Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH BAHASA INDONESIA

Dosen Pengampu : Kardimin, M.Hum

SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Disusun oleh :

Kelompok 3

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ISLAM SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala


berkat, rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Landasan dan Asas-Asas Pendidikan”.

Dalam penyusunan makalah ini, kami memperoleh banyak bantuan dari


berbagai pihak. Kami mengucapkan terima kasih kepada Kardimin, M.Hum
selaku dosen pengampu Bahasa Indonesia yang telah memberikan arahan dalam
membuat makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh


karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah
ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata kami berharap makalah ini dapat memberikan
wawasan dan pengetahuan kepada para pembaca.

Penyusun

Maret 2018

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................. i

Daftar Isi ................................................................................................................. ii

Bab I Pendahuluan...................................................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah............................................................................................... 2

Bab II Pembahasan..................................................................................................... 3

A. Situasi Kebahasaan di Dunia.......................................................................... 3


B. Situasi Kebahasaan di Inodnesia................................................................... 4
C. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia...................................................... 5
D. Pengembangan bahasa Indonesia.................................................................. 11
E. Karya-karya yang Mempengaruhi Pembentukan dan Arah Perkembangan
Bahasa Indonesia.......................................................................................... 20

Bab III Penutup......................................................................................................... 27

A. Kesimpulan................................................................................................... 27
B. Saran............................................................................................................. 27

Daftar Pustaka........................................................................................................... 28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bahasa Indonesia yang kini kita gunakan sebagai bahasa resmi di negara
kita berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu yang kita gunakan tersebut
merupakan bahasa Melayu tua yang sampai sekarang masih dapat kita selidiki
sebagai peninggalan masa lampau. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh
para ahli, bahkan menghasilkan penemuan bahwa bahasa Austronesia itu juga
mempunyai hubungan kekeluargaan dengan bahasa yang dipergunakan di
daratan Asia tenggara.
Bahasa Indonesia dapat ditelusuri bahwa bahasa-bahasa yang ada di
Indonesia berasal dari dua rumpun bahasa yang berbeda yaitu dari rumpun
bahasa Austric yang menurunkan bahasa-bahasa Austronesia yang terletak di
bagian Barat dan rumpun bahasa Papuan yang menurunkan bahasa Papua atau
Non-Austronesia yang terletak di Timur Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana situasi kebahasaan di dunia?
2. Bagaimana situasi kebahasaan di Indonesia?
3. Apa saja fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia?
4. Bagaimana Pengembangan bahasa Indonesia?
5. Apa saja karya-karya yang mempengaruhi pembentukan dan arah
perkembangan bahasa Indonesia?

1
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui situasi kebahasan di dunia
2. Untuk mengetahui situasi kebahasaan di Indonesia
3. Untuk mengetahui fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia
4. Untuk mengetahui pengembangan bahasa Indonesia
5. Untuk mengetahui karya-karya yang mempengaruhi pembentukan dan
arah perkembangan bahasa Indonesia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. SITUASI KEBAHASAAN DI DUNIA

Bahasa adalah salah satu kemampuan alamiah yang dianugerahkan pada


umat manusia. Sedemikian alamiahnya sehingga kita tak menyadari bahwa
tanpa bahasa umat manusia tak mungkin mempunyai peradaban yang
didalamnya terdapat agama, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Begitu pula
bahasa yang digunakan untuk memahami budaya, juga untuk memahami
aktivitas sesama manusia.

Berdasarkan kajian reolusi mengenai revolusi bahasa, diperkirakan bahasa


ada pertama kali di bumi sekitar 100.000 tahun yang lalu. Sejak pertama kali
bahasa itu menyebar ke seluruh bumi seiring dengan migrasi penduduk,
bahasa itu berkembang sesuai dengan kebutuhannya. Dalam
perkembangannya, bahasa di dunia diperkirakan telah mencapai 15.000
bahasa. Namun, akhir-akhir ini bahasa yang ada di seluruh dunia menurun
drastis. Kini semua bahasa di dunia diperkirakan hanya berkisar sekitar 6.000
bahasa saja (Crystal, 1990).

Ternyata wilayah memiliki ragam bahasa terbanyak yaitu 2034 bahasa


atau sekitar 31% dari semua bahasa di dunia. Kemudian, di Afrika merupakan
tempat ragam bahasa terbanyak kedua yaitu 1995 bahasa atau sekitar 30%.
Wilayah Australia dan Pasifik yang terbentang luas memiliki 1341 bahasa atau
sekitar 21%. Wilayah Amerika memiliki 949 bahasa atau sekitar 15%.
Kemudian wilayah Eropa memiliki 209 bahasa atau sekitar 3% dari semua
bahasa diseluruh dunia (Crystal, 1990:287). Meskipun hanya memilki 3%
bahasa, pada masa kolonialisasi Eropa tumbuh menjadi bahasa internasional.

3
B. SITUASI KEBAHASAN DI INDONESIA

Berdasarkan UNESCO World Languange Report, Barrena dkk (2000: 328-


330) melaporkan bahwa kegiatan pewarisan bahasa ibu dari satu generasi ke
generasi berikutnya, di seluruh dunia dapat dikatakan tidak lancar karena hanya
sekitar 30% yang dapat berlangsung dengan baik. Kenyataan ini angat
mengejutkan dan mengkhawatirkan. Dengan demikian, 70% kegiatan pewarisan
bahasa ibu dari satu generasi ke generasi berikutnya dapat dikategorikan
mengalami berbagai kendala.

Kendala yang dihadapi anatara lain :

1. Emigrasi
2. Sikap bahasa Emigrasi
3. Sikap bahasa yang negatif
4. Penjajahan
5. Kawin Campur
6. Adanya diskriminasi kultural
7. Asimilasi oleh kelompok budaya yang dominan
8. Minimnya jumlah penutur
9. Tekanan dari pihak sekolah
10. Peperangan
11. Penyakit AIDS

Jika kita ingin melestarikan bahasa-bahasa khususnya bahasa daerah itu dan
pada saat yang sama bahasa Indonesia berdiri kokoh menjadi bahasa persatuan,
diperlukan informasi dasar mengenai situasi kebahasaan yang lengkap diseluruh
Indonesia berdasarkan data empiris di lapangan. Banyak hal dan faktor yang
berperan untuk menyusuri profil kebahasaan di Indonesia. Antara lain, stratifikasi
pembentukan bahasa dan distribusi keanekaragaman yang tidak seimbang,
populasi penduduk lebih padat di wilayah Barat Indonesia, tetapi siruasi
kebahasaannya lebih homogen, berbanding terbalik dengan situasi di wilayah
Timur Indonesia.

