Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

“DIASPORA MASYARAKAT MELAYU RIAU”

Dosen Pengampu:
Diah Anugrah Dipuja, M.Pd

Oleh
Kelompok 1:

Atika Nabilla Radhif (2201135922)

Ika Putri (2201113525)

Olivia Maulida (2201113521)

Putri Lestari (2201113213)

Raihan Pandu Nugraha (2201125552)

JURUSAN USAHA PERJALANAN WISATA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kami tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan ini ialah untuk memenuhi tugas dosen pada mata
kuliah Budaya Melayu Riau Selain itu, juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang “Diaspora Masyarakat Melayu Riau” bagi para pembaca dan juga penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen bidang studi ini yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuan sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang memerlukan.

                                                                                  Pekanbaru, 6 September 2022

                                                                                    Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

BAB I.......................................................................................................................4

PENDAHULUAN...................................................................................................4

1.1. Latar Belakang..........................................................................................4

1.2. Rumusan masalah......................................................................................5

1.3. Tujuan........................................................................................................5

BAB II.....................................................................................................................6

PEMBAHASAN.....................................................................................................6

2.1. Sejarah Masyarakat Melayu Riau..............................................................6

2.2. Penyebaran Masyarakat Melayu Riau………………………………….10

2.3. Kehidupan Masyarakat Melayu Riau…………….…………........……14

BAB III..................................................................................................................17

PENUTUP.............................................................................................................17

3.1. Kesimpulan..............................................................................................17

3.2. Saran........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Kebudayaan Melayu merupakan suatu kebudayaan besar yang pernah

berjaya di Nusantara. Jauh sebelum kehadiran kolonialisasi bangsa-bangsa Eropa

di Nusantara, kebudayaan Melayu telah ada dan hidup di daerah-daerah pesisir

(perairan) yang juga merupakan jalur strategis transportasi dan jalur perniagaan

internasional yang penting pada masanya. Sehingga hal ini memberi dampak

masyarakat Melayu menjadi masyarakat yang terbuka baik secara fisik maupun

secara kultural. Lokasi pemukiman masyarakat Melayu yang tidak terisolir

tersebut memungkinkan masyarakat Melayu terbiasa berhubungan dengan dunia

luar, dengan demikian, sudah sejak dahulu masyarakat Melayu menjadi

masyarakat yang senantiasa berhubungan dengan orang asing.

Posisi masyarakat Melayu tersebut yang berada pada jalur-jalur

perdagangan memberi dua dampak besar dalam kehidupan Melayu. Pertama

masyarakat Melayu menjadi masyarakat yang egaliter. Kedua masyarakat Melayu

sangat dekat dengan dunia Islam yang dibawa oleh para pedagang dari Timur

Tengah yang datang ke Nusantara sebagai pedagang yang mengemban misi

dakwah. Sementara itu pada masa kolonial, penyebutan Melayu sendiri

mengidentikkan penyebutan secara umum pada masyarakat pribumi. Salah satu

ciri dari egaliternya masyarakat Melayu tercermin dari bahasa yang ditampilkan,

bahasa Melayu sendiri tidak mengenal istilah tingkatan-tingkatan seperti yang

terdapat pada bahasa-bahasa etnik lain di Nusantara seperti pada bahasa Jawa dan

Sunda.
Bahasa Melayu kemudian menjadi bahasa yang mudah diterima oleh

berbagai suku bangsa di Nusantara dan berfungsi sebagai bahasa perantara dalam

hubungan antar suku bangsa di Nusantara. Selain itu, cara berbahasa yang

ditampilkan oleh orang Melayu yang lugas dan praktis memperlihatkan bahwa

masyarakat Melayu adalah masyarakat yang egaliter. Ciri keegaliteran dari

masyarakat Melayu akan terlihat ketika berada di pasar. Pasar bagi masyarakat

Melayu selain menjadi tempat bertemunya pembeli dan penjual, pasar sendiri juga

merupakan suatu institusi yang menjadi ruang bertemunya kalangan bangsawan

dengan kaum awam yakni petani dan nelayan Melayu secara lebih bebas tanpa

ikatan adat yang ketat.

