Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

JATI DIRI MELAYU RIAU


Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Pelajaran Muatan Lokal
GURU PEMBIMBING : Hutri Yeni S.Pd

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3

• Abdul Rahman Siddik


• Syalwa Alifa Putri
• Desy Anggita Putri
• Difa Rahmadhani
• Sagita Lusiana Br Barus
• Yohanes Dirga Argantara

XII MIPA 2
SMAN 1 MINAS JAYA
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. Yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan karya ilmiah tentang “Jati diri Melayu
Riau”.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu,
kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki karya ilmiah ini.
Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejarah gemilang eksistensi Melayu pada masa lalu sangat membanggakan bagi orang
Melayu dan selalu dikenang dari masa ke masa. Kegemilangan Melayu masa lalu ditandai
dengan kekhasan jati diri Melayu yang santun, bersahaja, dan mampu beradaptasi dengan
beragam kultur dengan tidak melepas kemelayuannya. Sejarah mencatat bahwa begitu banyak
bermunculan para penulis, ulama, dan cendekiawan Melayu, sehingga tidak berlebihan
kemudian bahasa Melayu pun dinobatkan sebagai bahasa Nasional. Keputusan mengangkat
bahasa Melayu sebagai Bahasa Indonesia tentu telah dikaji secara mendalam dan
dipertimbangkan dengan matang oleh para pahlawan yang berbeda kultur pada saat itu, baik
ditinjau dari aspek sosial, politis, maupun psikologis. Namun, sangat disayangkan, seiring
dengan perkembangan zaman yang diiringi dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, gaung pengaruh Melayu saat ini serasa tidak sekuat masa lalu. Kondisi ini
menggambarkan bahwa pola hidup dan termasuk juga perkembangan pemikiran Melayu
“perjalanannya” tidak beriringan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kajian Melayu saat ini seolah hanya sebatas kajian sejarah, antropologi, dan pagelaran acara
yang sarat dengan simbol-simbol Melayu untuk mengenang masa kejayaan dan kegemilangan
masa lalu saja. Baik itu melalui simbol pakaian, bangunan, tarian, dan sebagainya. Karya-karya
orang Melayu tidak lagi lalu. Sehingga, wajar kemudian ada kekhawatiran di kalangan orang
Melayu kegemilangan Melayu yang pernah diraih pada masa lalu akan redup dengan pudarnya
jati diri Melayu di tengah era global.
Kekhawatiran sebagian orang Melayu terhadap realitas di atas muncul dikarenakan
sedemikian cepatnya perubahan sosial pada masyarakat Melayu akibat perkembangan
ilmu pengetahuan, arus informasi, transportasi, dan teknologi. Realita komposisi masyarakat
yang multikultural di wilayah Melayu dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sedemikian cepat, sementara pengetahuan masyarakat melayu untuk membendung
beragam informasi yang diterima dari berbagai media cetak dan elektronik tidak berimbang
menyebabkan jatidiri Melayu “tergoyang” ibarat berada di tengah gelombang samudra yang
sedemikian luas
1.2. Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan Jati Diri Melayu Riau ?
- Apa yang dimaksud dengan Tunjuk Ajar ?

1.3. Tujuan Masalah


- Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi hilangnya Jati Diri Melayu Riau
- Mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam Tunjuk Ajar.
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Kembali Ke Jati Diri Melayu Riau


