Anda di halaman 1dari 22

Gerakan Fajar Nusantara di Mata Sila-Sila Pancasila

Di susun oleh
Kelompok 9
Nama Anggota :
Fuzilestari Nur A

I1C015039

Amatullah Syarifah

I1C015051

Irfansyah SNF

I1C015069

Andriyaningsih

I1C015109

Megawati Maswatu

I1C015115

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2016

Kata pengantar

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidsysh, dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul GAFATAR di mata pancasila.
Makalah ini kami susun dengan mengacu pada beberapa sumber yang
telah kami baca, baik itu dalam media cetak maupun media online yangdapat di
pertanggungjawabkan serta sebagai tugas mata kuliah pendidikan pancasila.
Terlepas dari itu semua kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dari segi kalimat, tata bahasanya maupun dari segi materi yang kami
angkat. Oleh karena itu, kami menerima segala kritik dan saran yang membangun.
Akhir kata kami berharap agar makalh ini dapat bermanfaat serta dapat
memberi inspirasi bagi pembacanya.

Purwokerto,11 April 2016

Penyusun

Daftar isi
Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I
1. Pendahuluan
1.1.
Belakang
1.2.
Masalah
1.3.

Latar
4
Rumusan
4
Tujuan
5

Bab II
Tinjauan Pustaka

Bab III
Pembahasan

14

Kesimpulan

21

Daftar Pustaka

22

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penulisan makalah ini merupakan pemaparan tentang kasus gerakan
Fajar Nusantara (GAFATAR) dan analisisnya menggunakan nilai-nilai
pancasila. Organisasi Kemasyarakatan (ormas) Gerakan Fajar Nusantara
(Gafatar) mendapat banyak sorotan berkaitan dengan kasus laporan orang
hilang, dugaan aliran sesat, sampai dengan pengusiran anggota Ormas tersebut
di beberapa daerah. Penanganan terhadap Ormas Gafatar terkendala dengan
adanya Putusan Mahkamah Konstitusi terkait pengujian UU Ormas yang
mengakibatkan Kementerian Dalam Negeri kesulitan melakukan pengawasan
terhadap ormas yang tidak berbadan hukum. Penyelesaian permasalahan ini
perlu memperhatikan 5 (lima) faktor penegakan hukum, yaitu hukum, penegak
hukum, sarana dan prasarana, masyarakat, serta budaya. Sebagai wujud fungsi
pengawasan, DPR RI, khususnya melalui komisi terkait perlu melakukan Rapat
Kerja dengan Pemerintah untuk menemukan solusi penanganan permasalahan
Ormas Gafatar ini.Dengan di buat makalah ini kami akan mencoba
menganalisa kasus tindakan Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) berdasarkan
nilai-nilai dalam pancasila. Harapannya makalah yang kami susun dapat
mengalisa kasus gafatar ini dengan sedetail mungkin agar generasi muda
indonesia kedepannya senantiasa berperilaku yang tidak bertolak belakang
dengan niali-nilai pancasila.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian gafatar?
2. Mengapa GAFATAR disebut organisasi sesat?
3. Bagaimana analisis kasus GAFATAR ini dengan nilai-nilai pancasila?
4. Bagaimana kita sebagai generasi muda menyikapi kasus seperti ini?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari GAFATAR
2. Mengetahui alasan mengapa GAFATAR disebut sebagai dengan
organisasi sesat
3. Mengetahui analisis kasus GAFATAR berkaitan dengan nilai-nilai
pancasila
4. Mengetahui sikap generasi muda terhadap kasus GAFATAR

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah terbentuknya GAFATAR
Tak dapat dipungkiri, bahwa bangsa Indonesia belum juga bisa merdeka
seutuhnya dari sistem penjajahan neokolonialis dan neoimperialis, sehingga
kekayaan bangsa ini terus-menerus diperas oleh negara-negara penjajah dan
secara tidak sadar telah menjadikan bangsa asing sebagai tuan di negeri kita
sendiri. Akibatnya, kebiasaan hidup dengan gaya feodalis yang mendewakan
penjajah, dan mental budak sebagai bangsa tertindas masih membumi dalam
kehidupan keseharian. Kini, sikap imperialis-konolialis tersebut menjangkiti
beberapa generasi bangsa meski era penjajahan telah lama berlalu.
Keserakahan akan penguasaan materi dengan jalan yang tidak sah,
kencangnya aroma persekongkolan dalam mengambil keputusan, persatuan dan
kesatuan bangsa yang rentan akan perpecahan dan konflik horizontal, perilaku
zalim yang sudah mentradisi, dan entengnya perbuatan amoral dilakoni oleh
para punggawa bangsa yang hipokrit, adalah konsumsi harian yang tak pernah
absen dari media berita Nasional. Seustu fenomens ysng bertabrakan dengan
nilai-nilai luhur bangsa Indoneisa.
Kenyataan ini membuat kami menjadi terpicu untuk berbuat. Tak bisa
duduk diam tanpa melakukan apa-apa untuk kemajuan dan kejayaan bangsa.
Bahwa bangsa ini harus mampu bangkit dari kedangkalan wawasan dan mental
budak yang ditinggalkan oleh penjajah dahulu. Bangsa ini harus dapat menata
perilaku yang bermoral dan bermartabat, karena moralitas adalah cikal bakal
terbentuknya sebuah tata nilai kehidupan yang lebih tinggi lagi. Tanpa
pembenahan moral dan budaya, maka bangsa ini akan terus menggali jurang
keserakahan di antara sesama menuju titik nadir kehancurannya.
Sebagai sesama anak bangsa yang memiliki kepedulian terhadap
dinamika hidup dan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di
bumi Nusantara, kami juga memiliki tugas dan tanggung jawab mulia untuk
ikut serta menata kembali moralitas bangsa menuju adab kemanusiaan yang
setara dan berkeadilan. Kelayakan taraf hidup yang seharusnya ada pada setiap
keluarga sebagai pengelola alam semesta bersandarkan pada prinsip

