Disusun oleh :
Kelompok 3
YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Penyusun
Maret 2018
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................. i
Bab I Pendahuluan...................................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah............................................................................................... 2
Bab II Pembahasan..................................................................................................... 3
A. Kesimpulan................................................................................................... 27
B. Saran............................................................................................................. 27
Daftar Pustaka........................................................................................................... 28
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahasa Indonesia yang kini kita gunakan sebagai bahasa resmi di negara
kita berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu yang kita gunakan tersebut
merupakan bahasa Melayu tua yang sampai sekarang masih dapat kita selidiki
sebagai peninggalan masa lampau. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh
para ahli, bahkan menghasilkan penemuan bahwa bahasa Austronesia itu juga
mempunyai hubungan kekeluargaan dengan bahasa yang dipergunakan di
daratan Asia tenggara.
Bahasa Indonesia dapat ditelusuri bahwa bahasa-bahasa yang ada di
Indonesia berasal dari dua rumpun bahasa yang berbeda yaitu dari rumpun
bahasa Austric yang menurunkan bahasa-bahasa Austronesia yang terletak di
bagian Barat dan rumpun bahasa Papuan yang menurunkan bahasa Papua atau
Non-Austronesia yang terletak di Timur Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana situasi kebahasaan di dunia?
2. Bagaimana situasi kebahasaan di Indonesia?
3. Apa saja fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia?
4. Bagaimana Pengembangan bahasa Indonesia?
5. Apa saja karya-karya yang mempengaruhi pembentukan dan arah
perkembangan bahasa Indonesia?
1
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui situasi kebahasan di dunia
2. Untuk mengetahui situasi kebahasaan di Indonesia
3. Untuk mengetahui fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia
4. Untuk mengetahui pengembangan bahasa Indonesia
5. Untuk mengetahui karya-karya yang mempengaruhi pembentukan dan
arah perkembangan bahasa Indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
B. SITUASI KEBAHASAN DI INDONESIA
1. Emigrasi
2. Sikap bahasa Emigrasi
3. Sikap bahasa yang negatif
4. Penjajahan
5. Kawin Campur
6. Adanya diskriminasi kultural
7. Asimilasi oleh kelompok budaya yang dominan
8. Minimnya jumlah penutur
9. Tekanan dari pihak sekolah
10. Peperangan
11. Penyakit AIDS
Jika kita ingin melestarikan bahasa-bahasa khususnya bahasa daerah itu dan
pada saat yang sama bahasa Indonesia berdiri kokoh menjadi bahasa persatuan,
diperlukan informasi dasar mengenai situasi kebahasaan yang lengkap diseluruh
Indonesia berdasarkan data empiris di lapangan. Banyak hal dan faktor yang
berperan untuk menyusuri profil kebahasaan di Indonesia. Antara lain, stratifikasi
pembentukan bahasa dan distribusi keanekaragaman yang tidak seimbang,
populasi penduduk lebih padat di wilayah Barat Indonesia, tetapi siruasi
kebahasaannya lebih homogen, berbanding terbalik dengan situasi di wilayah
Timur Indonesia.
4
C. KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
5
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan
nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebanggaan kita. Melalui
bahasa nasional, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai
budaya yang dijadikannya pegangan hidup. Atas dasar itulah, bahasa
Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan. Begitu pula rasa bangga dalam
memakai bahasa Indonesia wajib kita bina terus. Rasa bangga merupakan
wujud sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif itu terungkap
jika lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa atau katakata
asing.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dapat
menimbulkan wibawa, harga diri, dan teladan bagi bangsa lain. Hal ini dapat
terjadi jika bangsa Indonesia selalu berusaha membina dan mengembangkan
bahasa Indonesia secara baik sehingga tidak tercampuri oleh unsur-unsur
bahasa asing (terutama bahasa Inggris). Untuk itu kesadaran akan kaidah
pemakaian bahasa Indonesia harus selalu ditingkatkan.
Percampuran bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris dalam berbahasa
masih sering kita temukan, seperti contoh berikut ini.
