BANGSA
Dewi Afriani T
( 1015612056 )
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mandar adalah salah satu kelompok etnis terbesar yang
menempatiwilayah Sulawesi Barat. Suku ini dulunya sebelum terjadi
pemekaran wilayah, Mandar bersama dengan etnis Bugis,
Makassar, dan Toraja mewarnai keberagaman di Sulawesi Selatan.
Meskipun secara politis dan administrative Sulawesi Barat dan
Sulawesi Selatan diberi sekat dengan adanya pemekaran wilayah
setelah terbentuknya Provinsi ke 33 di Indonesia melalui UU No. 26
Tahun 2004 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Baru pada
tanggal 5 Oktober 2004. Namun secara historis dan kultural Mandar
tetap terikat dengan “sepupu-sepupu” serumpunnya di Sulawesi
Selatan.
Istilah Mandar merupakan ikatan persatuan antara tujuh
kerajaan di pesisir (Pitu Ba’ba’na Binanga ) dan tujuh kerajaan di
gunung (Pitu Ulunna Salu ). Keempat belas kekuatan ini saling
melengkapi, “Sipamandar” (menguatkan) sebagai satu bangsa
melalui perjanjian yang disumpahkan oleh leluhur mereka di
Allewuang Batu di Luyo.
Suku Mandar tidak beda dengan suku-suku lainnya yang ada di Indonesia. Suku
Mandar juga memiliki beragam budaya, tradisi, dan adat istiadat termasuk
didalamnya Sastra Mandar yang kita kenal dengan nama Kalinda’da’. Kalinda’da’
sesungguhnya adalah puisi kehidupan, tentang existensi kehidupan manuia
dalam hubungannya Sang Maha Pencipta, hubungannya dengan sesama
1
manusia, serta hubungannya dengan alam, sehingga menjadi bagian
kehidupannya. Dari sanalah masyarakat Mandar memiliki kepribadian yang
tangguh dan utuh didalam berbuat, berprilaku, dan menempatkan dirinya secara
wajar pada tempat yang sesungguhnya, dan pada kedudukan yang bermartabat
diantara makhluk ciptaan Tuhan. Memegang penuh tradisi yang ia miliki,
berkuasa, sopan, menghargai tamu, pemberani, dan sering memilih taktik dan
titik strategis dalam pengambilan sebuah keputusan demi kepentingan bersama.
Disadari pula, bahwa dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi saat ini, disamping membawa dampak positif, juga
tidak dipungkiri adanya dampak negative, sekaligus menjadi
permasalahan serius yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini,
dimana semakin terbukanya beragam budaya-budaya bangsa
secara global. materialistis, konsumtif, dan cenderung lebih
mengagungkan budaya bangsa lain dari pada budaya sendiri
dengan model kehidupan yang bebas, hedonis, individualistis, serta
pragmatis. Kesemuanya ini berpengaruh pada berubahnya karakter
dan perilaku mereka terhadap unsur sosial budaya nasional.
Sehubungan hal tersebut, sebuah artikel pada Journal article //
Mozaik, yang ditulis oleh Nurlaila Suci Rahayu Rais, M. Maik
Jovial Dien, Albert Y. Dien. Beliau mengemukakan, bahwa sebagai
generasi penerus bangsa dan penyelamat budaya bangsa, para
milenial perlu dibekali dengan pemahaman dan
pengimplementasian ajaran nilai-nilai Pancasila melalui pembinaan
dan kaderisasi disertai upaya memperkokoh rasa nasionalisme dan
menjaga kebhineka tunggal-ika-an, dengan demikian degradasi
unsur sosial budaya dapat diminimalisir.
Sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan budaya melalui
Sastra Mandar/Kalinda’da’ sangat urgen untuk kembali ditumbuh
suburkan dan dikembangkan, ditengah-tengah era kemajuan saat
ini, terutama kepada generasi muda, karena diduga bahwa generasi
saat ini disamping mengalami kondisi seperti tersebut sebagai
dampak dari era globalisasi, juga diduga bahwa mereka tidak
mengetahui persis apa dan bagaimana Kalinda’da’ . Bahwa
Kalinda’da’ adalah sebuah harta yang tak ternilai harganya, ia telah
2
menjadi asupan bathiniah selama berabad-abad bagi kehidupan
orang mandar.
3
B. Tujuan
Mengingatkan kembali kepada seluruh anak bangsa, khususnya
generasi muda sebagai generasi penerus bangsa, agar tidak
terjebak didalam dinamika kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dewasa ini, bahwa didalam menghadapi dan menjalani
hidup dan kehidupan kita, oleh pendahulu atau leluhur kita telah
meninggalkan dan menanamkan nilai- nilai falsafah hidup bagi
generasinya melalui sastra. Tak terkecuali yang kita kenal Sastra
Mandar (Kalinda’da’), sehingga tujuan penulis didalam karya ini
adalah sebagai berikut :
1. Tulisan ini dimaksudkan, untuk menyadarkan kita semua, bahwa
walaupun dengan dalih era kemajuan dan modernisasi dunia
yang tidak terbendungkan lagi, namun nilai-nilai leluhur,
khususnya Kalinda’da’ masih sangat dibutuhkan dan tidak boleh
ditinggalkankarena dia adalah MUTIARA.
2. Seperti yang diketahui bersama, bahwa Pendidikan Karakter
anak dapat dikatakan sebagai pendidikan plus, karena
pendidikan ini melibatkan berbagai macam aspek yaitu kognitif
(pengetahuan), afektif (perasaan), dan juga aksi (tindakan).
Pendidikan karakter akan bekerja secara efektif dengan adanya
tiga aspek ini. Sehingga menurut hemat penulis, bahwa
Kalinda’da’ masih sangat urgen untuk kembali ditumbuh
suburkan dan kembangkan, karena ketiga aspek inilah ada
termuat didalam Kalinda’da’, setidak-tidaknya terkhusus kepada
generasi muda orang mandar sebagai anak bangsa Indonesia.
3. Sebagai seorang generasi muda orang mandar, sadar betul akan
keterbatasan pengetahuan, lebih-lebih pemahaman bahwa
Kalnda’da’ sesungguhnya adalah puisi kehidupan, tentang
existensi kehidupan manuia dalam hubungannya Sang Maha
Pencipta, hubungannya
4
dengan sesama manusia, serta hubungannya dengan alam,
sehingga menjadi bagian kehidupannya. Sehingga melalui
tulisan ini,diharapkan dapat menjadi sebuah karya, dan menjadi
koleksi dalam upaya memperkaya dan menambah khazanah
kepustakaan, khususnya kepustakaan Sastra Mandar, dan
secara umum kepustakaan Sastra Nusantara.
C. Manfaat
1. Karena Kalinda’da’ itu sendiri sebuah misteri yang mampu
memberi dan menciptakan “Kesadara Kolektif” ia telah menjadi
asupan bathiniah selama berabad-abad bagi kehidupan orang
mandar, sehingga Kalinda’da’ adalah sebuah asset yang tak
ternilai harganya, maka manfaat yang diharapkan melalui tulisan
ini adalah menjadi salah satu upaya untuk Menjaga, Memelihara
dan melestarikan nilai- nilai budaya mandar melalui Kalinda’da’
sebagai sebuah asset bangsa.
2. Membangkitkan semangat bagi generasi muda orang mandar,
termasukpara pemangku kebijakan di Wilayah Provinsi Sulawesi
Barat, agar dengan karya ini menjadi motivasi kebijakan, bahwa
karena Kalinda’da’ adalah defosit bangsa didalam membentuk
karakter anak bangsa, maka Kalinda’da’ harus digelorakan dan
disosialisasikan dalam berbagai event acara, termasuk menjadi
sebuah Mata Pelajaran (Muatan Lokal) di seluruh jenjang
pendidikan di Provinsi Sulawesi Barat.
3. Penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan ilmu yang
dimiliki, sehingga didalam karya ini juga sungguh sangat jauh
dari kesempurnaan, baik dari segi materi tulisan, demikian pula
dari segi sistimatika dan kaidah penulisan sebagai sebuah Karya
Tulis. Namun Manfaat yang diharapkan, agar dengan tulisan ini
menjadi bahan renungan kembali, bahan kajian bersama untuk
ditumbuh kembangkan secara terus menerus bagi penulis-
penulis / pengkaji berikutnya, karenakita kembali sadar, bahwa
didalam dunia sastra ternyata Kalinda’da’
5
tidak pernah ada yang mempertanyakan tentang kebenarannya,
karenaKalinda’da’ itu sendiri adalah instrument yang memberi
pembenaran.
6
PERANAN KALINDA’DA’ DALAM MEMBANGUNKARAKTER
BANGSA
7
untuk menjaga integritas masyarakat di masa depan. Terakhir,
8
dalam budaya modern, lebih baik untuk mendorong nilai-nilai yang
merupakan prinsip penting yang bertujuan untuk mendukung
1
perkembangan positif masyarakat.
B. Tradisi Lisan
Masyarakat Indonesia mayoritas adalah masyarakat yang
memiliki tradisitradisi berupa warisan oleh nenek moyang. Tradisi
tersebut ada yang berupa tradisi lisan dan tradisi yang bentuknya
bukan lisan. Tradisi lisan adalah suatu kumpulan segala sesuatu
yang diketahui dan sesuatu yang biasa dikerjakan yang
disampaikan dengan cara turun-temurun melalui lisan dan telah
menjadi kebudayaan masyarakatnya.
Tradisi lisan merupakan suatu adat kebiasaan turun-temurun
yang dijalankan oleh suatu kelompok masyarakat tertentu untuk
menyampaikan suatu pesan dalam bentuk lisan (bahasa lisan)
kepada masyarakat generasi penerus. Tradisi lisan sebagai pesan
verbal yang berupa pernyataan turun- temurun dapat disebarkan
dan diajarkan kepada generasi masa kini melaui tuturan secara
langsung atau dapat juga disampaikan dengan nyanyian, baik
dengan bantuan alat musik atau tanpa alat musik (Vanisa dalm
Sumitri, 2016: 6).
Ungkapan tradisional sebagai tradisi lisan selalu dapat
dihubungkan dengan serangkaian cerita (folklor). Adakalanya
ungkapan diucapkan dalam sela-sela sebuah folklor, ada kalanya
pula 13 beberapa ungkapan muncul dalam satu cerita rakyat,
karena di dalam cerita rakyat berisi nilai-nilai dan pesan-pesan
tertentu.2
9
1
Universitas Swadaya Gunung Jati, “Ilmu Sosial Budaya Dasar ; Nilai
Kebudayaan ”,Studocu 2022, https://www.studocu.com/id/document/universitas-
swadaya-gunung-jati/ilmu- sosial-budaya-dasar-isbd/nilai-kebudayaan/48064760
2
Moh. Imam HD, Skripsi:ANALISIS UNGKAPAN TRADISIONAL
MASYARAKATDOMPU;KAJIAN ETNOLINGUISTIK, (Malang: UMM, 2018), h. 11-13.
10
Jan Vansina mendefinisikan tradisi lisan sebagai kesaksian yang
diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi.
1. Bakisah
Penyampaian cerita yang berupa Sejarah, Hikayat, cerita
rakyat yang disampaikan pada kegiatan pengumpulan dana,
atau pesta panen di hadapan orang banyak sebagi hiburan
rakyat.
