Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TAMADUN

KEJAYAAN PERADABAN MARITIM DAN HAKEKAT PERADABAN MELAYU

Disusun oleh kelompok 8 :


Tiyara Cita (2205010055)
Jarlianus Samongilailai (2205010062)

Dosen Pengajar Pembimbing


Assist. Prof. Drs.H.MUHAMMAD IDRIS DM,MM,MSI.

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI


FAKULTAS ILMU SOSIAL&ILMU POLITIK, PROGRAM STUDI ILMU
PEMERINTAHAN
TANJUNG PINANG-KEPULAUAN RIAU
TA 2022-2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sekarang masyarakat sudah melupakan apa, mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana
kejayaan peradaban maritim dan hakekat peradaban melayu berproses hingga sekarang.
Banyak yang sudah melupakan kejayaan dan peradaban yang memang harus diketahui
selayaknya masyarakat khususnya masyarakat melayu. Maka dari itu penyusun
memberikan bahan dalam materi kejayaan peradaban maritim dan hakekat peradaban
melayu.

Sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia telah berlayar mengarungi lautan ke barat
Samudera Hindia hingga Madagaskar dan ke timur hingga Pulau Paskah.Ini menjadi bukti
bahwa masyarakat Indonesia memiliki peradaban dan budaya maritim yang maju sejak
dulu kala.Seiring semakin ramainya aktivitas melalui laut, lahirlah kerajaan-kerajaan
bercorak maritim dan memiliki armada laut besar.Perkembangan budaya maritim pun
membentuk peradaban bangsa yang maju di zamannya.

Walaupun ada banyak pusat peradaban Melayu dalam sejarahnya yang panjang, pada
hakikatnya ia adalah sebuah peradaban yang sama dalam sebuah kesinambungan, dan
dialami oleh manusia yang mengongsi himpunan memori yangsama.

Peradaban Melayu itu tumbuh dan maju dalam kestabilan politik yang lama dan
berterusan, dan dibendung oleh perundangan, dan budaya yang kompleks. Peradaban
Melayu itu mempunyai wilayah geografi yang luas, iaitu sebuah wilayah samudera, iaitu
sebuah peradaban maritim. Peradaban Melayu itu adalah satu-satunya peadaban maritim
dalam dunia.

1.2 ALASAN PENULISAN MAKALAH

Makalah ini dibuat karena dua tujuan. Pertama untuk sebagai bahan kajian untuk
pembaca dalam memahami kejayaan peradaban maritim dan hakekat peradaban melayu.
Alasan kedua yaitu untuk memenuhi tugas makalah kelompok mata kuliah Tamadun dan
Tunjuk Ajar Melayu.

1.3 PENGERTIAN JUDUL


Judul yang penyusun angkat dalam makalah ini yaitu kejayaan peradaban maritim dan
hakekat peradaban melayu.
Kejayaan yaitu keadaan yg mapan dan menguntungkan (baik dl segi materi maupun
jiwa. Peradaban adalah bagian bagian dari kebudayaan yang tinggi, halus, indah, dan maju.
Maritim artinya adalah wilayah laut. Jadi dapat disimpulkan kejayaan peradaban maritim
adalah keadaan kebudayaan yang mapan dan menguntungkan dari segi materi maupun jiwa
dalam wilayah laut.
Peradaban melayu adalah sebuah peradaban yang sama dalam sebuah kesinambungan,
dan dialami oleh manusia yang mengongsi himpunan memori yang sama dalam konsep
melayu yang tumbuh dan maju dalam kestabilan politik yang lama dan berterusan, dan
dibendung oleh perundangan, dan budaya yang kompleks.

1.4 PERMASALAHAN

Permasalahan yang penyusun temukan yaitu peradaban Melayu posisinya lemah dalam
benturan peradaban dunia. Para pakar menyebutkan bahwa benturan yang kini sedang
terjadi adalah antara peradaban Islam dan Barat. Dalam peradaban Barat itu didalamnya
melekat kebudayaan Kristen dan Yahudi. Tetapi dalam realitasnya, peradaban China pun
kini menjadi kekuatan yang sangat mempengaruhi perkembangan dunia. Terlebih di
bidang ekonomi dan budaya. Di sisi lain, kebudayaan Melayu yang selama ini melekat
pada kebudayaan Islam, hampir tidak memiliki kekuatan unggulan untuk bersaing secara
gigih dan terbuka dengan berbagai kebudayaan dunia itu. Jika kebudayaan Islam sampai
saat ini tetap survive di tengah berbagai benturan, itu bukan berarti kebudayaan Melayu
juga dapat mempertahankan jati dirinya secara utuh.

BAB II
PEMBAHASAN
KEJAYAAN PERADABAN MARITIM DAN HAKEKAT PERADABAN MELAYU

A. Kejayaan Peradaban Maritim

Sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia telah berlayar mengarungi lautan ke barat
Samudera Hindia hingga Madagaskar dan ke timur hingga Pulau Paskah.Ini menjadi bukti
bahwa masyarakat Indonesia memiliki peradaban dan budaya maritim yang maju sejak
dulu kala.Seiring semakin ramainya aktivitas melalui laut, lahirlah kerajaan-kerajaan
bercorak maritim dan memiliki armada laut besar.Perkembangan budaya maritim pun
membentuk peradaban bangsa yang maju.

