Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Sejarah mencatat bahwa kehidupan bahari bangsa


Indonesia sudah lahir

jauh sebelumnya, hal ini dibuktikan dengan adanya temuan-


temuan situs

prasejarah maupun sejarah. Penemuan situs prasejarah di gua-


gua Pulau Muna,

Seram dan Arguni yang dipenuhi oleh lukisan perahu-perahu


layar,

menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia


merupakan bangsa

pelaut, selain itu ditemukannya kesamaan benda-benda sejarah


antara Suku

Aborigin di Australia dengan di Jawa menandakan bahwa nenek


moyang kita

sudah melakukan hubungan dengan bangsa lain yang tentunya


menggunakan

kapal-kapal yang laik layar.

Kerajaan Sriwijaya (683 M 1030 M) memiliki armada laut


yang kuat,

menguasai jalur perdagangan laut dan memungut cukai atas


penggunaan laut.
Pengaruhnya meliputi Asia Tenggara yang mana hal ini dikuatkan
oleh catatan

sejarah bahwa terdapat hubungan yang erat dengan Kerajaan


Campa yang terletak di antara Camboja dan Laos. Bangsa
Indonesia dengan karakteristik sosial budaya kemaritiman,
bukanlah merupakan fenomena baru. Fakta sejarah menunjukan
bahwa fenomena kehidupan kemaritiman, pelayaran dan
perikanan beserta kelembagaan formal dan informal yang
menyertainya merupakan kontinuitas dari proses perkembangan
kemaritiman Indonesia masa lalu. Keperkasaan dan kejayaan
nenek moyang kita di laut haruslah menjadi penyemangat
generasi sekarang dan yang akan datang. Bentuk
implementasinya masa kini, bukan hanya sekedar berlayar, tetapi
bagaimana bangsa Indonesia wilayahnya adalah dua per tiga
adalah lautan dapat dimanfaatkan demi kesejahteraan
pembangunan bangsa.

I. 2 Maksud dan Tujuan

Makalah yang berjudul Sejarah Kemaritiman Indonesia


dibuat dengan

maksud memenuhi tugas kuliah mata kuliah WSBM. Tujuan


pembuatan makalah

ini adalah menjelaskan/mengulas kembali tentang mengapa


Indonesia disebut

sebagai Negara maritim dan mengetahui kerajaan kerajaan


maritim yang pernah berjaya di Indonesia sehingga dapat
menumbuhkan kesadaran betapa pentingnya wilayah maritim
untuk masyarakat Indonesia.
I. 3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, tulisan ini secara khusus akan

membahas permasalahan :

1) Mengapa Indonesia di sebut sebagai negara maritim.

2) Bagaimana kejayaan kerajaan maritim Indonesia masa lalu.

3) Bagaimana menyikapi agar potensi kemaritiman Indonesia


dapat

dimanfaatkan untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Dunia.


Negeri ini

memiliki bentang Laut wilayah 70% dibanding dengan luas


daratan yg hanya

30%. Sejatinya, Bangsa indonesia adalah masyarakat bahari.


Sebelum penjajahan

belanda, Indonesia terkotak-kotak kedalam kerajaan-kerajaan


kecil. Di antara

sekian banyak kerajaan kecil itu, terdapat kerajaan besar berbasis


maritim di
Tanah air yang mampu untuk menyatukannya yaitu Sriwijaya dan
Majapahit.

Kerajaan ini menurut berbagai pakar sejarah cukup disegani di


kawasan Asia

Tenggara.

Sudah sepantasnya kita mengoptimalkan Unclos 1982 yang


merupakan

peluang terbesar negara kepulauan, namun lemahnya perhatian


dan keberpihakan pemerintah di laut maka beberapa kerugian
yang ditimbulkannya, seperti lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan
pada tahun 2002 dengan alasan ineffective occupation atau
wilayah yang diterlantarkan. Posisi strategis Indonesia setidaknya
memberikan manfaat setidaknya dalam tiga aspek, yaitu; alur
laut kepulauan bagi pelayaran internasional (innocent passage,
transit passage, dan archipelagic sea lane passage) berdasarkan
ketentuan IMO; luas laut territorial yang dilaksanakan sejak
Deklarasi Djuanda 1957 sampai dengan Unclos 1982 yang
mempunyai sumberdaya kelautan demikian melimpah; dan
sumber devisa yang luar biasa jika dikelola dengan baik.
Minimnya keberpihakan kepada

