Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

BAHASA MELAYU, FI’IL DAN PERANGAI SOPAN SANTUN


ORANG MELAYU

OLEH:

FEBRI ANDRIANI ( 211985 )

JUNANDAR (211791)

SITI MUAZA (211960 )

WIRA ALDI SWIRNO (211950)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

STAIN SULTAN ABDURRAHMAN KEPRI

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita ucapkan atas limpahan rahmat dan karunia
Allah SWT. Sholawat serta salam senantiasa kita hantarkan kepada baginda
Rasulullah SAW. Kami sangat besyukur sekali atas selesainya penulisan makalah
ini dengan tepat waktu sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah islam dan
tamadun melayu agar menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang bahasa
melayu fi’il dan perangai orang melayu.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang sudah


berkonstribusi dalam penyusunan makalah ini. Terimakasih kepada Ibu dosen
pengampu yang sudah membimbing kami dalam menyusun makalah ini, dan juga
pada rekan tim kelompok kami yang sudah bekerja sama dengan baik dalam
menyusun makalah ini

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari banyak kekurangan dan


kelemahan didalamnya. Demi kesempurnaan makalah ini kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca makalah ini. Demikian, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bintan, 22 Februari 2023

ii
DAFTAR ISI

COVER

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Penulisan............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah Penulisan....................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

A. Landasan Teori ............................................................................................. 3

1. Tinjauan Umum Bahasa Melayu .............................................................. 3

2. Tinjauan Umum Kesantunan Pergaulan dalam Budaya Melayu .............. 4

B. Penyajian Hasil Penelitian.......................................................................... 10

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 11

C. Kesimpulan ................................................................................................ 11

D. Saran ........................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan

Kemajuan teknologi dan arus globalisasi mengakibatkan terjadinya


krisis sosial. Krisis sosial telah menyebabkan manusia mengalami
persaingan yang tidak sehat, korupsi, perang saudara, kemerosotan moral,
dan terjadinya berbagai tindak kekerasan. Akibat langsung yang
ditimbulkan adalah hilangnya nilai-nilai kemanusiaan, sehingga manusia
pada gilirannya akan kehilangan akar tradisinya, bahkan identitas dirinya.
Arus modernisasi telah menyebabkan masyarakat terutama remaja
mulai meninggalkan budaya lokal dan beralih ke budaya luar yang dianggap
lebih mewakili diri mereka. Hal ini tentu berdampak pada perubahan gaya
hidup dan pola pikir mereka sebagai seorang remaja. Muara dari semuanya
adalah menurunnya kualitas moral para remaja.
Penurunan moral tersebut dapat dilihat dari meningkatnya angka
kriminalitas di kalangan remaja, pemakaian narkoba yang telah sampai ke
sekolah-sekolah, pergaulan bebas, pelecehan seksual, penganiayaan guru,
hingga terjadinya pembunuhan di kalangan sesama remaja. Fenomena-
fenomena ini tentu saja sangat memperihatinkan, mengingat bangsa
Indonesia adalah bangsa yang beradab, beretika dan berbudi pekerti luhur.
Bangsa Indonesia sejatinya memiliki nilai-nilai karakter yang
tercermin dari tradisi dan adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakatnya.
Nilai-nilai karakter inilah yang menjadi landasan moral dan menjadi
pedoman hidup bagi masyarakat setempat. Nilai-nilai kehidupan inilah yang
selanjutnya berkembang di dalam masyarakat dan dikenal sebagai sebuah
kearifan lokal (Aji, 2019:2).
Oleh sebab itulah, nilai-nilai kearifan lokal ini harus kembali
dihidupkan di kalangan remaja. Remaja dan generasi muda harus mengenal
budaya dan tradisi yang ada di daerahnya. Seperti halnya dengan budaya
Melayu. Budaya Melayu merupakan sebuah budaya yang sangat
menjunjung tinggi nilai kesopansantunan, yang menjadi salah satu asas jati
diri kemelayuan yang terpuji. Di dalam pergaulan sehari-hari sopan santun
menjadi salah satu tolak ukur untuk menilai seseorang. Pentingnya
kesopansantunan di dalam kehidupan orang-orang Melayu, menyebabkan
mereka berusaha sepenuh daya dan upaya untuk menjadikan dirinya orang
yang berbudi pekerti terpuji, berakhlak mulia dengan landasan iman dan
takwa.