4
C. KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

Kedudukan diartikan sebagai status relatif bahasa sebagai sistem


lambang nilai budaya yang dirumuskan atas dasar nilai sosial bahasa yang
bersangkutan. Sedangkan fungsi adalah nilai pemakaian bahasa yang
dirumuskan sebagai tugas pemakaian bahasa itu dalam kedudukan yang
diberikan kepadanya.
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional dan
sebagai bahasa negara. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
dimiliki sejak diikrarkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928,
sedangkan kedudukan sebagai bahasa negara dimiliki sejak diresmikan
Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945). Dalam UUD 1945, Bab XV,
Pasal 36 tercantum ”Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia”.

1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Salah satu kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional.


Kedudukan sebagai bahasa nasional tersebut dimiliki oleh bahasa Indonesia
sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
kedudukan ini dimungkinkan oleh kenyataan bahwa bahasa Melayu, yang
mendasari bahasa Indonesia, telah dipakai sebagai lingua franca selama
berabad-abad sebelumnya di seluruh kawasan tanah air kita. Dan ternyata di
dalam masyarakat kita tidak terjadi persaingan bahasa, yaitu persaingan di
antara bahasa daerah yang satu dan bahasa daerah yang lain untuk mencapai
kedudukan sebagai bahasa nasional.

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia


berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas
nasional, (3) alat pemersatu berbagai suku bangsa yang berlatar belakang
sosial budaya dan bahasa yang berbeda, dan (4) alat perhubungan antardaerah
dan antarbudaya.

5
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan
nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebanggaan kita. Melalui
bahasa nasional, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai
budaya yang dijadikannya pegangan hidup. Atas dasar itulah, bahasa
Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan. Begitu pula rasa bangga dalam
memakai bahasa Indonesia wajib kita bina terus. Rasa bangga merupakan
wujud sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif itu terungkap
jika lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa atau katakata
asing.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dapat
menimbulkan wibawa, harga diri, dan teladan bagi bangsa lain. Hal ini dapat
terjadi jika bangsa Indonesia selalu berusaha membina dan mengembangkan
bahasa Indonesia secara baik sehingga tidak tercampuri oleh unsur-unsur
bahasa asing (terutama bahasa Inggris). Untuk itu kesadaran akan kaidah
pemakaian bahasa Indonesia harus selalu ditingkatkan.
Percampuran bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris dalam berbahasa
masih sering kita temukan, seperti contoh berikut ini.
Papan usaha : Anditya Tailor; Service Televisi.
Ujaran : ”Aku lebih suka belanja di supermarket daripada di pasar
tradisional”.
Bahasa campuran seperti di atas tidak bagus dipandang dari segi
kebanggaan suatu bangsa dan tidak benar dipandang dari segi kebahasaan.
Agar pemakai dapat dijadikan teladan dan dihormati orang lain terutama
orang asing, pemakaian bahasa seperti contoh di atas harus diubah dan
diperbaiki menjadi seperti berikut ini.

Papan usaha : Penjahit Anditya; memperbaiki Televisi.


Ujaran : ”Aku lebih suka belanja di swalayan dari pada di pasar
tradisional”.
Sebagai alat pemersatu, bahasa Indonesia mampu menunjukkan
fungsinya yaitu mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai

6
suku, agama, budaya, dan bahasa ibunya. hal itu tampak jelas sejak
diikrarkannya Sumpah Pemuda.
Pada zaman Jepang yang penuh kekerasan dan penindasan, bahasa
Indonesia digembleng menjadi alat pemersatu yang ampuh bagi bangsa
Indonesia. Dengan bahasa nasional itu kita letakkan kepentingan nasional di
atas kepentingan daerah atau golongan.
Sebagai alat perhubungan, bahasa Indonesia mampu memperhubungkan
bangsa Indonesia yang berlatar belakang sosial budaya dana bahasa ibu yang
berbeda-beda. Berkat bahasa Indonesia, suku-suku bangsa yang berbeda-beda
bahasa ibu itu dapat berkomunikasi secara akrab dan lancar sehingga
kesalahpahaman antarindividu antarkelompok tidak pernah terjadi. Karena
bahasa Indonesia pula kita dapat menjelajah ke seluruh pelosok tanah air
tanpa hambatan.
Sehubungan dengan hal tersebut, bahasa Indonesia memungkinkan
berbagai suku bangsa mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang
bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan
pada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang
bersangkutan. Dengan bahasa nasional, kita dapat meletakkan kepentingan
nasional kita jauh di atas kepentingan daerah dan golongan kita.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah dan
antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula melaksanakan fungsinya
sebagai alat pengungkapan perasaan. Jika beberapa tahun yang lalu masih
ada orang yang merasa bahwa bahasa Indonesia belum sanggup
mengungkapkan nuansa perasaan yang halus, maka sekarang dapat kita lihat
dalam kenyataan bahwa seni sastra, baik yang tertulis maupun lisan, serta
dunia perfilman kita telah berkembang sedemikian rupa sehingga nuansa
perasaan yang betapa halus pun dapat diungkapkan dengan menggunakan
bahasa Indonesia. Kenyataan tersebut tentulah menambah tebalnya rasa
bangga kita akan kemampuan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia.

7
2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
Selain kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga
berkedudukan sebagai bahasa negara, sesuai dengan ketentuan yang tertera di
dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36. Di dalam kedudukan
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
(1) Bahasa resmi negara
(2) Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan
(3) Alat perhubungan dalam tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah dan
(4) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Salah satu fungsi bahasa Indonesia di dalam kedudukannya sebagai


bahasa negara adalah pemakaiannya sebagai bahasa resmi kenegaraan. Di
dalam hubungan dengan fungsi ini, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala
upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik secara lisan maupun dalam
bentuk tulisan.
Dokumen-dokumen dan keputusan-keputusan serta surat-surat yang
dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya seperti
Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditulis di
dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato, terutama pidato kenegaraan, ditulis
dan diucapkan di dalam bahasa Indonesia. Hanya di dalam keadaan tertentu,
demi kepentingan komunikasi antarbangsa, kadang-kadang pidato resmi
ditulis dan diucapkan di dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggris.
Demikian pula halnya dengan pemakaian bahasa Indonesia oleh warga
masyarakat kita di dalam hubungan dengan upacara, peristiwa, dan kegiatan
kenegaraan. Dengan kata lain, komunikasi timbal balik antarpemerintah dan
masyarakat berlangsung dengan mempergunakan bahasa Indonesia.
Untuk melaksanakan fungsinya sebagai bahasa resmi kenegaraan dengan
sebaik-baiknya, pemakai bahasa Indonesia di dalam pelaksanaan administrasi
pemerintahan perlu senantiasa dibina dan dikembangkan, penguasaan bahasa
Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor yang menentukan di dalam

