Anda di halaman 1dari 8

Kemaritiman Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesat di Dunia. Negari ini


memiliki benteng laut wilayah 70% dibandingkan dengan luas daratan yang hanya
30%. Sejatinya, bangsa indonesia adalah masyarakat bahari. Sebelum penjajahan
belanda, terkotak kotak ke dalam kerajan-kerajan kecil itu, di antara sekian banyak
kerajan kecil itu, terdapat kerajaan besar berbasis Maritim di tanah air yang mampu
untuk menyatukan yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Kejaan ini menurut berbagai
pakar sejarah cukup di segani di kawasan Asia Tenggara.
Sejarah mencatat bahwa kehidupan bahari bangsa Indonesia sudah lahir jauh
sebelumnya, hal ini dibuktikan dengan adanya temuan-temuan situs prasejarah
maupun sejarah. Bangsa Indonesia dengan karakteristik sosial budaya
kemaritiman, bukanlah merupak fenomena baru. Fakta sejarah menunjukan bahwa
fenomena kehidupan kemaritiman, pelayaran dan perikanan beserta kelembapan
formal dan informal yang menyertainya merupakan kontinuitas dari proses
perkebangan kemaritiman indonesia masa lalu.
Fakta sejarah kemaritiman di Indonesia, Indonesia merupakan negara
kepulauan, antara pulau satu dengan pulau yang lainnya dipisahkan oleh laut,
dalam hal ini laut bukan menjadi penghalang bagi tiap suku bangsa di Indonesia
untuk saling berhubungan dengan suku-suku di pulau lainnya. Indonesia sebagai
negara maritim terbesar di dunia, terbukti dengan pengakuan dunia yang tertuang
dalam UNCLOS (United Nation Convention on the Law of the Sea) yang
diratifikasi oleh negara-negara sedunia, serta melalui Deklarasi Juanda yang
mengatur hal-hal yang berkaitan kedaulatan Indonesia sebagai negara kepulauan.
Seperti diketahui bersama bahwa dari 3/5 dari wilayah negara kita merupakan
wilayah perairan dengan dikelilingi oleh kurang lebih 17.508 pulau yang kaya akan
sumber daya alam .
Kejayaan Kerajaan Maritim Nusantara, sejarah mencatat bangsa Indonesia
telah berlayar jauh dengan kapal bercadik. Dengan alat naigasi seadanya, mereka
telah mampu berlayar ke utara, lalu ke barat memotong lautan Hindia hingga
Madagaskar dan berlanjut ke timur hingga pulau Paskah. Dengan kian ramainya
arus pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong munculnya
kerajaan-kerajaan di Nusasntara yang bercorak maritim dan memiliki armada laut
yang besar.
Catatan Penting Dalam Sejarah Maritim Indonesia, pada masa lalu Indonesia
memiliki pengaruh yang sangat domain di wilayah Asia Teggara, terutama melalui
kekuatan maritim besar di bawah Kerajaan Sriwijaya dan kemudian Majapahit.
Wilayah laut Indonesia yang merupakan dua pertiga wilayah Nusantara

mengakibatkan sejak masa lampau Nusantara diwarnai dengan berbagai kehidupan


di laut.