B. Rumusan Masalah Penulisan

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah


sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan bahasa melayu?
2. Bagaimana konsep kesantunan pergaulan orang Melayu?
3. Apa saja nilai-nilai asas dalam kesantunan pergaulan orang Melayu?

1
2

C. Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan adalah sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan bahasa melayu
2. Untuk mengetahui konsep kesantunan pergaulan orang Melayu
3. Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai asas dalam kesantunan
pergaulan orang Melayu.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Landasan Teori

1. Tinjauan Umum Bahasa Melayu

Bahasa merupakan alat untuk menghubungkan atau interaksi individu


dengan individu. Manusia sejak ia bangun sampai ia memejamkan mata,
selalu berurusan dengan bahasa dalam arti selalu mempergunakan dan
bergaul dengan bahasa. Seandainya kita rajin mencatat kata dan kalimat
yang telah kita guna dan manfaatkan setiap hari alangkah banyaknya kata
dan kalimat itu. Tentu ada kata atau kalimat yang berulang-ulang muncul
dalam pembicaraan kita. Sebaliknya ada kata-kata maupun kalimat yang dua
atau tiga hari baru muncul lagi. Manusia setiap kali menggunakan bahasa
selalu dalam bentuk berbicara, mendengar, menulis, dan membaca. Oleh
karena itu, segala kehidupan atau tingkah laku manusia diatur dengan
menggunakan bahasa (Sjam, M. S., & Hasyim, 2022).
Bahasa Melayu dalam perkembangannya berabad-abad yang lalu telah
menyebar ke seluruh wilayah Nusantara dan Asia Tenggara, bahkan juga ke
tempat yang lebih jauh. Akibatnya, terbentuklah berbagai dialek areal dan
dialek sosial serta ragam-ragam bahasa menurut keperluan. Malah pada
abad ke-20 telah melahirkan empat buah bahasa negara, yaitu bahasa
Indonesia di negara Republik Indonesia, bahasa Malaysia di Kerajaan
Malaysia, bahasa Brunei di Kesultanan Brunei Darussalam, dan bahasa
Melayu Singapura di Republik Singapura.
Bahasa Melayu mempunyai banyak dialek regional. Di Semenanjung
Malaya terdapat dialek Pattani (di daerah Thailand), Kedah, Kelantan,
Perak, dan Johor. Di Filipina bahasa Melayu digunakan dikalangan orang
Moro. Di Indonesia jumlah dialek Melayu tidak dapat dihitung secara
lengkap, yang diketahui antara lain dialek Deli, Langkat, Riau, Betawi,
Kutai, Bali, Larantuka, dan Makasar. Dialek inilah yang kemudian menjadi
bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia.
Masyarakat Melayu di tiga wilayah selatan Thai (dikenal juga sebagai
masyarakat Melayu Patani) merupakan salah satu kelompak minoriti di
negara Thai, tetapi merupakan kelompak majoriti di tiga wilayah selatan
Thai. Mereka ini merupakan orang Melayu dari segi kebudayaan, adat
istiadat dan juga rupa paras. Menurut Paitoon (2005:53), sekitar 75 peratus
daripada penduduk di tiga wilayah selatan Thai beragama Islam, bertutur
bahasa Melayu dialek Pattani dan patuh kepada adat resam Melayu seperti
penduduk di utara Malaysia.
Bahasa Melayu Pattani (BMP) atau dikenal juga dengan dialek
Melayu Pattani merupakan bahasa perantaran dalam kalangan masyarakat
Melayu di tiga wilayah selatan Thai. Sepanjang tempoh kewujudan kerajaan
Melayu-Islam Patani, bahasa Melayu mencapai tahap kegemilangannya dan
berperanan sebagai lingua franca atau bahasa perantaraan dalam kalangan
penduduk tempatan dan para pedagang yang menyebarkan Islam pada abad
tersebut. Mohd. Zamberi (1994:243) menyatakan bahwa bahasa Melayu