Papan usaha : Anditya Tailor; Service Televisi.
Ujaran : ”Aku lebih suka belanja di supermarket daripada di pasar
tradisional”.
Bahasa campuran seperti di atas tidak bagus dipandang dari segi
kebanggaan suatu bangsa dan tidak benar dipandang dari segi kebahasaan.
Agar pemakai dapat dijadikan teladan dan dihormati orang lain terutama
orang asing, pemakaian bahasa seperti contoh di atas harus diubah dan
diperbaiki menjadi seperti berikut ini.
6
suku, agama, budaya, dan bahasa ibunya. hal itu tampak jelas sejak
diikrarkannya Sumpah Pemuda.
Pada zaman Jepang yang penuh kekerasan dan penindasan, bahasa
Indonesia digembleng menjadi alat pemersatu yang ampuh bagi bangsa
Indonesia. Dengan bahasa nasional itu kita letakkan kepentingan nasional di
atas kepentingan daerah atau golongan.
Sebagai alat perhubungan, bahasa Indonesia mampu memperhubungkan
bangsa Indonesia yang berlatar belakang sosial budaya dana bahasa ibu yang
berbeda-beda. Berkat bahasa Indonesia, suku-suku bangsa yang berbeda-beda
bahasa ibu itu dapat berkomunikasi secara akrab dan lancar sehingga
kesalahpahaman antarindividu antarkelompok tidak pernah terjadi. Karena
bahasa Indonesia pula kita dapat menjelajah ke seluruh pelosok tanah air
tanpa hambatan.
Sehubungan dengan hal tersebut, bahasa Indonesia memungkinkan
berbagai suku bangsa mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang
bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan
pada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang
bersangkutan. Dengan bahasa nasional, kita dapat meletakkan kepentingan
nasional kita jauh di atas kepentingan daerah dan golongan kita.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah dan
antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula melaksanakan fungsinya
sebagai alat pengungkapan perasaan. Jika beberapa tahun yang lalu masih
ada orang yang merasa bahwa bahasa Indonesia belum sanggup
mengungkapkan nuansa perasaan yang halus, maka sekarang dapat kita lihat
dalam kenyataan bahwa seni sastra, baik yang tertulis maupun lisan, serta
dunia perfilman kita telah berkembang sedemikian rupa sehingga nuansa
perasaan yang betapa halus pun dapat diungkapkan dengan menggunakan
bahasa Indonesia. Kenyataan tersebut tentulah menambah tebalnya rasa
bangga kita akan kemampuan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia.
7
2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
Selain kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga
berkedudukan sebagai bahasa negara, sesuai dengan ketentuan yang tertera di
dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36. Di dalam kedudukan
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
(1) Bahasa resmi negara
(2) Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan
(3) Alat perhubungan dalam tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah dan
(4) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
8
pengembangan ketenagaan seperti penerimaan karyawan baru, kenaikan
pangkat baik sipil maupun militer, dan pemberian tugas-tugas khusus baik di
dalam maupun di luar negeri. Di samping itu, mutu kebahasaan siaran radio
dan televisi perlu pula senantiasa dibina dan ditingkatkan.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan
mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh
Indonesia kecuali di daerah-daerah bahasa seperti daerah bahasa Aceh,
Batak, Sunda, Jawa, Madura, Bali, dan Makasar. Di daerah-daerah bahasa
ini bahasa daerah yang bersangkutan dipakai sebagai bahasa pengantar
sampai dengan tahun ketiga pendidikan dasar.
Sebagai alat perhubungan tingkat nasional, bahasa Indonesia dipakai
sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas,
alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, dan juga sebagai alat
perhubungan dalam masyarakat yang latar belakang sosial budaya dan bahasa
yang sama. Dewasa ini orang sudah banyak menggunakan bahasa Indonesia
apapun masalah yang dibicarakan, apakah itu masalah yang bersifat nasional
maupun kedaerahan.
