Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing :
Rahmat Junaidi,S.E.,M.M
Mata Kuliah :
Budaya Melayu
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
2022
Masyarakat Kerajaan
Menurut sejarahnya, nenek moyang orang Melayu berasal dari berbagai suku. Ada
yang menyebutkan dari Suku Dravida di India, dan Mongolia atau campuran Dravida dengan
Arya yang kemudian kawin dengan ras Mongolia. Kedatangan mereka ke Nusantara terjadi
dalam dua gelombang. Gelombang pertama diperkirakan antara 3000 sampai 2500 tahun
sebelum masehi, gelombang ini disebut Proto Melayu atau Melayu Tua. Orang yang
tergolong Melayu Tua khususnya di Riau antara lain, Suku Talang Mamak, Suku Sakai, Suku
Laut, Suku Petalangan, Suku Hutan, dan lain-lain. Gelombang kedua terjadi sekitar 300
sampai 250 tahun sebelum masehi, yang disebut Deutro Melayu atau Melayu Muda.
Pada prinsipnya kedua Melayu (Melayu Tua dan Melayu Muda) memiliki persamaan
budaya yakni menunjukkan budaya perairan (maritim), oleh karena itu mereka adalah
‘manusia perairan’ bukan manusia pegunungan. Sebab, mereka menyukai air, laut, selat, dan
suka mendiami daerah-daerah aliran sungai. Sehingga budaya mereka selalu berkaitan
dengan air dan laut, seperti sampan, rakit, perahu, jalur, titian, berenang dan bermacam
perkakas penangkap ikan seperti jaring, jala dan kail.
berakhirnya satu zaman lama di rantau ini. Ini berarti bahawa perubahan yang dibawa oleh
Islam terhadap tamadun alam Melayu bukan sahaja dari segi rupa malah meresap masuk ke
jiwa.
Berikut ini di antara perkembangan peradaban Melayu yang dipengaruhi oleh Islam;
Sebelum masuknya ajaran Islam, masyarakat Melayu memiliki beragam Agama dan
kepercayaan seperti Hindu-Buddha dan kepercayaan warisan tradisi Animisme. Kepercayaan
Animisme dimaksud adalah satu kepercayaan bahwa setiap benda mempunyai jiwa atau roh
yang memiliki kepribadian sendiri. Agama Hindu-Buddha masuk ke alam Melayu melalui
para pedagang India. kaum Melayu adalah penganut animisme dan dinamisme yang
menjelaskan tentang luasnya praktek-praktek kepercayaan kuno berbasis Melayu. Diantara
praktek-praktek tersebut seperti; sihir, tahayul, tabu, perdukunan dalam hubungannya dengan
makhluk ghaib seperti; tuyul, setan, jin hantu, dan lain-lain.
Kedatangan Islam di alam Melayu melahirkan beberapa kerajaan Melayu Islam yang
kuat seperti Kerajaan Pasai, Acheh, Patani, Demak dan Melaka hingga Negara negara ini
menjadi pusat pengembangan dan keilmuan. Dengan masuknya Islam undang-undang
Melayu pun terpengaruh seperti Undang-undang Melaka dan Undang-undang Laut Melaka
dengan menerapkan hukuman Huddud (Hukuman Islam). Undang-undang Islam yang
berlandaskan alQur’an dan Assunnah di prakatekan oleh kerajaan kesultanan Melayu artinya
kedatangan Islam yang memberikan pengaruh besar baik dari segi akidah, Undang-Undang
dan Pemerintahan Melayu.
(b) Bidang Ekonomi
Bukti adanya pengaruh Islam pada Budaya Melayu seperti terlihat dipergunakannya
aksara Arab-Melayu, Arab Gundul, Huruf Jawi, pada karya tulis Melayu. Karya tulis berupa
naskah Melayu yang ribuan banyaknya (6000-10.000) sudah tersebar ke seluruh penjuru
dunia. Naskah Melayu itu menyangkut kerajaan kerajaan seperti kerajaan Samudera Pasai,
Malaka, Banten, Demak, Mataram, RiauJohor-Pahang dan Lingga. Di antara beberapa naskah
Melayu itu ada Hikayat Pasai, Hikayat Petani, Hikayat Johor, Hikayat Siak, dan sebagainya.