3
4

Patani telah menjadi bahasa ilmu, dan berjaya meletakkan Patani sebagai
pusat tamadun kesusasteraan Melayu Islam menerusi penghasilan karya
kitab-kitab agama oleh para ulama.
Data Bahasa Melayu yang berasal dari zaman Sriwijaya terdapat pada
prasasti Kedukan Bukit yang berangka tahun caka 605 (683 M) dan Prasasti
Talang Tuo yang berangka tahun caka 606 (684 M). Kedua prasasti itu
terdapat di sekitar Kota Palembang sekarang. Prasasti lain yang sezaman
dengan kedua prasasti tersebut terdapat di Pulau Bangka (Prasasti Kota
Kapur), di daerah Jambi (Prasasti Karang Berahi), dan di Lampung Selatan
(Prasasti Palas Pasemah). Sementara prasasti-prasasti yang lain berangka
tahun yang lebih muda.
Di dalam sejarahnya kemudian bahasa Melayu tersebar ke seluruh
Nusantara karena digunakan sebagai lingua franca, baik oleh para pedagang
yang berasal dari Nusantara maupun dari mancam negara. Akibatnya, maka
bermunculanlah berbagai dialek areal, dialek sosial, berbagai pijin dan kreol
Melayu di seluruh Nusantara, dan juga di luar Nusantara (Sjam, M. S., &
Hasyim, 2022).
Berkaitan dengan sejarah bahasa Melayu Pattani dan bahasa Indonesia
dapat mengetahui bahwa bahasa tersebut berasal dari satu rumpun bahasa
Melayu. Oleh karena itu, banyak BI dipengaruhi oleh BMP yang berstatus
sebagai bahasa mayoritas yang digunakan oleh masyarakat Melayu di tiga
provinsi di Selatan Thailand dalam berkomunikasi umum dan juga dalam
upacara-upacara tertentu.

2. Tinjauan Umum Kesantunan Pergaulan dalam Budaya Melayu

Kesantunan pergaulan dalam budaya Melayu akan dijelaskan dalam


bab ini dimana peneliti berpedoman pada tulisan-tulisan yang terkait dengan
kesantunan pergaulan tersebut. Terdapat dua hal yang akan dijelaskan, yaitu
(1) konsep kesantunan pergaulan; dan (2) nilai-nilai asas dalam kesantunan
pergaulan, sebagaimana yang dipaparkan berikut ini.
a. Konsep Kesantunan Pergaulan
Berdasarkan buku yang ditulis oleh Koentjaraningrat (2007)
sopan santun dalam masyarakat Melayu adalah sikap dan tingkah laku
yang halus dan tertib yang tampak ketika seseorang berinteraksi
dengan masyarakat, meliputi tingkah laku, tutur bahasa, kesopanan
berpakaian, dan sikap menghadapi orang lain. Perilaku yang santun
dicerminkan dengan bagaimana gerak-gerik seseorang dalam banyak
hal, misalnya bersalaman, berbicara, menunjuk, menghadap orang tua,
makan bersama, berjalan, dan sebagainya. Orang Melayu dikenal
sebagai masyarakat yang saling menghargai dan saling memberi
sehingga membentuk sebuah kebiasaan yang menjadi salah satu ciri
kepribadian orang Melayu.
Bagian lain dalam tulisan Koentjaraningrat (2007) menyebutkan
bahwa dalam masyarakat Melayu di Riau, sikap dan tingkah laku yang
baik telah diajarkan sejak dari buaian hingga dewasa melalui metode
lisan maupun tulisan yang berpedoman pada norma Islam, sehingga
5

menciptakan karakter masyarakat yang berpegang pada ajaran Islam.