Sejarah Maritim Indonesia: Kajian Singkat


Sejarah Maritim Indonesia
Subjek sejarah maritim secara menyeluruh meliputi memancing, perburuan paus, hukum
maritim internasional, sejarah angkatan laut, sejarah perkapalan, desain kapal, pembuatan kapal,
sejarah navigasi, sejarah berbagai ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan maritim
(oseanografi, kartografi, hidrografi, dan lain-lain), eksplorasi laut, perdagangan dan ekonomi
maritim, pelayaran, resor pinggir laut, sejarah mercusuar, sastra bertemakan maritim, seni
bertemakan maritim, sejarah sosial para pelaut dan para penumpang dan komunitas yang
berkaitan dengan laut.
Indonesia bukan pulau-pulau dikelilingi laut. Tetapi, laut yang ditaburi pulau-pulau A.B
lapian
Berpijak dari pernyataan A.B Lapian tersebut, Susanto Zuhdi memaparkan pemikirannya tentang
laut. Oleh sebab itu, penulis ingin mengajak pembaca untuk kembali mengonsepsikan Indonesia
melalui perspektif kemaritiman. Apa yang diwacanakan oleh pemerintahan Jokowi untuk
mengutamakan laut bukan hal baru jika dilihat dari perjalanan bangsa Indonesia.
Sebab, pandangan bahwa laut merupakan kehidupan, tempat banyak orang bergantung kiranya
sulit dipungkiri. Sejak zaman pra sejarah, manusia yang mendiami kepuluan Nusantara sudah
mampu berlayar hingga Barat Afrika. Secara geografis Nusantara yang menjadi cikal bakal
Republik Indonesia lebih tepat disebut negara kelautan.
Hal tersebut sudah dibuktikan oleh Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Dua emporium kekuatan
kerajaan Nusantara tersebut bisa menjadi besar karena bisa menguasai laut. Dengan menguasai
laut dan tentu dengan militer yang kuat, dua kerajaan tersebut berhasil mengontrol seluruh
perniagaan di seluruh Asia Tenggara.
Keadaan tersebut berlansung cukup lama, hingga datangnya pedagang Eropa pada abad 16.
Dunia kemaritiman Nusantara sejak saat itu dihadapkan pada dunia kapitalisme dan
imperialisme semakin membatasi gerak kehidupannya. Keberlanjutan jaringan pelayaran orang
Nusantara dengan dunia maritimnya kini goyah termasuk kerajaan yang ada di dalamnya, setelah
itu Nusantara masuk dalam fase kolonialisme.
Kolonialisme menyebabkan perubahan cara pandang manusia nusantara dalam kehidupan seharihari. Laut tak lagi menjadi prioritas, kalau pun melaut, laut sudah dikuasai pihak kolonial. Tak
cukup sampai di situ, Belanda juga menerapkan pemahaman konsep darat seperti yang ada di
Eropa. Sejak saat itu, semua kehidupan termasuk laut menghadap ke utara (Eropa). Contohnya
Selatan Jawa yang pada masa kerajaan Majapahit menjadi pelabuhan tersibuk, saat itu ditinggal
dan menjadi daerah miskin hingga saat ini. Proses meninggalkan laut berlangsung hingga
menjelang kemerdekaan.

Menjelang kemerdekaan, para Founding Fathers punya rasa ingin mengembalikan masa-masa
keemasan Sriwijaya dan Majapahit, salah satunya dengan kembali ke laut. Dalam sidang Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 31 Mei 1945, Muhammad
Yamin dengan tegas memperjuangkan perwujudan Tanah Air ke dalam wilayah negara
Indonesia. ia menegaskan bahwa pemahaman Tanah Air adalah konsep tunggal.
Dengan demikian, Tanah Air merupakan konsep yang satu. ..membicarakan daerah Negara
Indonesia dengan menumpahkan perhatian kepada pulau dan daratan sesungguhnya adalah
berlawanan dengan realitas. Tanah Air ialah terutama daerah lautan dan mempunyai pantai yang
panjang.
Yamin meyakini laut Indonesia namun kala itu mendapat hambatan dari dunia Internasional yang
menyebut laut merupakan zona bebas. Perjuangan Indonesia mengintegrasikan laut ke dalam
wilayahnya dimulai kembali oleh Perdana Menteri Djuanda pada 1957. Untuk menguasai
kembali lautan, pemerintah Soekarno memperkuat pasukan angkatan laut baik dari jumlah
prajurit hingga alat utama sistem persenjataan. Namun, pengembalian laut sebagai sumber
kehidupan gagal setelah pemerintahan berpindah tangan ke Soeharto yang berorientasi ke darat.
Buku yang terdiri dari 42 bagian ini kiranya penting untuk dibaca untuk semua agar tidak lagi
meninggalkan laut sebagai kehidupan. Sebagai penutup, berikut kutipan folklore Bugis yang
menggambarkan kekayaan laut. Ketika diajukan mas kawin untuk melamar gadis pujannya,
pemuda miskin menjawab, Pak, saya masih muda, karena itu belum sempat mengumpulkan
kekayaan. Tetapi, saya memiliki kolam ikan yang luas dengan jumlah ikan yang tak terhitung
banyaknya, yang tak pernah abis dipanen. Kolam itu adalah laut, pusaka dari nenek moyang
saya.
Kunjungi juga: Sejarah Maritim Dunia