8
pengembangan ketenagaan seperti penerimaan karyawan baru, kenaikan
pangkat baik sipil maupun militer, dan pemberian tugas-tugas khusus baik di
dalam maupun di luar negeri. Di samping itu, mutu kebahasaan siaran radio
dan televisi perlu pula senantiasa dibina dan ditingkatkan.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan
mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh
Indonesia kecuali di daerah-daerah bahasa seperti daerah bahasa Aceh,
Batak, Sunda, Jawa, Madura, Bali, dan Makasar. Di daerah-daerah bahasa
ini bahasa daerah yang bersangkutan dipakai sebagai bahasa pengantar
sampai dengan tahun ketiga pendidikan dasar.
Sebagai alat perhubungan tingkat nasional, bahasa Indonesia dipakai
sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas,
alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, dan juga sebagai alat
perhubungan dalam masyarakat yang latar belakang sosial budaya dan bahasa
yang sama. Dewasa ini orang sudah banyak menggunakan bahasa Indonesia
apapun masalah yang dibicarakan, apakah itu masalah yang bersifat nasional
maupun kedaerahan.
Sebagai alat pengembang kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan
teknologi, bahasa Indonesia adalah satu-satunya bahasa yang digunakan
untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional yang memiliki
ciri-ciri dan identitas sendiri. Di samping itu, bahasa Indonesia juga dipekai
untuk memperluas ilmu pengetahuan dan teknologi modern baik melalui
penulisan buku-buku teks, penerjemahan, penyajian pelajaran di lembagalembaga
pendidikan umum maupun melalui sarana-sarana lain di luar
lembaga pendidikan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa Indonesia


merupakan bahasa terpenting di kawasan republik kita ini. Penting tidaknya
suatu bahasa didasari oleh tiga faktor, yaitu :
(1) Jumlah penuturnya

9
(2) Luas penyebarannya
(3) Peranannya sebagai sarana ilmu, susastra, dan
ungkapan budaya yang bernilai tinggi.

Penutur suatu bahasa yang berjumlah sedikit menutup kemungkinan


bahasa tersebut memiliki peranan yang penting. Artinya, jika ada dua bahasa
yang satu jumlah penuturnya sedikit dan bahasa yang satu memiliki jumlah
penutur yang banyak, maka bahasa dengan jumlah penutur sedikit akan
kurang mendapat perhatian dari penutur lainnya.
Luas penyebaran suatu bahasa menunjukkan banyak hal. Pertama,
bahasa tersebut banyak disenangi oleh pengguna. kedua, bahasa tersebut
mudah dipelajari dan enak digunakan. Ketiga, masyarakat penggunanya
adalah orang-orang yang memiliki wibawa, prestasi dan prestise yang tinggi
sehingga masyarakat dari luar bahasa itu berasal akan merasa bangga jika
menggunakan bahasa tersebut.
Sebuah bahasa menjadi sangat penting jika memiliki fungsi atau selalu
digunakan dalam penyebaran ilmu pengetahuan, sastra, dan teknologi. Hanya
orang-orang terpelajar yang selalu berusaha menambah dan mengembangkan
ilmu pengetahuan baik sastra maupun teknologi. Tidak dapat dibayangkan
jika bahasa yang berfungsi sebagai pengembang ilmu pengetahuan tersebut
tidak ada.

10
D. PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA

1. KONGRES BAHASA INDONESIA

Sejak 1978, Kongres Bahasa Indonesia tampaknya telah menjadi tradisi


dalam pembinaan dan pengembangan bahasa. Namun, banyak diantara ahli dan
pencinta bahasa nasional hampir tidak ingat bahwa kongres-kongres yang
diselenggarakan dan dihadiri pada sekarang ini memiliki suasana yang sangat
berlainan dengan dua kongres pertama yaitu kongres I pada tahun 1938 dan
kongres II pada tahun 1954. Suasana kongres I sungguh berbeda dengan kongres
lainnya. Kongres I diselenggarakan sebelum kemerdekaan atas prakarsa
perorangan. Suasana spontanitas sangat mendominasi. Sedangkan kongres II
diselenggarakan sesudah kemerdekaan dan diatur langsung oleh pemerintah
sehingga pelaksanaannya lebih terarah. Keduanya diwarnai oleh semangat
patriotisme yang tinggi, yakni menjunjung tinggi bahasa persatuan demi kejayaan
bangsa.

Dalam Kongres Pemuda 1928, telah disepakati agar bahasa Indonesia


menjdi bahasa persatuan. Kongres Bahasa Indonesia I diselenggarakan dengan
tujuan untuk mencari pegangan bagi semua pemakai bahasa, mengatur bahasa,
dan mengusahakan bahasa agar tersebar luas. Menurut Mr. Soemanang dalam
suratnya kepada redaksi Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia pada tanggal 12
Oktober 1983, pencetus Kongres Bahasa Indonesia ialah Raden Mas Soedardjo
Tjokrosisworo, wartawan harian Soeara Oemoem Surabaya. Dalam suatu obrolan,
Soedardjo menanyakan kepada Soemanang bagaimana kalau diadakan Kongres
Bahasa Indonesia. Soedardjo sanggup menggerakkan pengusaha-pengusaha dan
tokoh-tokoh di Solo, dan Soemang kemudian menyanggupi untuk menghubungi
tokoh-tokoh dan kaum terpelajar di Jakarta. Mereka berdua berhasil meyakinkan
para penulis yang tergabung dalam Poedjangga Baroe serta para jurnalis, guru,
dan peminat-peminat lain. Jadi pemrakarsa kongres itu bukannya ahli bahasa

11
profesional, melainkan wartawan pencinta bahasa Indonesia. Kedua orang itu
kemudian menyusun suatu "Pengoeroes Komite" di Jakarta dengan susunan
pengurus sebagai berikut :

Ketua Kehormatan : Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat

Ketoea : Dr. Poerbatjaraka

Wakil Ketoea : Mr. Amir Sjarifoedin

Penoelis : Soemanang

Armijn Pane

Katja Soengkana

Bendahari : Soegiarti, Mr.

Nj. Santoso-Maria Ulfah

Susunan acaranya sebagai berikut :

Sabtu, 25 Juni jam 8 sampai 11 malam :

a. Penjerahan kongres oleh ketoea Komite Penerimaan kepada Pengoeroes


kongres.
b. Pemboekaan dari ketoea kongres Dr. Poerbatjaraka.
c. Menerima oecapan selamat.