bahari (maritime policy) salah satunya menyebabkan masih


semrawutnya

penataan selat Malaka yang sejatinya menjadi sumber devisa. Hal


lainnya adalah

pelabuhan dalam negeri belum menjadi international hub port,


ZEE yang masih

terlantar, penamaan dan pengembangan pulau-pulau kecil,


terutama di wilayah
perbatasan negara tidak kunjung tuntas, serta makin maraknya
praktik illegal

fishing, illegal drug traficking, illegal people, dan semakin


meningkatnya

penyelundupan di perairan Indonesia.

II. 1 Indonesia Sebagai Negara Maritim

Indonesia merupakan negara kepulauan, antara pulau yang


satu dengan

pulau yang lainnya dipisahkan oleh laut, tapi dalam hal ini laut
bukan menjadi

penghalang bagi tiap suku bangsa di Indonesia untuk saling


berhubungan dengan

suku-suku di pulau lainnya. Sejak zaman bahari, pelayaran dan


perdagangan antar

pulau telah berkembang dengan menggunakan berbagai macam


tipe perahu

tradisional, nenek moyang kita menjadi pelaut-pelaut handal yang


menjelajahi

untuk mengadakan kontak dan interaksi dengan pihak luar.


Bahkan, yang lebih

mengejutkan lagi, pelayaran yang dilakukan oleh orang-orang


Indonesia

(Nusantara) pada zaman bahari telah sampai ke Mandagaskar.


Bukti dari berita itu

sendiri adalah berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu tipe


jukung yang sama
yang digunakan oleh orang-orang Kalimantan untuk berlayar
Fantastis.

Apa yang terjadi dalam dunia maritim Indonesia pada zaman


bahari telah

menjadi Trade Mark bahwa Indonesia merupakan negara maritim.


Tetapi apakah

benar sekarang ini Indonesia merupakan negara maritim? Negara


yang mempunyai banyak pulau, luasnya laut, belum menjadi
modal utama bahwa

negara tersebut adalah negara maritim. Namun, seberapa besar


penduduk suatu

negara itu berorientasi ke laut, itulah yang menjadi acuan bahwa


negara itu adala negara maritim. Bagaimana dengan Indonesia?
Mengutip pernyataan salah

seorang sejarawan kal-sel yaitu bapak Bambang subiyakto dalam


tulisannya yang

berjudulPelayaran, pelabuhan dan perdagangan Banjarmasin


1857-1957 bahwa Indonesia adalah Negara kepulauan,
Indonesia adalah Nusantara, Indonesia adalah Negara Maritim
dan Indonesia adalah Bangsa Bahari,Berjiwa Bahari serta
Nenek Moyangku Orang Pelaut hanya merupakan slogan kata,
sloganistis. Suatu hal yang hanya diucapkan belaka oleh manusia
Indonesia sejakBalita sampai Manula. Sebuah pernyataan
yang relevan dan sesuai untuk menggambarkan citra dunia
maritim Indonesia saat ini. Indonesia menyandang predikat
Negara Maritim dan juga Negara Agraris. Predikat itu telah
ada sejak zaman kerajaan, dimana kerajaan-kerajaan tersebut
masing-masing berorientasi ke laut dan juga berorientasi ke
pedalaman, dalam hal ini pertanian. Kita bisa bangga, bagaimana
kerajan Sriwijaya dan kerajan majapahit menjadi kekuatan yang
begitu besar dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat di Asia
Tenggara, itu semua dikarenakan mereka membangun kekuatan
dengan mengembangkan kemaritiman untuk kejayaan negara,

Meski setelah Sriwijaya dan Majapahit runtuh dikarenakan


pergolakan

politik dalam negeri dan juga mulai meluasnya pengaruh Islam


pada zaman

Majapahit. Namun, potensi kemaritiman terus berkembang.

Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di pesisir pantai seperti


Demak, Banten, Aceh, dan lain - lain. Menjadi bukti bahwa
kerajaan-kerajaan tersebut terus mengembangkan potensi laut
untuk kejayaan negaranya masing-masing.

Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia tidak pelak


lagi

terbukti dengan pengakuan dunia yang tertuang dalam UNCLOS


(United Nation

Convention on the Law of the Sea) yang diratifikasi oleh negara-


negara sedunia,

serta melalui Deklarasi Juanda yang mengatur hal-hal yang


berkaitan kedaulatan

Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan. Seperti diketahui


bersama bahwa 3/5 dari wilayah negara kita merupakan wilayah
perairan dengan dikelilingi oleh

17.508 pulau yang kaya akan sumber daya hayati dan nirhayati
yang sampai hari

ini oleh karena pergeseran nilai dan paradigma yang tidak tepat
memandang

konsep negara kepulauan menyebabkan potensi kelautan kita


belum benar-benar
bisa dimaksimalkan pengelolaan dan pemanfaatannya.

II. 2 Kejayaan Kerajaan Maritim Yang Pernah Ada Di


Indonesia

Dari berbagai belahan penjuru Nusantara tersebar banyak


bandar atau

pelabuhan besar. Juga banyak peninggalan budaya yang


melukiskan kegagahan

nenek moyang orang Indonesia sebagai pelaut. Sejarah pun telah


menyebutkan

bahwa bersatunya Nusantara adalah karena kebesaran armada


maritim.

Sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia telah berlayar jauh


dengan kapal

bercadik. Mereka ke Utara mengarungi lautan, ke Barat


memotong lautan Hindia

hingga Madagaskar, ke Timur hingga Pulau Paskah. Dengan kian


ramainya arus

pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong


munculnya

kerajaan-kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim dan


memiliki armada laut

yang besar.

Pada masa lalu di era kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga


Demak,

Indonesia adalah negara besar yang disegani di kawasan Asia,


bahkan mungkin di
seluruh dunia. Berbagai negara mulai dari Tumasik, Pasai, hingga
Campa tunduk

oleh kegagahan armada kapal Sriwijaya dan cetbang (meriam api)


Majapahit.

Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya


(683-1030 M)

telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur


pelayaran dan jalur

perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang


digunakan sebagai

pangkalan kekuatan lautnya. Angkatan Kerajaan Sriwijaya


umumnya telah

ditempatkan di berbagai pangkalan strategis dan mendapat tugas


mengawasi,

melindungi kapal-kapal dagang yang berlabuh, memungut biaya


cukai, serta

mencegah terjadinya pelanggaran laut di wilayah kedaulatan dan


kekuasaannya.

Petualang Tiongkok, I Tsing, mencatat, Shih Li Fo Shih


(Sriwijaya) adalah

kerajaan besar yang mempunyai benteng di Kotaraja, armada


lautnya amat kuat.

Guna memperkuat armada dalam mengamankan lalu lintas


perdagangan melalui

laut, Sriwijaya memanfaatkan sumber daya manusia yang


tersebar di seluruh

wilayah kekuasaannya yang kini disebut kekuatan pengganda".


Sayang, Sriwijaya hanya negara maritim tidak sekaligus sebagai
agraris,

maka ia tak bertahan lama. Pengalaman sejarah menunjukkan


bahwa kota

pelabuhan harus ditopang oleh hasil pertanian yang menjadi


komoditas unggulan

dari wilayah pedalaman. Ketangguhan agraria dan maritim adalah


pilar-pilar

utama untuk kejayaan Nusantara. Ketangguhan agraris dan


maritim pertama kali

ditunjukkan oleh Singasari di bawah pemerintahan Kertanegara


pada abad ke-13.

Dengan kekuatan armada laut yang tidak ada tandingannya, pada


tahun 1275

Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu


dan Campa untuk

menjalin persahabatan agar bersama - sama dapat


menghambat gerak maju

Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Tahun 1284, ia menaklukkan


Bali dalam

ekspedisi laut ke timur.

Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa


Kerajaan Majapahit

(1293-1478). Majapahit lalu berkembang menjadi kerajaan


maritim setelah

Gajah Mada menjadi mahapatih. Dengan Sumpah Palapa, Gajah


Mada bercita-cita
menyatukan nusantara dan diangkatlah Laksamana Nala sebagai
Jaladimantri

yang bertugas memimpin kekuatan laut Kerajaan Majapahit.


