Buku
Laris
Pengantar
GKR Mangkubumi
Ketua Majelis Pemuda Indonesia
DPD KNPI DIY 2015 - 2018
vi
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
vii
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
viii
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
Selamat Membaca..!!!
GKR Mangkubumi
ix
Daftar Isi
Halaman Judul i
Sebuah Pengantar v
DaGar Isi xi
Kata Pengantar 1
Dunia yang Bergolak 3
KNPI : Mimpi Para Pemuda 11
Menyelami Kembali Keistimewaan 24
Tahta Untuk Rakyat 27
Pisowanan Ageng dan
Demokrasi Deliberatif 30
Renaissance Yogyakarta 35
Arus Balik : Sebuah Epos Pasca
Kejayaan Nusantara? 39
Krisis Identitas yang Berkepanjangan 43
Renaissance Yogyakarta : Menempatkan
Timur sebagai Subjek? 47
Renaissance Yogyakarta dan Gerakan Kita 51
Kegagalan Modernitas dan
Kegagapan Kita 51
Menjadijan Renaissance Yogyakarta
sebagai Gerakan 56
Kodifikasi dan Sistematisasi 58
Pemuda Istimewa Pemuda Bergerak 63
Intelektual Organum : Menyongsong
Renaissance, Menyambut Keistimewaan 64
Power of Knowledge : Agenda
Peningkatan Kapabilitas 71
Mencapai Kejayaan Nusantara 77
Menentukan Arah Gerak 85
DaGar Pustaka 97
xii
Kata Pengantar
2
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
3
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
4
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
5
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
6
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
7
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
8
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
9
KNPI : Mimpi Para Pemuda
12
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
13
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
14
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
15
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
16
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
17
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
18
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
19
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
20
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
21
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
22
Menyelami Kembali Keistimewaan
24
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
tidak terurusi.
Sebenarnya demokrasi semacam ini sudah jauh-
jauh hari dikecam oleh Sokrates, seorang filsuf yang
mengkritik keras sistem demokrasi yang agung-agungkan
oleh orang kebanyakan pada waktu itu. Bagi Sokrates, di
dalam sistem demokrasi menyimpan sebuah bahaya yang
dapat membawa malapateka terhadap kehidupan publik.
Kritik pedas Sokrates berlandaskan bahwa sistem
demokrasi memberi kemungkinan besar suatu negara
diperintah oleh orang-orang dungu yang kebetulan
memperoleh suara terbanyak. Karena tak menutup
kemungkinan bahwa masyarakat tidak selalu memberikan
dukungannya kepada orang-orang yang dianggap paling
mampu dalam menjalankan roda pemerintahan. Tetapi
lebih kepada orang yang mereka sukai dan celakanya
orang yang mereka sukai tidaklah selalu orang-orang yang
kompeten membela nasib hidupnya.
Bahkan yang lebih miris dari itu, demokrasi kita
layaknya sebuah permainan “tong setan”. Kita dipaksa
untuk memilih sosok yang disodorkan di depan mata kita,
yang kita tak pernah tahu siapa ia. Sebuah wajah tanpa
riwayat. Namun terus menerus ditampilkan di depan kita,
disosialisasikan kepada khalayak ramai. Lantas berharap
untuk dipilih dalam kontestasi kekuasaan. Maka partai-
partai pun menjadi seperti toko pakaian. Di etalase mereka
memasang deretan para calon yang sudah dipoles yang
hampir mirip satu sama lain yang ditawarkan untuk
disukai. Namun para calon itu terlihat seperti sebuah
badan yang tak punya hati dan pikiran. Mereka layaknya
sebuah komoditas, yang diperjual belikan di pasar. Maka
mau tak mau, demokrasi menjadi semacam doorprize yang
25
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
26
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
27
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
28
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
29
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
30
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
31
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
32
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
33
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
civil society.