Sebagai alat pengembang kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan
teknologi, bahasa Indonesia adalah satu-satunya bahasa yang digunakan
untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional yang memiliki
ciri-ciri dan identitas sendiri. Di samping itu, bahasa Indonesia juga dipekai
untuk memperluas ilmu pengetahuan dan teknologi modern baik melalui
penulisan buku-buku teks, penerjemahan, penyajian pelajaran di lembagalembaga
pendidikan umum maupun melalui sarana-sarana lain di luar
lembaga pendidikan.
9
(2) Luas penyebarannya
(3) Peranannya sebagai sarana ilmu, susastra, dan
ungkapan budaya yang bernilai tinggi.
10
D. PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA
11
profesional, melainkan wartawan pencinta bahasa Indonesia. Kedua orang itu
kemudian menyusun suatu "Pengoeroes Komite" di Jakarta dengan susunan
pengurus sebagai berikut :
Penoelis : Soemanang
Armijn Pane
Katja Soengkana
12
Mr. Amir Sjarifoedin : Menjesoeaikan kata dan faham asing kepada
Bahasa Indonesia
13
Tidak semua pihak di indonesia menyambut baik kongres ini. Surat kabar
Belanda, misalnya sangat spektis tentang masa depan Bahasa Indonesia. Ada juga
yang menuduh bahwa kongres ini tidak ilmiah, padahal para pendukung kongres
adalah sarjana-sarjana Indonesia yang keahliannya sudah diakui oleh dunia
internasional pada waktu itu. Salah satu hasil nyata ialah bahwa setelah selesai
kongres ini fraksi nasional dalam Volksraad yang dipimpin oleh M. Hoesni
Thamrin memutuskan untuk memakai Bahasa Indonesia dalam pandangan umum
dewan tersebut-suatu hal yang menimbulkan reaksi negatif dari penjajah.
Ketua : Sudarsana
Anggota : Pudjowijatno
14
Anggota : Amir Hamzah Nasution
Anggota : La Side
Seksi A :
Seksi B :
Seksi C :
Seksi D :
15
1. Foengsi Bahasa Indonesia dalam pers : Ketua PWI (T. Sjahril)
2. Bahasa Indonesia dalam pers : Adinegoro
3. Bahasa Indonesia dalam perjanjian radio : Kamarsjah
Keputusan kongres yang dianggap sangat penting ialah saran agar dibentuk
badan yang kompeten yang bertugas untuk menyempurnakan Bahasa Indonesia.
Kongres mengusulkan supaya diadakan pembaruan ejaan. Kongres juga memberi
perhatian pada pemakaian bahasa dalam undang-undang dan administrasi.
Kongres berpendapat bahwa Bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan
tidak mengalami kesulitan. Kongres juga menyarankan supaya digiatkan
pemakaian istilah ilmiyah internasional dan penggalian istilah dari bahasa daerah
dan bahasa yang sempurna. Bersangkutan dalam bahasa dalam film, kongres
menganjurkan supaya pembuatan-pembuatan film memakai Bahasa Indonesia
yang baik. Keputusan kongres tersebut tidak tinggal menjadi keputusan,
melainkan pemerintah Republik Indonesia benar-benar menyusun Panitia
Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia. Dengan sejarahnya yang panjang dari
tahun 1956, hasil panitia ini menjadi cikal bakal terbentuknya Ejaan Yang
Disempurnakan yang diresmikan pada 1972. Memang ada keputusan Kongres
Bahasa Indonesia yang lain, tetapi yang paling meninggalkan bekas tentulah soal
ejaan tersebut.
16
bahwa penciptaan ejaan baru didasarkan atas kaidah-kaidah linguistik memang
relatif leih mudah daripada upaya menerapkannya kedalam praktik
pelaksanaannya sebenarnya.
Ejaan baku kedua adalah Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik 1947.
Ejaan ini diesmikan oleh Soewandi (Menteri Pendidikan) pada tanggal 19 Maret
1947. Tjuannya, menyederhanakan sistem Ejaan van Ophuijsen.
17
terbentuk pada bulan Oktober 1904. Didaerah jajahan Inggris saat itu ejaan
Romawi berkmbang pesat.