Pada era Kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, nusantara tampil sebagai
kekuatan besar yang disegani negara di kawasan Asia dan dunia.Sebagai kerajaan maritim
yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik
kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai
wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan laut.Angkatan laut
Kerajaan Sriwijaya ditempatkan di berbagai pangkalan strategis dan mendapat tugas
mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang yang berlabuh, memungut biaya cukai, serta
mencegah terjadinya pelanggaran laut di wilayah kedaulatan dan kekuasaannya.

Ketangguhan maritim juga ditunjukkan era Kerajaan Singosari di bawah pemerintahan


Kertanegara pada abad ke-13.Kekuatan armada laut yang tidak ada tandingan, pada 1275
Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin
persahabatan agar bersama-sama dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia
Tenggara. Pada 1284, mereka menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur.
Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-
1478).Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil
menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara
asing, seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China.

Kejatuhan Majapahit diikuti munculnya Kerajaan Demak. Kebesaran Kerajaan


Demak jarang diberitakan, tetapi bukti kekuatan maritim Kerajaan Demak mampu
mengirim armada laut yang dipimpin Pati Unus yang bergelar Pangeran Sabrang Lor
membawa 100 buah kapal dengan 10.000 prajurit menyerang Portugis di Malaka.
Kilasan sejarah itu memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di nusantara dulu
mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena kehebatan armada
niaga, keandalan manajemen transportasi laut, dan armada militer yang mumpuni. Sejarah
telah mencatat dengan tinta emas, bahwaSriwijaya dan Majapahit pernah menjadi center of
excellence di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia Tenggara.

Bukti-bukti kebesaran budaya maritim Indonesia yaitu :


a. Arkeologi maritim menemukan banyak bangkai kapal di bawah laut negeri ini, dengan
tahun pembuatan mulai dari abad 7 SM, memiliki teknologi pembuatan yang belum ada
duanya di dunia.
b. Catatan-catatan dari para penjelajah, geographer, atau sejarawan berbagai belahan dunia
(Mesir, Yunani, China), menggambarkan tentang penjelajahan pelaut-pelaut Nusantara,
dengan kapal, hasil bumi, dan hasil budaya tinggi, ke berbagai sudut dunia.
c. Penemuan artefak-artefak di berbagai belahan dunia, termasuk beberapa tempat di negeri
ini (misalnya di gua Pasemah, Sumatera Selatan, gua Made di Jombang, Jawa Timur,
lembah Mada di Sulawesi Selatan, Batujaya di Bekasi, atau banyak lokasi lain seperti
Timor, Kutai, Maluku, Halmahera) mengindikasikan bukan hanya terjadi perlintasan antar
bangsa, tapi juga kebudayaan advance yang dicapai.
Penyebaran bahasa yang mencakup setengah dunia, dan mengikutsertakan lebih dari
400 juta penutur membuktikan keberadaan bangsa-bangsa di Nusantara di atas bumi ini.
d. Persenjataan, alat musik, hingga ilmu perbintangan dari berbagai kawasan, sejak dari
Afrika, Timur Tengah, India, hingga Polynesia, memperlihatkan bagaimana pengaruh
kultural sudah jauh lebih dulu sebelum bangsa asing datang ke negeri ini.

B. Hakekat Peradaban Melayu


Walaupun ada banyak pusat peradaban Melayu dalam sejarahnya yang panjang, pada
hakikatnya ia adalah sebuah peradaban yang sama dalam sebuah kesinambungan, dan
dialami oleh manusia yang mengongsi himpunan memori yang sama. Peradaban Melayu
itu tumbuh dan maju dalam kestabilan politik yang lama dan berterusan, dan dibendung
oleh perundangan, dan budaya yang kompleks.
Peradaban Melayu itu mempunyai wilayah geografi yang luas, iaitu sebuah wilayah
samudera, iaitu sebuah peradaban maritim. Peradaban Melayu itu adalah satu-satunya
peadaban maritim dalam dunia.

Bukti bukti peradaban melayu yaitu:

a. Profesor Liang Liji dari Universiti Beijing dapat menceritakan bahawa ada bukti
arkeologi yang menunjukkan bahawa pada zaman Maharaja Yin Shang, pada abad ke-17
hingga 11 sebelum Masihi, mungkin sudah ada perhubungan antara Alam Melayu dengan
China. Ahli arkeologi China menemui catatan huruf purba China diukirkan pada
cangkerang kura-kura besar, yang dipercayai berasal daripada Alam Melayu kerana di
China tidak pernah ada kura-kura sebesar itu. Begitu juga, pada makam Maharaja China itu
pernah ditemui pula tulang binatang Mo Loi Mo, iaitu tenuk, yang juga berasal dari Alam
Melayu. Ini menunjukann bahawa tiga hingga empat millenium lalu, sudah ada benda yang
dibawa ke China dari Alam Melayu, wilayah yang dihuni oleh orang Melayu.

b. Buku sejarah kuno China, terdapat sebuah catatan geografi dalam Kepustakaan Dinasti
Han, Hon Shu Oi Li Zhi, menyatakan pada zaman Maharaja Han Wu Di, yang hidup pada
tahun 140 hingga 87 S. M., sudah dibuka perjalanan dari China ke India, melalui
Semenanjung Tanah Melayu. Maksudnya, pada abad kedua S. M. sudah wujud
perhubungan China dengan Alam Melayu, iaitu sudah ada manusia yang dipanggil
Melayu.