Indonesia adalah Negara Kelautan


Negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari belasan ribu pulau bisa juga disebut sebagai
negara kepulauan atau Archipelagic State. Kata Archipelago sering diartikan sebagai
Kepulauan yang sebenarnya ada perbedaan pengertian secara fundamental antara kepulauan
dan archipelago. Kata kepulauan sendiri berarti kumpulan pulau-pulau, sedangkan istilah
Archipelago berasal dari bahasa latin, yaitu Archipelagus yang terdiri dari dua kata yaitu Archi
yang berarti laut dan pelagus yang berarti utama sehingga arti sesungguhnya adalah Laut Utama.
Sebagai negara bahari, Indonesia tidak hanya memiliki satu laut utama, namun tiga yang dimana
pada abad XIV dan XV merupakan zona komersial di Asia Tenggara yaitu Laut Banda, Laut
Jawa dan Laut Flores, dimana ketiganya merupakan zona perairan paling menjanjikan.
Sejak Zaman Awal Kerajaan di Indonesia, kehidupan kelautan di Indonesia sudah sangat
fundamental. Karena daerah Indonesia yang merupakan daerah kepulauan yang membutuhkan

lautan untuk mengakses daerah antar daerah. Armada laut yang dimiliki oleh Kerajaan seperti
Sriwijaya, Majapahit, hingga Demak pun tak bisa dipandang sebelah mata, sebagai kerajaan
maritim, mereka sangat berperan dalam perdagangan yang mencakup daerah Indonesia, bahkan
mancanegara dan sangat disegani yang tertera dalam catatan para pedagang dan utusan dari
China ataupun dari Arab.
Sejarah maritim memiliki korelasi yang relatif banyak dengan sejarah nusantara. Sebab wilayah
nusantara berkembang dari sektor kemaritiman. Mayoritas kerajaan di Nusantara yang bercorak
maritim menunjukkan bahwa kehidupan leluhur kita amat tergantung pada sektor bahari. Baik
dalam hal pelayaran antar pulau, pemanfaatan sumber daya alam laut, hingga perdagangan
melalui jalur laut dengan pedagang dari daerah lain maupun pedagang dari manca negara.

Peran Perairan Indonesia


Indonesia merupakan daerah yang sangat strategis, dimana Indonesia merupakan negara
kepulauan yang menghubungkan dua benua yaitu Asia dan Australia. Laut Banda, Jawa dan
Flores pada abad XIV dan XV merupakan zona komersial di Asia Tenggara. Kawasan Laut Jawa
sendiri terbentuk karena perdagangan rempah-rempah, kayu gaharu, beras, dan sebagainya antara
barat dan timur yang melibatkan Kalimantan Selatan, Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan Nusa
tenggara. Oleh Karena itu kawasan Laut Jawa terintegrasi oleh jaringan pelayaran dan
perdagangan sebelum datangnya bangsa Barat. Menurut Houben, Laut Jawa bukan hanya
sebagai laut utama bagi Indonesia, tetapi juga merupakan laut inti bagi Asia Tenggara. Peranan
kawasan Laut Jawa dan jaringan Laut Jawa masih bisa dilihat sampai saat ini. Jadi bisa dikatakan
bahwa Laut Jawa merupakan Mediterranean Sea bagi Indonesia, bahkan bagi Asia Tenggara.
Sebagai Laut Tengah-nya Indonesia dan bahkan Asia Tenggara, Laut Jawa menjadi jembatan
yang menghubungkan berbagai komunitas yang berada disekitarnya baik dalam kegiatan budaya,
politik, maupun ekonomi. Dengan demikian Laut Jawa tentu memiliki fungsi yang
mengintegrasikan berbagai elemen kehidupan masyarakat yang melingkunginya. Dalam konteks
itu bisa dipahami jika sejak awal abad masehi bangsa Indonesia sudah terlibat secara aktif dalam
pelayaran dan perdagangan internasional antara dunia Barat (Eropa) dengan dinia Timur (Cina)
yang melewati selat Malaka. Dalam hal ini bangsa Indonesia bukan menjadi objekaktivitas
perdagangan itu, tetapi telah mampu menjadi subjek yang menentukan. Suatu hal yang bukan
kebetulan jika berbagai daerah di Nusantara memproduksi berbagai komoditi dagang yang khas
agar bisa ambil bagian aktif dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan itu. Bahkan pada jaman
kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit Selat Malaka sebagai pintu gerbang pelayaran dan
perdagangan dunia dapat dikuasai oleh bangsa Indonesia.
Pada jaman kerajaan Islam, jalur perdagangan antar pulau di Indonesia (antara Sumatera-Jawa,
Jawa-Kalimantan, Jawa-Maluku, Jawa-Sulawesi, Sulawesi-Maluku, Sulawesi-Nusa Tenggara
dan sebagainya) menjadi bagian yang inheren dalam konteks perdagangan internasional. Bahkan
Indonesia sempat menjadi tujuan utama perdagangan internasional, bukan negeri Cina.Keadaan