Ejaan kelima bernama Ejaan Za`aba. Ejaan ini berbeda sedikit dengan
ejaan Ejaan Wilkinson, diajarkan di sekolah-sekolah melayu di semenanjung
malaya.
Ejaan keenam, ejaan fajar asia. Ejaan ini diciptakan oleh penulis melayu
pada tahun 50-an yang sebenarnya disusun selama masa pendudukan jepang.
Ejaan kedelapan disebut Ejaan Baru Bahasa malaysia (di malaysia) dan
ejaan Baru Bahasa Indonesia (di Indonesia)-dua ejaan berbeda nama, tetapi isinya
sama. Ejaan ini tebentuk setelah konfrontasi selesai. Dalam pertemuan para pakar
dai 2 negara itu tidak terdapat maksut menggunakan ejaan melindo. Ini
disebabkan ejaan melindo tidak memuaskan (dari sudut Linguistik) dan tidak
efisien (dari sudut pemakai). Lalu, muncul gagasan untuk memperbaikinya.
Departemen pendidikan dan Kebudayaan Indonesia membentuk sebuah komisi
yang dipimpin oleh Anton M.Moeliono betugas merancang konsep ejaan baru.
Konsep baru itu dikonsultasikan kepada jawatan kuasa ejaan malaysia yang
dipimpin oleh Syed Nasir bin Ismail. Hasilnya adalah sebuah ejaan dengan 2
nama yang berbeda pada tahun 1966.
Dari pengamatan historis diatas jelas bahwa usaha penyatuan sistem ejaan
melayu/Malaysia dan indonesia merupakan sekedar kelanjutan dan pelaksanaan
18
dari upaya sebelumnya. Bahkan dari sudut konsep pun sebenarnya tidak ada hal
yang baru. Orang yang seharusnya menerima julukan sebagai cendekiwan
pertama yang mendukung penyatuan peromawian bahasa Melayu didaerah jajahan
Belanda dan Inggris sebenarnya adalah Fokker Sr. (Fokker,1879). Baru pada
tahun 50-an Denzell Carr juga menagjukan proposal yang serupa (Carr, 1951-
1952).
Dewasa ini, masalah peristilihan dalam bahasa Indonesia menjadi rumit karena
munculnya dua kecenderungan lain, yakni penggunaan istilah sanskerta jawa kuno
dan sedikit bahasa arab, sebetulnya sejajar dengan penggunaan bahasa latin
yunani dalam peristilahan ilmu dan teknologi Eropa sampai sekarang. Bila
bahasa- bahasa eropa adalah pewaris kebudayaan latin-yunani,mempernggunakam
kata kata sanskerta jawa kuno sebagaiapreasisai kepada segala hal yang berkaitan
klasik.
19
dan tenaga yang dikeluarkan untuk membiayainya. Adalah fakta yang tidak dapat
disangkal bahwa peranan kreativitas pribadi maupun orang lain.
Demikian pula halnya dengan bahasa Indonesia. Pada awal sejarahnya faktor-
faktor politis, geografis, dan social psikologis merupkan faktor utama
pembentukan dalam hal ini, penerimaan bahasa Melayu menjadi bahasa perstuan
yang kemudian diberi nama bahasa Indonesia.
Pada tahap perkembangannya, ada faktor lain yang langsung atau tidak
langsung memengaruhi perkembangan bahasa Idonesia sampai bahasa itu
mempunyai bentuk sebagaimana digunakan penuturnya dewasa ini. Pertama,
faktor peneliti dan penulis bahasa. Pemikiran mereka tertuang dalam berbagai
jenis tulisan yang sebagian besar dislaurkan melalui dunia pengajaran atau
20
sekolah dan sebagian kecil melalui media ilmiah. Dari situ pemikiran mereka
tersebar ke tengah masyarakat dan menjadi khazanah bahasa Indonesia. Tulisan
yang dimaksud ialah buku tata bahasa, kamus dan buku pelajaran. Termasuk di
dalamnya, pertama, artikel-artikel ilmiah dan popular yang walaupun kecil,
memberi bentuk pada presepsi orang tentang bahasa yang kemudian terungkap
dalam penggunaan bahasa. Kedua, faktor buku-buku linguistic yang walaupun
tersebar secara terbatas, memberi pengaruh yang tidak kecil artinya. Tidak
banyak orang yang menyadari bahwa ejaan, istilah, kata, ungkapan, pola tata
bahasa dan juga termasuk lafal yang digunakan secara luas dalam masyarakat
berasal dari pemikiran segelintir orang yang merumuskannya setelah membuat
kajian yang lama dan mendalam.