Ada banyak ungkapan yang memuat tentang nilai-nilai kesopan
santunan dan perilaku baik yang sulit untuk dikemukakan dalam
literatur ini, namun satu hal yang jelas adalah masyarakat Melayu
Riau sangat mementingkan etika pergaulan.
Konsep kesantunan dalam budaya Melayu Riau selanjutnya
ditemukan dalam tulisan Effendy (2012) yang menyebutkan bahwa
kesantunan pergaulan telah mendarah daging dalam sikap, tindakan
dan perilaku sehari-hari. Masyarakat Melayu adalah masyarakat
majemuk dengan kebudayaannya yang terbuka. Keterbukaan ini
menjadikan bumi Melayu ramai dikunjungi orang. Lambat laun,
terciptalah masyarakat yang berasal dari berbagai suku dan bangsa
dengan latar budaya yang berbeda. Salah satu alat pemersatu
perbedaan tersebut adalah nilai- nilai kesantunan yang dapat
menumbuhkan rasa saling hormat menghormati dan saling
menghargai.
Effendy (2012) menjelaskan bahwa nilai-nilai kesantunan dalam
budaya Melayu diberikan melalui pengajaran yang bersumber dari
ajaran Islam dimana pengajaran tersebut dihimpun dalam Tunjuk Ajar
Melayu. Literatur ini telah menghimpun ungkapan-ungkapan dan
petuah orang Melayu terdahulu yang merupakan bagian dari Tunjuk
Ajar yang terdiri dari 7 nilai-nilai asas dalam kesantunan pergaulan
beserta ungkapan dan petuah yang menyertainya untuk menjadi dasar
bagi peneliti dalam mengembangkan konsep kesantunan pergaulan.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
kesantunan dalam pergaulan adalah sikap dan tingkah laku dalam
bergaul yang mencerminkan kebaikan dan ketulusan dalam
berinteraksi dengan orang lain. Kesantunan dalam pergaulan juga
ditunjukkan dalam tata cara berinteraksi yang beradab kepada orang
lain dengan tujuan untuk saling menghormati dan menghargai demi
terciptanya kerukunan dan keharmonisan dalam masyarakat luas.
b. Nilai-Nilai Asas dalam Kesantunan Pergaulan
Effendy (2012) dalam tulisannya memaparkan asas dalam
kesantunan pergaulan yang terdiri dari tujuh nilai, yaitu (1) luruskan
niat, elokkan sifat; (2) tempatkan diri pada serasi; (3) pandai-pandai
membawa diri; (4) arif menimbang bijak menenggang; (5) tajamkan
mata nyaringkan telinga; (6) rela berkorban mahu mengalah; dan (7)
rendahkan hati untuk menghindari terjadinya pergaulan yang salah
arah dan salah tingkah. Adapun butir-butir Tunjuk Ajar diberikan
sebagai petuah amanah yang intinya adalah sebagai berikut ini.
1) Luruskan niat, elokkan sifat
Pergaulan yang baik dan membawa kepada kebaikan ialah
pergaulan yang dilakukan berdasarkan kepada niat yang baik
serta diwujudkan dengan sifat serta perilaku yang baik pula.

Di dalam ungkapan dikatakan:


“Adat orang dalam bergaul
Niatnya lurus akalpun betul
6

Sifatnya elok tiada mencabul


Di sanalah tempat tali disimpul”

“Adat orang dalam pergaulan


Hatinya bersih berpalut iman
Duduk, beramai perangainya sopan
Di sanalah banyak beroleh teman”

“Adat bergaul berorang ramai


Niatnya lurus elok perangai
Bercakap tidak memandai-mandai
Aib dijaga malu disimpai
Hidup bersama rukun dan damai”

“Adat bergaul dengan masyarakat


Bersihkan hati hilangkan karat
Sebarang kelakuan mengikuti adat
Hidup tenang banyak sahabat
Sebarang dicinta tentulah dapat
Sebarang kerja beroleh bermanfaat”

“Adat bergaul orang terbilang


Fikiran jernih dadapun lapang
Sebelum bercakap petua dikenang
Duduk beramai disenangi orang”