2. Beturai Pantun
Kegiatan saling berbalas pantun pada saat bekerja dikebun/
ladang sebagai senda gurau pelepas lelah maupun pada saat
acara bedatang/meminang pengantin dari pihak laki-laki dan
perempuan.
3. Bemamang
Pengucapan mantra mantra dari tetuha adat/masyarakat
yang berisikan permohanan untuk kelacaran hajat/keinginan
yang dilaksanan dapat tercapai dalam bentuk kegiatan
selamatan dengansesaji sesuai hajatnya.
4. Bepepadah
Berupa nasehat dari Tokoh yang dituhakan di tujukan kepada
sekelompok orang yang akan mencari nafkah baik kebun/lahan
maupun merantau untuk bekerja juga kepada pengantin baru
dalam menjalani hidup.
11
didalamnya memuat nilai-nilai moral, etika, semangat juang,
3
pendidikan dan kebersamaan.
- Menurut Darmansyah dalam bukunya yang berjudul “Sastra
Mandar” bahwa kalinda’da’ adalah sastra mandar, yang
merupakan identitas jati diri, kearifan leluhur masyarakat
mandar yang harus ditumbuh kembangkan sebagai warisan
budaya, didalamnya banyak mengandung nilai moral,
pendidikan, etika, erotis, dan persatuan.4
12
3
H.Hasri Hanafi, Tokoh Masyarakat, Wawancara, Majene, 4 Juli 2023
4
Darmansyah-Bakri Latief,Sastra Mandar , (IKAPI Sulsel; De La Macca), 2016, h. 4
13
bangsa Indonesia.5 Dewasa ini seyogianya kalinda’da’ berfungsi
sebagai tugas sosial, keagamaan dan tugas kebudayaan.
Sebagai pengembang tugas sosial, dalam rentang sejarah yang
panjang, kalinda’da’ senantiasa berperan aktif sebagai
pembawa pesan moral. Kalinda’da’ nasehat misalnya sangat
pamungkas memainkan peranan dalam menjaga dan
memperkokoh moral masyarakat.
3. Jenis Kalinda’da
Demikian juga jenis-jenis kalinda’da’ yang lain seperti
kalinda’da’ masa’ala (agama), kalinda’da’ muda-mudi, kalinda’da’
anak-anak, kalinda’da’ penuturan adat dan kalinda’da jenaka
(bersenda-gurau). Semua jenis kalinda’da’ yang disebutkan itu
memainkan fungsi dan peran sebagai pembawa pesan,
penyampai petuah atau pengembang amanah sesuai kalangan
masing-masing.
Adapun jenis-jenis Kalind’da’ dimaksud, adalah sebagai berikut :
a. Kalinda’da’ Agama(masa’ala)
Kalinda’da’ agama adalah jenis kalinda’da’ yang
berfungsi mentransformasikan nilai-nilai dan ajaran agama
yang disampaikandalam bentukkalinda’da’. Misalnya :
(1) Tappadzi niwawa
poleSiri’
nipapputiang Rakke
di Puang
Sulo di wao lino.
14
tiaAyu sakka
daunna
5
H.Hasri Hanafi, Tokoh Masyarakat,Wawancara, Majene, 4 Juli 2023
15
Nadioroi
Mettullung mappassau.
17
Ketika kita lahir ke
duniaKita sudah
dibekali Nurani
kebenaran
Sebagai modal dalam mengarungi kehidupan.
(6) Bismilla
19
dipippoletaAlepu’
natappai Nabi
meturu’
20
Puang namappa’dupa.
c. Kalinda’da’ Asmara
Kalinda’da’ asmara atau yang lebih dikenal dengan
kalinda’da’ muda-mudi adalah kalinda’da’ (bahasa halus)
yang digunakan oleh seorang pemuda atau pemudi dalam
mengungkapkan perasaan cintanya kepada sang pujaan hati.
Contoh :
(1) Garitimmu di
lindomuPuppiana’
sallambar
Naupiwongi
Malai di kappungngu.