Hal ini membuktikan bahwa kekuasaan Sultan
bukanlah terbentuk dari rangkaian panjang penguasaan
oleh satu kelompok tertentu, kelas, ataupun aparatusnya
sendiri. Melalui pisowanan ageng ia justru menawarkan
dirinya sebagai bagian dari rakyat dan kemenyeluruhan
proses partipasi. Ia tetap menjadi ruang yang sistemik
namun mempunyai keunikan, kekhasan, dan kemandirian
yang relatif bertahan dengan model dan perjuangannya
sendiri. Pisowanan ageng telah membuka ruang politik
yang selama ini macet oleh berbagai blokade kepentingan
kuasa dan uang. Ruang yang selama ini dipakai hanya
untuk pencitraan diri demi kedudukan atau ditimbun oleh
prosedur-prosedur rutin yang membunuh inisiatif warga.
Dalam pisowanan ageng pula, interaksi sosial digerakkan
oleh solidaritas. Bukan dengan kode uang dan kuasa. Para
individu rela melampaui kepentingan privatnya dengan
mengambil alih peran warga Yogyakarta. Ia membongkar
apa yang disebut Habermas sebuah ”kolonisasi sistem atas
dunia-kehidupan” yang tak hanya membunuh partisipasi
warga dalam pembangunan, tetapi juga mengakibatkan
marjinalisasi dan pemiskinan karena kolaborasi birokrat-
investor membuat sistem seleksi yang menguntungkan
sepihak.
Sehingga ia memulihkan harapan pada demokrasi
dan otoritas, ia menjadikan kekuasaan untuk bisa “mawas
diri” dan mencegah kekuasaan berubah menjadi seperti
binatang buas, yang menjadikan rakyatnya sendiri sebagai
mangsanya.
34
Renaissance Yogyakarta
36
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
37
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
38
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
39
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
40
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
41
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
42
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
43
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
44
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
45
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
46
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
47
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
48
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
49
Renaissance Yogyakarta
dan Gerakan Kita
52
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
53
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
54
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
55
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
56
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
57
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
58
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
59
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
60
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
61
Pemuda Istimewa Bergerak
D a l a m m e n j awa b Re n a i s a n s d a n ke i sti m e wa a n
Yogyakarta, apa yang disebut pemuda yang selama ini
dikenal dan menjadi konsepsi organisasi KNPI, perlu di
reposisi atau di redefinisi kembali. Karena mau tak mau,
telah terjadi perubahan alam material, terutama terkait
adanya perubahan poros Antlantik ke Pasifik dan upaya
penyongsongan kita atas ide Renaisans dan keistimewaan
Yogyakarta. Sehingga akan terjadi ketegangan antara
struktur subjektif manusia atau individu dengan struktur
objektif yang ada di luar dirinya. Karena manusia selalu
dalam posisi dialektis (interaksi timbal balik) antara apa
yang ada di dalam dirinya dengan struktur atau realita yang
terjadi di luar dirinya. Untuk itu, organisasi sebagai tempat
dimana proses komunikasi antara individu atau kenyataan
subjektif dengan struktur sosial di luar dirinya itu terjadi,
perlu memperbaharui diri. Jika tidak, ia akan mengalami
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
krisis legitimasi.
Dalam pendekatan sosiologi pengetahuan Peter L.
Berger dan Thomas Luckman hal ini disebut dengan istilah
“eksternalisasi” yakni proses penyesuaian diri dengan
dunia sosiokultural yang mengalami perubahan.
Kemudian proses ini akan berlanjut pada tahap
“obyektivasi” yakni interaksi sosial dalam dunia
intersubjektif yang kemudian nantinya akan mengalami
proses pelembagaan atau me ngalami prose s
intitusionalisasi. Namun disini kita akan berbicara proses
ekternalisasi lebih dulu, baru di pembahasan selanjutnya
kita akan berbicara soal “obyektivasi”.
64
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
“galau”.
Memasuki era reformasi yang mulai compang-
camping, gerakan pemuda mulai menunjukkan titik beku
dan hanya muncul gerakan-gerakan permukaan. Bahkan
k i n i p a s c a p ro s e s d e m o k ra ti s a s i h a l i t u m u l a i
memperlihatkan kondisi yang cukup mengkhawatirkan.