Minggu, 26 juni mulai jam 9 pagi :

Rapat terboeka, pembicara :

Sanoesi Pane : Sedjarah Bahasa Indonesia

Ki Hadjar Dewantara : Bahasa Indonesia di dalam pergoeroean

H.B. Perdi (Hoofdbestuur : Bahasa Indonesia di dalam persoeratkabaran

12
Mr. Amir Sjarifoedin : Menjesoeaikan kata dan faham asing kepada

Bahasa Indonesia

Mr. M. Yamin : Bahasa Indonesia sebagai bahasa poersatoean dan

bahasa keboedajaan Indonesia.

Minggu, 26 Juni pada malam harinya :

Rapat tertoetoep untuk memperdalam tentang soal-soal yang dikemoekakan rapat


terboeka, oentoek menarik kesimpoelan.

Sabtu, 27 Juni mulai jam 9 pagi :

Rapat terboeka yang akan berbicara :

t. Soekardjo Wirjopranoto : Bahasa Indonesia di dalam perwakilan

t. St. Takdir Alisjahbana : Pembaharoean bahasa dan oesaha mengatoernja

t. K. St. Pamoentjak : Tentang edjaan Bahasa Indonesia

t. Sanoesi Pane : Tentang INstituut Bahasa Indonesia

t. M. Tabrani : Mentjepatkan penjebaran Bahasa Indonesia

Pada tanggal 25 Juni 1938 jam 20.00 di Societeit Habiprodjo dibukalan


kongres ini oleh Ketua Komite Dr. Poerbatjaraka. Lebih kurang 500 orang hadir
dalam malam pembukaan ini, termasuk diantaranya wakil-wakil dari Sultan
Yogyakarta, Sunan Solo, Paku Alam, Mangku Negara, Pers Indonesia maupun
Tionghoa, dan wakil dari Java Instituut. Sambutan tentang kongres ini tampaknya
sangat besar, bukan hanya berupa pemberitaan di surat kabar, melainkan juga
membanjiri surat dan telegram dari segala penjuru tanah air. Komentar mengenai
kongres ini cukup beragam dan menarik. Ada yang menganggap bahwa
pembahasan dalam kongres ini sangat orisinil, misalnya prasaran Takdir
Alisjahbana untuk.mengatur bahasa secara lebih baik dengan menyusun tata
bahasa Indonesia baru.

13
Tidak semua pihak di indonesia menyambut baik kongres ini. Surat kabar
Belanda, misalnya sangat spektis tentang masa depan Bahasa Indonesia. Ada juga
yang menuduh bahwa kongres ini tidak ilmiah, padahal para pendukung kongres
adalah sarjana-sarjana Indonesia yang keahliannya sudah diakui oleh dunia
internasional pada waktu itu. Salah satu hasil nyata ialah bahwa setelah selesai
kongres ini fraksi nasional dalam Volksraad yang dipimpin oleh M. Hoesni
Thamrin memutuskan untuk memakai Bahasa Indonesia dalam pandangan umum
dewan tersebut-suatu hal yang menimbulkan reaksi negatif dari penjajah.

Pembahasan-pembahasan dalam kongres ini apabila dipandang dari


perkembangan sekarang ini, sangat orisinil dan tetap actual, seperti
pengindonbesiaan kata asing, penyusunan tata bahasa, pembaruan ejaan,
pemakaian bahasa dalam pers, pemakaian bahasa dalam undang-undang. Banyak
gagasan yang sekarang diwujudkan berasal dari pembahasan dan keputusan
kongres tersebut.

Dalam Kongres Bahasa Indonesia I diputuskan supaya diadakan Kongres


Bahasa Indonesia II, tetapi baru terlaksana setelah kemerdekaan. Kongres II ini
bertempatkan di Medan bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Medan dipilih
sebagai tempat kongres karena menurut Mr. Muh Yamin, Menteri PPK pada
waktu itu, di kota itulah Bahasa Indonesia dipakai dan terpelihara, baik dalam
kalangan rumah tangga maupun dalam masyarakat.kongres Bahasa Indonesia II
diselenggarakan oleh pemerintah yaitu Djawatan Keboedajaan Kementerian
Pendidikan Pengajaran dan Keboedajaan. Susunan panitianya sebagai berikut :

Ketua : Sudarsana

Wakil Ketua : Dr. Slametmuljana

Panitera I : Mangatas Nasution

Panitera II : Drs. W.J.B.F. Tooy

Panitera III : Nur St. Iskandar

Anggota : Pudjowijatno

14
Anggota : Amir Hamzah Nasution

Anggota : La Side

Seperti halnya kongres yang pertama, Kongres Bahasa Indonesia II ini


merupakan peristiwa yang menyangkut bukan hanya para ahli bahasa melainkan
juga masyarakat luas dan Presiden Soekarno sendiri yang membuka Kongres
Bahasa Indonesia II itu di Gedung Kesenian Medan pada pukul 8 pagi. Kongres
ini merupakan peristiwa besar bagi masyarakat Medan. Kegiatannya bukan hanya
rapat melainkan juga ada pameran buku dan malam kesenian dari Aceh dan
Sumatra Utara. Peserta kongresnya berjumlah 302 orang dari berbagai daerah
Indonesia, juga dari tanah Semenanjung, Negeri Belanda, Prancis dan India.

Kongres dibagi atas beberapa seksi yang masing-masing membicarakan


topik-topik :

Seksi A :

1. Tata Bahasa Indonesia : Prof. Dr. Prijana


2. Dasar-dasar ejaan Bahasa : Prof. Dr. Prijana
Indonesia dengan hoeroef Latin

Seksi B :

1. Bahasa Indonesia dalam Peroendang- : Mr. A. G. Pringgodigdo


Oendangan dan administrasi
2. Bahasa Indonesia dalam Peroendang- : Mr. Kuntjoro Poerbopranoto
Oendangan dan administrasi

Seksi C :

1. Bahasa Indonesia dalam koeliah : Dr. Prijohutomo


dan pengetahoean
2. Kamoes Etimologis Indonesia : Dr. Prijohutomo

Seksi D :

15
1. Foengsi Bahasa Indonesia dalam pers : Ketua PWI (T. Sjahril)
2. Bahasa Indonesia dalam pers : Adinegoro
3. Bahasa Indonesia dalam perjanjian radio : Kamarsjah