keseimbangan. Begitupula kelayakan yang ada pada pola pikir massa tentang
posisi bangsa ini yang sesungguhnya pernah diperhitungkan oleh bangsa lain
dalam percaturan dunia. Nusantara pernah memiliki peradaban yang tinggi
dengan pola hidup yang bermartabat, sehingga disegani oleh bangsa-bangsa
lain di muka bumi.
Kami berpandangan, bahwa semua permasalahan ini bukan dikarenakan
oleh sistem politik atau ketidakadilan ekonomi dan sosial semata, melainkan
juga sebagai buah dari abrasi nilai-nilai moral spiritual dan budaya Nusantara
hingga mengakibatkan kemerosotan moral penguasa dan masyarakat bangsa
secara menyeluruh yang sudah mendekati titik nadirnya. Coba lihat, anak-anak
bangsa tidak lagi mengenal tradisi para leluhur bangsa, anak cucu tidak lagi
mengenal adat dan tatakrama di dalam masyarakat, dan para orang tua
mempertontonkan perilaku buruk di depan anak-anaknya. Sang cucu
bertingkah seenaknya memporakporandakan perabot rumah sendiri, anarkis,
bahkan tidak segan menzalimi saudaranya sendiri, akibat sang Bapak
sedemikian sibuk mengurusi nafsu keserakahan dan kemewahan duniawi,
hingga lupa mengajarkan budaya dan tata nilai kepada generasi berikutnya
yang sebelumnya telah diajarkan oleh sang kakek dan nenek moyang
Nusantara secara turun temurun.
Perjalanan sejarah pergumulan peradaban dunia dan umat manusia
adalah dua hal yang saling terkait, termasuk sejarah peradaban Nusantara.
Olehnya itu, sejarah tidak dapat dipisahkan dari rentetan perjalanan kehidupan
manusia masa lampau, kini dan masa datang. Ini merupakan satu interaksi yang
berkelanjutan yang tiada berujung. Sejarah kehidupan para leluhur Nusantara
bukanlah dongeng pengantar tidur anak-anak kita, tetapi pusaka yang tak
ternilai harganya. Mulai dari sejarah datangnya misi nabi Ibrahim (Abraham)
ke Nusantara lewat generasi Kentura (isteri ketiganya), Kerajaan Salakanagara
dan Tarumanegara di Banten, Kerajaan Kandis di Lubuk Jambi, Kerajaan
Melayu Jambi, Kerajaan Sriwijaya di Palembang, Kerajaan Tulang Bawang di
Lampung, Kerajaan Perlak dan Samudera Pasai di Aceh, Kerajaan Panjalu di
Kediri, Kerajaan Singasari dan Majapahit di Jawa Timur, Kerajaan Demak dan
Mataram di Jawa Tengah, Kerajaan Wajo dan Gowa-Tallo di Sulawesi Selatan,
7