2) Tempatkan diri pada serasi


Bergaul memerlukan kesadaran diri sendiri agar dapat
menempatkan dirinya pada kedudukan yang sesuai dan serasi
dengan dirinya. Sifat ini juga dikatakan sebagai sifat tahu diri.
Sifat kearifan menempatkan diri pada yang serasi ini, hakikatnya
mengacu kepada kearifan menempatkan dirinya dalam
lingkungan pergaulan. Dengan demikian diharapkan keberadaan
dan kehadirannya tidak menimbulkan masalah terhadap
khalayak ramai atau terhadap sesiapa pun tempat dia bergaul.

“Adat bergaul pada yang ramai


Tempatkan diri pada yang sesuai
Adat dijunjung lembaga dipakai
Jangan sekali memandai-mandai
Supaya nampak elok perangai”

“Adat bergaul dalam masyarakat


Tempatkan diri pada yang tepat
Arif membaca tanda isyarat
Bijak menengok kemahuan ummat
Supaya langkah tidak terdedat
Supaya pergaulan membawa manfaat”
7

3) Pandai-pandai membawa diri


Sifat yang disebut pandai-pandai membawa diri ini
hakikatnya hampir sama dengan sifat tempatkan diri pada yang
serasi. Namun, sifat pandai-pandai membawa diri ini lebih
ditekankan pada sikap dan perilakunya dalam pergaulan.

“Adat bergaul di kampong dan negeri


Pandai-pandai membawa diri
Baik-baik menjaga pekerti
Berlemah lembut merendahkan hati
Adat dan resam kita hormati
Petua amanah kita ikuti
Mana yang jauh kita hampiri
Mana yang dekat kita kunjungi
Mana yang tua kita hormati
Mana yang muda kita kasihi
Mana yang menyalah kita nasehati
Mana jauhkan sifat iri mengiri
Buanglah sifat hasad dan dengki
Supaya bergaul sehidup semati”

“Adat bergaul disebut orang


Ke diri sendiri ia terpulang
Bila tabu menghargai orang
Hidup beramai tentulah lapang
Ke laut ke darat tak kan terbuang
Ke bulu ke hilir takkan terhalang”

“Apabila pandai membawa diri


Hidup beramai orang hargai
Apabila tak tahu membawa diri
Di situlah tumbuh hasad dan dengki
Saudara menjauh sahabat membenci
Duduk bersama orang tak sudi”

4) Arif menimbang bijak menenggang


Pergaulan memerlukan kearifan untuk menimbang perasaan
orang, menenggang hati orang, serta memahami isi hatinya.
Pergaulan akan berjalan dengan baik, bila kita dapat menjaga
pelihara perasaan dan hati orang agar tidak tersinggung,
menimbulkan aib malu, atau membangkitkan ketidaksenangan
apalagi kemarahan orang.

“Adat bergaul yang kita pegang


Arif menimbang bijak menenggang
Bercakap jangan sebarang-barang
Berbual jangan menyinggung orang
8

Jangan melanggar pantang dan larang


Jangan berbuat sewenang-wenang
Jangan mengaib memalukan orang
Jangan bergaya lagak temberang
Supaya bergaul semuanya senang
Hidup beramai terasa lapang”

5) Tajamkan mata nyaringkan telinga


Bergaul memerlukan pemahaman tentang sifat, perilaku
dan nilai-nilai budaya, adat dan tradisi masyarakat yang
digaulinya. Pemahaman inilah yang dapat membantunya untuk
melakukan hubungan secara baik dan benar, dan diterima orang.
Pemahaman ini pula yang dapat membantu dalam memilih
teman bergaul dan sebagainya, sehingga tidak terjebak kedalam
pergulan yang merusak diri sendiri.