Pertama tentang nama bahasa Indonesia: Pada 2 Mei 1926 dalam rapat
panitia perumus Kongres Pemuda Pertma Muhammad Yamin mengusulkan
supaya ayat ketiga dalam rancangan Sumpah Pemuda berbunyi, “…Kami poetra-
21
poetri Indonesia mendjoendjoeng tinggi bahasa persatoean, Bahasa Melajoe”
Usul ini ditentang oleh Mohamad Tabrani yang mengatakan, “…Kalau kita
soedah menjatakan adanja bangsa Indonesia dan tanah air Indonesia, mengapa
kita tidak menjeboet bahasa persatoean kita Bahasa Indonesia? Kalau beloem
ada, kita tjiptakan sekarang dalam Kongres Pemoeda ini.” Usul itu diterima
panitia dan jadilah nama Bahasa Indonesia yang kita gunakan sampai sekarang.
Jadi M. Tabrani harus dicatat sebagai tokoh yang menciptakan nama Bahasa
Indonesia. Sebagai catatan: nama ‘Bahasa Indonesia’ harus dibedakan dari nama
‘Indonesia’. Nama INDONESIA diciptkan oleh seorang dokter Inggris bernama
George Windsor Earl pada 1850 yang dieja sebagai ‘Indunesian’, yang kemdian
oleh J.R.Logan diubah menjadi ‘Indonesian’.
22
Demkian pula halnya kalau kita berbicara tenang karya-karya tata bahasa dan
perkamusan yang berpengaruh dewasa ini, kita tidak dapat mengabaikan karya-
karya tentang bahasa Melayu sebelum tahun 1928.
Dalam masa bahasa Indonesia pun perlu dibedakan dua masa, yaitu masa
ketika kajian bahasa Indonesia belum dipengaruhi ilmu linguistik dan masa ketika
sudah dipengaruhi ilmu linguistic. Yang pertama kita sebut saja masa tradisional,
yang kedua masa modern. Tahun 60-an secara kasar dapat dianggap sebagai
waktu transisi di antara keduanya.
Pada 1910 terbit Kitab jang menjatakan Djalanja Bahasa Melajoe karangan
Koewatin Sasrasoeganda. Buku itu memberi pengaruh yang sangat mendasar bagi
pengembangan bahasa Indonesia kemudian. Pengaruh itu terletak pada dua hal:
pertama, peristilahan tata bahasa. Kita sekarang sudah lazim menggunakan istilah
pokok, sebutan, keterangan, dan sebagainya. Semua itu berasal dair
Sasrasoeganda. Lebih dari sekadar peristilahan: uraiannya juga memengaruhi
persepsi kita tentang bahasa Melayu dan sekarang tentang bahasa Indonesia.
Kedua, tataran dalam tata bahasa. Sebelum terbit buku itu dalam buku-buku tata
bahasa Melayu, yakn buku-buku yang disusun para sarjana Belanda, yang
dimaksud dengan tata bahasa hanya mencakup pembagian kelas kata dan
morfologi. Sasrasoeganda lah yang mulai mengetengahkan tata kalimat atau
sintaksis yang sekarang diterima secara luas, karena memang begitulah
seharusnya orang memberikan gramatika bahasa mana pun di dunia ini. Jasa
tokoh Boedi Oetomo itu tidak terbatas pada bidang tata bahasa. Pada 1913 ia
menerbitkan Baoesastra Melajoe-Djawi, kamus bilingual pertama yang disusun
seorang bumiputra. Sebelum terbit kamus itu, para sarjana Belanda biasanya
menyusun kamus dwibahasa bahasa Belanda – bahasa Indonesia atau sebaliknya.