Fenomena globalisasi tersebut juga dialami Melayu. Globalisasi Melayu secara garis
besar ada dua macam, yaitu: pertama, orang-orang Melayu menyebar keberbagai penjuru
dunia. Ketika orang-orang Melayu menyebar ke berbagai penjuru dunia (tentunya dengan
motif dan tujuan yang berbeda), disadari atau tidak mereka akan membawa serta nilai-nilai
kemelayuan mereka. Nilai-nilai kemelayuan yang mereka bawa akan berdialektika dengan
kondisi lingkungan dimana mereka menetap. Hasilnya adalah sebuah pola Melayu yang
heterogen, seperti Melayu Deli, Melayu Jambi, Melayu Riau, Melayu Sambas, Melayu
Menado, Melayu Singapore, Melayu Minang, Melayu Phillipines, Melayu Cocos Island-
Australia, Melayu Cape Town, dan lain sebagainya. Kedua, kawasan Melayu menjadi daerah
tujuan orang-orang dari luar wilayah Melayu
Masyarakat Adat
Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) adalah salah satu kabupaten di Povinsi Riau,
Indonesia Kabupaten Kuansing disebut pula dengan rantau Kuantan atau sebagai daerah
perantauan orang-orang Minangkabau (Rantau nan Tigo Jurai). Dalam kehidupan sehari-hari,
masyarakat Kuansing menggunakan adat istiadat serta bahasa Minangkabau. Kabupaten
Kuantan Singingi pada awalnya merupakan bagian dari Kabupaten Indragiri Hulu, namun
setelah dikeluarkannya Undang-undang Nomor 53 tahun 1999, Kabupaten Indragiri Hulu
dimekarkan menjadi 2 ( dua ) kabupaten yaitu Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten
Kuantan Singingi dengan Ibu Kotanya berkedudukan di Teluk Kuantan.
Dapat dilihat bajwa di masa kuno daerah Kuantan dan Singingi terlah terbentuk penga
turan masyarakat menurut adat yang bermula dari janji Sang Sapurba yang merupakan cikal b
akal dari keturunan raja-raja melayu di kawasan negeri sekitar Selat Malaka. Adanya pengaru
h hindu dan budha yang diterima kawasan ini pada masa kuno masih tergambar pada adat yan
g mereka anut yakni adat beraja-raja dan adat berdasarkan musyawarah mufakat.
Selanjutnya pada abad ke 14-16 M wilayah Kuantan Singingi mendapat pengaruh aga
ma islam yang saat ini berkembang pesat di kawasan kerajaan-kerajaan di Selat Malaka. Saat
itu Malaka menjadi pusat peradaban Melayu. Pada tahun 1511 M, Malaka diduduki oleh Port
ugis, hal ini membuat pusat kerajaan melayu pindah ke Riau (Bintan-Kampar) dan selanjutny
a pusat kerajaan berpindah lagi ke Johor yang dikenal dengan Riau-Johor. Wilayah Riau-Joho
r meliputi, Pantai Timur Sumatera dan Semenanjung Tanah Melayu, termasuk Siak, Rokan, P
elalawan dan Indragiri. Perkembangan pengaruh peradaban Melayu Islam di Kerajaan Riau J
ohor ini pada tahap tertentu berpengaruh pada adat dan budaya masyarakat di daerah Sumater
a, termasuk negeri-negeri di wilayah Kuantan Singingi.
Sementara itu, sebelum abad ke 14 di wilayah perbatasan Jambi-Sumbar-Riau berdiri
kerajaan Melayu Damashraya yang dipimpin oleh Adityawarman yakni salah seorang keturu
nan Majapahit-Melayu. Selanjtnya pada tahun 1437 M, Adityawarman memindahkan pusat k
erajaan ke Pagaruyung, negeri Minangkabau. Kemudian Adityawarman bermaksud menguasa
i Kuantan dan Kampar sebagai penghasil rempah-rempah dan ingin menjadikan daerah itu se
bagai wilayah Pagaruyung.