Kesultanan Ternate, Kesulatanan Solo dan Ngayogyakarta Hadiningrat dan


yang lainnya hingga sejarah kemerdekaan Republik Indonesia. Untuk itu,
manipulasi data sejarah peradaban bangsa Nusantara oleh para penjajah atau
penguasa berakibat pada buta sejarahnya generasi bangsa ini akan nilai-nilai
luhur Nusantara yang telah terbukti mampu mengantarkan Nusantara ke
puncak kejayaannya pada eranya. Yang seharusnya dapat menjadi spirit (ruh)
dan cermin bagi kejayaan Nusantara di masa mendatang.
Belakangan ini, beberapa upaya ilmiah telah banyak dilakukan oleh
para ahli tentang sejarah dan budaya Nusantara, mulai dari penelitian tentang
ras Austronesia sebagai nenek moyang bangsa Indonesia yang sudah ada di
kepulauan Nusantara ini sekitar 5000 tahun lalu. Teori tentang Sunda Land
sebagai pusat peradaban yang maju ribuan tahun silam yang dikenal dengan
benua Atlantis (taman Eden) yang hilang, hingga penelitian yang mengungkap
jejak misi Ibrahim pada Kerajaan Majapahit yang selama ini oleh para
sejarawan dan filolog Barat (baca: Kolonial) diklaim sebagai Kerajaan Hindu,
namun tradisi yang berlaku dalam Kesultanan Majapahit sesungguhnya
merupakan tradisi yang menjadi jalan hidup para nabi dan orang orang
terdahulu.
Di sinilah, komitmen kita bersama untuk melestarikan dan menjaga
pusaka budaya Nusantara ini agar dapat diwariskan kepada anak cucu dan
generasi kita selanjutnya adalah pekerjaan rumah tersendiri bagi generasi muda
bangsa ini ke depan. Bukan hanya untuk mewariskan cerita mereka semata,
melainkan spirit (ruh) dari kehidupan mereka harus dapat direaktualisasikan
pada kehidupan kita hari ini (sesuai zaman dan kondisinya). Visi Bung Tomo
yang ingin menyatukan Nusantara, misalnya, adalah sebuah visi mulia yang
hari ini jangan hanya dijadikan referensi sejarah belaka, melainkan juga harus
senantiasa mengilhami kehidupan para generasi pelanjut bangsa dan negara ini
untuk mewujudkannya.
Komitmen ini membentuk sebuah tatanan sendiri dalam diri kami, yang
tanpa direkayasa semakin hari kami menemukan jati diri kami yang
sesungguhnya. Aktivitas kami tidak hanya mempelajari sejarah yang terkait
dengan keberadaan bangsa di bumi Nusantara ini, membuat seminar-seminar

kecil dan besar atau diskusi-diskusi ilmiah. Karena diskusi ilmiah tentang
sejarah kehidupan seseorang hanya akan menjadi referensi semata bila kita tak
mampu menyelami dasar pemikiran dan perjuangan para leluhur Nusantara
sebagai pelaku sejarah. Diskusi jangan hanya berhenti pada level wacana,
namun harus mempelajari lebih jauh pesan dan tujuan hidup mulia mereka
serta apa-apa saja yang dapat kita implementasikan untuk kehidupan hari ini,
esok dan masa datang. Bahkan kita pun harus mampu melanjutkan dan
memperjuangkan kembali spirit (ruh) dan visi mulia mereka.
Selain itu, hal lain yang turut memanggil kami untuk bangkit dan
berkarya adalah, setelah enam puluh tujuh tahun perjalanan bangsa, Pancasila
sebagai dasar negara telah mengalami berbagai batu ujian dan dinamika sejarah
sistem politik bangsa, mulai zaman Orde Lama dengan demokrasi parlementer,
zaman Orde Baru dengan demokrasi terpimpin hingga Orde Reformasi saat ini
dengan demokrasi multipartai. Dari zaman ke zaman, Pancasila harus melewati
alur dialektika peradaban yang menguji kesaktiannya sebagai dasar filosofis
bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik
terminal sejarah. Kesaktian Pancasila semakin teruji karena cita-cita luhur dari
para pendiri bangsa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
belum juga bisa terwujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, atau
masih sebatas impian. Meskipun cita-cita luhur tersebut sering kali menjadi
angin surga bagi kalangan akar rumput dari janji-janji politik para (calon)
penguasa.
Sejak jatuhnya rezim Orde Baru pada 21 Mei 1998, kita memasuki era
reformasi yang sejatinya merupakan proses perubahan atau perombakan atas
sistem nilai dan tatanan lama yang dinilai keliru. Tidak heran jika era reformasi
telah melambungkan sejuta asa bagi rakyat Nusantara akan perubahan nasib
mereka menuju kehidupan damai sejahtera. Di satu sisi, kita menyambut
gembira era reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi di berbagai
bidang. Namun bersamaan dengan kemajuan kehidupan berpolitik tersebut, ada
sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan bersama.