Sejarah telah membuktikan bahwa dengan banyaknya suku yang ada di Provinsi Riau
saat ini, merupakan perkembangan dari beberapa suku pendatang baik dari dalam negeri
maupun dari luar negeri pada zaman dahulunya. Proses migrasi ke Riau masih berlanjut
sampai sekarang. Sehingga total jumlah penduduk Riau pada tahun 2015 adalah : 6.344 ribu
jiwa dan diprediksi pada tahun 2020, jumlah penduduk Riau akan meningkat menjadi7.128
ribu jiwa. Ibarat segerombolan semut yang siap mengerumuni tumpukan gula, begitulah
kondisi Provinsi Riau saat ini.
Riau adalah tanah Melayu, berbicara tentang Riau berarti kita berbicara tentang The
home land of Melayu. Mengembalikan fungsi lembaga adat dalam menangkal segala unsur
yang dapat menyebabkan terjadi konflik, baik itu agama, sosial dan perebutan lahan
merupakan salah satu cara yang tepat. Jati diri Melayu sudah mulai tergerus karena
perkembangan zaman dan arus globalisasi yang semakin kuat terjadi di Provinsi Riau. Apalagi
Riau merupakan salah satu pintu dan lalu lintas ke negara tetangga, seperti Singapura,
Malaysia, Thailan dan Cina.
Solusi yang ditawarkan adalah kembali ke jati diri Melayu. Jati diri Melayu dikenal
dengan Tunjuk ajar Melayu. Orang Melayu sangat kaya dengan ajaran kebajikan demi
ketinggian budi dan kemuliaan kemanusiaan. Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan
pembentukan karakter atau sikap moral itu diajarkan secara alamiah dan turun-temurun dalam
bahasa kiasan di dalam tunjuk ajar Melayu.
Menurut Tenas Effendy (2013), tunjuk ajar adalah segala jenis petuah, petunjuk,
nasihat, amanah, pengajaran, dan contoh teladan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Jadi TunjukajarMelayu Riau adalah segala jenis petuah, petunjuk, nasihat, amanah, pengajaran,
dan contoh teladan dari masyarakat Melayu Riau yang bermanfaat bagi kehidupan manusia
dan berkahnya menyelamatkan manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat. Di dalam
berbagai ungkapan menyatakan bahwa:
“ Yang dimaksud dengan tunjuk ajar, membawa berkah, amanah membawa tuah, Yang
dimaksud dengan tunjuk ajar, tunjuk menjadi telaga budi, Ajar menjadi suluh hati, Yang
dimaksud dengan tunjuk ajar, Menunjuk kepada yang elok, Mengajar pada yang benar”.

2.2. Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Tunjuk Ajar

Tunjuk ajar bagi masyarakat Melayu ditempatkan pada kedudukan yang paling tinggi,
bahkan sebagian orang-orangtua menempatkannya teramat penting karena kandungan isinya
banyak manfaat yang akan terbuang luhur. Masyarakat Melayu menyadari tanpa tunjuk ajar
Melayu akan banyak nilai luhur yang akanterabaikandanbanyakmanfaat yang terbuang
percuma. Bahkan tidak mustahil dapat menyebabkan orang menjadi sesat ataupun gagal dalam
hidupnya. Dalam ungkapan disebut: “Kalau duduk, duduk berguru, Kalau tegak, tegak
bertanya, Kalau pergi mencari ilmu”.
Ungkapan di atas menunjukan bahwa sikap orang Melayu yang memperhatikan tunjuk
ajar, ilmu pengetahuan, dan pengalaman yang bermanfaat dalam kehidupan mereka.
Bagi orang Melayu tunjuk ajar harus mengandung nillai-nilai luhur agama Islam dan sesuai
dengan budaya dan norma-norma sosial yang dianut masyarakatnya. Kandungan nilai-nilai
yang ada dalam Tunjuk Ajar Melayu amat banyak. Diantara nilai-nilai tersebut adalah:Nilai
senenek dan semoyang, nilai seaib dan semalu, nilai senasib sepenanggungan, nilai seanak
sekemenakan, nilai seadat sepusaka, sepucuk setali darah, nilai sesampan dan sehaluan, nilai
mendapat sama berlaba, hilang sama merugi, nilai menegakkan marwah dalam musyawarah,
menegakkan daulat dalam mufafakat, nilai tahan menentang Matahari, nilai ingat dengan
minat, nilai merendah menjunjung tuah.
Terkait dengan beragam konflik yang terjadi di Riau, kembali ke jati diri Melayu adalah
solusi hebat. Karena dalam jati diri Melayu terkandung Tunjuk Ajar Melayu yang menjadi rel
dan panduan dalam hidup dan berkehidupan, di tengah-tengah kemajemukan suku, agama, ras
dan berbagai kepentingan.
Nilai tunjuk ajar Melayu yang pertama adalah nilai senenek dan semoyang. Nilai ini
mengajarkan orang untuk merasa seasal dan seketurunan, yakni sama-sama anak cucu Adam.
Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, menyadarkan orang akan kesamaan nenek moyangnya
yakni berasal dari rumpun Melayu yang satu. Nilai ini mampu menumbuhkan rasa
kekeluargaan dalam arti luas, sampai peringkat persatuan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Ungkapan pantun ada mengatakan: “Tanda merasa senenek
semoyang, duduk bersama berkasih sayang, tegak beramai tenggang-menenggang, berfikiran
jernih berdada lapang”.
Nilai kedua adalah nilai seaib dan semalu, nilai saling ini dimaksudkan untuk
memelihara hubungan antara peribadi maupun antara kelompok masyarakat. Nilai ini
mengajarkan dan menyadarkan orang agar hidup saling menjaga hubungan baik, saling