Kebudayaan Melayu yang terbuka tersebut dan juga memiliki kemampuan

mengakomodasi perbedaan sebagai hasil pengalaman sejarah yang telah lama

berhubungan dengan kebudayaan asing. Simbol-simbol kebudayaan Melayu

kemudian menjadi suatu simbol yang umum-lokal dan menjadi jembatan

penghubung dalam masyarakat yang majemuk

I.2. Rumusan masalah


1. Bagaimana Sejarah Masyarakat Melayu Riau?

2. Dimana saja penyebaran masyarakat melayu Riau?

3. Bagaimana Kehidupan masyarakat Melayu Riau?

I.3. Tujuan
1. Untuk Mengetahui sejarah Masyarakat Melayu Riau

2. Untuk Mengetahui Penyebaran Masyarakat melayu Riau

3. Untuk Mengetahui kehidupan Masyarakat Melayu Riau


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Masyarakat Melayu Riau


Provinsi Riau merupakan Provinsi yang terdiri dari berbagai suku dan

budaya. Sementara manusia dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan, karena budaya lahir dari kegiatan dan kebiasaan manusia. Suatu

kebudayaan merupakan cerminan dalam suatu kehidupan manusia di lingkungan

masyarakatnya. Kesenian merupakan salah satu hasil karya manusia sebagai

perwujudan dari kebudayaan. Kesenian adalah ekspresi gagasan atau perasaan

manusia yang diwujudkan melalui pola kelakuan yang menghasilkan karya yang

bersifat estetis dan bermakna. Dari pernyataan ini terlihat bahwa setiap manusia

dalam kehidupan memerlukan santapan estetis yang berwujud seni.

Provinsi Riau memiliki suku dan kebudayaan beranekaragam, yang

tersebar di kabupaten-kabupaten. Suku-suku yang ada di Propinsi Riau adalah

suku Akit, Bonai, Talang Mamak, Sakai, Suku Laut dan suku Hutan, suku

Melayu. Juga suku pendatang seperti suku Jawa, suku Minang, dan suku Batak.

Di antara suku-suku tersebut terdapat suku yang masih menganut kesenian tradisi

dan budaya. Walaupun kesenian tradisi yang ada di Propinsi Riau telah

mengalami perkembangan, tetapi masih ada suku dan masyarakat yang

mempertahankan seni tradisi yang tersebut dan masih menunjukkan keasliannya.

Masyarakat Riau adalah mayoritas masyarakat Melayu yang menempati Riau,

Kepulauan Riau, dan Riau Daratan, sekaligus memiliki nilai budaya Melayu.

Dalam sejarah telah terungkap bahwa pada zaman lampau orang Melayu
Salah satu ciri dari egaliternya masyarakat Melayu tercermin dari bahasa

yang ditampilkan, bahasa Melayu sendiri tidak mengenal istilah tingkatan-

tingkatan seperti yang terdapat pada bahasa-bahasa etnik lain di Nusantara seperti

pada bahasa Jawa dan Sunda. Bahasa Melayu kemudian menjadi bahasa yang

mudah diterima oleh berbagai suku bangsa di Nusantara dan berfungsi sebagai

bahasa perantara dalam hubungan antar suku bangsa di Nusantara. Selain itu, cara

berbahasa yang ditampilkan oleh orang Melayu yang lugas dan praktis

memperlihatkan bahwa masyarakat Melayu adalah masyarakat yang egaliter. Ciri

keegaliteran dari masyarakat Melayu akan terlihat ketika berada di pasar.