c. Bahagian selatan China pernah menjalin perhubungan dengan Tenggara Asia. Maharaja
Sun Quan, 222 hingga 252 M. pernah mengirim Zhu Ying dan Kang Tai bagi menjalin
muhibah dengan beberapa negeri di Alam Melayu. Malah Zhu Ying menulis sebuah buku
yang berjudul Fu Nan Yi Wu Zhi, iaitu Barang-Barang Aneh di Funan, dan Kang Tai pula
menulis sebuah buku, Wu Shi Wai Guo Zhuan iaitu Hikayat Negeri-Negeri Asing pada
Masa Kerajaan Wu. Mereka membuat catatan rapi mengenai negeri negeri di Alam
Melayu. Inilah dokumentasi sejarah terawal mengenai peradaban Melayu dalam abad ke-3.

d. Kunjungan seorang sami Buddha I-Tsing, ke Sriwijaya pada tahun 671 M, iaitu pada
zaman Maharaja Tang, adalah termasyur. Apabila I-Tsing singgah di Sriwijaya dalam
pelayaran ke India, beliau mendapati pengajian dalam bidang agama, budaya dan bahasa
sudah mencapai tahap yang sangat manju. Oleh sebab itu beliau tinggal di Sriwijaya dan
belajar sebagai persiapan sebelum meneruskan pelayaran ke India. Oleh sebab kejayaan
beliau itu, I-Tsing menasihatkan para sami Buddha dari China supaya "singgah di
Sriwijaya selama satu atau dua tahun bagi mempelajari ilmu Buddha tersebut sebelum
pergi ke India." Akibatnya, ramai sami Buddha China ini singgah di Sriwijaya da nada
yang tidak mahu balik pulang ke Guangzhou semula. I-Tsing sangat menyedari
kepentingan bahasa Melayu, Kunlun, dan mempengaruhi sami Buddha China yang lain
supaya tinggal di Sriwijaya dan mempelajarinya. Perhubungan erat seperti inilah yang
berterusan hingga ke abad ke-15, iaitu pada zaman Empayar Sriwijaya menurun dan pusat
politik dan perniagaan Melayu itu berpindah ke Empayar kesultanan Melaka. Inilah
kedudukan perhubungan China dengan Alam Melayu, yang dapat dikatakan mencapai
kemuncaknya pada zaman Dinasti Ming. Pada zaman inilah Laksamana Cheng Ho datang
melawat ke Samudera Barat sebanyak tujuh kali, tetapi misi Maharaja China itu adalah
misi damai dan tidak ppernah mana-mana wilayah Melayu itu ditakluki oleh China.

C. Peradaban / Adat Isiadat Melayu

Adat-istiadat yang merupakan pola sopan-santun dalam pergaulan orang Melayu


sebenarnya sudah lama menjadi pola pergaulan nasional sesama warga negara. Bahasa
Melayu yang telah menjadi bahasa nasional Indonesia mengikut sertakan pepatah,
ungkapan, peribahasa, pantun, seloka, dan sebagainya yang hidup dalam masyarakat
Melayu menjadi milik nasional dan dipahami oleh semua warga negara Indonesia. Ajaran,
tuntunan, dan falsafah yang diajarkan melalui pepatah, peribahasa, dan sebagainya itu telah
membudaya di seluruh Indonesia, sehingga tidak mudah untuk mengidentifikasi pepatah
dan peribahasa yang berasal dari Melayu dan yang bukan dari Melayu.
Dalam masyarakat Melayu, sikap dan tingkah-laku yang baik telah diajarkan sejak dari
buaian hingga dewasa. Sikap itu diajarkan secara lisan dan dikembangkan melalui tulisan-
tulisan. Raja Ali Haji, pujangga besar Riau telah banyak meninggalkan ajaranajaran seperti
Gurindam Dua Belas, Samaratul Muhimmah, dan manuskrip-manuskrip lainnya.

Sopan-santun dalam pergaulan sesama masyarakat menyangkut beberapa hal, yaitu


tingkah-laku, tutur-bahasa, kesopanan berpakaian, serta sikap menghadapi orang tua/orang
sebaya, orang yang lebih muda, para pembesar, dan sebagainya. Tingkah-laku yang terpuji
adalah yang bersifat sederhana. Pola hidup sederhana yang dicanangkan oleh pemerintah
Republik Indonesia sejalan dengan sifat ideal orang Melayu. Sebagaimana penggalan
dalam kitab Adat Raja-raja Melayu:

Syahdan maka lagi adalah yang dikehendaki oleh istiadat orang Melayu itu dan
dibilang orang yang majelis yaitu apabila ada ia mengada ia atas sesuatu kelakuan
melainkan dengan pertengahan jua adanya. Yakni daripada segala kelakuan dan
perbuatan dan pakaian dan perkataan dan makanan dan perjalanannya, sekalian itu tiada
dengan berlebih-lebihan dan dengan kekurangan, melainkan sekaliannya itu diadakan
dengan keadaan yang sederhana jua adanya. Maka orang itulah yang dibilang anak yang
majelis. Tambahan pula dengan adab pandai ia menyimpan dirinya. Maka
tambahtambahlah landib atau sindib adanya, seperti kata hukuman, “Hendaklah kamu
hukumkan kerongkongan kamu tatkala dalam majelis makan, dan hukumkan matamu
tatkala melihat perempuan, dan tegahkan lidahmu dan pada banyak perkataan yang siasia
dan tulikan telingamu dan pada perkataan-perkataan yang keji-keji”. Maka apabila
sampailah seseorang kepada segala syarat ini ia itulah orang yang majelis namanya
(Sujiman, 1983).

