
menciptakan karya-karya seni, maka Tuhan pun memerlukan bahan dalam menciptakan
alam semesta.
o. Kekeliruan Karena Mengundang Belas Kasihan.
Kekeliruan berpikir karena menggunakan uraian yang sengaja menarik belas kasihan untuk
mendapatkan konklusi yang diharapkan.
3. Kekeliruan Karena Penggunaan Bahasa
Kekeliruan karena bahasa terjadi karena beberapa hal, biasanya kata-kata dalam bahasa dapat
memiliki arti yang berbeda dan arti yang sama pun bisa ada pada kata-kata yang berbeda.
Berikut ini beberapa kesesatan karena bahasa :
a. Kesesatan Karena Aksen atau Tekanan.
Perbedaan arti dan kessatan penalaran terjadi dalam ucapan tiap-tiap suku kata yang
diberikan tekanan, karena perubahan tekanan dapat membawa perubahan arti. Contoh: Ibu,
Ayah pergi (yang hendak dimaksud adalah ibu dan ayah pembicara sedang pergi.
Seharusnya tidak ada penekanan pada ibu, sebab maknanya menjadi pemberitahuan ibu
bahwa ayah baru saja pergi).
b. Kesesatan Karena Term Ekuivok.
Term ekuivok (term yang mempunyai lebih dari satu arti) adalah apabila dalam satu
penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah term yang sama, maka terjadilah kesesatan
penalaran. Contoh: Malang itu kota indah. Orang miskin itu nasibnya malang. Jadi orang
miskin itu nasibnya indah.
c. Kesesatan Karena Metafora (kiasan).
Kesesatan dalam kiasan terjadi karena dalam suatu penalaran sebuah arti kiasan disamakan
dengan arti sebenarnya atau arti sebaliknya.
d. Kesesatan Karena Amfiboli.
Kesesatan amfiboli terjadi kalau konstruksi sebuah kalimat itu demikian rupa, sehingga
artinya menjadi bercabang. Contoh: Mahasiswa yang duduk diatas meja yang paling depan.
Apa yang paling depan, mahasiswa atau mejanya ?
e. Kekeliruan karena Komposisi
Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat yang ada pada bagian untuk menyifati
keseluruhan, seperti : Setiap kapal perang telah siap tempur, maka keseluruhan angkatan
laut negara itu siap tempur.
f. Kekeliruan dalam pembagian
Keseluruhan berfikir karena menetapkan sifat yang ada pada keseluruhannya, maka
demikian juga setiap bagiannya, seperti : Kompleks ini dibangun di atas tanah yang luas,
tentulah kamar-kamar tidurnya juga luas.