Dengan armada laut

yangkuat, kekuasaan Majapahit amat luas hingga keluar


nusantara. Di bawah

Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit


berhasil

menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan


sampai ke negara-negara asing seperti Siam, Ayuthia, Lagor,
Campa (Kamboja), Anam, India,

Filipina, China.

Kejatuhan Majapahit diikuti munculnya Kerajaan Demak.


Kebesaran

Kerajaan Demak jarang diberitakan, tetapi bukti kekuatan maritim


Kerajaan

Demak mampu mengirim armada laut yang dipimpin Pati Unus


yang bergelar

Pangeran Sabrang Lor membawa 100 buah kapal dengan 10.000


prajurit

menyerang Portugis di Malaka. Sejarah itu menggambarkan


kehebatan armada

niaga, keandalan manajemen transportasi laut, dan armada


militer yang mumpuni

dari beberapa kerajaan di nusantara yang mampu menyatukan


wilayah luas dan
disegani bangsa lain. Dengan armada niaga yang besar, kerajaan
bersosialisasi dan

membawa hasil alam sebagai komoditas perdagangan ke negeri


lain. Dan untuk

menjaga keamanan, kerajaan memiliki armada laut yang kuat.

Sayang, beberapa kerajaan besar itu jatuh bukan karena


serangan lawan,

tetapi karena perang saudara. Kondisi itu dimanfaatkan


kekuatan asing untuk

menguasai wilayah ini. Dengan mempelajari kondisi kerajaan dan


kultur penguasa

di nusantara, kekuatan asing mampu menduduki negeri ini


dengan menjauhkan

penghidupan masyarakat dari laut. Masyarakat digiring untuk


kembali menjadi

petani. Lama-kelaman armada laut kerajaan menjadi kecil.


Kesempatan ini

dimanfaatkan kekuatan asing, seperti Portugis, Inggris, dan VOC,


untuk ganti

menguasai laut nusantara. Dengan terdesaknya raja-raja ke


pedalaman dan

dikuasainya berbagai pelabuhan oleh asing, sejak saat itu


paradigma maritim

kita diubah penjajah, menjadi bangsa agraris

Kilasan sejarah itu memberi gambaran, beberapa kerajaan di


Nusantara
mampu menyatukan wilayah luas dan disegani bangsa lain
karena kehebatan

armada niaga, keandalan manajemen transportasi laut, dan


armada militer yang

mumpuni. Sejarah telah mencata dengan tinta emas


bahwasannya Sriwijaya dan

Majapahit pernah menjadi center of excellence di bidang maritim,


kebudayaan,

dan agama di seluruh wilayah Asia Tenggara Kejayaan para


pendahulu negeri ini

dikarenakan kemampuan mereka membaca potensi yang mereka


miliki.

Ketajaman visi dan kesadaran terhadap posisi strategis


nusantara telah

membawa negara ini disegani oleh negara-negara lain. Namun


sayang, kini

kejayaan masa lalu bangsa Indonesia ini tidak lagi banyak


dikenang. Kejayaan

tersebut seakan tertutup oleh potret kemiskinan yang melanda


rakyat Indonesia.

Kecintaan kita kepada laut juga sepertinya semakin dangkal. Rasa


keberpihakan

negara terhadap dunia maritim pun masih lemah.

II. 3 Menyikapi Potensi Kemaritiman Indonesia


Berkaca dari masa lalu, melihat bagaimana kejayaan masa
lampau

diperoleh karena mengoptimalkan potensi laut sebagai sarana


dalam suksesnya

perekonomian dan ketahanan politik suatu negara, maka menjadi


suatu hal yang

wajar bila sekarang ini Indonesia harus lebih mengembangkan


laut demi

tercapianya tujuan nasional. Indonesia menyandang predikat


Negara Maritim

atau negara kepulauan, predikat ini mustahil ditinggalkan, lain


halnya dengan

predikat Negara Agraris yang suatu saat bisa berganti dengan


industri.