Pasar bagi masyarakat Melayu selain menjadi tempat bertemunya pembeli

dan penjual, pasar sendiri juga merupakan suatu institusi yang menjadi ruang

bertemunya kalangan bangsawan dengan kaum awam yakni petani dan nelayan

Melayu secara lebih bebas tanpa ikatan adat yang ketat. Kebudayaan Melayu yang

terbuka tersebut dan juga memiliki kemampuan mengakomodasi perbedaan

sebagai hasil pengalaman sejarah yang telah lama berhubungan dengan

kebudayaan asing. Simbol-simbol kebudayaan Melayu kemudian menjadi suatu

simbol yang umum-lokal dan menjadi jembatan penghubung dalam masyarakat

yang majemuk

Kehadiran para pedagang-pedagang dari timur tengah ke daerah-daerah

Melayu telah memberi warna tersendiri bagi alam Melayu Interaksi antara Melayu

dengan orangorang dari timur tengah merupakan interaksi yang paling kuat,6

sehingga agama Islam dan corak tradisi arab yang dibawa oleh pedagang-

pedagang tersebut cukup mudah diterima oleh masyarakat Melayu. Bahkan kini,

kita senantiasa mengidentikkan Melayu dengan Islam.


Seseorang tidak akan dianggap sebagai orang Melayu ketika dia sendiri

bukan beragama Islam. Kehadiran Islam di tengah-tengah Melayu juga telah

banyak mempengaruhi kebudayaan Melayu, seperti penyebutan istilah

kepemimpinan dan jabatan-jabatan kepemimpinan di dalam masyarakat, misalnya

penyebutan raja dengan Sultan, selain itu posisi para ulama sangat penting

perananannya dalam kesultanankesultanan Melayu. Ketika kita membicarakan

Melayu maka di dalamnya kita akan membicarakan Islam, Kesultanan dan

Melayu itu sendiri.

Salah satu interaksi antara dunia melayu yang termasuk pada masa-masa

awal dengan dunia Arab atau dunia Islam adalah pada masyarakat Melayu

Palembang. Interaksi antara masyarakat Melayu Palembang dengan dunia Islam

atau jaringan ulama dari timur tengah sudah terjadi dari sekitar abad ke-10 yakni

pada masa kerajaan Sriwijaya. Namun demikian, perkembangan Islam yang cukup

pesat terjadi menjelang keruntuhan kerajaan Sriwijaya. Palembang menjadi salah

satu kekuatan Islam terjadi sejak berdirinya kesultanan Palembang pada abad ke-

17.

Peranan ulama-ulama Arab cukup besar pada kesultanan tersebut terutama

dalam hal yang menyangkut dengan kebijakan pendidikan keagamaan. Besarnya

pengaruh ulama dalam kerajaan-kerajaan Melayu menyebabkan kehidupan

masyarakat Melayu menjadi lebih religius.Seseorang tidak akan dianggap sebagai

seorang Melayu ketika dia tidak beragama Islam, begitu pula sebaliknya,

seseorang akan dianggap menjadi Melayu ketika dia sudah menjadi muslim.

Ketika seseorang dianggap menjadi Melayu asal-usul kemudian bukanlah menjadi

hal yang dipertentangkan. Keterbukaan yang dimiliki oleh masyarakat Melayu


baik secara fisik dan kultural tentu memberi pengaruh baik secara langsung

maupun tidak langsung terhadap tradisi Melayu. Pengaruh tersebut tentu memiliki

sejumlah keuntungan sekaligus memberikan sejumlah tantangan.

Keuntungan yang dimiliki dari keterbukaan itu antara lain terhubungnya

masyarakat Melayu dengan dunia luar sekaligus lebih mudah menyerap informasi-

informasi baru, serta masyarakat Melayu menjadi semakin dekat dengan

modernitas. Selain keuntungan tadi, sejumlah tantangan juga harus dilalui oleh

masyarakat Melayu, khususnya masyarakat Melayu Palembang sebagai dampak

keterbukaan yang dimiliki tersebut.