B. Kesesatan Ajaran Al-Qidayah


Selain yang telah dijelaskan diawal, mereka juga membagikan syariat
dalam dua macam serta memberlakukan hijrah yakni jahron dan syiron, dan
sekarang masih laiyl tidak perlu ritual-ritual ibadah. Berikut rincian kesesatan
Al-Qiyadah:
1. Al-Qiyadah mengajarkan, bahwa kiamat bukan kehancuran melainkan
kebangkitan; Mengubah syahadat berbunyi Asyahadu An La Ilaha ill
Allah, Wa Asyahadu Anna Masih Al Mawud Rasul Allah (Saya Bersaksi
bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Saya Bersaksi bahwa Masih AlMawud sebagai Rasul Allah).
2. Nabi Muhammad Saw bukan nabi terakhir melainkan nabi penggenap
ajaran Isa Al-Masih, sehingga masih akan ada rasul berikutnya yang
menggenapi ajaran Nabi Muhammad Saw. Dalam pengertian Al-Qiyadah
Al-Islamiyah, nabi/rasul penerus itu adalah Al-Masih Al-Mawud.
3. Menurut Al-Qiyadah, ajaran dari Kristen ataupun Islam itu tidak salah,
keduanya merupakan penyempurnaan dari ajaran sebelumnya yang
diwariskan Musa melalui Kitab Taurat-Zabur. Jadi, pegangan mereka kitab
Al Quran disatukan dengan alkitab kristen/yahudi.
4. Pengertian itu membawa kepada prinsip bahwa saat ini merupakan masa
Makiyah dan bukan masa Madaniah, sehingga ajaran untuk sholat lima
waktu, ajaran untuk berpuasa, ajaran untuk naik haji, ajaran untuk
menghormati orangtua, tidak perlu ritual.
5. Al-Qiyadah juga mengajarkan, tugas orangtua kepada anak selesai setelah
ibu melahirkan anaknya.
6. Ahmad Moshaddeq mengaku sebagai almasih al-mawud, mengaku nabi
dan rasul bahkan dirinya mengaku sebagai ruhul qudus yang pernah
datang kepada Nabi Muhammad Saw.
Dari beberapa poin di atas, paham yang dianut nampaknya ada
kemiripan dengan beberapa aliran dan paham sesat yang sudah ada
sebelumnya, yaitu Ahmadiyah Qadian, Lembaga Kerasulan, Inkarussunnah,
dan tentu saja NII KW 9, karena dulunya Mushadeq bersama Syekh Panji
Gumilang Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, pada tahun 2000 keluar dan
10

mendirikan Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang sudah beberapa kali merubah nama


untuk menipu umat Islam.
Pada saat periode Jahran dimulai, Mushaddeq sudah mencapai tingkat
Thariq, yang artinya sudah dibentuk 12 sel yang membawahi 114 sel yang
membawahi 1368 sel, berarti jumlah kader aktif (rain) ada 7470 orang (belum
termasuk kader pasif/ummah) yang terus bergerak membentuk sel dan
melakukan improvisasi. Jumlah pengikut di sinyalir antara 40,000 hingga
60,000.
Dalam penyebarannya, aliran ini memiliki 6 fase yaitu sirran (rahasia),
jahran (inklusif), hijrah (berpindah), qital (perang), futuh (kemenangan) dan
khilafah (pemimpin). Menurut internal Al-Qiyadah model fase ini mengambil
dari uswah/contoh dari fase-fase enam tahap penciptaan alam semesta
(Kerajaan Allah di alam aktual), enam tahap penciptaan manusia (dari zigot
menjadi bayi), dan fase perjuangan Nabi Muhammad Saw. Di mana fase-fase
tersebut mesti dijalankan secara sempurna. Pada tahun 2023 (bertepatan
dengan 100 tahun kehancuran Khilafah Islamiyah 1923, istilahnya: masa tidur
Uzair) diproyeksikan bahwa Bangsa Indonesia akan memimpin Khilafah.
Aku Al-Masih Al-Mawud menjadi syahid Allah bagi kalian, orangorang yang mengimaniku, dan aku telah menjelaskan kepada kalian tentang
sunnah-Nya dan rencana-rencana-Nya di dalam hidup dan kehidupan ini
sehingga dengan memahami sunnah dan rencana-rencana-Nya itu kalian dapat
berjalan dengan pasti di bawah bimbingan-Nya.
Dan aku juga memerintahkan kepada katib agar mempersiapkan
sebuah acara di Ummul Qura bagi para sahabat untuk menjadi syahid bagi
kerasulan Al-Masih Al-Mawud, tetapi katib mengusulkan agar acaranya
diadakan di Gunung Bunder saja, akupun menyetujuinya, di malam yang
ketigapuluh tiga, tiga hari menjelang empat puluh hari aku bertahannuts,
kembali aku bermimpi, di dalam mimpi itu aku sedang dilantik atau diangkat
menjadi rasul Allah disaksikan para sahabat. (hal 182)

