Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH UJIAN TENGAH SEMESTER

Pelestarian Bahasa Melayu Riau di Era Digital

Budaya Nusantara dan Pengembangan Kepribadian

Dosen Pengampu : Arwandha Prawirantri, S.Psi, M.Mgt(HR)

Disusun Oleh : Gabriel Ramadhan


NPM :1302180077

DIPLOMA-III AKUNTANSI
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu, Salam Sejahtera bagi Kita

Semua, Om Swastyastu ,Namo Buddhaya, Salam Kebajikan. Pertama tidaklah lupa

untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan kepada kita semua, baik nikmat

lahir,batin, dan lain-lainnya yang membuat kita semua merasakan kebahagiaan

yang ada didunia ini. Kedua, penulis ingin mengucapkan kepada semua orang yang

beserta dalam membantu dalam pembuatan makalah ujian ini, mulai dari keluarga,

ibu dosen pengampu, dan teman-teman seperjuangan. Penulis sadar akan makalah

yang dibuat masih banyak terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Untuk

itu penulis ingin berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

Makalah ini membahas secara singkat mengenai bahasa yang menjadi cikal bakal

bahasa Indonesia yakni bahasa Melayu Riau. Sesuai dengan topik yang diharuskan

dalam PPI-MK ini maka penulis mengambil tema yang berjudul “Pelestarian

Bahasa Melayu di Era Digital”. Semoga makalah yang penulis buat ini dapat

menambah wawasan kita semua. Terimakasih.

Penulis,

Pekanbaru, 24 November 2020


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki ragam bahasa yang terbentang dari kota Sabang sampai

Merauke, dari Pulau Sumatera hingga Papua. Berdasarkan data dari Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan atau yang biasa disebut Kemendikbud, tercatat bahwa

jumlah bahasa daerah hingga Juli 2020 di Indonesia sebanyak 801 bahasa daerah.

Hal tersebut membuktikan Indonesia memiliki beragam bahasa yang berbeda,

sehingga diperlukannya satu bahasa agar dapat berkomunikasi dengan suku-suku

lainnya yang heterogen di Indonesia.

Jikalau kita menilik kebelakang, bahasa yang diangkat menjadi bahasa

nasional setelah melalui proses yang panjang yaitu bahasa Melayu. Ada beberapa

faktor yang membuat bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa nasional ,

diantaranya : pertama bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di

Indonesia, yakni bahasa perhubungan dan bahasa perdagangan. Kedua, sistem

bahasa Melayu yang sederhana, sehingga mudah dipelajari karena dalam

bahasa Melayu tidak dikenal tingkatan bahasa atau bahasa kasar dan halus.

Ketiga, suku Jawa, Sunda dan suku-suku lainnya dengan sukarela

menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Dan

yang keempat, Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai

bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.


Sebagai manusia yang dilahirkan dan dibesarkan di kota Pekanbaru,

provinsi Riau yang sebagian masyarakatnya menggunakan bahasa Melayu

membuat penulis ingin mengetahui lebih dalam mengenai seluk-beluk bahasa

Melayu yang diangkat sebagai bahasa nasional kita. Diharapkan dengan adanya

kemajuan teknologi yang pesat di era digital ini, dapat pula membuat bahasa

Melayu semakin dikenal dan diketahui agar kebudayaan bahasa Melayu dapat

dilestarikan,dijaga dan dimajukan potensi dari kebudayannya, terlebih lagi bahasa

Melayu merupakan cikal bakal lahirnya bahasa Indonesia. Dari hal-hal tersebutlah

mengantarkan penulis tertarik untuk menggarap makalah yang bertemakan tentang

“ Pelestarian Bahasa Melayu Riau di Era Digital”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah awal sejarah bahasa Melayu di Riau hingga sekarang ?

2. Bagaimana pengaruh dari era digital terhadap bahasa Melayu?

3. Apa upaya yang dapat dilakukan agar bahasa Melayu dapat dilestarikan,

dijaga dan dimajukan kebudayannya?

1.3 Tujuan penulisan

1. Agar dapat mengetahui sejarah bahasa Melayu di Riau, mulai dari awal

perkembangannya hingga keberadannya di masa sekarang.

2. Agar dapat mengetahui dampak dari pengaruh era digital terhadap

kebudayaan bahasa Melayu di provinsi Riau.