menjaga marwah, saling menjaga agar tidak melanggar “pantang larang” yang terdapat di
dalam setiap suku dan puak.
Saling menjaga agar tidak ada perilaku hujat-menghujat, maki-memaki, caci-mencaci,
fitnah-memfitnah dan sebagainya yang dapat menimbulkan aib malu bagi orang maupun
dirinya sendiri, atau dapat menimbulkan pertikaian dan perpecahan di dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Ungkapan adat mengatakan:“Aib orang jangan
dibilang,Aib diri yang kita kaji”.
Nilai tunjuk ajar Melayu ketiga adalah: nilai seanak sekemenakanini mengajarkan
orang agar merasa bertanggung jawab terhadap setiap anggota masyarakat tanpa memandang
asal suku, keturunan dan sebagainya. Asas “seanak-sekemenakan” menganjurkan orang untuk
peduli terhadap pertumbuhan dan perkembangan masyarakatnya, agar saling nasihat-
menasihati, tegur-menegur untuk kebaikan dan kebajikan bersama.Nilai ini dapat
menumbuhkan rasa keadilan, serta dapat memberikan perlindungan yang sama terhadap
seluruh anggota masyarakat. Di dalam ungkapan adat dikatakan:” Tanda seanak- sekemenakan,
seayun langkah seiring jalan.Nilai ini mengajarkan pula agar setiap orang saling menghormati
para pemimpin, tokoh dan tetua-tetua dari setiap kelompok masyarakat.
Nilai keempat adalah nilai seadat sepusaka, sepucuk setali darah.Nilai ini mengajarkan
untuk saling mengkaji asas-asas nilai adat dan budaya yang memiliki kesamaan, kemudian
menjadikannya sebagai simpai pengikat, dijadikan benang penghubung, dijadikan acuan
bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Melalui kesamaan nilai-nilai luhur adat dan budaya itulah ditumbuhkan rasa
persaudaraan yang kekal, yang dapat mewujudkan terjalinnya hubungan tali darah atau tali
persaudaraan yang kental. Ungkapan adat mengatakan:”Walaupun lain padang lain belalang,
lain lubuk lain ikannya, namun yang belalang tetaplah belalang, yang ikan tetaplah ikan, dalam
berbeda banyak samanya.
Para tetua masa silam memahami benar bagaimana mencari kesamaan antara suku dan
bangsa. Mereka mengatakan unsur-unsur kesamaan itu terdapat pada hati nurani, pada
nilainilai asas kemanusiaan yang universal. Misalnya: “pantang ikan kekeringan, pantang
manusia kehinaan”; “pantang tua dilangkahi, pantang muda dipelesi”.
Nilai kelima adalah nilai sesampan dan sehaluan, nilai ini menyadarkan orang tentang
kehidupan berbangsa dan bernegara, agar mereka turut menyelamatkan, memelihara bangsa
dan negaranya, kemudian menyatukan tekad dan niat untuk mencapai tujuan.
Budaya Melayu selalu mengibaratkan kerajaan, negara bagaikan sebuah sampan, perahu atau
bahtera yang besar yang di dalamnya hidup rakyat dengan nakhoda sebagai pemimpinnya.