2.2. Proto-Deutro Melayu

Suku Bangsa Melayu (bahasa Melayu) merupakan kelompok etnis/etnik

Austronesia yang menghuni Semenanjung Malaya, seluruh Sumatra, bagian

selatan Thailand, pantai selatan Burma, pulau Singapura, Borneo pesisir termasuk

Brunei, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan

Utara, Kalimantan Selatan, Sarawak & Sabah pesisir, Filipina bagian barat dan

selatan, dan pulau-pulau kecil yang terletak disekitar lokasi ini—secara kolektif

dikenal sebagai "Dunia Melayu".

Lokasi ini sekarang merupakan bagian dari negara modern Malaysia,

Indonesia, Singapura, Brunei, Thailand, dan Filipina. Nama “Malayu” berasal dari

Kerajaan Malayu yang pernah ada di kawasan Sungai Batang Hari, Jambi. Dalam

perkembangannya, Kerajaan Melayu akhirnya takluk dan menjadi bawahan

Kerajaan Sriwijaya.Pemakaian istilah Melayu-pun meluas hingga ke luar Sumatra,


mengikuti teritorial imperium Sriwijaya yang berkembang hingga ke Jawa,

Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.

Berdasarkan prasasti Keping Tembaga Laguna, pedagang Melayu telah

berdagang ke seluruh wilayah Asia Tenggara, juga turut serta membawa adat

budaya dan Bahasa Melayu pada kawasan tersebut. Bahasa Melayu akhirnya

menjadi lingua franca menggantikan Bahasa Sanskerta.Era kejayaan Sriwijaya

merupakan masa emas bagi peradaban Melayu, termasuk pada masa wangsa

Sailendra di Jawa, kemudian dilanjutkan oleh kerajaan Dharmasraya sampai pada

abad ke-14, dan terus berkembang pada masa Kesultanan Malaka sebelum

kerajaan ini ditaklukan oleh kekuatan tentara Portugis pada tahun 1511.

Masuknya agama Islam ke Nusantara pada abad ke-12, diserap baik-baik

oleh masyarakat Melayu. Islamisasi tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat

jelata, namun telah menjadi corak pemerintahan kerajaan-kerajaan Melayu. Di

antara kerajaan-kerajaan tersebut ialah Kesultanan Johor, Kesultanan Perak,

Kesultanan Pahang, Kesultanan Brunei, Kesultanan Langkat, Kesultanan Deli,

dan Kesultanan Siak, bahkan kerajaan Karo Aru pun memiliki raja dengan gelar

Melayu. Kedatangan Eropa telah menyebabkan orang Melayu tersebar ke seluruh

Nusantara, Sri Lanka, dan Afrika Selatan. Di perantauan, mereka banyak memiliki

kedudukan dalam suatu kerajaan, seperti syahbandar, ulama, dan hakim.

Dalam perkembangan selanjutnya, hampir seluruh Kepulauan Nusantara

mendapatkan pengaruh langsung dari Suku Melayu. Bahasa Melayu yang telah

berkembang dan dipakai oleh banyak masyarakat Nusantara, akhirnya dipilih

menjadi bahasa nasional di Indonesia, Malaysia, dan Brunei. 


Diaspora adalah perantau atau orang yang meninggalkan tanah kelahirannya untuk

pergi ke negara lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik daripada di daerah

atau di negaranya sendiri. Beberapa pendapat para ahli tentang diaspora.

Sujatmiko (2014)

      Menyebut diaspora sebagai istilah yang merujuk kepada bangsa atau

penduduk etnis yang terpaksa atau terdorong untuk meninggalkan Tanah Air etnis

tradisional mereka. Penyebaran mereka di berbagai bagian lain dunia dan

berkembangannya dihasilkan karena penyebaran dan budaya mereka.