3. Agar dapat mengetahui cara untuk melestarikan, menjaga dan

memajukan potensi kebudayaan bahasa melayu di provinsi Riau

ditengah perkembangan teknologi di era digital.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

Menurut Plato (428 SM-347 SM),bahasa pada dasarnya ialah pernyataan

pikiran seseorang dengan perantaraan onomata (nama benda atau sesuatu) dan

rhemata (ucapan) yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara.

Sementara Gorys Keraf(1936-1997) berpendapat bahwa bahasa ialah media

komunikasi antar kelompok masyarakat yang berbentuk lambang bunyi ujaran dan

diperoleh dari media ucap manusia. Menurut KBBI, bahasa ialah media bunyi yang

arbitrer, yang diapakai oleh suatu masyarakat untuk berinteraksi, berhubungan,

bekerjasama dan mengenali diri.lewat mulut. Maka dapat disimpulkan bahwa

bahasa ialah media komunikasi yang berbentuk sistem lambang bunyi yang

diperoleh dari media ucap manusia.

Sebagaimana yang kita ketahui, bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan

kata. Masing-masing memiliki arti, yakni interaksi abstrak antara kata sebagai

lambang dengan objek ataupun konsep yang diwakili dari gagasan kata ataupun

kosakata tersebut oleh para ahli bahasa disusun secara alfabetis, ataupun menurut

urutan abjad, disertai uraian artinya dan lalu dibukukan berupa sebuah kamus

ataupun leksikon. Pada waktu kita berbicara atau menulis, kata-kata yang kita

ucapkan atau kita tulis tidak tersusun begitu saja, melainkan mengikuti aturan yang

ada. Untuk mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaan, kita harus memilih

kata-kata yang tepat dan menyusun kata-kata itu sesuai dengan aturan bahasa.
Di dalam budaya Melayu khususnya di Riau sendiri, kesantunan dalam

berbahasa merupakan salah satu titik pertaruhan hidup orang Melayu sejati.

Kesantunan berkaitan dengan persoalan aib/malu, adab dan adat. Ketidaksantunan

merupakan kesamaan bentuk dari membuka aib, tidak beradab, dan melanggar adat.

Raja Ali Haji(1809-1873) selaku sebagai pujangga Melayu pernah menulis dalam

bukunya yang berjudul “Bustan al-Katibin” yang berarti ‘taman tulisan’pada tahun

1850 M bahwa adab dan sopan santun itu daripada tutur katanya, kemudian barulah

pada kelakuan. Tutur kata disini bermakna bahwa inti dari kegiatan berbahasa.

Menurutnya, agar dapat mencapai tingkat berbahasa yang baik maka diperlukan

pengetahuan dan bahasa yang diperoleh melalui kehendak yang kuat/’ilmu wa al-

kalam-al-himmat, kegiatan mengulang-ulang/al-mudarasah, menghafal/al-

muhazafat, berbincang untuk mengingat-ingat/muzakarah, dan menelaah

Kembali/muthala’at. Komponen-komponen tersebut menurutnya sangat

berpengaruh untuk membawa seseorang pada kepribadian yang mencerminkan

masyarakat Melayu keseluruhannya.

2.2 Kerangka Berpikir

Penulis mengambil topik ini karena seperti yang kita ketahui bahwa bahasa

Indonesia mengadopsi dari bahasa Melayu, sehingga hal itu membuat penulis

tertarik dan disaat bersamaan penggunaan bahasa Melayu khususnya didaerah asal

penulis yaitu provinsi Riau mengalami penurunan penggunaan.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Bahasa Melayu Riau

Awal mulanya penutur asli bahasa Melayu masih menjadi perdebatan,

karena para ahli mengutarakan pendapat yang beragam. Akan tetapi beberapa ahli

yang berasal dari Eropa seperti Robert von Heine Geldern dan Hendrik Kern yang

masing-masing berasal dari Austria dan Belanda berpendapat bahwa bahasa

Melayu digunakan pertama kali oleh ras Austronesia yang berasal dari Yunan,

China. Saat sebagian kelompok dari mereka memutuskan untuk berpindah tempat

ke Kawasan Asia Tenggara, maka dari sanalah asal teori tersebut lahir. Secara

umum, para ahli membagi perkembangan bahasa Melayu menjadi 3 bagian tahap

yaitu ; bahasa Melayu kuno, bahasa Melayu klasik dan bahasa Melayu modern.