Keputusan kongres yang dianggap sangat penting ialah saran agar dibentuk
badan yang kompeten yang bertugas untuk menyempurnakan Bahasa Indonesia.
Kongres mengusulkan supaya diadakan pembaruan ejaan. Kongres juga memberi
perhatian pada pemakaian bahasa dalam undang-undang dan administrasi.
Kongres berpendapat bahwa Bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan
tidak mengalami kesulitan. Kongres juga menyarankan supaya digiatkan
pemakaian istilah ilmiyah internasional dan penggalian istilah dari bahasa daerah
dan bahasa yang sempurna. Bersangkutan dalam bahasa dalam film, kongres
menganjurkan supaya pembuatan-pembuatan film memakai Bahasa Indonesia
yang baik. Keputusan kongres tersebut tidak tinggal menjadi keputusan,
melainkan pemerintah Republik Indonesia benar-benar menyusun Panitia
Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia. Dengan sejarahnya yang panjang dari
tahun 1956, hasil panitia ini menjadi cikal bakal terbentuknya Ejaan Yang
Disempurnakan yang diresmikan pada 1972. Memang ada keputusan Kongres
Bahasa Indonesia yang lain, tetapi yang paling meninggalkan bekas tentulah soal
ejaan tersebut.

2. PEMBAHARUAN EJAAN 1972

Pada tahun 1966, Departemen Pendidikan Kebudayaan memperkenalkan


pembaharuan ejaan dengan tujuan memodernisasi sostem ejaan yang telah ada
yang menyatukan ejaan indonesia dan ejaan malaysia. Sistem ejaan yang baru itu
diumumkan dengan esmi oleh presiden soeharto pada 17 Agustus 1972.

Masa 6 tahun (1966-1972) membuktikan bahwa berbagai masalah dalam


membentuk suatu ejaan baru bagi sebuah bahasa yang memilki sistem tradisional
yang telah beurat akar sangat bebeda dengan masalah dalam mebentuk ejaan bagi
sebuah bahasa yang sama sekali bukan bahasa tulis. Di samping itu, terbukti pula

16
bahwa penciptaan ejaan baru didasarkan atas kaidah-kaidah linguistik memang
relatif leih mudah daripada upaya menerapkannya kedalam praktik
pelaksanaannya sebenarnya.

3. SEJARAH SINGKAT EJAAN BAHASA INDONESIA

Ejaan mempunyai tempat yang unik dalam pengembangan bahasa Melayu


dan bahasa Indonesia. Sebelum abad ke-20 belum dikenal otografi yang seragam
untuk menuliskan bahasa Melayu. Penulisan bahasa Melayu dalam huruf romawi
antara seeorang penulis berbeda dengan penulisan lainnya. Tulisan-tulisan itu
biasanya bersifat fonetis dengan tujuan untuk kepentingan orang asing-bukan
orang indonesia. Jadi, ada ketidakseragaman pengejaan. Lahirnya pengejaan
bahasa indonesia tidak bediri sendiri, tetapi juga dapat pengaruh dari ejaan
romawi yang di semananjung malaya. Beberapa jenis ejaan sejak zaman Belanda
sampai merdeka di tanah ai Indonesia, juga di Semenanjung Malaya akan
dipaparkan berikut ini.

Penyeragaman atau pembakuan ejaan pertama dimulai tahun 1901. Ejaan


resmi bahasa Melayu didaeah jajahan Belanda disusun oleh Ch. A. Van Ophuijsen
yang dijabarkan melalui karyanya Kitab Loegat Melajoe, dinamakan ejaan van
Ophuijsen.

Ejaan baku kedua adalah Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik 1947.
Ejaan ini diesmikan oleh Soewandi (Menteri Pendidikan) pada tanggal 19 Maret
1947. Tjuannya, menyederhanakan sistem Ejaan van Ophuijsen.

Ejaan baku ketiga dinamakan Sistem Pembaharuan. Ejaan ini disusun


sebagai tanggapan atas resolusi penyempurnaan ejaan dalam kongres bahasa
indonesia II di Medan. Sistem Pembaharuan 1957 ini tidak pernah diberlakukan.

Ejaan keempat bernama ejaan wilkinson. R.J. Wilkinson adalah ketua


panitia pemerintah pesekutun tanah melayu di semenanjung malaya yang

17
terbentuk pada bulan Oktober 1904. Didaerah jajahan Inggris saat itu ejaan
Romawi berkmbang pesat.

Ejaan kelima bernama Ejaan Za`aba. Ejaan ini berbeda sedikit dengan
ejaan Ejaan Wilkinson, diajarkan di sekolah-sekolah melayu di semenanjung
malaya.

Ejaan keenam, ejaan fajar asia. Ejaan ini diciptakan oleh penulis melayu
pada tahun 50-an yang sebenarnya disusun selama masa pendudukan jepang.

Ejaan ketujuh bernama Ejaan Melindo (melayu-indonesia). Ejaan ini


bernasib sama dengan sistem pembahruan karena tidak penah terlaksana secara
nyata. Ejaan ini merupakan tidak lanjut perjanjian pesahabatan antara republik
Indonesia dengan Pesekutuan Tanah Melayu. Dalam perjanjian tersebut
disebutkan bahwa Ejaan Melindo Suah haus dilaksanakan paling lambat tahun
1962. Akan tetapi, karena terjadi konfrontasi, ejaan ini tidak penah terealisasi.

Ejaan kedelapan disebut Ejaan Baru Bahasa malaysia (di malaysia) dan
ejaan Baru Bahasa Indonesia (di Indonesia)-dua ejaan berbeda nama, tetapi isinya
sama. Ejaan ini tebentuk setelah konfrontasi selesai. Dalam pertemuan para pakar
dai 2 negara itu tidak terdapat maksut menggunakan ejaan melindo. Ini
disebabkan ejaan melindo tidak memuaskan (dari sudut Linguistik) dan tidak
efisien (dari sudut pemakai). Lalu, muncul gagasan untuk memperbaikinya.
Departemen pendidikan dan Kebudayaan Indonesia membentuk sebuah komisi
yang dipimpin oleh Anton M.Moeliono betugas merancang konsep ejaan baru.
Konsep baru itu dikonsultasikan kepada jawatan kuasa ejaan malaysia yang
dipimpin oleh Syed Nasir bin Ismail. Hasilnya adalah sebuah ejaan dengan 2
nama yang berbeda pada tahun 1966.

Ejaan kesembilan adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang


diresmikan melalui pemerintah no.57/1972. Ejaan ini merupakan hasil dalam
menghadapi reaksi positif dan negatif terhadap ejaan baru 1966.