Sasrasoeganda adalah orang pertama yang mempertumukan dua bahasa pribumi
dalam kamus bilingual itu.
23
bahwa mereka pernah mengikrarkan Sumpah Pemuda. Hanya karena penjajahan
Jepang sajalah orang dipaksa ingat agar menggunakan bahasa Indonesia. Pada
1942 ketika bala tentara Jepang mendarat di negeri ini, di antara maklumat
pertama yang mereka siarkan ialah larangan menggunakan bahasa Belanda dan
bahasa Inggris. Yang boleh digunakan hanyalah bahasa daerah, bahasa Nippon,
dan bahasa Melayu (Indonesia). Terpaksalah orang menggunakan bahasa
Indonesia secara luas, menerjemahka buku-buku pelajaran bahasa Belanda ke
dalam bahasa Indonesia dan menciptakan istilah-istilah ilmiah dalam bahsa
Indonesia. Dari masa itulah kita mendapat peristilahan ilmiah yang sebagian
masih dipakai sekarang.
24
tentang persoalan kalimat pasif dalam bahasa Indonesia, ia menutup
pembahasannya dengan menyatakan bahwa hanya kalimat seperti Buku itu dibaca
oleh ayah bisa dianggap kalimat pasif yang benar. Padahal, bentuk pasif dalam
bahas kita itu bermacam-macam,tergantung konteks penggunaannya.
Bagaimanapun buku ini sampai sekarang tetap dikutip orang, tetapi bukan untuk
diikuti melainkan untuk dikritik dan dicari penyelesaian lain. Jasa lain Takdir
ialah tulisan-tulisan yang kritis tentang berbagai aspek bahasa dalam majalah
Pembina Bahasa Indonesia yang diashunya selama beberapa tahun. Dalam masa
yang sama, terbit buku Inleiding tot de Studie van de Indonesische Syntaxis oleh
A.A.Fokker pada 1951 Mentjari Sandi Baru Tata Bahasa Indonesia oleh Armijn
Pane pada 1950, tetapi karena sebab-sebab yang akan diuraikan di bawah ini
buku-buku itu tidak memengaruhi dunia bahasa pada saat terbitnya.
Disamping ketiga buku yang berpengaruh itu, terbit buku-buku lain yang
bervariasi pengaruhnya. Namun, ada satu ciri yang menandai semuanya yakni
uraian yang prespektif. Hal itu tidak mengherankan karena ketika itu ilmu
linguistik belum masuk ke dunia bahasa Indonesia, dan buku-buku itu umumnya
merupakan buku pegangan guru di sekolah dasar dan menengah.
Sejak tahun 55-an terbit buku yang dari sudut isinya boleh dikata ilmiah,
tetapi justru tidak berengaruh dalam masyarakat luas. Buku-buku itu, disamping
karya Fokker dan Armijn Pane yang mendahuluinya dan sudah disebut di atas,
ialah Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Landjutan Atas oleh
I.R.Poedjawijatna danP.J.Zoetmulder pada 1955 dan Kaidah Bahasa Indonesia
oleh Slametmuljana pada 1956. Karya Fokker merupakan usaha untuk
menerapkan teori aliran Praha ke dalam Kajian bahasa Indonesia, karya Armijn
Pane dan Poedjawijatna & Zoetmulder menggunakan pendekatan deskriptif, dan
karya Slametmuljana menggunakan teori yang dalam teori linguistik disebut
pendkatan generative. Meskipun secara teoritis dewasa ini karya-karya itu bias
diperdebatkan, sebagai karya tenang bahasa Indonesia boleh dikatakan sangat
maju. Sebagai catatan perlu dikemukakan bahwa Slametmuljana, yang dalam
pidato pengukuhan sebagai guru besar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia
25
yang berjudul Politik Bahasa Nasional (1959), adalah orang pertama yang
memikirkan secara sistematis masalah politik bahasa nasional yang pada 70-an
dihidupkan kembali.
26
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
27
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
28