11

Kisah di atas dikutip dari buku Ruhul Qudus yang Turun Kepada AlMasih Al-Mawud edisi pertama Februari 2007, diberi kata pengantar
tertanggal Gunung Bunder, 10 Februari 2007 oleh Michael Muhdats.
Buku tersebut merupakan firman Allah atau ruhul qudus yang diturunkan
kepada rasul-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam kata pengantarnya, Buku
yang ada di hadapan saudara ini merupakan firman Allah atau ruhul qudus
yang diturunkan kepada rasul-Nya.
Gerakan kelompok ini mulai merambah kalangan kampus dan
meresahkan masyarakat. Model gerakannya senyap, tersembunyi, dan
berkembang melalui rekruitmen dengan menggunakan pola sistem sel.
Selain meyakini adanya rasul Allah pada masa sekarang ini, yang mereka
sebut Al-Masih Al-Mawud, mereka pun berkeyakinan bahwa shalat
(dikerjakan) hanya pada waktu malam saja. Tidak ada shalat lima waktu
sebagaimana kewajiban yang ditunaikan kaum muslimin umumnya. Mereka
pun menganggap musyrik orang yang tidak sepaham dengan mereka.
Lafazh syahadatain mereka berbeda dengan yang diucapkan dan
diyakini kaum muslimin. Seperti termuat dalam buku di atas, lafazh
syahadatain kelompok Al-Qiyadah Al-Islamiyyah ini berbunyi, Aku bersaksi
bahwa tiada yang hak untuk diibadahi kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa
anda Al-Masih Al-Mawud adalah utusan Allah (hal 191). Al-Masih AlMawud menyatakan bahwa dirinya banyak menerima wahyu dari Allah saat
bertahannuts di Gunung Bunder. Dan kepada para pengikutnya ditekankan
agar bersaksi bahwa semua itu adalah kebenaran yang datang dari Allah
melaui rasul-Nya. (hal 184)
Namun demikian, apa yang diajarkan oleh kelompok Al-Qiyadah AlIslamiyyah ini, ternyata tidak semata mengutip ayat-ayat Al Quran saja.
Mereka juga mengajarkan juga paham-paham Kristen, bahkan banyak
mengutip dan mendasarkan ajarannya pada Al-Kitab (Injil). Mereka
berpemahaman bahwa ajaran yang dibawa Moses, Yesus, dan Ahmad (Nabi
Muhammad) adalah sama karena memiliki sumber ajaran yang sama pula

12

(dari Allah), bahkan kata mereka, di dalam Islam ada konsep trinitas
sebagaimana dalam ajaran Kristen.
Demikianlah, mereka mencampuradukkan ajaran. Banyak lagi ajaranajaran yang mereka tanamkan kepada para pengikutnya dengan memberikan
pemahaman yang menyesatkan. Mereka tidak segan-segan menyatakan,
Sebetulnya ajaran Yesus sama dengan ajaran Islam.
Dan wajib mengkuduskan hari Sabat, inilah ajaran kristen Advent
yang disusupkan kepada aliran sesat Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Setelah
difatwakan sesat oleh MUI, kemudian berubah nama menjadi KOMAR
(Komunitas Millah Abraham), dan sekarang berubah menjadi ormas
GAFATAR (Gerakan Fajar Nusantara). Itulah bukti keterlibatan Pendeta Welly
alias Robert P. Walean alias Waroqoh bin Naufal yang mengajarkan Islam
Hanif akan masuk Sorga, padahal itu ajaran Kristen Advent.
C. Kitab Suci dan Buku Rujukan
Ajarannya yang mencampuradukkan Al Quran digabungkan dengan
alkitab Kristen tertuang dalam buku-buku yang Abu Deedat miliki dari para
korban aliran sesat tersebut sebagai berikut: Al Masih Al Mawud dan Ruhul
Kudus; Ruhul Qudus yang Turun kepada Al Masih Al Mawud;
Menyingkap Tabir Pemisahan Yesus Kristus dari Sejarah; Berita dari Al
Masih Al Mawud; Keutamaan Enam Program Pengabdian; Eksistensi
dan Konsekuensi Sebuah Kesaksian; Al Qiyadah Al Islamiyah; Memahami
& Menyikapi Tradisi Tuhan. Kewajiban Menghormati Hari Ketujuh
(Sabath), Ruhul Qudus Eksistensi & Esensi Al-Quran, Memahami
Makna Kerajaan Allah, TEOLOGI ABRAHAM Membangun Kesatuan
Iman Yahudi, Kristen dan Islam dan beberapa buku Tafsir wa takwil.
Menurut Abu Deedat Syihab, pengikut Al-Qiyadah Al-Islamiyah
mencapai 60 ribu orang di sembilan wilayah di Indonesia, antara lain, Jakarta,
Lampung, Makassar, Sumbar, Aceh, dll. Kebanyakan dari pengikutnya adalah
pelajar dan mahasiswa, sekitar 60 persen.
BAB III

13

PEMBAHASAN

Di manakah peran Pancasila kini berada?