JENIS-JENIS KESESATAN BERPIKIR


Pada umumnya sesat pikir di bagi ke dalam tiga jenis, yaitu sesat pikir karena semantik
(bahasa), sesat pikir formal, dan sesat pikir material. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Sesat Pikir Karena Bahasa
Sesat pikir karena bahasa dapat terjadi karena kesalahan semantik (bahasa), sebagai berikut:
a. Menggunakan term ekuivokal
Term ekuivokal adalah term yang memiliki makna ganda, misalnya jarak dapat berarti ruang
sela antara benda atau tempat, tetapi dapat juga berarti pohon yang sering ditanam
sedemikian rupa dan berfungsi sebagai pagar. Sesat pikir yang disebabkan oleh penggunaan
term ekuivokal disebut sesat pikir ekuivokasi (fallacy of equivocation).
b. Menggunakan term metaforis
Term metaforis adalah kata atau sekelompok kata yang digunakan bukan dalam arti yang
sebenarnya. Misalnya: Pemuda adalah tulang punggung negara. Sesat pikir yang
disebabkan oleh penggunaan term metaforis disebut sesat pikir metaforisasi (fallacy of
metaphorization)
c. Menggunakan aksen yang membedakan arti suatu kata
Ada kata-kata yang apabila aksennya diubah akan memiliki arti yang berbeda . Misalnya:
apel: jika tekanan tgerletak pada huruf “a” artinya ialah pohon/buah apel, tetapi jika tekanan
terletak pada suku kata “pel”, artinya ialah apel bendera, dan sebagainya. Sesat pikir yang
terjadi karena aksen disebut sesat pikir aksen (fallacy of accent)
d. Menggunakan kontruksi kalimat bermakna ganda
Kalimat yang bermakna ganda disebut amfiboli (amphyboly). Amfiboli terjadi apabila sebuah
kalimat disusun sedemikian rupa sehingga arti kalimat itu dapat ditafsirkan secara berbeda-
beda. Contoh: Ali mencintai kekasihnya dan demikian pula saya! Kalimat itu bisa berarti :Ali
mencintai kekasihnya dan saya juga mencintai kekasih ali. Atau bisa juga berarti: Ali
mencintai kekasihnya dan saya mencintai kekasih saya
2. Sesat Pikir Formal
Sesat pikir formal terjadi karena melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi bentuk (form)
penalaran yang sahih. Jenis-jenis sesat pikir formal adalah sebagai berikut.
a. Sesat pikir empat term (fallacy of for terms)
Bentuk silogisme yang sahih ialah silogisme yang hanya memiliki tiga term yang masing-
masing disebut dua kali. Apabila dalam sebuah silogisme terdapat empat term, benntuk
silogisme itu tidak sahih. Hal itu melanggar ketentuan pertama mengenai term-term silogisme
(lihat ketentuan mengenai term-term silogisme)
b. Sesat pikir proses tak sah (fallacy of illicit process)
Sesat pikir yang terjadi karena term premis tidak berdistribusi tetapi term konklusi
berdistribusi. Hal ini melanggar ketentuan keempat mengenai term-term silogisme (lihat
ketentuan mengenai term-term silogisme)
c. Sesat pikir term tengah tak berdistribusi (fallacy of undistributed)
Sesat pikir yang terjadi karena term tengah tiedak berdistribusi, padahal untuk memeperoleh
konklusi yang benar term tengah sekurang-kurang satu kali berdistribusi. Hal ini melanggar
ketentuan ketiga mengenai term-term silogisme (lihat ketentuan mengenai term-term
silogisme)
d. Sesat pikir dua premis negatif (fallacy of two negative premises)
Sesat pikir ini terjadi karena menarik konklusi dari dua buah premis negatif pada hal dari dua
premis negatif tidak dapat ditarik konklusi yang benar. Hal itu melanggar ketentuan kedua
dari ketentuan-ketentuan menganai premis-premis (lihat ketentuan premis)
3. Sesat Pikir Material
Sesat pikir material ialah sesat pikir yang terjadi bukan karena bahasa atau bentuk penalaran
yang tidak sahih, melainkan yang terjadi pada materi atau isi penalaran itu sendiri. Surajiyo
menyebutnya sebagai kesesatan relevansi. Sesat pikir macam ini sering kali disengaja guna
membangkitkan emosi atau mengalihkan perhatian seseorang ataupun sekelompok orang dari
masalah yang dipersoalkan. Hal seperti ini sering dipergunakan untuk memperdayakan lawan
bicara. Cara penyajiannya yang sering meyakinkan, tetapi faktanya justru sangat kabur ataupun
bukan yang sedang dibahas. Jadi, kesesatan relevansi timbul kalau orang menurunkan suatu
kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya, artinya secara logis kesimpulan tidak
terkandung atau tidak merupakan implikasi dari premisnya. Jenis-jenis sesat pikir material adalah
sebagai berikut:
a. Argumen terhadap orangnya (Argumentum ad hominem)
Sesat pikir ini terjadi karena argumentasi yang diberikan tidak tertuju kepada persoalan yang
sesungguhnya, tetapi terarah kepada pribadi orang yang menjadi lawan bicara
b. Argumen untuk mempermalukan (Argumentum ad verecundiam)
Sesat pikir ini terjadi karena agumentasi yang diberikan memang sengaja tidak terarah
kepada persoalan yang sesungguhnya, tetapi dibuat sedemikian rupa untuk membangkitkan
perasaan malu si lawan bicara. Contoh: “Jika Anda benar-benar seorang pembeela
kebenaran, Aanda pasti akan membenarkan saya karena apa yang saya katakan selalu
benar!” Hal itu sering pula dilakukan oleh pemasang iklan Misalnya: “Orang yang benar-
benar bijaksana adalah orang yang selalu menggunakan prodduk kami!”
c. Argumen berdasarkan kewibawaan (Argumentum auctoritatis)
Dalam suatu diskusi, tiba-tiba seseorang mengatakan demikian: “Saya yakin apa yang
dikatakan beliau adalah baik dan benar karena beliau adalah seorang pemimpin yang beliau,
seorang tokoh yang sangat dihormati dan seorang doktor yang jenius!” Jelas terlihat bahwa
argumen yang dikemukakan oleh orang tersebut tidak berdasarkan penalaran sebagaimana
mestinya, tetapi didasarkan pada kewibawaan si pembicara terdahulu. Sesat pikir seperti itu
yang bperlu dihindari.
d. Argumen ancaman (Argumentum ad baculum)
Argumen ancaman mendesak orang untuk menerima suatu konklusi tertentu dengan alasan
bahwa jika menolak akan membawa akibat yang tidak diinginkan.
e. Argumen belas kasihan (Argumentum ad misericordiam)
Sesat pikir ini sengaja terarah untuk membangkitkan rasa belas kasihan si lawan bicara
dengan tujuan untuk memperoleh pengampunan
f. Argumen demi rakyat (Argumentum ad populum)
Argumen ini dibuat untuk menghasut massa, rakyat, kelompok untuk membakar emosi
mereka dengan alasan bahwa pemikiran yang melatarbelakangi suatu usul atau program
adalah demi kepentingan rakyat atau kelompok itu sendiri. Argumen ini bertujuan untuk
memperoleh dukungan aatau membenarkan tindakan si pembicara.
g. Argumen ketidaktahuan (Argumentum ad ignorantiam)
Apabila kita memastikan bahwa sesuatu itu tidak ada karena kita tidak mengetahu apa pun
juga mengenai sesuatu itu, hal itu adalah sesat pikir. Belum tentu bahwa apa yang tidak
diketahui itu benar-benar tidak ada. Sesat pikir yang demikian disebut argumentum ad
ignorantiam