Dari pengamatan historis diatas jelas bahwa usaha penyatuan sistem ejaan
melayu/Malaysia dan indonesia merupakan sekedar kelanjutan dan pelaksanaan

18
dari upaya sebelumnya. Bahkan dari sudut konsep pun sebenarnya tidak ada hal
yang baru. Orang yang seharusnya menerima julukan sebagai cendekiwan
pertama yang mendukung penyatuan peromawian bahasa Melayu didaerah jajahan
Belanda dan Inggris sebenarnya adalah Fokker Sr. (Fokker,1879). Baru pada
tahun 50-an Denzell Carr juga menagjukan proposal yang serupa (Carr, 1951-
1952).

Dewasa ini, masalah peristilihan dalam bahasa Indonesia menjadi rumit karena
munculnya dua kecenderungan lain, yakni penggunaan istilah sanskerta jawa kuno
dan sedikit bahasa arab, sebetulnya sejajar dengan penggunaan bahasa latin
yunani dalam peristilahan ilmu dan teknologi Eropa sampai sekarang. Bila
bahasa- bahasa eropa adalah pewaris kebudayaan latin-yunani,mempernggunakam
kata kata sanskerta jawa kuno sebagaiapreasisai kepada segala hal yang berkaitan
klasik.

Kebiasaan menggunakan kata-kata Sanskerta jawa kuno bukannya tidak


menimbulkan reaksi. Kebiasaan itu dianggap sebagai pertanda merajalela
javanisasi dalam kebudayaan Indonesia. Maka timbullah kecenderungan hal yang
lain dalam bahasa kita, yakni usaha untuk memanfaatkan kata-kata yang sudah
tidak lazim dalam bahasa melayu- Indonesia atau hanya lazim di daerah daerah
tertentu.disamping konservatisme, internasionalisme juga melatari penolakan
kata-kata arkais itu

Peristilahan bahasa kita terdapat dokumen dokume yang menjadi tongak


sejarah yakni:

1.) Keputusan kongres bahasa indonesia 1938


2.) Istilah bahasa Indonesia 1944
3.) Bentuk istilah 1950
4.) Pedoman pembentukan istilah kimia-farmasi 1958
5.) Pedoman umum pembentukan istilah 1975

Dalam sejarah peristilahatan indonesia tampak menonjol sekali ketidakefetifan


badan-badan yang diserahi tugas membina peristilahan,padahal tidak sedikit dana

19
dan tenaga yang dikeluarkan untuk membiayainya. Adalah fakta yang tidak dapat
disangkal bahwa peranan kreativitas pribadi maupun orang lain.

Kecenderungan dalam peristilahan pemilihan istilah yakni


nasionalisme,internasionalisme,klasisme barat (penggunan bahasa latin), dan lain
lainnya. Hal ini tidak akan surut dalam masa-masa yang akan datang saat ini.

Pengalaman penting bagi kita ialah bahwa pengembangan peristilahan hanya


berhasil bila masyarakat diikutsertakan dalam penggunaan bahasanya, dan para
ahli bahasa tidak menutup diri dengan bersikap bahwa baha milik eksekutif
mereka. Yakni seperti halnya dunia dalam periode 1950-1970. Banyak
menghasilkan istilah tetapi tidak ada orang yang memakainya.

4. KARYA-KARYA YANG MEMENGARUHI


PEMBENTUKAN DAN ARAH PERKEMBAGAN
BAHASA INDONESIA
Bagi para penutur, bahasa hanyalah sekadar alat yang sudah jadi yang tinggal
digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan komunikasi. Namun bagi pengamat
dan peneliti, bahasa merupakan hasil proses panjang yang melibatkan faktor-
faktor yang bersifat social, psikologis, filosofis, literer, pedagogis, historis, politis,
dan geografis. Hasil proses itu bukan barang jadi, melainkan sesuatu yang terus
berlangsung selama bahasa itu masih hidup.

Demikian pula halnya dengan bahasa Indonesia. Pada awal sejarahnya faktor-
faktor politis, geografis, dan social psikologis merupkan faktor utama
pembentukan dalam hal ini, penerimaan bahasa Melayu menjadi bahasa perstuan
yang kemudian diberi nama bahasa Indonesia.

Pada tahap perkembangannya, ada faktor lain yang langsung atau tidak
langsung memengaruhi perkembangan bahasa Idonesia sampai bahasa itu
mempunyai bentuk sebagaimana digunakan penuturnya dewasa ini. Pertama,
faktor peneliti dan penulis bahasa. Pemikiran mereka tertuang dalam berbagai
jenis tulisan yang sebagian besar dislaurkan melalui dunia pengajaran atau

20
sekolah dan sebagian kecil melalui media ilmiah. Dari situ pemikiran mereka
tersebar ke tengah masyarakat dan menjadi khazanah bahasa Indonesia. Tulisan
yang dimaksud ialah buku tata bahasa, kamus dan buku pelajaran. Termasuk di
dalamnya, pertama, artikel-artikel ilmiah dan popular yang walaupun kecil,
memberi bentuk pada presepsi orang tentang bahasa yang kemudian terungkap
dalam penggunaan bahasa. Kedua, faktor buku-buku linguistic yang walaupun
tersebar secara terbatas, memberi pengaruh yang tidak kecil artinya. Tidak
banyak orang yang menyadari bahwa ejaan, istilah, kata, ungkapan, pola tata
bahasa dan juga termasuk lafal yang digunakan secara luas dalam masyarakat
berasal dari pemikiran segelintir orang yang merumuskannya setelah membuat
kajian yang lama dan mendalam.

Sistem ejaan yang digunakan sekarang mempunyai sejarah yang panjang


yang kemudian muncul bukan dari kekosongan, melainkan hasil pemikiran dan
perbincangan kelompok-kelompok ahli bahasa yang sekarang sudah hampir
dilupakan orang. Ratusan ribu istilah dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk
dalam bidang-bidang ilmu, tidak muncul begitu saja dalam masyarakat, melainkan
hasil pemikiran pakar-pakar ilmu dan ahli bahasa yang bekerja sama selama
bertahun-tahun. Penggunaan kata-kata seperti anda, paradigma, wacana, madani,
berasal dari pribadi-pribadi yang namanya akan terlupakan dalam perjalanan
sejarah bahasa Indonesia. Dalam bidang tata bahasa, sebelum didirikan Balai
pustaka, pola penuturan seperti rumahnya Ali sangatlah lazim. Entah siapa yang
kemudian menyalahkan bentuk itu dan apa alasannya, sehingga kita sekarang
menggunakan pola penuturan rumah Ali; Bahkan, bentuk kalimat Ali anaknya
Lima pernah disalahkan; konon seharusnya bentuk kalimat yang betul ialah Anak
Ali Lima.