Missbach (2011)

   Mendefinisikan diaspora sebagai proses formasi identitas sekumpulan

orang – individu maupun komunitas yang berada di luar tanah asalnya sebagai

bentuk aspirasi dan rekognisi di tengah kondisi politik negara asal maupun negara

penerima. Pembagian bangsa Melayu Indonesia Mengutip Kemdikbud RI,

berdasarkan waktu kedatangan serta daerah yang pertama kali ditempati bangsa

Melayu Indonesia ini dapat dibedakan menjadi tiga subbangsa, yaitu:

Bangsa Proto Melayu (Melayu Tua)

   Bangsa Proto Melayu adalah nenek moyang bangsa Indonesia, merupakan

orang-orang Austronesia yang pertama kali datang ke nusantara pada gelombang

pertama (1500 SM).Bangsa Proto Melayu masuk nusantara melalui dua jalur,

yaitu jalur barat (Malaysia-Sumatera) dan jalur utara atau timur melalui (Filipina-

Sulawesi).

   Bila dibanding manusia purba pada masa itu, Bangsa Melayu Tua

dianggap memiliki kebudayaan lebih maju. Dilihat dari penemuan bukti

kebudayaan neolitikum yaitu hampir semua peralatan terbuat dari batu yang sudah
dihaluskan. Hasil kebudayaan zaman neolitikum dari orang-orang Austronesia

yang terkenal adalah kapak persegi. Ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan,

Bali dan Sulawesi Utara.Suku bangsa Indonesia saat ini yang termasuk keturunan

Proto Melayu adalah suku Dayak dan Toraja.

Bangsa Deutro Melayu

   Bangsa Deutro Melayu adalah nenek moyang bangsa Indonesia,

merupakan orang-orang Austronesia yang datang ke nusantara pada gelombang

kedua (400-300 SM). Bangsa Melayu Muda ini berhasil melakukan asimilasi

dengan para pendahulunya yaitu bangsa Melayu Tua.Bangsa Deutro Melayu

masuk ke nusantara melalui jalur Barat. Dengan rute dari Yunan (Teluk Tonkin),

Vietnam, Malaysia, hingga ke nusantara.

   Bangsa Deutro Melayu dianggap mempunyai kebudayaan lebih maju

dibandingkan bangsa Proto Melayu. Karena sudah berhasil membuat barang-

barang dari perunggu dan besi.

   Peralatan dari perunggu dan besi bangsa Deutro Melayu yaitu kapak

sepatu, kapak corong, nekara, menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, dan

punden berundak.Suku bangsa Indonesia yang termasuk keturunan bangsa

Melayu Muda adalah suku Jawa, Melayu dan Bugis. Suku primitive Sebelum

orang-orang Austronesia masuk ke wilayah nusantara, sudah ada beberapa

kelompok manusia purba yang lebih dulu menempati wilayah nusantara. Mereka

adalah bangsa-bangsa primitif dengan budaya yang sangat sederhana. Yang

termasuk suku primitif di nusantara adalah:


Manusia Pleistosin: manusia purba Pleistosin selalu berpindah tempat dengan

kemampuan dan kebudayaan sangat terbatas. Sehingga corak kehidupan manusia

purba ini tidak dapat diikuti lagi.

Suku wedoid: sisa-sisa suku Wedoid hingga kini masih ada dan dapat ditemukan.

Mereka meramu dan mengumpulkan makanan dari hasil hutan dan memiliki

kebudayaan sangat sederhana. Contoh peninggalan suku Wedoid di Indonesia

adalah Suku Sakai di Siak dan Suku Kubu di perbatasan Jambi dan Palembang.

Suku negroid: di Indonesia sudah tidak ada lagi sisa-sisa kehidupan suku negroid.

Tetapi suku ini masih bisa ditemukan di pedalaman Malaysia dan Filipina yaitu

Suku Semang di Semenanjung Malaysia dan Suku Negrito di Filipina.