Pertanyaan ini penting dikemukakan, karena sejak lengsernya Orde Baru
dan lahirnya reformasi 1998, Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran
sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika
reformasi. Tidak sedikit dari anak-anak negeri ini yang tidak dapat melafazkan
sila-sila Pancasila dengan benar berikut simbol-simbolnya, apalagi untuk
mengaktualisasikannya. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa.
Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks
kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti
pohon kayu yang tersandar pada sebuah kekuatan rezim Penguasa (Orde Baru)
yang pada saat rezim Orde tersebut jatuh, maka Pancasila pun ikut jatuh bersama
sang penguasa. Pancasila kini berada di lorong sunyi justeru di saat denyut nadi
kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin hiruk-pikuk dengan
optimalisasi peran civil society, supremasi hukum, otonomi daerah dan kebebasan
berpolitik.
Mengapa kita seolah melupakan Pancasila?
Bagai dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, nasib dari Pancasila sama
mirisnya dengan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang juga semakin ditinggal
oleh penggemarnya. Lagu Indonesia Raya tak ubahnya sebagai bacaan wajib
dalam sebuah acara ritual keagamaan yang hampa akan makna dan tak punya
spirit (ruh) sedikit pun untuk dapat membangkitkan jiwa kejuangan yang
menyanyikannya. Dia hanya dikumandangkan pada acara-acara kenegaraan atau
tatkala para Arjuna dan Srikandi bangsa Indonesia mendulang emas dalam sebuah
kejuaraan cabang olah raga, seperti saat berlangsungnya Sea Games atau Asian
Games. Namun setiap kali Lagu Kebangsaan tersebut dikumandangkan, tak
sedikit pun menggugah jiwa raga kita sebagai anak bangsa seperti yang
diinginkan dari makna dan spirit lagu Indonesia Raya. Kita hanya mampu berucap

14

Merdeka! Merdeka!, namun tidak mampu membangkitkan semangat kita untuk


betul-betul hidup menjadi pribadi-pribadi yang merdeka.
Kiranya kurang bijak, jika kesalahan dan kekhilafan para pemimpin
bangsa di era yang lalu menyebabkan kita turut membenci Pancasila yang
sejatinya merupakan karya luhur dari para pendiri bangsa. Pancasila sebagai dasar
negara tak terkait dengan era pemerintahan Orde Lama, Orde Baru atau Orde
Reformasi, sehingga Pancasila sejatinya terus menerus harus diaktualisasikan dan
menjadi jati diri bangsa yang akan mengilhami setiap perilaku kebangsaan dan
kenegaraan anak-anak negeri, dari waktu ke waktu. Tanpa pemahaman yang benar
akan nilai-nilai dasar negara, maka aktualisasinya akan kehilangan arah dalam
perjalanan bangsa ke depan, terlebih kita memasuki era globalisasi di berbagai
bidang yang kian kompleks dan rumit. Reformasi di segala bidang akan
menemukan arah yang benar manakala segenap eksponen dan komponen bangsa
dapat menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila yang sejatinya merupakan inti
sari dari nilai-nilai luhur Nusantara yang berdasar dari nilai-nilai Kebenaran
Universal, dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuh damai,
cinta kasih dan saling menghormati di tengah pluralitas bangsa yang majemuk ini.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Maksudnya adalah setiap warga Negara berhak untuk memeluk agama
atau kepercayaan masing-masing, tanpa harus mengganggu agama lainnya.
Karena pada dasarnya, agama atau kepercayaan mempunyai nilai penting untuk
mengatur suatu tatanan sistem yang elah terbentuk. Dengan berpedoman kepada
sila ini, sudah tidak ada pemaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain, yaitu tidak boleh memaksakan orang
lain memeluk agama kita atau memaksakan seseorang untuk berpindah dari
agama satu ke agama yang lain. Negara memberikan jaminan kebebasan kepada
warga Negara untuk memeluk salah satu agama atau kepercayaan sesuai dengan
masing masing.
Seperti kita ketahui bahwa organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar)
merupakan organisasi yang mengatasnamakan agama sebagai pakemnya. Namun,
15

tidak seperti NU, Muhammdiyah, maupun organisasi keagamaan lainnya, Gafatar


justru cenderung hadir sebagai suatu agama / keyakinan baru yang menyajikan
ajaran-ajaran yang sifatnya sesat dan mendoktrin masyarakat untuk menuju jurang
kenistaan. Dalam fatwa sesat yang menyesatkan yang dikeluarkannya, MUI
menemukan adanya pelanggaran terhadap sejumlah ketentuan beragama yang
benar pada diri Gafatar. Antara lain kepercayaan sosok Ahmad Musadeq adalah
pembawa risalah dari Tuhan Yang Maha Esa setelah Nabi Muhammad SAW.
Gafatar juga menggabungkan ajaran tiga agama sekaligus, yaitu Islam, Nasrani,
dan Yahudi, dengan cara menafsirkan ayat-ayat Alquran tidak sesuai dengan
kaidah tafsir. Yang ironis, sebagai kelompok yang mengakui adanya juru selamat,
Gafatar faktanya mengingkari perintah ibadah, seperti meniadakan kewajiban
salat lima waktu, puasa Ramadan, dan haji bagi para pengikutnya. Oleh kerena
itu, Gafatar sangat mencederai nilai Ketuhanan.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Pada sila kedua ini memiliki makna manusia diakui dan diperlakukan
susuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa, yang sama derajatnya, yang sama haknya dan kewajiban-kewajiban asasinya,
tanpa membedakan suku,, keturunan, agama, dan kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap
saling saling mencintai sesama manusia, sifat menghargai juga sikap adanya rasa
kekeluargaan yang terjaga di antara sesama. Kemanusiaan yang adil dan beradab
berarti menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan, melakukan kegiatan-kegiatan
kemanusiaan dan berani membela kebenaran dan keadilan. Manusia adalah
sederajat, maka bangsa Indonesia merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh
umat manusia.
Pergerakan organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafartar) dalam
bermanuver, terutama dalam hal perekrutan anggotanya dilakukan secara illegal
dan melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang sudah lama tertanam di Indonesia.
Mereka pada awalnya membujuk dan merayu para korban dengan paham-paham
yang mereka ajarkan. Dan lama-kelamaan, pergerakan mereka seperti mendoktrin