Geriting rambut di
jidatmuCabutkan
sehelai
Akan kujadikan bekal
Pulang kekampung halamanku.
21
Rinduku telah terasa.
22
(3) Nasalilima’
manini Name’ita
minnama’Me’ita’
tama Buttudzi
mallindui.
d. Kalinda’da’ Anak-Anak
Pada diri anak-anak ada dua hal yang mengisi
perasaanhatinya, yaitu perasaan suka-cita dan perasaan
duka-cita. Itulah
24
sebabnya pada diri anak harus ditanamkan rasa optimisme,
penuh harapan – jangan diajarkan pada anak perasaan
pessimis. Olehorang-orang tua di Mandar dahulu kala, anak-
anaknya sudah dibekali pesan-pesan yang baik untuk
mempersiapkan dirinya sejak dini dalam mengarungi
kehidupan yang penuh tantangan. Nasehat kalinda’da’ itu
disampaikan orang tua kepada anak-anak disaat dalam
ayunan (ditimang-timang) Contoh :
(1) Ana’ patindo’o
naungDao lawe-
laweang Tuo
marendeng
Diang bappa dalle’mu.
25
i’oMutarima
macoa Dalle’na
tau
Dao pakkira-kira.
26
Nanti rezki yang kau usahakan
sendiriYang kau anggap sebagai
hartamu Rezki orang lain
Jangan bermimpi untuk memilikinya.
e. Kalinda’da’ Pappasang
Pappasang adalah pesan yang menggambarkan
ajaran norma, nasihat dan petuah bagi kehidupan seseorang,
keluarga dan bagi kehidupan masyarakat yang lebih luas,
misalnya pesan orang tua terhadap anak-anaknya, pesan
27
seorang kakek terhadap pasangan suami isteri, pesan
seorang sesepuh kepada warga
28
masyarakat, pesan-pesan raja pada rakyatnya. Salah satu contoh
pappasang adalah :
“Naiyya Mara’dia,
tammatindoi di bongi, tarrarei di allo,
na mandandang mata di mamatanna daung
ayu,dimalimbonna rura,
dimadinginna litaq,
diajarianna banne tau, diatepuanna agama”
29
sayang- nya, karena yang bersangkutan memiliki keilmuan,
kecerdasan,
30
keintelektualan dalam mencipta kalimat yang indah yang disebut
kalinda’da’ (pantun) dengan cair tanpa ada konsep sebelumnya.
Lagu sayang-sayang ini dipopulerkan oleh Andi Syaiful
Sinrang, Halija bersama Syaripuddin, dan beberapa seniman
Mandar lainnya. Sebelum kalinda’da’ menjadi syair dalam
lagu sayang-sayang terlebih dahulu dikenal dengan istilah
pakkacaping danparrawana.
Lagu pakkacaping dan parrawana mempunyai syair
lagu berupa kalinda’da’. Pada tahun 1960-an sangat populer
di Mandar Pakkacaping, yaitu I Paraghai, I Taghi’, Isa’ala
dengan tolo’nya dan pitedzena (sanjungan dan pujian). Bila I
Taghi atau I Paraghai memainkan kecapi dengan lagu syair
kalinda’da’ biasanya ditampilkan gadis-gadis cantik dengan
memakai busana adat Mandar sambil duduk di hadapan
hadirin (penonton), kemudian tuan rumah atau pelaksana
pakkacaping memberikan uang terlebih dahulu kepada gadis
-gadis cantik yang berbusana adat Mandar kedalam kappar
(Loyang) yang diletakkan didepan gadis cantik.