Sampan, bahtera atau perahu atau lancang itu akan berlayar dengan selamat apabila seluruh
awaknya dapat menjalin kebersamaan, menyatukan tujuan dan cita-citanya. Selanjutnya sang
nahkoda sebagai pemimpin haruslah mampu mengendalikan arahnya secara baik dan benar
agar tujuan bersama wujud dengan sebaik-baiknya. Di dalam lagu Lancang Kuning diabadikan
petuah amanah:” Lancang Kuning berlayar malam, haluan menuju ke lautan dalam, kalau
nakhoda kurang faham, alamat kapal akan tenggelam”.
Nilai keenam adalah nilai mendapat sama berlaba, hilang sama merugi. Nilai ini
mengajarkan orang agar menjunjung tinggi keadilan dan kebersamaan dalam berusaha, atau
dalam memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) dan sebagainya. Pemanfaatan sumber daya
alam, kebijakan ekonomi dan sebagainya, hendaklah mengacu kepada asas keadilan dan
pemeratan, serta memberi manfaat yang sebesarnya bagi seluruh rakyatnya. Nilai ini mengajar
orang untuk tidak bersifat serakah, untuk tidak mencari keuntungan bagi diri atau kelompok
sendiri saja, tetapi mengutamakan kebersamaan dan pemeratan yang adil.
Nilai ketujuh adalah nilai mendapat sama berlaba, hilang sama merugi. Nilai ini
menyiratkan agar menjauhkan monopoli, menjauhkan kebijakan dan usaha yang dapat merusak
ekonomi bangsa dan negara. Nilai ini juga memberi petunjuk, agar apa pun peluang yang ada,
apa pun kebijakan yang dibuat, hendaklah memberikan sebesar-besar manfaat bagi masyarakat,
bangsa dan negara. Sedangkan apa pun permasalahan yang timbul, haruslah menjadi tanggung
jawab bersama untuk mengatasi dan menyelesaikannya.Ungkapan adat mengatakan: ”Makan
jangan menghabiskan. Minum jangan mengeringkan”.Orang-orang tua mengingatkan: “
Makan jangan kenyang seorang, Ingat-ingat penderitaan orang”.
Nilai kedelapan adalah nilai menegakkan marwah dalam musyawarah, menegakkan
daulat dalam mufakat.Nilai ini mengajarkan orang agar mengutamakan musyawarah dan
muafakat, baik merancang sesuatu maupun menyelesaikan permasalahan yang timbul. Nilai ini
mengingatkan pula bahwa maruah dan tuah, harkat dan martabat, daulat dan harga diri akan
terpancar di dalam mewujudkan musyawarah dan mufakat.
Nilai kesembilan adalah nilai tahan menentang matahari.Nilai ini mengandung makna berani
dan pantang menyerah, tabah menghadapi musibah, mandiri dalam hidup dan berusaha, tidak
gentar menghadapi cobaan, tangguh menghadapi musuh, tahan menghadapi cobaan, berani
menghadapi mati dan rela berkorban untuk membela kepentingan agama, masyarakat, bangsa
dan negaranya, serta bertanggung jawab atas perbuatannya, dan sebagainya