Bahwa pribadi-pribadi yang memegang peranan dalam menentukan arah


perkembangan bahasa Indonesiatampak dari dua contoh berikut:

Pertama tentang nama bahasa Indonesia: Pada 2 Mei 1926 dalam rapat
panitia perumus Kongres Pemuda Pertma Muhammad Yamin mengusulkan
supaya ayat ketiga dalam rancangan Sumpah Pemuda berbunyi, “…Kami poetra-

21
poetri Indonesia mendjoendjoeng tinggi bahasa persatoean, Bahasa Melajoe”
Usul ini ditentang oleh Mohamad Tabrani yang mengatakan, “…Kalau kita
soedah menjatakan adanja bangsa Indonesia dan tanah air Indonesia, mengapa
kita tidak menjeboet bahasa persatoean kita Bahasa Indonesia? Kalau beloem
ada, kita tjiptakan sekarang dalam Kongres Pemoeda ini.” Usul itu diterima
panitia dan jadilah nama Bahasa Indonesia yang kita gunakan sampai sekarang.
Jadi M. Tabrani harus dicatat sebagai tokoh yang menciptakan nama Bahasa
Indonesia. Sebagai catatan: nama ‘Bahasa Indonesia’ harus dibedakan dari nama
‘Indonesia’. Nama INDONESIA diciptkan oleh seorang dokter Inggris bernama
George Windsor Earl pada 1850 yang dieja sebagai ‘Indunesian’, yang kemdian
oleh J.R.Logan diubah menjadi ‘Indonesian’.

Kedua tentang penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia pertama 1938;


sepuluh tahun setelah Kongres Pemuda Indonesia Kedua 1928, walaupun Sumpah
Pemuda sudah dicanangkan, bahasa Indonesia belum tersebar luas. Bahkan yang
luas digunakan bahasa Indonesia yang baik, yaitu Bahasa Indonesia Balai Pustaka
yang berasal dari bahasa Melayu Riau, yang lazim disebut Melau Tinggi,
melainkan bahasa Melayu Rendah atau bahasa Melayu Cina yang digunakan
media cetak Cina yang sangat populer. Keadaan ini tidak menyenangkan dua
waartawan muda, yakni Soemanang dan Soedardjo Tjokrosisworo. Kedua pemuda
itu kemudian mengambil inisiatif mengerahkan para sarjana dan cendekiawan di
Jakarta dan tokoh-tokoh masyarakat di Solo untuk mengadakan kongres bahasa di
Solo sehingga terselenggaralah Kongres Bahasa Indonesia yang pertamadi Solo
pada Juli 1938. Kongre itu membuahkan banyak pemikiran yang menjadi sumber
inspirasi dalam pengembangan bahasa Indonesia pada hari kemudian.

Kalau kita berbicara tentang bahasa Indonesia, dengan membatasi pada


wilayah yang sekarang bernama Republik Indonesia, yang dirujuk tidak terbatas
pada bahasa Indoneia setelah pengangkatannya menjadi bahasa persatuan pada
tahun 1928, tetapi secara historis berhubungan dengan apa yang masih disebut
bahasa Melayu sebelum tahun itu.jadi bahasa Indonesia yang kita gunakan
sekarang tidak dapat dipisahkan dari bahasa Melayu yang merupakan asalnya.

22
Demkian pula halnya kalau kita berbicara tenang karya-karya tata bahasa dan
perkamusan yang berpengaruh dewasa ini, kita tidak dapat mengabaikan karya-
karya tentang bahasa Melayu sebelum tahun 1928.

Dalam masa bahasa Indonesia pun perlu dibedakan dua masa, yaitu masa
ketika kajian bahasa Indonesia belum dipengaruhi ilmu linguistik dan masa ketika
sudah dipengaruhi ilmu linguistic. Yang pertama kita sebut saja masa tradisional,
yang kedua masa modern. Tahun 60-an secara kasar dapat dianggap sebagai
waktu transisi di antara keduanya.

Pada 1910 terbit Kitab jang menjatakan Djalanja Bahasa Melajoe karangan
Koewatin Sasrasoeganda. Buku itu memberi pengaruh yang sangat mendasar bagi
pengembangan bahasa Indonesia kemudian. Pengaruh itu terletak pada dua hal:
pertama, peristilahan tata bahasa. Kita sekarang sudah lazim menggunakan istilah
pokok, sebutan, keterangan, dan sebagainya. Semua itu berasal dair
Sasrasoeganda. Lebih dari sekadar peristilahan: uraiannya juga memengaruhi
persepsi kita tentang bahasa Melayu dan sekarang tentang bahasa Indonesia.
Kedua, tataran dalam tata bahasa. Sebelum terbit buku itu dalam buku-buku tata
bahasa Melayu, yakn buku-buku yang disusun para sarjana Belanda, yang
dimaksud dengan tata bahasa hanya mencakup pembagian kelas kata dan
morfologi. Sasrasoeganda lah yang mulai mengetengahkan tata kalimat atau
sintaksis yang sekarang diterima secara luas, karena memang begitulah
seharusnya orang memberikan gramatika bahasa mana pun di dunia ini. Jasa
tokoh Boedi Oetomo itu tidak terbatas pada bidang tata bahasa. Pada 1913 ia
menerbitkan Baoesastra Melajoe-Djawi, kamus bilingual pertama yang disusun
seorang bumiputra. Sebelum terbit kamus itu, para sarjana Belanda biasanya
menyusun kamus dwibahasa bahasa Belanda – bahasa Indonesia atau sebaliknya.
Sasrasoeganda adalah orang pertama yang mempertumukan dua bahasa pribumi
dalam kamus bilingual itu.

Seperti disinggung di atas, Kongres Bahasa Indonesia (Pertama) 1938 telah


menghasilkan banyak pemikiran untuk pembinaan bahasa Indonesia. Saying
sekali setelah kongres tidak ada tindak lanjut apa-apa. Bahkan, orang sudah lupa

23
bahwa mereka pernah mengikrarkan Sumpah Pemuda. Hanya karena penjajahan
Jepang sajalah orang dipaksa ingat agar menggunakan bahasa Indonesia. Pada
1942 ketika bala tentara Jepang mendarat di negeri ini, di antara maklumat
pertama yang mereka siarkan ialah larangan menggunakan bahasa Belanda dan
bahasa Inggris. Yang boleh digunakan hanyalah bahasa daerah, bahasa Nippon,
dan bahasa Melayu (Indonesia). Terpaksalah orang menggunakan bahasa
Indonesia secara luas, menerjemahka buku-buku pelajaran bahasa Belanda ke
dalam bahasa Indonesia dan menciptakan istilah-istilah ilmiah dalam bahsa
Indonesia. Dari masa itulah kita mendapat peristilahan ilmiah yang sebagian
masih dipakai sekarang.