Tradisi seperti ini di tanah Mandar disebut Pamacco’
(pemberi hadiah). Pamacco berikutnya tidak boleh memberi
hadiah kepada gadis-gadis yang ditampilkan itu melebihi
hadiah (uang) dari tuan rumah – pelaksana kegiatan, kapan
itu terjadi – merupakan penghinaan terhadap tuan rumah.6
31
6
Opcit , h. 34
32
lunturnya nilai-nilai kebangsaan dan moral di kalangan generasi
muda.Untuk mengatasi hal tersebut, muncul pemikiran dengan
tujuan untuk:
(1) mengetahui relevansi sastra dan pendidikan karakter dan (2)
mendeskripsikan peran sastra dalam pembentukan karakter
7
bangsa.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.
33
secara meluas sebagai anak bangsa secara
7
Rahmi Munfangati,Peran Sastra dalam Pembentukan Karakter Bangsa ,
(Yogyakarta ;L Education), 2015.
8
H.Hasri Hanafi, Tokoh Masyarakat, Wawancara, Majene, 4 Juli 2023
34
menyeluruh. Dengan demikian akan terwujudlah sebuah
Karakter yang kita harapkan, yakni sebagai generasi yang
memeiliki cara berpikir dan berperilaku yang baik, dan menjadi
ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik
dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang mampu
membuat suatu keputusan dan siap mempertanggungjawabkan
setiap akibat dari keputusan yang dibuatnya.
35
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka sebelum penulis
menutup karya ini, sangatlah arif dan bijak jika penulis memberikan
beberapa kesimpulan dan saran, sebagai gambaran singkat dan
harapan yang didambakan dari penulis sebagai berikut :
A. Kesimpulan
1. Suku Mandar tidak beda dengan suku-suku lainnya yang ada
di Indonesia. Suku Mandar juga memiliki beragam budaya,
tradisi, dan adat istiadat termasuk didalamnya Sastra
Mandar yang kita kenal dengan nama Kalinda’da’. Dari
sanalah masyarakat Mandar memiliki kepribadian yang
tangguh dan utuh didalam berbuat, berprilaku, dan
menempatkan dirinya secara wajar pada tempat yang
sesungguhnya, dan pada kedudukan yang bermartabat
diantara makhluk ciptaan Tuhan, karena Kalinda’da’
sesungguh nya adalah puisi kehidupan, tentang existensi
kehidupan manuia dalam hubungannya Sang Maha Pencipta,
hubungannya dengan sesama manusia, serta hubungannya
dengan alam, sehinggamenjadi bagian kehidupannya.
37
media atau sarana Pendidikan Moral. Hal itu cukup
beralasan sebab Sastra Mandar (Kalinda’da’), mengan dung
nilai etika dan moral yang berkaitan dengan hidup dan
kehidupan manusia. Kainda’da’ sebagai Falasafah hidup
yang diwariskan oleh paraleluhur Mandar untuk generasinya,
termasuk kita yang ada sekarang ini sebagai generasi
penerus mereka (Para Leluhur). Jika Kalinda’da’ secara
efektif diberikan ruang untuk berperan, akan terwujudlah
sebuah Karakter generasi yang kita harapkan, yakni sebagai
generasi yang memeiliki cara berpikir dan berperilaku yang
baik, bermoral tinggi, punya tanggungjawab terhadap
eksistensi bangsanya, serta menjadi ciri khas setiap individu
untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, maupun negara.
B. Saran – saran
39
3. Penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan ilmu
yang dimiliki, sehingga didalam karya ini juga sungguh
sangat jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi tulisan,
demikian pula dari segi sistimatika dan kaidah penulisan
sebagai sebuah Karya Tulis, maka saran dan kritikan yang
bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi
keempurnaan karya dan tulisan kamiberikutnya.
40
DAFTAR PUSTAKA
UGJ. (2022). Ilmu Sosial Budaya Dasar . Retrieved September 2013, from Nilai
Kebudayaan: https://www.studocu.com/id/document/universitas-
swadaya-gunung-jati/ilmu-sosial-budaya-dasar-isbd/nilai-
kebudayaan/48064760
41
42