16

masyarakat untuk mengikuti ajaran Gafatar. Bahkan ada laporan bahwa mereka
menculik para korban yang kebanyak pemuda dan memaksanya untuk memeluk
ajaran Gafatar yang sesat ini. Jadi, secara tidak langsung Gafatar telah merenggut
hak-hak kemanusiaan para korban, yakni hak untuk berkumpul dan berinteraksi
dengan keluarganya, serta hak untuk menjalani kehidupan dengan semestinya.
Jelas, hal ini menodai nilai kemanusiaan yang tertera pada sila ke-2 Pancasila.
Sila Persatuan Indonesia
Sila persatuan Indonesia menempatkan manusia Indonesia pada
persatuan, kesatuan serta kepentingan dan keselamatan Bangsa dan Negara di atas
kepentingan pribadi dan golongan. Menempatkan kepentingan-kepentingan
Negara dan Bangsa di atas kepentingan pribadi, berarti warga Indonesia sanggup
dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan Bangsa. Sikap rela berkorban
untuk kepentingan Bangsa dan Negara, maka dikembangkanlah rasa kebangsaan
dan bertanah air Indonesia, dalam rangka memelihara ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Persatuan
dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaula demi
kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.
Di jiwai oleh sila ketuhanan, kemanusiaan yang adil beradap,

sila

kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan


perwakilan dan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terkandung nilai
bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu
sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Negara merupakan persekutuan hidup
berdamain di antara elemen-elemen yang membentuk negara berupa suku,ras,
kelompok, golongan, maupun kelompok agama, beraneka ragam tetapi satu
Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan bukannya untuk di runcingkan menjadi konflik
dan permusuhan melainkan diarahkan pada suatu sintase yang saling
menguntungkan yaitu persatuan dalam hidup bersama untuk mewujudkan tujuan
bersama.
Keberadaan ormas gafatar di Indonesia sudah cukup lama dan citra yang
di bangun dengan membawa program positif terhadap masyarakat luas seperti
17

pembinaan masyarakat, bantuan sosial dan gotong royong. Namun ormas ini
memiliki tujuan terselubung yaitu menegakan negara Islam dengan mengakar
terhadap pemahaman rasionalitas negara yang di anut. Jadi oramas ini telah
bertentangan dengan sila ketiga yaitu persatuan Indonesia yang mana telah
membuat kepentingan tertentu yang akan menghancurkan persatuan Indonesia
dengan mengajak masyarakat untuk bergabung dengan ormas ini yang ditawari
pekerjaan, bantaun ekonomi dan lain sebagainnya. Kesadaran masyarakat sebagai
negara hukum sangat perlu menjadi titik poin , karena dengan negara hukum
setiap sesuatu yang bertentangan, meresahkan orang banyak dan setiap yang
berkaitan dengan norma-norma ada penegak hukum yang mengatasi, dan bukan
radikalisme masyarakat yang bertindak sebagai pasal 27 UUD 1945 sebagai
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahn dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya,
maka dari itu radikalisme yang mengatasnamakan sosial masyarakat tetap
bertentangan dengan nilai-nilai sosial. Target ormas ini tertuju pada masyarakat
yang minim pengetahuan agama, dan kurangnya simpatisan sosial sebagai
penduduk Indonesia, namun tidak menutupi juga pada kalangan masyarakat yang
pengetahuan agam dan simpatisan sosialnya baik , oleh karena itu pemerintah
bukan hanya menfokuskan untuk menyelidiki ormas ini namum harus juga
memberikan sosialisasi yang bersifat simpatisan sosial sebagai penduduk
Indonesia kepada masyarakat yang di pelosok maupun yang di kota. Hal ini di
tujukan untuk adanya keseimbangan antara penyelidikan dan meminimalisir agar
tidak ada lagi ormas seperti ini.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
Artinya manusia Indonesia sebagai warga Negara dan masyarakat
Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Dalam
menggunakan hak-haknya ia menyadari perlunya selalu memperhatikan dan
mengutamakan kepentingan Negara dan kepentingan masyarakat. Karena
mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama, maka pada dasarnya tidak