Kesederhanaan memang sudah menjadi sifat dasar orang Melayu sehingga terkadang
karena “salah bawa” menjadi sangat berlebihan. Kesederhanaan ini membawa sifat ramah
dan toleransi yang tinggi dalam pergaulan. Kesederhanaan ini digambarkan pula dalam
pepatah “Mandi di hilir-hilir, berkata di bawah-bawah, “Ibarat padi, kian berisi kian
runduk” .

Gotong-royong dan seia sekata sangat dianjurkan. Banyak pepatah dan ungkapan
yang menjadi falsafah hidup orang Melayu bertahan sampai sekarang, seperti
misalnya:

Berat sama dipikul


Ringan sama dijinjing
Ke bukit sama mendaki
Ke lurah sama menurun

a. Tutur-Kata
Dalam bertutur dan berkata, banyak dijumpai nasihat, karena kata sangat berpengaruh bagi
keselarasan pergaulan, “Bahasa menunjukkan bangsa”. Pengertian “bangsa” yang
dimaksud di sini adalah “orang baik-baik” atau orang berderajat yang juga disebut “orang
berbangsa”. Orang baik-baik tentu mengeluarkan kata-kata yang baik dan tekanan
suaranya akan menimbulkan simpati orang. Orang yang menggunakan kata-kata kasar dan
tidak senonoh, dia tentu orang yang “tidak berbangsa” atau derajatnya rendah.
Bahasa selalu dikaitkan dengan budi, oleh karena itu selalu disebut “budi bahasa”.
Dengan demikian, ketinggian budi seseorang juga diukur dari kata katanya, seperti
ungkapan:

Bisa ular pada taringnya


Bisa lebah pada sengatnya
Bisa manusia pada mulutnya
Bisa racun boleh diobat
Bisa mulut nyawa padannya

Oleh karena kata dan ungkapan memegang peran penting dalam pergaulan, maka selalu
diberikan tuntunan tentang kata dan ungkapan agar kerukunan tetap terpelihara. Tinggi
rendah budi seseorang diukur dari cara berkata-kata. Seseorang yang mengeluarkan kata-
kata yang salah akan menjadi aib baginya, seperti kata pepatah “Biar salah kain asal jangan
salah cakap”.

b. Sopan-Santun Berpakaian

Dari pepatah “Biar salah kain asal jangan salah cakap” juga tercermin bahwa salah kain
juga merupakan aib. Dalam masyarakat Melayu, kesempurnaan berpakaian menjadi ukuran
bagi tinggi rendahnya budaya seseorang. Makin tinggi kebudayaannya, akan semakin
sempurna pakaiannya. Selain itu, sopan-santun berpakaian menurut Islam telah menyatu
dengan adat.

Orang yang sopan, pakaiannya akan sempurna, tidak bertelanjang dada, dan lututnya
tidak terbuka, seperti dinyatakan dalam ungkapan:

Elok sanggam menutup malu


Sanggam dipakai helat jamu
Elok dipakai berpatut-patut
Letak tidak membuka aib

Orang Melayu sejak dahulu sudah mengenal mode, terbukti dengan adanya berbagai
jenis pakaian, baik pakaian pria maupun wanita. Demikian pula perhiasan sebagai
pelengkap berpakaian. Melayu mengenal penutup kepala bagi lakilaki yang disebut
“tengkolok” atau “tanjak” dengan 42 jenis ikatan.

Pakaian daerah atau pakaian tradisonal Melayu bermacam-macam dan cara


memakainya pun disesuaikan dengan keperluan. Cara berpakaian untuk ke pasar, ke
masjid, bertandang ke rumah orang, atau ke majelis perjamuan dan upacara ada etikanya
sendiri-sendiri.

c. Adab dalam Pergaulan


Kerangka acuan adab dan sopan-santun dalam pergaulan adalah norma Islam yang
sudah melembaga menjadi adat. Di dalamnya terdapat berbagai pantangan, larangan, dan
hal-hal yang dianggap “sumbang”. Pelanggaran dalam hal ini menimbulkan aib besar dan
si pelanggar dianggap tidak beradab.
Terdapat beberapa sumbang, yaitu sumbang dipandang mata, sumbang sikap, dan
sumbang kata yang pada umumnya disebut “tidak baik”. Karakter anggota masyarakat
dibentuk oleh norma-norma ini. Dengan demikian tercipta pola sikap dalam pergaulan,
seperti sikap terhadap orang tua, terhadap ibu bapak, terhadap penguasa atau pejabat,
terhadap orang sebaya, terhadap orang yang lebih muda, antara pria dan wanita, bertamu
ke rumah orang, dalam upacara, dan sebagainya.

D. Selayang Pandang Kemeemasan Melayu di Nusantara


Gelombang migrasi pertama konon menunjukkan ciri ras Weddoid yang datang
sesudah zaman es terakhir, disebut ras pertama yang menghuni Nusantara. Sisa-sisa nenek
moyang ras gelombang pertama ini masih ada sampai sekarang yang merupakan golongan
tersendiri di Riau mereka disebut Orang Sakai, Orang Hutan dan Orang Kubu adalah
orang-orang asli” dengan populasi yang tidak banyak. Orang Sakai mendiami Kecamatan
Kuno-Darussalam, Kabupaten Kampar dan di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis
jumlahnya terbatas (2160 jiwa); Orang Hutan mendiami Pulau Penyalai di Kecamatan
Kuala Kampar Kabupaten Kampar (1494 jiwa).