Setelah kemerdekaan, mulailah bermunculan karya-karya bahasa yang


terutama digunakan sebagai pelengkap pengajaran bahasa di sekolah. Tiga karya
yang sangat berpengaruh pada masa itu, yakni, pertama, Djalan Bahasa
Indonesia oleh St. Muhammad Zain yang sudah beredar sejak 1942, tetapi
pengaruhnya baru terasa setelah kemerdekaan buku itu banyak memengaruhi jalan
pikiran guru-guru bahasa yang masih mengalami zaman bahasa Melayu. Kedua,
Tata bahasa Indonesia oleh C.A.Mees pada 1951. Buku yang semula ditulis
dalam bahasa Belanda itu berpengaruh dikalangan guru yang dilatih di Balai
Pendidikan Guru. Buku ketiga yang berasal dari masa itu ialah Tata Bahasa Baru
Bahaa Indonesia oleh S. Takdir Alisjahbana yang terbit pada 1949. Bila kedua
buku pertama tersebut menumbuhkan murid-murid pengikut pengarangnya, buku
Takdir ini menumbuhkan pikiran-pikiran alternatif dikalangan pembacanya.
Memang buku ini sering dikutip orang, tetapi tidak untuk diikuti melainkan untuk
dibantah dan diberi penyelesaian lain atas masalah-masalah tata bahasa yang
dikemukakannya.

Jadi buku ini sebenarnya berjasa dalam menumbuhkan pendekatan yang


rasional terhadap bahasa Indonesia-sebuah prasyarat tumbuhnya ilmu linguistik.
Namun sasngat disayangkan, dalam mendekati masalah-masalah tata bahasa
Takdir kurang sabar. Ia pandai mendudukan masalahna, tetapi penyelesaiannya
sering bersifat preskriptif. Misalnya, setelah membuat analisis yang menarik

24
tentang persoalan kalimat pasif dalam bahasa Indonesia, ia menutup
pembahasannya dengan menyatakan bahwa hanya kalimat seperti Buku itu dibaca
oleh ayah bisa dianggap kalimat pasif yang benar. Padahal, bentuk pasif dalam
bahas kita itu bermacam-macam,tergantung konteks penggunaannya.
Bagaimanapun buku ini sampai sekarang tetap dikutip orang, tetapi bukan untuk
diikuti melainkan untuk dikritik dan dicari penyelesaian lain. Jasa lain Takdir
ialah tulisan-tulisan yang kritis tentang berbagai aspek bahasa dalam majalah
Pembina Bahasa Indonesia yang diashunya selama beberapa tahun. Dalam masa
yang sama, terbit buku Inleiding tot de Studie van de Indonesische Syntaxis oleh
A.A.Fokker pada 1951 Mentjari Sandi Baru Tata Bahasa Indonesia oleh Armijn
Pane pada 1950, tetapi karena sebab-sebab yang akan diuraikan di bawah ini
buku-buku itu tidak memengaruhi dunia bahasa pada saat terbitnya.

Disamping ketiga buku yang berpengaruh itu, terbit buku-buku lain yang
bervariasi pengaruhnya. Namun, ada satu ciri yang menandai semuanya yakni
uraian yang prespektif. Hal itu tidak mengherankan karena ketika itu ilmu
linguistik belum masuk ke dunia bahasa Indonesia, dan buku-buku itu umumnya
merupakan buku pegangan guru di sekolah dasar dan menengah.

Sejak tahun 55-an terbit buku yang dari sudut isinya boleh dikata ilmiah,
tetapi justru tidak berengaruh dalam masyarakat luas. Buku-buku itu, disamping
karya Fokker dan Armijn Pane yang mendahuluinya dan sudah disebut di atas,
ialah Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Landjutan Atas oleh
I.R.Poedjawijatna danP.J.Zoetmulder pada 1955 dan Kaidah Bahasa Indonesia
oleh Slametmuljana pada 1956. Karya Fokker merupakan usaha untuk
menerapkan teori aliran Praha ke dalam Kajian bahasa Indonesia, karya Armijn
Pane dan Poedjawijatna & Zoetmulder menggunakan pendekatan deskriptif, dan
karya Slametmuljana menggunakan teori yang dalam teori linguistik disebut
pendkatan generative. Meskipun secara teoritis dewasa ini karya-karya itu bias
diperdebatkan, sebagai karya tenang bahasa Indonesia boleh dikatakan sangat
maju. Sebagai catatan perlu dikemukakan bahwa Slametmuljana, yang dalam
pidato pengukuhan sebagai guru besar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia

25
yang berjudul Politik Bahasa Nasional (1959), adalah orang pertama yang
memikirkan secara sistematis masalah politik bahasa nasional yang pada 70-an
dihidupkan kembali.

Dismaping buku-buku tata bahasa tersebut, karya bahasa yang secara


langsung memengaruhi persepsi orang tentang bahasa ialah dua kamus yang terbit
hampir bersamaan, yaitu Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh W. J. S
Poerwadarminta pada 1952 dan Kamus Modern Bahasa Indonesia oleh St.
Muhammad Zain pada 1954. Di antara keduanya tentulah karya Poerwadarminta
yang lebih sistematis dan dari sudut leksikografi modern lebih dapat
dipertanggungjawabkan-suatu tradisi yang diteruskan oleh Kamus Besar Bahasa
Indonesia pada 80 dan 90-an.

Situasi penelitian bahasa dalam periode linguistik yang berlangsung sejak


pertengahan 60-an ditandai pendekatan bahasa yang lebih empiris dan kritis.
Sebagian besar terjadi karena pengaruh linguistik luar negeri. Suasana yang
sempat melesu sebentar dibangkitkan kembali pada 1972 ketika Ejaan Yang
Disempurnakan diresmikan. Sejak saat itu dunia bahasa Indonesia dimeriahkan
oleh penelitian bahasa Indonesia dan bahsa-bahasa daerah yang banyak
dimanfaatkan oleh dunia pengajaran bahasa. Jadi penelitian murni berinteraksi
secara akrab dengan pendekatan bahasa yang amaliah. Namun, untuk
menguraikan sumbangan pikiran para peneliti, sejak70-an diperlukan bahasan
tersendiri.

26
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

27
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

28

Anda mungkin juga menyukai