18

boleh ada suatu kehendak yang dipaksakan keapda pihak lain. Sebelum di ambil
keputusan yang menyangkut kepentingan bersama terlebih dahulu di adakan
musyawarah. Keputusan yang dihasilkan secara mufakat. Musyawarah untuk
mencapai mufakat ini, diliputi oleh semangat kekeluargaan, yang merupakan ciri
khas bangsa Indonesia. Manusia Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi
setiap hasil keputusan musyawarah, karena semua pihak yang bersangkutan harus
menerimanya dan melaksanakan dengan baik dan tanggung jawab.
Gafatar dilihat dari sudut pandang pancasila khususnya sila ke IV yaitu
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan /
perwakilan ada perbedaan prinsip. Kita sudah mengetahui bahwa gafatar adalah
organisasi yang memiliki prinsip berbeda dengan pemerintah dan gafatar juga
dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Gafatar dipimpin oleh seseorang yang
membawa paham-paham menyimpang dari aturan yang berlaku. Banyak orang
yang bergabung dalam gafatar didoktrin supaya mereka mau untuk melakukan apa
yang diperintahkan oleh pemimpinnya. Keanggotaan gafatar pun termasuk
keanggotan ilegal yang tidak disahkan oleh hukum. Aspirasi anggotanya tidak lagi
menjadi prioritas. Sebaliknya mereka dituntut untuk mengikuti semua keinginan
pemimpinnya. Berbanding terbalik dengan hal tersebut, sila ke kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan / perwakilan yang
mengisyaratkan bahwa rakyat dipimpin oleh pemimpin yang dapat mengayomi
anggotanya dengan rasa bijaksana dan mengutamakan musyawarah atau
perwakilan dalam membuat keputusan atau menyelesaikan masalah.
Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Maksudnya yaitu manusia Indonesia menyadari kah dan keawjiban yang
sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Dalam rangka ini dikembangkan perbuatan luhur yang menciptakan sikap dan
suasana kekeluargaan dan gotong-royong. Untuk itu dikembangkan sikap adil
terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta
menghormati hak-hak orang lain.

19

Gafatar dilihat dari sudut pandang pancasila sila ke V yaitu sila keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban
yang sama. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah kita menghargai
semua itu. Sila ke V mengajarkan kita untuk membentuk sikap rasa kekeluargaan
dan saling tolong-menolong. Tak lupa juga sikap adil yang harus dimiliki oleh
setiap orang. Gafatar itu sendiri termasuk organisasi liberal yang mengutamakan
kepentingan golongan mereka sendiri dan memilih mengasingkan diri. Anggota
gafatar bersembunyi dan ingin memisahkan diri dari NKRI. Hal tersebut sangat
bertentangan dengan sila ke V yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

20

Kesimpulan
1. Organisasi Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara)

adalah

organisasi

kemasyakatan yang menyimpang dari nilai-nilai sila Pancasila.


2. Alasan GAFATAR disebut sebagai dengan organisasi sesat adalah adanya
pelanggaran terhadap sejumlah ketentuan beragama yang benar pada diri
Gafatar. Antara lain kepercayaan sosok Ahmad Musadeq adalah pembawa
risalah dari Tuhan Yang Maha Esa setelah Nabi Muhammad SAW. Gafatar
juga menggabungkan ajaran tiga agama sekaligus, yaitu Islam, Nasrani,
dan Yahudi, dengan cara menafsirkan ayat-ayat Alquran tidak sesuai
dengan kaidah tafsir. Yang ironis, sebagai kelompok yang mengakui
adanya juru selamat, Gafatar faktanya mengingkari perintah ibadah,
seperti meniadakan kewajiban salat lima waktu, puasa Ramadan, dan haji
bagi para pengikutnya.
3. Analisis kasus GAFATAR berkaitan dengan nilai-nilai pancasila adalah
organisasi Gafatar menyimpang dari sila-sila dalam Pancasila.
4. Sikap generasi muda terhadap kasus GAFATAR adalah kita harus bisa
lebih selektif dalam memilih organisasi dan terhadap Gafatar generasi
muda menghargai perbedaan dan juga aktif menolak adanya organisai
Gafatar.

21

Daftar Pustaka
"200 keluarga pengikut Gafatar tinggaldi kalbar: pengikut asal jatim mengaku jadi
pekerja rodi", suara pembaruan, 15 januari 2016.
Cara Menghindari Gafatar. Republika. 15 Januari 2016.
Darmodiharjo darji, dkk.1995. Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila dalam sistem
hukum Indonesia. Jakarta : Rajawali.
"Fakta

seputar

Gafatar,

gerakan

fajar

nusantara",

https://m.beritagar.id/

artikel/berita/fakta-seputar-gafatar-gerakan-fajar-nusantara", diakses 19 januari


2016.
"Fatwa Gafatar awal februari", republika, 18 januari 2016.
"Gafatar, kekerasan tidak selesaikan masalah", kompas, 20 januari 2016.
"Ormas Gafatar: mantan anggota Gafatar di pantau", kompas, 15 januari 2016.
Ini Perjalanan Sejarah Terbentuknya Gafatar.
Satjipto Rahardjo. 1983. Masalah Penegakan Hukum. Bandung : Sinar Baru.

22

Anda mungkin juga menyukai