Gelombang migrasi pertama terjadi pada periode 2500-1500 SM berciri ras Proto
Mèlayu merupakan pendukung kebudayaan zaman batu baru menyebar ke Pulau Sumatra
melalui Semenanjung Mèlayu. Sisa mereka terdapat di Riau: Orang Talang Mamak dan
Orang Laut. Orang Talang Mamak di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat di
Kabupaten Indragiri Hulu (3276 jiwa) (1980); Orang Laut di Kecamatan Reteh dan di
Kecamatan Mandah Kabupaten Indragiri Hilir serta di Kecamatan Tambelan Kabupaten
Kepulauan Riau (2849 jiwa). Selain ada golongan orang-orang asli lainnya yaitu Orang
Akit mendiami Kecamatan Rupat, Bengkalis, Mandau, Tebing Tinggi di Kabupaten
Bengkalis (11625 jiwa).

Gelombang migrasi ras Mèlayu kedua datang sesudah tahun 1500 sM yang disebut
Deutro Mèlayu yang menyebabkan Proto Mèlayu menyingkir ke pedalaman, sisanya
bercampur dengan pendatang baru. Di dalam proses selanjutnya orang-orang Deutro
Mèlayu bercampur lagi dengan pendatang-pendatang dan berbagai golongan berasal dari
berbagai penjuru Nusantara. Percampuran itu menghadirkan suku-suku bangsa Melayu.

Riau, mereka inilah penduduk mayoritas mendiami kawasan Propinsi Riau meliputi luas
94.568 km². Suku-suku bangsa Mèlayu Riau menghadirkan sub-sub suku bangsa Mèlayu
Siak, Mèlayu Bintan, Mèlayu Rokan, Mèlayu Kampar, Mèlayu Kuantan dan Mèlayu
Indragiri dengan alat komunikasi utama (lingua franca) bahasa Mèlayu tersebar ke seluruh
pelosok Nusantara. Meski bahasa Mèlayu Riau dibedakan sebagai dialek bahasa Mèlayu
Riau ke-pulauan dan pesisir (pertama); dialek Mèlayu-Riau-daratan (kedua)

Dialek pertama adalah sub-dialek Tambelan Tarempa Bunguran, Singkep, Penyengat


dan lain-lain; dialek kedua adalah sub-dialek Kampar, Rokan, Kuantan, Batu Rijai,
Peranap dan lain-lain; disamping itu masih terdapat bahasa-bahasa orang asli seperti
bahasa Sakai, bahasa Orang Laut, bahasa Akit dan bahasa Talang Mamak.

Mèlayu mencakup dasar pengertian Mèlayu sebagai ras; Mèlayu sebagai etnis (suku
bangsa) dengan adat istiadatnya dan perubahan politik menyebabkannya terberai menjadi
negara-negara dengan bentuk pemerintahan dan kebudayaan Indonesia, Malaysia,
Singapura, Brunei dan Filipina; Mèlayu sebagai suku atau bagian dari suku itu sendiri.
Dalam kekinian Melayu berkehidupan dengan adat istiadat dan bahasa Mèlayu terutama di
sepanjang pantai timur Pulau Sumatra hingga Kalimantan Barat berpusat di Riau
(kepulauan dan daratan) hingga ke Semenanjung Malaka. Mèlayu dapat dipilah
berdasarkan kategori:

1) Mèlayu yang tidak totok (tidak murni) merupakan kelompok orang–orang laut/ orang
Sampan yang semula hidup di laut kemudian menetap di daratan di pulau-pulau kecil
sekitar Riau sebagai komunitas-komunitas kecil dengan adat- istiadat Mèlayu dan
berbicara dengan dialek khas seperti orang Galang di Pulau Karas dan Pulau Galang, orang
Barok di Pulau Penuba, orang Kuala di Pulau Kundur dan Pulau Rempang; orang Tambus,
Mantang dan Posek adalah komunitas tetap di laut terdiri dari 7-8 sampan yang berukuran
3-4 meter hidup berkeluarga dan beranak cucu sambil ber-kelana dari satu tempat ke
tempat lain sesuai keadaan musim.

2) Mèlayu murni atau Mèlayu totok merupakan orang-orang Mèlayu yang lahir berasal dari
Mèlayu itu sendiri berbahasa dan adat-istiadat Mèlayu, artinya semula Mèlayu tidak totok
tetapi memiliki jabatan dan kedudukan, tinggal di lingkungan Riau yang dahulu menjadi
pusat pemerintahan Kerajaan Mèlayu Riau-Lingga di Daik, dan Pulau Penyengat.

E. Bunda Tanah Melayu

Bunda tanah Melayu adalah Kepulauan Riau tepatnya di Daik Kabupaten Lingga. Daik,
dahulunya hampir selama seratus tahun menjadi pusat kerajaan Riau-Lingga, sekarang
menjadi ibu kota Kabupaten Lingga, Kabupaten Kepulauan Riau.

Kota Daik yang terletak di sungai Daik, hanya dapat dilalui perahu atau kapal motor di
waktu air pasang. Kalau air surut, sungai Daik mengering dan tak dapat dilalui.
Perhubungan lainnya adalah melalui jalan darat ke desa Resun di sungai Resun. Dari sana
melalui sungai itu terus ke muara (Pancur) yang terletak di pantai utara pulau Lingga,
berseberangan dengan Senayang.