Konsekwensi sifat maritim itu sendiri lebih mengarah pada


terwujudnya aktifitas

pelayaran di wilayah Indonesia. Dalam kalimat ini bahwa


Indonesia sebagai

negara kepulauan dalam membangun perekonomian akan


senantiasa dilandasi

oleh aktivitas pelayaran.

Pentingnya pelayaran bagi Indonesia tentunya disebabkan


oleh keadaan

geografisnya, posisi Indonesia yang strategis berada dalam jalur


persilangan

dunia, membuat Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar


untuk
mengembangkan laut. Laut akan memberikan manfaat yang
sangat vital bagi

pertumbuham dan perkembangan perekonomian Indonesia atau


perdaganagan

pada khususnya.

Dunia maritim Indonesia telah mengalami kemunduran yang


cukup

signifikan, kalau pada zaman dahulu mencapai kejayan baik


dalam bidang politik

maupun ekonomi, sekarang ini tidak tampak sedikit pun


kemajuan yang dapat

dilihat. Ironis memang, Indonesia yang mempunyai potensi laut


sangat besar di

dunia kurang begitu memperhatikan sektor ini. Padahal, laut


menjadi salah satu

faktor dalam mempertahankan eksestensi wilayah suatu negara


Bahkan barang

siapa yang menguasai laut, ia akan menguasai dunia, demikian


dalil yang

dikemukakan oleh Mahan, wajar saja kalau Mahan mengeluarkan


pernyataan

tersebut, dalam karyanya yang berjudul The Influence of Sea


Power Upon

History (1660-1783), yang terbit untuk pertama kalinya pada


tahun 1890 dan

telah mengalami cetakan ulang beberapa kali.


Alfred Thayer Mahan menggambarkan proses pertumbuhan
Inggris yang

pada abad ke-19 telah menjadi adidaya laut yang menguasai


dunia pada waktu itu. Angkatan lautnya disegani dunia,
sedangkan armada niaganya menjelajahi seluruh samudera,
bangsa yang menguasai daratan betapa pun besar dan kuatnya
angkatan daratnya, tidak akan mampu menguasai dunia. Di
daratan banyak rintangan berupa gunung, jurang dan
sebagainya, sedangkan laut merupakan lapangan yang luas,
bebas dan terbuka. Buku Mahan in ternyata berpengaruh sekali
terhadap kekuatan-kekuatan dunia pada waktu itu, Inggris
semakin meningkatkan kemampuan maritim.

Pada akhir abad XIX, Amerika serikat di bawah Theodore


Rosevolt, Jerman di bawah kaisar Wilhem II dan Jepang dibawah
pemerintahan Meiji mulai membangun kekuatan laut yang besar.
Studi Mahan telah membuktikan bahwa bukan jumlah penduduk
semata-mata yang membuat suatu bangsa berjaya, melainkan
jumlah pendududk yang berorientasikan ke laut dan yang
ditopang oleh pemerintah yang memperhatikan dunia Baharinya.

Harus di akui bahwa orientasi ke dunia bahari sudah dimulai


sejak kita menerima wawasan Nusantara sebagai dasar pemikiran
negara, namun dikalangan banyak pengambil keputusan,
wawasan ini masih berupa slogan. Wawasan nusantara setiap
jengkal wilayah sama penting, akan tetapi masih banyak pulau
belum disentuh, malahan belum ada namanya. Hanya jika sebuah
pulau disengketakan oleh negara lain, baru ada upaya untuk
memperhatikannya. Seperti kasus pulau Sipadan dan Ligitan juga
kepulauan Ambalat yang berbuntut padasengketa panas antara
Indonesia dengan Malaysia. Agar peristiwa tersebut tidak terulang
kembali, hendaknya pemerintah Indonesisa mengambil langkah-
langkah untuk segera mengamankan pualu-pulau terluar di
Indonesia agar tidak di caplok oleh negara tetangga. Mungkin
negara-negara tetangga seperti Malaysia
menganggap remeh kekuatan laut kita hingga ia begitu berani
keluar masuk

perairan Indonesia. Untuk itu sudah saatnya lah kita bangkit, mari
bersama-sama

membangun kembali dunia maritim Indonesia,menhargai laut dan


menjaga

eksistensi.