ini lebih berkembang ketika orang Eropa mulai datang ke Indonesia untuk mencari rempahrempah. Indonesia mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi pedagang dari penjuru dunia.
Sebagai konsekuensi logis, jalur perdagangan dunia menuju Indonesia berubah (Route
tradisional melalui selat Malaka menjadi route alternatif karena ada route baru yaitu dengan
mengelilingi benua Afrika,kemudian menyeberangi Samudera Hindia, langsung menuju
Indonesia. Bangsa Spanyol juga berusaha mencapai Indonesia dengan menyeberangi Atlantik
dan Pasifik.
Dari sekian banyak route pelayaran dan perdagangan di perairan Nusantara, route pelayaran dan
perdagangan yang melintasi Laut Jawa merupakan route yang paling ramai. Ini mudah dipahami
karena Laut Jawa beradadi tengah kepulauan Indonesia. Laut Jawa hanya memiliki ombak yang
relatif kecil dibandingkan dengan laut lain yang ada di Indonesia dan sekitarnya, sebut saja Laut
Cina Selatan, Samudera Hindia, Samudera Pasifik, Laut Arafuru, Laut Banda, dan sebagainya.
Dengan demikian Laut Jawa sangat cocok untuk pelayaran dan perdagangan. Laut Jawa juga
memiliki kedudukan yang strategis dalam jalur lalu-lintas perdagangan dunia yang ramai
antaram Malaka Jawa -Maluku. Dalam konteks itu Laut Jawa berfungsi sebagai jembatan
penghubung pusat dagang di sepanjang pantai yang berkembang karena pelayaran dan
perdagangan melalui Laut Jawa. Kota perdagangan yang berkembang antara lain Banten,
Batavia, Cirebon, Semarang, Demak, Rembang, Tuban, Pasuruan, Gresik, Surabaya,
Probolinggo, Panarukan, Pamekasan, Buleleng, Lampung, Palembang, Banjarmasin, Pontianak,
Sampit, Sambas, Makasar, Sumba, Kupang, Larantuka, dan sebagainya.
Pelayaran dan perdagangan Laut Jawa juga mencakup kota di kawasan lain seperti Belawan Deli,
Tanjung Pinang (Riau), Malaka, Singapura, Ternate, Ambon, dan kawasan Indonesia Timur
lainnya. Singkat kata, dalam sejarah Indonesia, pelayaran dan perdagangan Laut Jawa mencakup
pelayaran dan perdagangan di seluruh Nusantara. Ini berarti Laut Jawa merupakan inti atau core
dari aktivitas pelayaran dan perdagangan di Nusantara. Jadi, berbicara tentang pelayaran dan
perdagangan di Nusantara, berarti bicara tentang peranan yang dimainkan oleh laut Jawa. Dalam
konteks ini Laut Jawa berperan sebagai jembatan dan katalisator jaringan pelayaran dan
perdagangan di seluruh Nusantara, jangkauannya mencakup pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan,
Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, bahkan kepulauan Maluku, Irian dan pulau kecil lainnya.