Selama seratus tahun Daik menjadi pusat kerajaan, tentulah terdapat berbagai
peninggalan sejarah dan sebagainya. Raja-raja kerajaan Riau-Lingga yang memerintah
kerajaan selama periode pusat kerajaan di Daik Lingga yaitu : Sultan Abdurakhman Syah
(1812-1832), Sultan Muhammad Syah (1832-1841), Sultan Mahmud Muzafar Syah (1841-
1857), Sultan Sulalman Badrul Alam Syah II (1857-1883) dan Sultan Abdurrakhman
Muazzam Syah (1883-1911).

Peninggalan kerajaan Riau-Lingga di Kabupaten Lingga yaitu


a. Mesjid Jamik Daik
Mesjid Jamik terletak di kampung Darat, Daik Lingga, dibangun pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad Riayat Syah (1761-1812) pada masa awal beliau
memindahkan pusat kerajaan dari Bintan ke Lingga. Sumber tempatan menyebutkan
bahwa bangunan mesjid ini dimulai sekitar tahun 1803, dimana bangunan aslinya
seluruhnya terbuat dari kayu. Kemudian setelah Mesjid Penyengat selesai dibangun, maka
bangunan Mesjid Jamik ini dirombak dan dibangun lagi dari beton.

Mesjid ini di dalam ruang utamanya tidaklah mempergunakan tiang penyangga kubah atau
lotengnya. Pada mimbarnya terdapat tulisan yang terpahat dalam aksara Arab-Melayu
(Jawi), berisi : “Muhammad SAW. Pada 1212 H hari bulan Rabiul Awal kepada hari Isnen
membuat mimbar di dalam negeri Semarang Tammatulkalam.” Tulisan ini memberi
petunjuk, bahwa mimbar yang indah ini dibuat di Semarang, Jawa Tengah dengan
memasukan motif-motif ukiran tradisional Melayu.

b. Bekas Istana Damnah

Yang tersisa dari bangunan yang dahulunya sangat megah ini hanyalah tangga muka,
tiang-tiang dari sebahagian tembok pagarnya yang seluruhnya terbuat dari beton. Sekarang
puing istana ini terletak dalam hutan belantara yang disebut kampung Damnah.

Istana Damnah didirikan oleh Raja Muhammad Yusuf AI-Ahmadi, Yang Dipertuan
Muda Riau X (1857-1899). Dalam tahun 1860 olehnya didirikan istana Damnah untuk
kediaman Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah II, dimana sebelumnya Sultan ini di Istana
Kota Baru tak berjauhan dari pabrik sagu yang didirikannya.

c. Gedung Bilik 44

Yang disebut gedung bilik 44 adalah pondasi gedung yang akan dibangun oleh Sultan
Mahmud Muzafar Syah. Gedung ini baru dikerjakan pondasinya saja karena Sultan keburu
dipecat Belanda tahun 1812. Lokasinya terletak di lereng gunung Daik.
Walaupun gedung ini belum sempat berdiri, tetapi dari pondasinya yang berjumlah 44
itu sudah dapat kita bayangkan betapa besarnya minat Sultan Mahmud untuk membangun
negerinya. Di gedung ini, menurut rencana Sultan akan ditempatkan para pengrajin yang
ada di kerajaan Riau-Lingga, supaya mereka dapat bekerja lebih tenang serta
mengembangkan keahliannya. Namun cita-cita Sultan Mahmud terkandas oleh penjajah
asing.

d. Kubu Pertahanan
Daik sebagai pusat kerajaan Riau-Lingga tentulah memerlukan pengawalan ketat.
Perairan selat Malaka yang masa silam selalu ramai dengan desingan peluru dan asap
mesiu. Untuk menjaga berbagai kemungkinan dalam pertempuran, di Daik Lingga dan
sekitarnya didirikan kubu-kubu yang kokoh dengan persenjataan lengkap menurut keadaan
zamannya, yang terdapat di pulau Mepar, Kubu Bukit Ceneng dan Kubu Kuala Daik.

e. Makam Bukit Cengkeh


Di Bukit Cengkeh, Daik, terdapat kompleks makam raja-raja Riau-Lingga.
Bangunan ini dulunya amat indah, bentuknya segi delapan dengan kubah bergaya
arsitektur Turki. Kini makam ini sudah runtuh, yang tersisa hanya sebagian dindingnya dan
pagar beton kelilingnya. Di kompleks makam ini terdapat pusara : Sultan Abdurrakhman
Syah (1812-1832), beberapa anggota keluarga kerajaan Riau-Lingga. Makam ini tidaklah
sulit dicapai karena terletak di pinggir jalan raya, di atas Bukit Cengkeh yang indah
pemandangannya.

f. Makam Merah
Disebut makam merah karena warna cat bangunannya merah, tiangnya terbuat dari besi,
pagarnya dari besi dan atapnya seng tebal. Makam ini tidak berdinding dan atapnya
berbentuk segi empat melingkari makam. Makam ini letaknya tidaklah berapa jauh dari
bekas istana Damnah.

Makam ini terkenal bukanlah karena bangunan makamnya, tetapi karena yang
dimakamkan disini adalah Raja Muhammad Yusuf Yang Dipertuan Muda Riau X.

g. Rumah Datuk Laksemana Daik


Bangunan tua ini terletak di kampung Bugis, berbentuk limas penuh. Rumah ini
selain pernah ditempati oleh Datuk Laksemana Daik,pernah pula ditempati oleh Datuk
Kaya pulau Mepar, karena beliau ini menantu Datuk Laksemana. Rumah ini masih agak
baik dan ditempati oleh keluarga Datuk Laksemana dan Datuk Kaya Daik.