MENGHINDARI SESAT PIKIR


Sesat pikir pada hakikatnya merupakan jebakan bagi proses penalaran kita. Seperti rambu-
rambu lalu lintas dipasang sebagai peringatan bagi para pemakai jalan di bagian-bagian yang rawan
kecelakaan. Maka rambu-rambu sesat pikir ditawarkan kepada kita agar jeli dan cermat terhadap
berbagai kesalahan dalam menalar, juga supaya kita mampu mengidentifisi dan menganalisis
kesalahan tersebut sehingga mungkin kita akan selamat dari penalaran palsu.
Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan relevansi, misalnya kita harus tetap bersikap
kritis terhadap setiap argumen. Dalam hal ini, penelitian terhadap peranan bahasa dan penggunaanya
merupakan hal yang sangat menolong dan penting. Realisasi keluwesan dan kenekaragaman
pengguanaan bahasa dapat kita manfaatkan untuk memperoleh kesimpulan yang benar dari sebuah
argumen.
Sesat pikir karena ambiguitas kata atau kalimat terjadi sangat “halus” banyak kata yang
menyebabkan kita mudah tergelincir karena banyak kata yang memilii rasa dan makna yang berbeda-
beda. Untuk menghindari terjadinya sesat pikir tersebut, kita harus dapat mengupayakan agar setiap
kata atau kalimat memiliki makna yang tegas dan jelas. Untuk itu kita harus dapat mendefinisikan
setiap kata atau term yang dipergunakan.

DAFTAR PUSTAKA
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta: Gramedia, 1984.
Khudzaifah Dimyati, Pemikiran Hukum. Konstruksi Epistemologis Berbasis Budaya
Hukum Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing, 2014.
Taufik Pasiak, Brain Management for Self Improvement, Bandung: Mizan, 2007.
Mundiri, Logika, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014
Wagiman, Pengantar Studi Logika : Mempelajari, Memahami dan Mempraktekannya, Yogyakarta :
Pustaka Book Publisher, 2009
Surajiyo dkk, Dasar-Dasar Logika, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006
Sumaryono, E, Dasar-Dasar Logika, Yogyakarta : Kanisius, 1999

Anda mungkin juga menyukai