Sifat ini dapat menjadikan dirinya sebagai seorang patriot bangsa dan pahlawan yang handal,
sebagaimana dikatakan dalam pepatah: “esa hilang dua terbilang, pantang Melayu berbalik
belakang” atau dikatakan: “sekali masuk gelanggang, kalau tak berjaya nama yang pulang”.
Mengembalikan fungsi Lembaga Adat Melayu dalam menangkal beragam konflik,
suku, agama, budaya dan berbagai kepentingan harus dilakukan. Tidak hanya melalui
pembangunan fisik dan kegiatan seremonial saja seperti yang sudah berlangsung selama ini.
Namun yang terpenting bagiamana menggelorakan nilai-nilai luhur yang ada dalam tunjuk ajar
Melayu. Kalau tidak ingin melayu hilang di bumi, gelorakan keseluruh penjuru Riau dan ke
berbagai generasi dan kalangan, kandungan luhur TunjukAjar Melayu.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Intisari dari jati diri Melayu sejak masuk kepada agama Islam di sekitar abad ke 15 M,
sebagaimana menurut pendapat termasuk dari para sarjana asing, dapatlah dikatakan sebagai
berikut :
1. Seseorang disebut Melayu apabila sehari-hari berbahasa Melayu, beradat istiadat
Melayu dan beragama Islam. Alhasil, orang Melayu itu dapat dilihat kepada agama dan
budaya.
2. Orang Melayu selalu percaya kepada Allah SWT dan selalu mengikuti ajaran
Rasulullah; hal ini diperkuat dengan peribahasa : Bergantung kepada satu, berpegang
kepada yang Esa.
3. Orang Melayu taat kepada hukum demi keamanan dan kemakmuran masyarakatnya,
seperti peribahasa : Adat itu jika tidur menjadi tilam, jika berjalan menjadi payung, jika
di laut menjadi perahu, jika di tanah menjadi pusaka. Atau Mati anak heboh
sekampong, mati adat heboh sebangsa. Walaupun demikian, tidak berarti adat resam
tiada boleh berubah. Jika ianya tiada berkesesuaian, maka hal yang sedemikian
dapatlah diubah tanpa mengundang kepada perkara yang menghebohkan. Hal ini
bersesuaian dengan peribahasa Melayu yang berbunyi : Sekali air bah, sekali tepian
berubah. Atau Tiada gading yang tak retak.
4. Orang Melayu mengutamakan budi dan bahasa, karena keduanya menunjukkan kepada
sopan santun dan tinggi peradabannya. Seperti peribahasa mengatakan : Usul
menunjukkan asal, bahasa menunjukkan bangsa. Atau Taat pada petuah, setia pada
sumpah, mati pada janji, melarat karena budi. Atau Hidup dalam pekerti, mati dalam
budi.

3.2. Saran
1. Pemerintah sebagai fasilitator dapat menamkan nilai-nilai kebudayaan melayu ke
dalam bentuk pembangunan dan melibatkan masyarakat dalam hal kebijakan langsung
maupuntidak langsung.

2. Masyarakat hendaknya menggali nilai-nilai budaya melayu yaang telah pudar,


mengaktifkannya dalam bentuk permainan atau keramain, serta memelihara nilai-nilai
budaya itu dan juga mengembangkan nilai-nilai budaya.
3. Memeberikan bantuan moril atupun materil kepada lembaga-lemabaga yang tugas dan
fungsinya fokus kepada masalah kebudayaan melayu di Riau, sebagai penujang
pemeliharaan dan pelestarian budaya melayu.
DAFTAR PUSTAKA

UU. Hamidy. (1993). Kerukunan Hidup Beragama di Daerah Riau. Pekanbaru: UIR Press.
-------. (1998) Teks dan Pengarang di Riau Pekanbaru: UNRI Press.
-------. (t.th.) Orang Melayu di Riau. Pekanbaru: UIR Press.
-------. (2002). Riau Doeloe-Kini dan Bayangan Masa Depan. Pekanbaru: UIR Press.
-------. (2003). Riau Sebagai Pusat Bahasa dan Kebudayaan Melayu, Pekanbaru: UNRI
Press.
-------. (2004). Good Governance dalam Perspektif Budaya Melayu. Riau: Pemprov Riau. “Visi
Riau 2020; Pusat Kebudayaan Melayu”, Kompas, Jumat, 25 Mei 2001.
Yusmar Yusuf. (2009). Studi Melayu. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Zakiyuddin Baidhawiy. (t.th.). Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta:
Erlangga.
Contoh soal Evaluasi Mulok Bab 3

Soal-soal evaluasi ini merujuk kepada buku siswa Muatan Lokal (Mulok) Pendidikan Budaya
Melayu Riau (BMR) K13 Kelas XII terbitan Narawita Swarna Persada. Buku ditulis oleh Taufik
Ikram Jamil, Derichard H. Putra, dan Syaiful Anuar.