Di rumah ini masih tersimpan sisa-sisa benda milik Datuk Laksemana dan Datuk Kaya,
seperti : beberapa jenis pakatan kebesaran Datuk Kaya dan Datuk Laksemana, benda-
benda upacara adat, motifmotif tenunan, batik, ukiran-ukiran dan sebagainya.

h. Malam Tujuh Likur (Malam Ke-27 Bulan Ramadhan)

Biasanya masyarakat setempat Kabupaten Lingga merayakan malam itu dengan


menyalakan lampu minyak dan membuat pintu gerbang yang indah di setiap desa.
i. Pantai Dungun di Daik
Pantai ini terletak di desa Teluk Kecamatan Lingga Utara. Di pantai inilah terdapat
satwa laut langka yang ditemukan masyarakat terdampar mati pada tanggal 13 Januari
2005. Masyarakat tempatan (lokal) menamainya GAJAH MINA, namun nama ilmiahnya
sedang dalam proses identifikasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Jakarta. Seluruh tulang belulang satwa laut ini dikumpulkan oleh keluarga Bapak Umar
Sanen (Pak Cenot) yang kemudian diserahkan ke Museum Mini Linggam Cahaya pada
tanggal 6 Januari 2006. Data dasar

• Panjang pangkal ekor–kepala: 12.40 meter


• panjang pangkal ekor–ujung ekor: 1.80 meter
• panjang gading/taring: 2.40 meter
• tebal kulit: 10 cm
• panjang sirip (bawah): 78 cm
• lebar sirip (bawah): 47 cm

F. Kejayaan Peradaban Kepulauan Riau


Wilayah Kepulauan Riau (Kepri) menjadi semakin terkenal setelah Laksemana Tun
Abdul Jamil melakukan perintisan dengan membuka lahan di Hulu Sungai Carang, Pulau
Bintan, pada tahun 1673. Sebelum itupun, nama besar Kepulauan Riau telah tercatat dalam
sejarah kerajaan-kerajaan besar, seperti Bintan-Tumasik (abad 12 - 13), Kerajaan zaman
Melaka (abad 14-15), Kerajaan di zaman Kejayaan Johor (abad 16-17).

Nama besar Kepulauan Riau pada masa lalu memang terukir dalam sejarah kerajaan
yang besar, dengan nama kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang. Lembaran catatan sejarah
ini telah menjadi saksi bahwa Kepulauan Riau pernah menyatukan tiga negara
dalam satu kawasan pemerintahan, yaitu Riau (Indonesia), Johor dan Pahang (Malaysia)
dan Singapura, karena pada waktu itu Singapura yang bernama Tumasik yang berada di
bawah Johor. Diperkirakan sejak tahun 1824-1913, di Kepulauan Riau cukup dikenal
kebesaran Kerajaan Riau-Lingga. Masyarakat Kepulauan Riau memang telah memiliki
kepiawaian dalam hal berdagang, dan membuat kagum bangsa lain sudah sejak lama. Misi
Belanda yang mengunjungi Kepulauan Riau pada tanggal 2 Mei 1687 yang dipimpin oleh
William Valentyn, yang menjadikan kawasan Kepulauan Riau sebagai pusat dan bandar
perdagangan yang pesat, maju, dan ramai.
Leonard Y. Andaya, yang terdapat dalam tulisannya mengatakan bahwa taraf
kemakmuran Kepulauan Riau sudah dimulai sejak tahun 1670-an, dengan mengalirnya
pertambangan emas dari Indragiri ke Riau yang pada saat itu dibeli oleh orang-orang
Inggris, Siam, petani, dan China. Sementara itu, dalam kitab Tuhfat An-Nafis ditaja pula,
bagaimana (Kepulauan) Riau diurus dengan baik dan menghasilkan kemakmuran yang
baik pula. Kepulauan Riau pun bertambah jaya, di bawah kearifan Yang Dipertuan Muda
Riau IV, Raja Haji, pada tahun 1778. Sebagai pemimpin yang arif dan bijaksana, maka
banyak sekali saudagar saudagar asing yang berlabuh dan tinggal untuk berniaga di bandar
Kerjaan Riau-Lingga. Kejayaan Kerajaan ini pun semakin bergema, di bawah
kepemimpinan, Yang Dipertuan Muda Raja Ali. Kerajaan ini sempat pula dicatat oleh
Matheson, sebagai pusat perekonomian yang sangat maju, dan banyak pula para pedagang
asing yang tinggal di kawasan/wilayah tersebut.

Kepulauan Riau pada masa lalu sangat dikenal pula sebagai daerah yang subur dalam
pembinaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dalam sejarah Kerajaan Maritim, yang
mengantarkan bahasa Melayu sebagai pemersatu rumpun Melayu. Di sini banyak
berkumpul cendekiawan dengan tokoh yang bijak, Raja Ali Haji, serta membentuk
perkumpulan yang diberi nama Rusydiah Club, yang anggotanya tidak hanya sebatas
budayawan dan cerdik-cendekia Melayu di Kepulauan Riau, tetapi merambah ke Asia
Tenggara dan Makkah Al-Mukarramah. Buah pikir dan karya mereka dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, telah membuat Riau Kepulauan cukup
dikenal di hampir semua pelahuhan dan pusat pengkajian ilmu pengetahuan di belahan
dunia pada masa itu, bahkan sampai saat ini.