2.3. Kerajaan kerajaan Melayu

1. Kandis dan Koto Alang

Kandis merupakan salah satu kerajaan melayu kuno yang ada di Riau

Kerajaan ini diperkirakan berdiri pada 1 Sebelum Masehi, mendahului berdirinya

kerajaan Moloyou atau Dharmasraya di Sumatera Tengah. Dua tokoh yang sering

dinamakan bagi raja kerajaan ini adalah Patih dan Tumenggung. Maharaja Diraja,

pendiri kerajaan ini, sesampainya di Bukit Bakau membangun suatu istana yang

megah yang dinamakan dengan Istana Dhamna. Putra Maharaja Diraja bernama

Darmaswara dengan gelar Mangkuto Maharaja Diraja (Putra Mahkota Maharaja

Diraja) dan gelar lainnya adalah Datuk Rajo Tunggal (lebih dekat dipanggil).

Datuk Rajo Tunggal mempunyai senjata kebesaran yaitu keris berhulu kepala

burung garuda yang mencapai masa ini sedang dipegang oleh Danial gelar Datuk

Mangkuto Maharajo Dirajo.


Datuk Rajo Tunggal menikah dengan putri yang cantik jelita yang

bernama Bunda Pertiwi. Bunda Pertiwi bersaudara dengan Bunda Darah Putih.

Bunda Darah Putih yang tua dan Bunda Pertiwi yang bungsu. Setelah Maharaja

Diraja wafat, Datuk Rajo tunggal menjadi raja di kerajaan Kandis. Bunda Darah

Putih dipersunting oleh Datuk Bandaro Hitam. Lambang kerajaan Kandis adalah

sepasang bunga raya berwarna merah dan putih. Kehidupan ekonomi kerajaan

Kandis ini adalah dari hasil hutan seperti damar, rotan, dan sarang burung layang-

layang, dan dari hasil bumi seperti emas dan perak. Daerah kerajaan Kandis kaya

akan emas, sehingga Rajo Tunggal memerintahkan bagi membuat tambang emas

di kaki Bukit Bakar yang dikenal dengan tambang titah, gunanya tambang emas

yang dihasilkan bentuk berdasarkan titah raja.

 kerajaan Koto Alang diberi nama Sungai Salo, gunanya Raja Bukak Selo

(buka sila) sebab kalah dalam peperangan. Sedangkan Patih dan Temenggung lari

ke Gunung Marapi (Sumatera Barat) di mana keduanya mengukir sejarah Sumatra

Barat, dengan berubah nama Patih menjadi Dt. Perpatih nan Sabatang dan

Temenggung berubah nama menjadi Dt. Ketemenggungan.

Tidak lama akhir, pembesar-pembesar kerajaan Kandis mati terbunuh

diserang oleh Raja Sintong dari Cina balik, dengan ekspedisinya dikenal dengan

ekspedisi Sintong. Tempat berlabuhnya kapal Raja Sintong, dinamakan dengan

Sintonga. Setelah mengalahkan Kandis, Raja Sintong beserta prajuritnya

melanjutkan perjalanan ke Jambi. Setelah kalah perang pemuka kerajaan Kandis

berkumpul di Bukit Bakar, kecemasan akan serangan musuh, maka mereka

sepakat bagi menyembunyikan Istana Dhamna dengan melaksanakan sumpah.


Sejak itulah Istana Dhamna lenyap, dan mereka memindahkan pusat kerajaan

Kandis ke Dusun Tuo (Teluk Kuantan sekarang).

2. Kerajaan Katangga

Kerajaan Kathangka berasal dari warisan Langkapuri Indo Dunia yang

merupakan Induk atau Bunda leluhur mereka, yang dipimpin oleh seorang raja.

Raja-raja itu mestilah bergelar datu’ terlebih dahulu, barulah kemudian ia dapat

diamanahkan sebagai raja yang ditinggikan seranting, didahulukan selangkah.