Apalagi soal sensitivitas isu global, mereka kurang
memahami adanya perubahan-perubahan konstelasi
global yang berkembang. Bahkan mereka hanya sekedar
“ikut-ikutan” isu yang berkembang sehingga dengan tanpa
sadar-sebenarnya mereka lebih banyak mengusung
wacana yang kurang menyentuh persoalan dan jauh dari
kenyataan yang ada di masyrakat ketimbang masalah yang
sebenarnya dihadapi oleh masyarakat sipil di negara
berkembang (periphery). Hal ini mempengaruhi struktur
mental dan pengetahuan mereka. Dalam struktur
mentalnya, mereka seringkali menempatkan dirinya
sebagai Ratu Adil yang jika tanpa dirinya, persoalan itu
tidak akan selesai. Dengan kondisi struktur mental dan
pengetahuan seperti itu, kalangan pemuda seringkali
bersikap dan berperilaku “heroisme narsis”, yang dengan
gaya hidupnya mereka sengaja mengidealkan diri mereka
sebagai kelas kosmopolitan, yang justru sebenarnya malah
semakin menjauhkan diri mereka dari kenyataan.
Dengan kondisi mental yang cenderung elitis,
lemah dalam menangkap perubahan global, tidak salah
jika sebagian masyarakat ada yang menganggap
perjuangan mereka tidak lebih sebagai bentuk
kepanjangan tangan dari sistem besar, yaitu globalisasi.
Bahkan korban dari globalisasi itu sendiri. Meminjam
istilah Anton Lucas, yang muncul "pemuda-pemudaan".
65
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
66
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
67
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
68
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
69
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
70
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
71
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
72
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
73
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
s e b a ga i kata l i s ato r ya n g m a m p u m e n ga k ti ha n
intangibles, komponen lain yang inactive.
Sejalan dengan itu, Gramsci juga mengatakan
bahwa “Tidak ada organisasi tanpa intelektual, dengan
kata lain, tidak ada pengorganisasian, tanpa aspek teoritis
dari kesatuan teori-dan-praktik yang dalam konkritnya
terwujud dalam strata orang-orang yang berspesialisasi
dalam elaborasi konseptual dan filosofis”. Peningkatan
kapabilitas dan intelektual dalam organisasi merupakan
sebuah hal yang mendesak di tengah pendangkalan
intelektual yang semakin merebak di dunia pendidikan,
termasuk pendidikan tinggi. Fenomena yang ditandai oleh
pendangkalan intelektualitas yang tidak disadari disertai
dengan menurunnya kualitas akademik dan merosotnya
komitmen terhadap bidang ilmu yang digeluti para
akademisi. Atau sebuah fenomena floating academic.
Fenomena ini pun mengakibatkan banyak orang yang
mempersoalkan tentang Quo vadis organisasi pemuda
atau hendak kemana biduk organisasi pemuda digerakkan.
Namun peningkatan kapabilitas dan menjadikan
pengetahuan sebagai kekuatan, haruslah diciptakan
sebuah “habitus” yang memungkinkan adanya agenda itu.
Habitus sering dipaham i sebagai hasil
keterampilan yang menjadi tindakan praktis yang tidak
selalu harus disadari. Tindakan praktis itu menjadi suatu
kemampuan yang kelihatannya alamiah dan berkembang
dalam lingkungan sosial tertentu (Bourdieu, 1994 : 16-17).
Habitus menjadi penghasil praktik-praktik kehidupan
sejalan struktur sosial yang membentuknya. Perilaku
buruk seperti korupsi, mentalitas menerabas, mangkir
terhadap tanggung jawab, menolak mengundurkan diri
74
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
75
Mencapai Kejayaan Nusantara
78
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
79
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
80
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
81
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
82
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
83
Menentukan Arah Gerak
86
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
87
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
88
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
89
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
90
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
91
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
92
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
93
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
94
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
95
Daftar Pustaka
98
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
99
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
100
Pemuda Bergerak; Mencapai Kejayaan Nusantara
ISBN 978-602-74129-0-3
DEWAN
KOMITEPENGURUS DAERAH
NASIONAL PEMUDA INDONESIA
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 9 786027 412903