Bahasa Melayu kuno dimulai pada saat abad ke 7 zaman kerajaan Sriwijaya

sebagai bahasa lingua franca dan bahasa pentakbiran karena dipenuhi dengan kata-

kata pinjaman sanskrit, bersifat sederhana dan mudah menerima pengaruh dari

luar, tidak terikat oleh perbedaan golongan masyarakat dan mempunyai sistem yang

lebih mudah dibandingkan dengan bahasa Jawa. Setelah adanya peralihan, maka

dimulailah masa bahasa Melayu klasik saat abad ke 15 yang saat itu berada di

zaman kerajaan Malaka, Aceh dan Johor-Riau. Ciri-ciri dari bahasa Melayu klasik

antara lain : bentuk ayatnya berbelit-belit dan terkesan berulang, memiliki banyak

ayat pasif, menggunakan bahasa istana dan mempunyai kosa kata yang klasik.
Setelah berakhirnya masa bahasa Melayu klasik, maka beralihlah ke masa bahasa

Melayu modern pada abad ke 19 dan sampai sekarang. Bahasa Melayu modern

mempunyai ciri yang lebih fleksibel dan dinamis terhadap perubahan zaman. Era

itu muncul setelah adanya hasil karangan oleh Munsyi Abdullah.

2.2 Bahasa Melayu di Era Digital

Jikalau kita membahas mengenai adab berbahasa didalam bahasa Melayu

Riau, dibedakan pemakaian bahasa dengan dibaginya kedalam tiga kelompok :

pertama yaitu bahasa mendaki yang digunakan oleh orang muda terhadap orang

yang lebih tua, atau orang yang lebih rendah kedudukannya terhadap orang yang

tinggi kedudukannya. Kedua yaitu bahasa mendatar yang digunakan antara sesama

sebaya, atau yang kedudukannya setara/sama. Yang ketiga yaitu bahasa menurun

yang digunakan oleh orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya terhadap

orang yang lebih muda atau orang yang lebih rendah kedudukannya. Ketiga

kelompok dalam pemakaian bahasa tersebur berbanding laras dengan tiga sikap

efektif Melayu terhadap sesamanya, yang digambarkan pada ungkapan “ yang tua

dihormati, yang sebaya dikasihi, yang muda disayangi”.

Bahasa Melayu identik dengan bahasa yang beradab, sopan dan santun

menggambarkan suatu kegiatan yang mengarus dari akalbudi ke lisan. Maka,

bahasa dalam adat budaya Melayu Riau memiliki fungsi yang utuh sebagai sarana

dalam penyampaian dan penerimaan pesan, pernyataan pikiran dan perasaan,

penanda jatidiri, dan cerminan pribadi seseorang sebagai makhluk sosial. Pada

fungsi penanda jatidiri dan cerminan pribadi memperjelas bahwa antara bahasa
dengan etika dan etiket dalam adat budaya Melayu Riau sangat berkaitan erat.

Perlakuan terhadap tindakan santun ini mencakup paling tidak kemampuan dalam

memilih kata/ketepatan bahasa dan pemikiran dan perasaan yang hendak

diutarakan serta kearifan dalam merangkai kata.

Dinamika bahasa Melayu dari Riau tidaklah terlalu jauh berbeda dengan

yang ada di Nusantara seperti dari bahasa Melayu Kepulauan Riau, Kepulauan

Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu hingga pesisir pulau

Kalimantan dan kota Negara di Bali. Pun juga di negara tetangga seperti Malaysia

dan Brunei Darussalam, dinamika bahasa Melayu negara tersebut tidaklah jauh

dengan yang ada di Riau karena Riaulah yang merupakan pusat perkembangan

budaya dan sastra Melayu. Dari sinilah yang kemudian berkembang hingga ke

mancanegara terlebih ketika saat Raja Ali Haji berkuasa pada saat kerajaan Riau-

Lingga berada di masa puncak kejayaannya. Saat itu juga Raja Ali Haji

mengembangkan bahasa Melayu di pulau Penyengat.

Pengucapan bahasa Melayu Riau sekarang pada hakikatnya sama dengan

pengucapan bahasa Indonesia, sehingga lafal yang digunakan seperti lafal aslinya,

tetapi menggunakan logat Melayu. Yang membuat bahasa Melayu berbeda dan

mudah dikenali adalah dialeg bahasanya yang unik dan juga cara pengucapannya.