“Adat bergaul tajamkan mata


Supaya Nampak kelakuan manusia
Buruk baiknya supaya nyata Supaya
Supaya bergaul tidak ternista”

“Adat bergaul nyaringkan telinga


Supaya terdengar sebarang kata
Pada yang buruk janganlah serta
Pada yang baik kita berkata”

“Pantang bergaul pilih memilih


Walaupun pantang memilih juga
Pertama memilih elok kelakuan
Kedua memilih contoh teladan
Ketiga memilih meneguhkan iman
Keempat memilih seiring jalan
Kelima memilih menambah pengetahuan
Kelima memilih jalan Tuhan”

6) Rela berkorban mahu mengalah


Pergaulan memerlukan pengorbanan, baik kebendaan
maupun perasaan. Pengorbanan itu antara lain melalui kesabaran
dan sifat mengalah untuk menang. Namun demikian, orang tua-
tua Melayu meningkatkan pula, bahwa pengertian mengalah
bukan bermakna mengaku kalah. Ungkapan mengatakan “sekali
mengalah, dua kali beralah, ketiga kali menyalah’. Bila orang
Melayu sudah mengalah mau beralah jangan dipaksa atau dihina
lagi, sebab perilaku itu adalah perbuatan menyalah yang
menghabiskan kesabaran tenggang rasa Melayu, yang
menimbulkan kemarahan dan amuk orang Melayu.

Di dalam Tunjuk Ajar Melayu diingatkan:


9

“Rela berkorban jadikan sahabat


Kerugian diri jangan diingat
Supaya yang jauh menjadi dekat
Supaya yang renggang menjadi rapat
Hidup beramai manfatnya dapat
Orang sayang banyaklah berkat”

“Adat bergaul mahu mengalah


Berlapang dada menjauhi masalah
Berserah diri kepada Allah
Supaya bergaul membawa berkah”

“Rela berkorban bertanam budi


Membantu dengan setulus hati
Ingat-ingat termakan budi
Hutang budi dibawa mati”

7) Rendahkan hati
Salah satu jati diri kemelayuan ialah bersikap rendah hati
(bukan rendah diri) yang bersikap sopan santun, tidak
membesar-besarkan dirinya, tidak sombong dan bongkak, atau
membangga-banggakan harta dan kedudukannya. Rendah hati
juga makna memiliki kesabaran, berlapang dada, berpikir
panjang, santun dan ramah tamah, dan tidak merendahkan orang
lain. Sikap rendah hati ini mencerminkan sifat orang Melayu
yang menghargai, menghormati dan memuliakan orang lain.

Di dalam tunjuk ajar Melayu dikatakan:


“Elok bergaul merendahkan hati
Jauhkan sifat tinggi meninggi
Berlagak sombong jangan sekali
Supaya bergaul tidak terkeji”

“Berendah hati banyak manfaat


Dalam bergaul orang kan hormat
Saudara suka sahabat mendekat
Hidup beramai semakin erat
Manfaat dapat dunia akhirat”

“Rendah hati menghapus bongkak


Menghilangkan sifat suka melagak
Menghaluskan budi dalam bertindak
Menutup malu supaya tak nampak”

“Rendah hati bertolak ansur


Menjauhkan sifat bongkak takabur
Di dalam tegang boleh mengendur
Di dalam keras boleh dilentur
10

Supaya hidup damai dan akur


Manfaatnya kekal sampai ke kubur”
Berdasarkan nilai-nilai kesantunan pergaulan di atas dapat
disimpulkan bahwa kesantunan pergaulan dimulai dari niat yang baik
untuk bergaul dengan orang lain, senantiasa memperbaiki sifat dan
tingkah laku, mampu menempatkan diri sesuai dengan keadaan,
mampu menghargai orang lain, memiliki kepekaan terhadap keadaan
di sekitar, mau bekorban dan mengalah, serta memiliki kerendahan
hati dalam pergaulan.