Sekarang laut bukan hanya sebagai sumber protein dan


tempat pelaut

mengadakan hubungan antar pulau. Pertambangan laut dan


pemanfaatanya

sebagai sumber energi makin banyak dikembangkan, begitu pula


usaha wisata

bahari. Dengan kata lain, kompleksitas dunia bahari makin


berekembang sehingga

perlu antisipasi untuk merencanakan masa depan bangsa negara.


Namun tidak

sesederhana itu ternyata bayang keinginan untuk mewujudkan


visi maritim

sebagai mainstream bagi negara Indonesia. Berbagai kendala


menjadi masalah

tersendiri bagi upaya ini. Masalah utama adalah masalah


paradigma. Paradigma

darat/agraris masih kuat melekat pada kebanyakan masyarakat


Indonesia,

termasuk pemerintahnya. Bangsa Indonesia masih mengidap


kerancuan identitas.
Di satu pihak mempunyai persepsi kewilayahan tanah air,
tetapi memposisikan diri secara kultural sebagai bangsa agraris
dengan puluhan juta petani miskin yang tidak sanggup kita
sejahterakan, sedangkan kegiatan industri modern sulit
berkompetisi dengan bangsa lain, antara lain karena budaya kerja
yang berkultur agrarian konservatif, disamping berbagai
inefisiensi birokrasi dan korupsi. Industri pun kita bangun tidak
berdasar pada keunggulan kompetitif

namun pada keunggulan komparatif, tanpa kedalaman struktur


dan tanpa masukan keilmuan dan teknologi yang kuat. Akibat
dari hal ini adalah pembangunan perekonomian maritim dan
pembangunan sumber daya manusia tidak pernah dijadikan arus
utama pembangunan nasional, yang didominasi oleh persepsi dan
kepentingan daratan semata. Dewan Kelautan Nasional memang
pernah dibuat tetapi dengan mandat terbatas dan menduduki
hirarki yang tidak signifikan dalam kelembagaan pemerintahan.
Jika masalah paradigma ini tidak selesai maka tidak akan ada visi
maritim yang sesungguhnya. Tidak adanya visi ini akan membuat
pembangunan di sektor bahari hanya sekadar formalitas belaka
memenuhi tuntutan sebagian kalangan. Ini bisa kita lihat pada
kasus Dewan Maritim Indonesia (DMI). Selama ini DMI hanya
berperan sebagai lembaga konsultatif yang memberikan masukan
pada Presiden. Sebagai eksesnya Inpres No. 5/2005 tentang
Program Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional tidak berjalan
dengan semestinya karena berbagai pihak yang mendapat
amanat tersebut belum mampu berkomunikasi secara maksimal.
Sementara, selama ini kegiatan sector kemaritiman melibatkan
banyak instansi seperti Departemen Perhubungan, Departemen
Perdagangan, Departemen Keuangan, Departemen Kelautan dan
Perikanan, serta aparat penegak hukum di laut.

Sebagai akibat dari belum adanya kejelasan visi maritim


tersebut adalah
masalah-masalah yang faktual di lapangan, seperti masalah
perbatasan dengan

beberapa negara tetangga, masalah infrastruktur kemaritiman


yang masih kurang

memadai seperti armada laut yang jauh dari memadai.


Bayangkan pertahanan laut serta teknologi kelautan. Agaknya,
memang bukan pekerjaan mudah

mengembalikan kejayaan yang pernah kita capai. Namun, yang


tidak mudah itu

bukan berarti tidak bisa. Kita bisa seperti para pendahulu kita jika
bisa dengan

tepat dan ada kemauan untuk mulai berkomitmen penuh


terhadap pembangunan

maritim yang sesungguhnya.

JAYA DI LAUT. SEJAHTERA DI DARAT.


TUGAS PRESENTASE
WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM

SEJARAH KEMARITIMAN INDONESIA


DISUSUN OLEH:

IDHAM HALIQ SYARIF (D33111253)

HARI AGUNG SEPRIANTO (D33111254)

FADEL MUHAMMAD JUFRA (D33111255)

GUSTY RAHAYU (D33111256)

SUTRISNO (D3111257)

WIDYA NOVIANTI (D33111274)

Anda mungkin juga menyukai