Kemakmuran di berbagai bidang sangat dirasakan saat itu, tetapi dengan adanya
perbedaan visi dan misi serta munculnya berbagai kepentingan, baik perorangan,
kelompok, maupun puak telah menyebabkan kerajaan maritim yang disegani itu berkecai
dan muncul kerajaan-kerajaan kecil yang berdaulat dan terus mengembangkan
kekuasaannya.

Bencana lebih besar lagi, dengan dipecahduakannya Kerajaan Riau-Lingga-Johor-


Pahang melalui Treaty of London (perjanjian London) pada tahun 1824. Johor dan Pahang
(termasuk Singapura) di bawah kekuasaan Inggris dan terus berjaya yang dikendalikan
oleh Raffles. Sementara itu Riau-Lingga semakin terpuruk di bawah kekuasaan Belanda.

Malapetaka ini menyebabkan bangsa Melayu yang dipersatukan oleh kerajaan besar
tersebut, secara geopolitik menjadi terpecah dua (bahkan tiga) sampai sekarang. Tetapi
ikatan budaya yang telah mengental serta mentradisi dalam satu rumpun melayu yang
besar, tetap melekat dan mengikat pula sampai kini.

Sejak proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, Riau merupakan bagian dari


Propinsi Sumatra Tengah. Melalui perjuangan yang gigih masyarakat Riau berhasil
menjadikan daerahnya propinsi sendiri pada tahun 1958. Berdasarkan Undang-undang
Nomor 19 tahun 1957 dibentuklah Propinsi Riau dengan ibukotanya Tanjungpinang
(Kepulauan Riau), tetapi tidaklah bertahan lama, karena berdasarkan Instruksi Menteri
Dalam Negeri, pada tahun 1960 ibukota Propinsi Riau pindah ke Pekanbaru.
Kepulauan Riau akhirnya, menjadi sebuah kabupaten dengan ibukotanya
Tanjungpinang berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 1956 jo Undang-undang
Nomor 58 tahun 1958 dan wilayahnya termasuk Batam. Tetapi dengan Peraturan
Pemerintah nomor 34 tahun 1983 yang diresmikan 24 Desember 1983, Batam lepas dari
Kepulauan Riau, dan menjadi Kotamadya Administratif. Kemudian berdasarkan Peraturan
Pemerintah nomor 31 tahun 1983 tanggal 18 Oktober 1983 wilayah yang sebelumnya
merupakan Kecamatan Bintan Selat an ditetapkan sebagai Kota Administratif
Tanjungpinang yang diresmikan oleh Mendagri, Soepardjo Roestam, pada tanggal 26
Desember 1983, yang terdiri atas Kecamatan Tanjungpinang Timur dan Tanjungpinang
Barat.

Propinsi Riau dewasa ini mempunyai 12 daerah Kabupaten dan tiga daerah kota,
berdasarkan Undang-undang nomor 53 tahun 1999. Berdasarkan Undang-undang tersebut
pula, daerah Kabupaten Kepulauan Riau dimekarkan lagi menjadi daerah Kabupaten
Kepulauan Riau, Kabupaten Karimun, dan Kabupaten Natuna. Berdasarkan Kepmendagri
nomor 75 tahun 1999 tanggal 24 Desember 1999, maka daerah Kabupaten Kepulauan Riau
sekarang ini terdiri atas 9 Kecamatan, 83 Desa/Kelurahan, dengan jumlah penduduk
300.749 jiwa pada wilayah yang seluas 2.558,76 kilometer persegi.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Kejayaan yaitu keadaan yg mapan dan menguntungkan (baik dl segi materi maupun
jiwa. Peradaban adalah bagian-bagian dari kebudayaan yang tinggi, halus, indah, dan maju.
Maritim artinya adalah wilayah laut. Jadi dapat disimpulkan kejayaan peradaban maritim
adalah keadaan kebudayaan yang mapan dan menguntungkan dari segi materi maupun jiwa
dalam wilayah laut.

Peradaban melayu adalah sebuah peradaban yang sama dalam sebuah kesinambungan,
dan dialami oleh manusia yang mengongsi himpunan memori yang sama dalam konsep
melayu yang tumbuh dan maju dalam kestabilan politik yang lama dan berterusan, dan
dibendung oleh perundangan, dan budaya yang kompleks.

Peradaban Melayu mempunyai wilayah geografi yang luas, iaitu sebuah wilayah
samudera, iaitu sebuah peradaban maritim. Peradaban Melayu itu adalah satu-satunya
peadaban maritim dalam dunia.

3.2 SARAN

Sebaiknya sebelum membaca makalah ini harus mempelajarai terlebih dahulu


memahami tentang kejayaan peradaban maritim dan hakekat peradaban melayu karena
makalah ini kurang dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA

Rumah belah bubuh (rumah tradisional melayu dikepulauan riau).

Rusdi,ahmad dan ardianto, Milardi.2007.atlas tematik kepulauan riau.surabaya:pt karya


pembina swajaya

Raja Ali Haji Aswandi syahri (Kitab silsilah melayu dan bugis dan sekalian raja rajanya)
Tg.Pinang 2002

Abdullah Ibn Abdulkadir Munsyi, Sejarah Melayu, diselenggarakan oleh T.D.Situmorang


dan Prof.Dr.A Teew penerbit Jambatan, Jakarta, 1952.

http://masadera.com/2016/02/13/masa-keemasan-peradaban-maritim-indonesia/

http://www.harakahdaily.net/index.php/lain-lain/38786-peradaban-melayu-itu-sudah-lama

Anda mungkin juga menyukai