Menurut sumber Belanda, dalam rangka mencapai tujuannya menguasai Kuantan, Adi
tyawarman mengirim 5 datuk ke Kuantan, yaitu datuk Paduko Rajo di Lubuk Ambacang, dat
uk Habib di Lubuk Jambi, Datuk Bisai di Teluk Kuantan, Datuk Dano Sikaro di Inuman, Dat
uk Dan Puto di Cerenti untuk dijadikan pimpinah di wilayah Kuantan. Campur tangan Aditya
warman itu mendapat protes dari penghulu-penghulu di Kuantan seperti terungkap kata-kata :
bilangan sudah cukup, langgaian sudah datar. Artinya para penghulu sudah cocok dengan ada
t dan sistem pemerintahannya, dan bantuan Adityawarman tidaj diperlukan.
Namun datuk-datuk dari Pagaruyung itu berdiplomasi dengan meyakinkan para pengh
ulu bahwa datuk-datuk yang diutus tidak akan mengubah adat, dan mereka adalah duta Minan
gkabau di Kuantan. Selanjutnya Datuk Berlima dari Pagaruyung itu meyakinkan juga bahwa
mereka hanya akan turun tangan bila ada silang sengketa antar penghulu-penghulu yang bere
mpat pada masing-masing koto saja. Artinya pada tahap-tahap tertentu, para datuk dari Pagar
uyung itu mengakui Kuantan sebagai negeri otonom dan bisa menyelesaikan permasalahan se
ndiri melalui mufakat di negeri, seperti terungkap dalam pepatah, yaitu : Kuantan beraja ke M
ufakat.
2. Masyarakat adat di Rantau Kampar
Kawasan masyarakat adat Tiga Lorong memiliki hukum dan aturan adat
berdiri sendiri. Hukum diatur dan ditetapkan sepanjang adat Hukum Adat ditegakkan
dari dulu hingga sekarang, sebagai contoh: salah berhutang, gawal manyembah,
dibayarsepanjang adat. Dapat dilihat dari hukum dan aturanberikut ini, yakni a) adat
silang sangketo baumah tanggo; b) adat waghefc c) adat nikah kawin; d) adat
mangangkat anak e) adat babuat seghong: f) adat silang sargketorg) hukum sewo-
manyewo dan bapaduo; h) adat sewo adat sewo sampan paghawuj) ddat silih-
manyileh duit; k) adat bapaduo getah dan nio: 1) adat mambagi ghetto dan ceghalmi
adot menegakken umah; n) adat mangodong daghian dan lain sebagainya
DAFTAR PUSTAKA
https://lamriau.id/budaya-melayu-riau-bab-5/
file:///C:/Users/user/Downloads/4751-10316-1-PB.pdf
file:///C:/Users/user/Downloads/266-879-1-PB.pdf
Http://progresivitas-islam.blogspot.com/2011/03/islam-dan-kebudayaan-melayu.htm
https://media.neliti.com/media/publications/98688-ID-budaya-melayu-riau-pada-era-
globalisasi.pdf
https://repository.unimal.ac.id/1476/1/Makalah%20Revitalisasi%20%20Melayu%20PDF.pdf
http://tigalorong.id/
Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu (Jakarta: Mizan,
1990), h. 43.
http://ctu551.blogspot.com/2008/04/pengaruh-islam-dalam-kebudayaan-melayu.html
Ismail Hamid, Masyarakat dan Budaya Melayu (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka,
1988), h. 59.
Mohd. Koharuddin dan Mohd.Balwi, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, h. 102
Muhammmad Naquib Al-Attas, Islam dalam Sejarah dan kebudayaan Melayu, h. 61.
Abdul Hadi W. M., Tasawuf Yang Tertindas: Kajian Hermeneutik Terhadap Karya-karya
Hamzah Fansur (Jakarta: Paramadina, 2000), h. 68.