SEJARAH MARITIM INDONESIA


Sejarah maritim Indonesia adalah sejarah yang amat panjang yang telah dimulai sejak pergerakan
manusia Austronesia berpindah ke kawasan Asia Tenggara. Tradisi maritim kita mungkin sekali
lebih tua daripada tradisi maritime Yunani, Romawi, Mesir, Arab, India, bahkan Cina. Ini
disebabkan karena nenek moyang kita hidup dalam sebuah kawasan kepulauan yang akrab
dengan laut. Hasil-hasil studi mutakhir menunjukkan, bahwa pelaut-pelaut Indonesia telah
mencapai Madagaskar, bahkan Afrika Barat, serta Australia, jauh lebih dahulu daripada
penemuan benua Amerika oleh Columbus, maupun penemuan Australia oleh James Cook.
Nusantara mencatat 2 kerajaan maritim yang amat berpengaruh di jamannya, yaitu Kerajaan
Sriwijaya (berpusat di sekitar Palembang sekarang) di abad 5-9, kemudian Kerajaan Majapahit
(berpusat di Trowulan, Mojokerto sekarang) di abad 13-15. Kemudian Majapahit dijatuhkan oleh
Kerajaan Demak Islam yang kemudian berhadapan dengan kedatangan para pedagang Portugis,
kemudian pedagang VOC/Belanda.
Setelah datangnya VOC, secara bertahap infrastruktur maritim kerajaan-kerajaan di Nusantara
satu persatu dikuasai, terutama sejak Perjanjian Bongaya dengan Arupalaka yang memberikan
kewenangan laut pada VOC yang semua dikuasai oleh Kesultanan Hasanudin. Pola Bongaya ini
kemudian dipakai untuk kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, sehinggga lambat laun perdagangan
melalui laut dikuasai VOC. Dengan menguasai infrastruktur maritim ini, secara perlahan namun
pasti, Belanda juga memaksakan cara berpikir agraris-feodal pada kaum elite kerajaan-kerajaan
Nusantara sehinggga mereka semakin mudah dipecah-pecah, untuk kemudian dikuasai (politik
devide at impera). Sejak saat ini, cara pandang pulau-besar (daratan) yang agraris, inwardlooking, statis, hierakis, dan feudal. Cara pandang kepulauan yang dimanis, egaliter, demokratis,
dan outward-looking secara perlahan-lahan menjadi asing bagi masyarakat Nusantara. Mitos dan
takhayul semacam Nyai Roro Kidul yang hidup di Laut Selatan masih hidup sampai sekarang.
Dengan kepergian Belanda sejak kemerdekaan, infrastruktur maritim ini juga dibawa pergi,
termasuk sistem pemerintahan di laut yang dikuasai oleh Belanda. Akibatnya, Pemerintah
Soekarno terpaksa meminta bantuan Uni Sovyet (saat perang dingin) untuk menggantikan
armada laut Belanda. Namun demikian, hingga saat ini, kita masih gagal membangun
pemerintahan di laut yang efektif. Akibatnya, perairan Indonesia merupakan salah satu perairan
tak bertuan tempat berbagai kejahatan dilakukan : illegal fishing, mining, waste disposal, human
trafficking, oil smuggling, dsb. Juga jika terjadi kecelakaan di laut, kemampuan Search and
Rescue kita terbatas sekali. Pulau-pulau terluar Indonesia tidak mampu kita duduki secara efektif
sehingga mudah jatuh ke pemerintahan asing/tetangga.
Sementara itu, kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di lepas pantai Indonesia
dimulai sejak Orde Baru membuka kesempatan kerjasama dengan investor asing. Kegiatan migas

di lepas pantai sendiri telah dimulai di Teluk Meksiko sejak 1940-an dengan menggunakan
teknologi bangunan kayu sederhana di kedalaman kurang dari 40m. Hingga saat ini teknologi
anjungan lepas pantai teah berkembang pesat untuk menjangkau kawasan-kawasan terjauh
dengan kedalaman ratusan meter sehingga dibutuhkan jenis compliant offshore structures,
termasuk berbagai jenis semi-submersibles, tension-leg platforms, dsb.

Anda mungkin juga menyukai