Seperti contoh saat kita berbicara kata “saya”, didalam bahasa Melayu Riau kata

yang berakhiran ‘a’ akan berubah menjadi ‘e’ sehingga pengucapannya menjadi

“saye”. Tetapi pengecualian apabila kata tersebut berasal dari kata-kata yang
diadaptasi dari perkataan Indonesia, seperti anda tetap disebut anda karena kata

tersebut bukan asli berasal dari bahasa Melayu. Berbeda jika akhiran kata nya

berhuruf ‘r’ , didalam bahasa Melayu apabila ada kata yang berakhiran dengan

huruf ‘r’ maka huruf akhiran tersebut menjadi gugur, seperti pada kata besar,

didalam bahasa Melayu Riau pengucapannya menjadi besa. Dan jika akhiran

katanya berhuruf ‘ur’ , maka akhiran tersebut berubah menjadi ‘o’, seperti pada kata

tidur, di bahasa Melayu Riau dialegnya menjadi tido.

Tetapi tidak semua daerah di Riau penggunaan dialegnya sama dengan pada

umumnya, karena ada beberapa daerah yang memiliki pola penggunaan dialeg yang

khusus, seperti di kabupaten Bengkalis yang saya menjadi sayo karena adanya

akulturasi dari budaya Bugis.Ataupun di kabupaten Rokan Hilir yang mendapatkan

akulturasi dengan budaya batak dan pesisir timur. Di kabupaten Siak Sri Indrapura

dialegnya cenderung menyerupai dialeg umum bahasa Melayu. Di daerah

pedalaman kabupaten Kampar, Rokan Hulu dan Kuantan Singingi bahasa Melayu

mengalami akulturasi dengan budaya Minangkabau dan negeri Sembilan, Malaysia.

Faktor pendukung kebudayaan bahasa Melayu Riau diadopsi menjadi

bahasa Indonesia adalah karena bahasa Melayu dahulunya menjadi pusat bahasa

perdagangan, sistemnya sederhana dan suku lainnya menerima bahwa bahasa

Melayu menjadi cikal bakal bahasa Indonesia. Sementara faktor-faktor yang

menghambat kebudayaan bahasa Melayu Riau antara lain seperti dampak negatif

dari globalisasi, trend penggunaan bahasa asing didaerah provinsi Riau dan
minimnya kesadaran generasi millennial dalam menggunakan bahasa Melayunya

sendiri.

2.3 Pelestarian Bahasa Melayu Riau

Bahasa Melayu terutama Melayu Riau sekarang mengalami masa sulitnya

karena disebabkan beberapa hal, salah satunya adalah globalisasi, maka perlu upaya

untuk melestarikannya. Melestarikan berarti memelihara suatu hal agar hal tersebut

masih eksis atau ada. Ada banyak cara untuk melestarikan budaya bahasa Melayu

Riau, salah satunya adalah dari segi individu. Upaya pelestarian dapat dimulai dari

diri kita sendiri, Tidak ada faedahnya jika kita menyuruh orang membuatnya, tetapi

diri sendiri tidak tahu,. Kita harus menunjukkan kepada orang lain bahwa kita dapat

melakukannya, mereka pun juga demikian. Salah satu caranya ialah dengan

berkomunikasi dalam bahasa Melayu bersama keluarga dan teman-teman di

sekolah. Hal ini akan membiasakan diri kita sendiri untuk bertutur dalam bahasa

melayu dengan lancar. Jika ada kesalahan dalam penuturan, keluarga dan teman-

teman dapat mengoreksi kesalahan kita dan kita dapat mengambil pelajaran

darinya. Ini juga akan membantu dalam pengucapan lisan, apabila saat sedang

berbicara.

Bukan hanya diri kita sendiri yang berperan penting dalam masalah ini,

melainkan juga orangtua juga memainkan peranan yang paling penting. Sebagai

seorang ibu dan ayah kepada anak-anak, mereka harus menyokong anak-anak

mereka untuk bertutur dalam bahasa melayu di rumah. Salah satu caranya adalah

menyuguhkan kepada anak-anak mereka untuk menonton televisi menggunakan


bahasa Melayu, contohnya berita ataupun kartun di Riau televisi(r-tv). Dengan cara

ini, anak-anak akan terdedah dengan bahasa melayu yang lancar. Selain itu mereka

dapat pula membaca artikel-artikel dalam bahasa Melayu Riau, seperti berita

harian. Dengan membaca berita harian, anak-anak akan mengatahui lebih tentang

apa yang akan terjadi di sekeliling mereka dan juga dapat mengetahui sedari dini

proses bagaimana cara artikel itu ditulis dan disuguhkan didalam berita tersebut.