B. Penyajian Hasil Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif


kualitatif. Ratna (2012: 47) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif
memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya
dengan konteks keberadaannya. Metode kualitatif melibatkan sejumlah
besar gejala sosial yang relevan. Sesuai dengan namanya, penelitian
kualitatif mempertahankan nilai-nilai. Sementara untuk sumber datanya
adalah karya, naskah, data penelitian dan data formalnya adalah kata-kata,
kalimat dan wacana.
Masih menurut Ratna (2012: 47-48), ciri terpenting metode kualitatif
adalah: (1) Memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai
dengan hakikat objek, yakni sebagai studi kultural; (2) Lebih
mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga
makna selalu berubah; (3) Tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan
objek peneliti, subjek peneliti sebagai instrumen utama, sehingga terjadi
interaksi langsung antara keduanya; (4) Desain dan kerangka penelitian
bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka; (5) Penelitian bersifat
alamiah, terjadi dalam konteks sosial budaya masing-masing.
BAB III

PENUTUP

C. Kesimpulan

Bangsa Indonesia sejatinya memiliki nilai-nilai karakter yang


tercermin dari tradisi dan adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakatnya.
Nilai-nilai karakter inilah yang menjadi landasan moral dan menjadi
pedoman hidup bagi masyarakat setempat. Nilai-nilai kehidupan inilah yang
selanjutnya berkembang di dalam masyarakat dan dikenal sebagai sebuah
kearifan local. Budaya Melayu merupakan sebuah budaya yang sangat
menjunjung tinggi nilai kesopansantunan, yang menjadi salah satu asas jati
diri kemelayuan yang terpuji. Di dalam pergaulan sehari-hari sopan santun
menjadi salah satu tolak ukur untuk menilai seseorang Pentingnya
kesopansantunan di dalam kehidupan orang-orang Melayu, menyebabkan
mereka berusaha sepenuh daya dan upaya untuk menjadikan dirinya orang
yang berbudi pekerti terpuji, berakhlak mulia dengan landasan iman dan
takwa.
Berpegang kepada asas hidup dan menjunjung tinggi kesantunan
menyebabkan orang Melayu ternama bukan hanya karena kekayaan
alamnya yang melimpah, tetapi dikenal dan dihormati karena kesopan
santunan, keterbukaan dan keramah-tamahannya. Itulah sebabnya nilai-nilai
kesantunan diajarkan sejak dini, ditanamkan ke dalam hati anakanak mereka
agar besarnya menjadi orang, yaitu menjadi orang yang santun, berbudi
luhur, berakhlak mulia, elok lahirnya dan baik batinnya.

D. Saran

Penanaman nilai kesantunan ke dalam diri anak-anak tentu harus


melalui proses pendidikan dan pembelajaran yang panjang yang dimulai
sejak dini sampai sepanjang hayatnya. Kearifan orang Melayu untuk
mengekalkan kesopan santunan, melahirkan butir-butir tunjuk ajar yang
sarat makna dan dapat dijadikan pegangan dan arahan dalam mendidik dan
mengajar anak-anak.

11
DAFTAR PUSTAKA

Sjam, M. S., & Hasyim, M. (2022) ‘INTERFERENSI FONOLOGIS BAHASA


MELAYU KEDALAM BAHASA INDONESIA’, Journal of Innovation
Research and Knowledge, 2(3), pp. 615–620.
Marlina, M. (2020). NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM TUNJUK AJAR
MELAYU KARYA TENAS EFFENDI. Diksi, 28(2), 199-209.
Tambusai, K. (2021). Hubungan Adat Melayu dengan Pendidikan Agama Anak
dalam Keluarga. Edu Global: Jurnal Pendidikan Islam, 2(1), 63-75.
SALUDIN, M. R. B., & NAZRI, M. S. B. A. (2020). Adab Masyarakat Melayu
Lama dalam Hikayat Hang Tuah. International Journal of the Malay
World and Civilisation, 8(3), 23-31.
Muhammad, Z., Abdullah, A., & Ab Razak, R. R. (2019). Sifat Malu Dalam
Kerangka Akhlak Melayu. Jurnal Hadhari, 11(2), 231-244.
Naratiba, R., & Fatmasari, R. (2021). Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis
Kearifan Lokal Dalam Pembelajaran Budaya Melayu Riau Di Sd Negeri
183 Pekanbaru. Sosioedukasi: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan Dan
Sosial, 10(2), 208-216.

12

Anda mungkin juga menyukai