Maksud bergelar datu’ sebelum diangkat menjadi seorang raja adalah raja yang

diangkat merupakan pewaris (penyambung) gelar datu’ secara turun temurun.  Ini

menunjukkan setiap raja jelas asal usulnya dan merupakan orang pilihan dari satu

kaum atau puak tersebut, sesuai dengan istilah “Kosiok putioh ayiu-nyo jonioh,

botuong tumbuoh di mato,” artinya, seseorang yang terpilih, atau dipilih menjadi

seorang datu’ adalah orang yang benar-benar menjalankan, mematuhi aturan adat

yang telah ditentukan secara turun temurun sebagai pedoman kehidupan yang

belum atau tidak melanggarnya (tapijak dibenang arang).

3. Kerajaan Siak Sri Indra Pura

Kerajaan Siak Sri Indra Pura didirikan pada tahun 1723 M oleh Raja Kecik

yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah putra Raja Johor (Sultan Mahmud

Syah) dengan istrinya Encik Pong, dengan nama pusat kerajaan berada di

Buantan. Konon nama Siak berasal dari nama sejenis tumbuh-tumbuhan yaitu

siak-siak yang banyak terdapat di situ. Sebelum kerajaan Siak berdiri, daerah Siak
berada dibawah kekuasaan Johor. Yang memerintah dan mengawasi daerah ini

adalah Raja yang ditunjuk dan diangkat oleh Sultan Johor.

Istana Siak ini terdiri dari dua lantai dan berdenah segi empat silang. Gaya

arsitektur bangunannya tampak menggabungkan gaya Melayu, Arab, dan Eropa.

Setiap sudut bangunan terdapat pilar bulat dengan ujung puncaknya ada hiasan

burung garuda. Pintu dan jendela istana dirancang dengan bentuk kubah serta

dihiasi mozaik kaca. Ada 15 ruangan dari dua lantai Istana Siak. Saat ini Istana

Siak Sri Indrapura berfungsi sebagai destinasi wisata sejarah di Provinsi Riau.

Istana ini menjadi Museum tempat menyimpan benda-benda peninggalan

Kerajaan Siak.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Ras Melayu datang pertama kali ke daerah Riau sekitar tahun 2.500 SM.
Mereka datang dari daratan Asia bagian tengah dan menyeberang dari
Semenanjung Malaysia. Gelombang kedatangan kedua terjadi pada tahun 1.500
SM, dan gelombang kedatangan ketiga sekitar tahun 300 SM. Suku bangsa
Melayu di daerah Riau adalah salah satu keturunan para migran dari daratan Asia
tersebut. dalam sejarah kebudayaannya mereka juga telah mengalami beberapa
pengaruh peradaban, seperti Hindu, Islam dan juga peradaban Cina dan Barat
(Belanda, Inggris, Portugis).
Provinsi Riau merupakan Provinsi yang terdiri dari berbagai suku dan
budaya. Sementara manusia dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan, karena budaya lahir dari kegiatan dan kebiasaan manusia.
Provinsi Riau menyimpan banyak kisah heroik masyarakatnya dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada masa lampau. Peperangan di bagan
siapi-api bahkan penyerangan secara mendadak kolonialisme belanda di rengat
tentunya tidak bisa dilupakan begitu saja. Begitu pula cerita Sultan Siak yang
secara sukarela menyerahkan harta kekayaannya sebesar 13 juta Golden untuk
modal Kemerdekaan Indonesia, hingga puncaknya pemuda Riau mengibarkan
bendera Kemerdekaan merah putih di Pekanbaru. Dan masih banyak lagi bukti-
bukti bahwa Riau menjadi sasaran tepat untuk mempelajari sejarah.

3.2. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa, penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulhaji S., S. Sina. 2017 Pengaruh Atraksi, Aksesibilitas, Dan Fasilitas


Terhadap Citra Objek Wisata Danau Tolire Besar Di Kota Ternate. Jurnal
Penelitian Humano Vol. 7(2): 134-148
Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang keolahragaan.

Anda mungkin juga menyukai