I. Pilihan Ganda

Pilihlah salah satu jawaban yang benar!

1. Jati diri orang Melayu dapat ditandai dalam tiga aspek dasar yang menjadi pengekal dari
kemelayuannya. Ketiga aspek dasar tersebut adalah… a. agama Islam, pakain diri, dan adab

b. agama Islam, resam Melayu, dan bahasa Melayu

c. agama Islam, adat, dan adab

d. agama Islam, resam Melayu, pakaian diri

e. agama Islam, adat Melayu, dan budi bahasa


2. Tingkatan bahasa yang digunakan oleh orang yang lebih muda kepada orang lebih tua
disebut… a. bahasa mendaki

b. bahasa menurun

c. bahasa tinggi

d. bahasa mendatar

e. bahasa melereng

3. Bahasa dalam adat dan budaya Melayu memiliki fungsi yang utuh. Berikut ini yang termasuk
fungsi bahasa yang utuh adalah… a. sebagai alat komunikasi

b. sebagai cermin budi

c. sebagai penanda jati diri

d. semua salah

e. a, b, dan c, benar

4. Orang yang dapat dijadikan panutan dan suri tauladan, tempat bertanya, pelindung, dan
sebagainya disebut dengan… a. alim ulama

b. kaum cendekia

c. orang patut

d. guru ngaji

e. ibu bapak

5. Ungkapan yang biasa digunakan orang Melayu untuk mengatakan orang yang melanggar adab
disebut… a. tak beradab
b. tak beradat

c. tak berbudi

d. kurang beradab

e. salah adab

6. Makna pepatah terkilas ikan dalam air tahulah ia jantan betina adalah…

a. tahu membedakan mana baik dan buruk

b. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat

c. tempat bertanya dan berguru

d. mampu menyelesaikan berbagai permasalahan

e. memiliki jiwa yang suci dan bersih

7. Dalam penggunaan bahasa Melayu, terdapat empat derajat yang selalu menjadi tolak ukur
dalam adab berbahasa, kecuali… a. kata mendatar

b. kata mendaki

c. kata melereng

d. kata menurun

e. berkata lurus

8. Bahasa selalu dikaitkan dengan budi sehingga sering disebut budi bahasa. Istilah tersebut
dapat dikaitkan dengan peribahasa… a. berkata arif dalam berbahasa

b. bahasa menunjukkan bangsa


c. bercakap tahu berbudi bahasa

d. bertutur bijak berkata-kata

e. bercakap baik pertanda bijak

9. Ungkapan pantang merobek baju di badan dimaknai sebagai…

a. menjaga aib dan malu

b. pantang dipermalukan

c. pantang memberi malu

d. memelihara amarah

e. menjaga aib orang lain

10. Bila identitas menitikberatkan pada wujud indrawiah, maka, jati diri menitikberatkan pada
wujud… a. ilmiah

b. jasmaniah

c. ilmu

d. duniawi

e. Batiniah

I. Essay

Jawablah jawaban dengan Benar benar!


11. Raja Ali Haji mensyaratkan seseorang yang disebut beradab dan sopan harus mengetahui
‘ilmu wa al-kalam. Istilah ‘ilmu wa al-kalam diartikan sebagai…

12. Adat yang asli dalam bentuk hukum-hukum alam yang bersumber dari AlQur’an dan
hadis disebut…

13. Hukum, norma atau adat buah pikiran leluhur manusia yang piawai, yang kemudian
berperanan untuk mengatur lalu lintas pergaulan kehidupan manusia di sebut…

14. Adat yang mengatur tentang budi pekerti sehingga membuat seseorang berbudi bahasa
disebut…

15. Raja Ali Haji mensyaratkan seseorang yang disebut beradab dan sopan harus mengetahui
ilmu wa al-kalam. Berikut adalah cakupan dari ilmu tersebut, kecuali…

Anda mungkin juga menyukai