Pula dapat berasal dari aspek sekolah. Sekolah pun memiliki peranan yang besar

dalam masalah ini. Sekolah dapat memikirkan tentang cara-cara yang dapat

membuat siswa terpikat dengan bahasa melayu. Sebagai contoh, sekolah dapat

mengadakan kegiatan yang ada kaitannya dengan bahasa melayu. Seperti,

pertandingan pantun, karangan ataupun cerita dalam bahasa Melayu Riau. Semua

hal ini akan membuat bahasa melayu lebih terkesan disukai siswa saat berada di

sekolah,. Mereka akan terpikat dengan kegiatan ini dan akan berusaha dalam semua

pertandingan itu dengan sepenuh hati mereka terutama apabila adanya hadiah yang

diberikan.

Solusi yang terakhir dapat berasal dari aspek lingkungan bermasyarakat.

Masyarakat dapat memberikan pengaruh yang besar kepada orang-orang dengan

dapat menganjurkan kegiatan atau program tentang bahasa Melayu. Salah satu

contohnya yaitu yang sedang dilakukan oleh negara tetangga Singapura adalah

Bulan Bahasa. Ini adalah suatu bentuk program yang dilakukan pemerintah untuk

memfokuskan dan mencintai bahasa Melayu. Program ini bukan hanya untuk

pelajar Melayu tetapi juga untuk pelajar yang berbangsa lain di Singapura.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Sudah jelas bahwa didalam berbahasa Melayu di Riau, budaya dan etika

dalam berbahasa merupakan dua hal hal yang sebati, dan disimpul kesebatiannya

demi memancarkan harkat, martabat, dan marwah seseorang di tengah masyarakat.

Tetapi jikalau kita mengamati langsung kebudayaan bahasa Melayu di daerah Riau

seperti yang penulis amati, bahwa kebudayaan tersebut terkisis oleh arus

perkembangan zaman. Berdasarkan yang penulis amati, sebagian masyarakat

terkhususnya suku asli Melayu jarang yang menggunakan bahasa Melayu sebagai

bahasa sehari-hari yang membuat unsur tersebut semakin memudar. Namun kendati

demikian, bahasa Melayu Riau masih lazim digunakan pada saat-saat tertentu,

seperti pesta pernikahan dengan prosesi adat Melayu, pembukaan acara bertema

Melayu dan pertemuan antara tokoh Melayu.

Bahasa Melayu Riau dapat dilestarikan mulai dari diri kita sendiri, keluarga,

sekolah hingga lingkungan masyarakat. Keempat aspek ini harus dapat sinkron

karena hal itu dapat membuat pelestarian bahasa tersebut dapat diteruskan. Bahasa

melayu harus dapat dimarbatkan dan harus dipergiat dari sekarang, dengan bantuan

dari semua pihak. Ini harus diusahakan. Jika bahasa melayu tidak dapat dijaga,

maka ia tidak aka nada lagi dimasa yang akan datang hingga akhirnya membuat kita

lupa bahwa leluhur sudah sulit-sulit menjaganya..


4.2 Saran

Sadar bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis

berharap dengan adanya karya tulis ini dapat membuat penulis lebih baik lagi dalam

merencanakan, meneliti hingga menyampaikan apa yang ingin disampaikan.


DAFTAR PUSTAKA

- https://gpswisataindonesia.info/2014/01/sejarah-dan-perkembangan-
bahasa-melayu/

- https://krishadiawan.blogspot.com/2010/03/mengenal-bahasa-dan-dialeg-
melayu-yang.html

- https://pakdosen.pengajar.co.id/pengertian-bahasa/

- https://bahasamelayusec3.blogspot.com/2013/03/cara-cara-melestarikan-
bahasa-melayu.html

- https://lamriau.id/bahasa-dan-kesantunan-melayu/

- https://tirto.id/sejarah-bahasa-melayu-sebagai-lingua-franca-di-asia-
tenggara-eBCU

Anda mungkin juga menyukai