Menjelang kemerdekaan, para Founding Fathers punya rasa ingin mengembalikan masa-masa
keemasan Sriwijaya dan Majapahit, salah satunya dengan kembali ke laut. Dalam sidang Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 31 Mei 1945, Muhammad
Yamin dengan tegas memperjuangkan perwujudan Tanah Air ke dalam wilayah negara
Indonesia. ia menegaskan bahwa pemahaman Tanah Air adalah konsep tunggal.
Dengan demikian, Tanah Air merupakan konsep yang satu. ..membicarakan daerah Negara
Indonesia dengan menumpahkan perhatian kepada pulau dan daratan sesungguhnya adalah
berlawanan dengan realitas. Tanah Air ialah terutama daerah lautan dan mempunyai pantai yang
panjang.
Yamin meyakini laut Indonesia namun kala itu mendapat hambatan dari dunia Internasional yang
menyebut laut merupakan zona bebas. Perjuangan Indonesia mengintegrasikan laut ke dalam
wilayahnya dimulai kembali oleh Perdana Menteri Djuanda pada 1957. Untuk menguasai
kembali lautan, pemerintah Soekarno memperkuat pasukan angkatan laut baik dari jumlah
prajurit hingga alat utama sistem persenjataan. Namun, pengembalian laut sebagai sumber
kehidupan gagal setelah pemerintahan berpindah tangan ke Soeharto yang berorientasi ke darat.
Buku yang terdiri dari 42 bagian ini kiranya penting untuk dibaca untuk semua agar tidak lagi
meninggalkan laut sebagai kehidupan. Sebagai penutup, berikut kutipan folklore Bugis yang
menggambarkan kekayaan laut. Ketika diajukan mas kawin untuk melamar gadis pujannya,
pemuda miskin menjawab, Pak, saya masih muda, karena itu belum sempat mengumpulkan
kekayaan. Tetapi, saya memiliki kolam ikan yang luas dengan jumlah ikan yang tak terhitung
banyaknya, yang tak pernah abis dipanen. Kolam itu adalah laut, pusaka dari nenek moyang
saya.
Kunjungi juga: Sejarah Maritim Dunia
lautan untuk mengakses daerah antar daerah. Armada laut yang dimiliki oleh Kerajaan seperti
Sriwijaya, Majapahit, hingga Demak pun tak bisa dipandang sebelah mata, sebagai kerajaan
maritim, mereka sangat berperan dalam perdagangan yang mencakup daerah Indonesia, bahkan
mancanegara dan sangat disegani yang tertera dalam catatan para pedagang dan utusan dari
China ataupun dari Arab.
Sejarah maritim memiliki korelasi yang relatif banyak dengan sejarah nusantara. Sebab wilayah
nusantara berkembang dari sektor kemaritiman. Mayoritas kerajaan di Nusantara yang bercorak
maritim menunjukkan bahwa kehidupan leluhur kita amat tergantung pada sektor bahari. Baik
dalam hal pelayaran antar pulau, pemanfaatan sumber daya alam laut, hingga perdagangan
melalui jalur laut dengan pedagang dari daerah lain maupun pedagang dari manca negara.
ini lebih berkembang ketika orang Eropa mulai datang ke Indonesia untuk mencari rempahrempah. Indonesia mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi pedagang dari penjuru dunia.
Sebagai konsekuensi logis, jalur perdagangan dunia menuju Indonesia berubah (Route
tradisional melalui selat Malaka menjadi route alternatif karena ada route baru yaitu dengan
mengelilingi benua Afrika,kemudian menyeberangi Samudera Hindia, langsung menuju
Indonesia. Bangsa Spanyol juga berusaha mencapai Indonesia dengan menyeberangi Atlantik
dan Pasifik.
Dari sekian banyak route pelayaran dan perdagangan di perairan Nusantara, route pelayaran dan
perdagangan yang melintasi Laut Jawa merupakan route yang paling ramai. Ini mudah dipahami
karena Laut Jawa beradadi tengah kepulauan Indonesia. Laut Jawa hanya memiliki ombak yang
relatif kecil dibandingkan dengan laut lain yang ada di Indonesia dan sekitarnya, sebut saja Laut
Cina Selatan, Samudera Hindia, Samudera Pasifik, Laut Arafuru, Laut Banda, dan sebagainya.
Dengan demikian Laut Jawa sangat cocok untuk pelayaran dan perdagangan. Laut Jawa juga
memiliki kedudukan yang strategis dalam jalur lalu-lintas perdagangan dunia yang ramai
antaram Malaka Jawa -Maluku. Dalam konteks itu Laut Jawa berfungsi sebagai jembatan
penghubung pusat dagang di sepanjang pantai yang berkembang karena pelayaran dan
perdagangan melalui Laut Jawa. Kota perdagangan yang berkembang antara lain Banten,
Batavia, Cirebon, Semarang, Demak, Rembang, Tuban, Pasuruan, Gresik, Surabaya,
Probolinggo, Panarukan, Pamekasan, Buleleng, Lampung, Palembang, Banjarmasin, Pontianak,
Sampit, Sambas, Makasar, Sumba, Kupang, Larantuka, dan sebagainya.
Pelayaran dan perdagangan Laut Jawa juga mencakup kota di kawasan lain seperti Belawan Deli,
Tanjung Pinang (Riau), Malaka, Singapura, Ternate, Ambon, dan kawasan Indonesia Timur
lainnya. Singkat kata, dalam sejarah Indonesia, pelayaran dan perdagangan Laut Jawa mencakup
pelayaran dan perdagangan di seluruh Nusantara. Ini berarti Laut Jawa merupakan inti atau core
dari aktivitas pelayaran dan perdagangan di Nusantara. Jadi, berbicara tentang pelayaran dan
perdagangan di Nusantara, berarti bicara tentang peranan yang dimainkan oleh laut Jawa. Dalam
konteks ini Laut Jawa berperan sebagai jembatan dan katalisator jaringan pelayaran dan
perdagangan di seluruh Nusantara, jangkauannya mencakup pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan,
Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, bahkan kepulauan Maluku, Irian dan pulau kecil lainnya.
di lepas pantai sendiri telah dimulai di Teluk Meksiko sejak 1940-an dengan menggunakan
teknologi bangunan kayu sederhana di kedalaman kurang dari 40m. Hingga saat ini teknologi
anjungan lepas pantai teah berkembang pesat untuk menjangkau kawasan-kawasan terjauh
dengan kedalaman ratusan meter sehingga dibutuhkan jenis compliant offshore structures,
termasuk berbagai jenis semi-submersibles, tension-leg platforms, dsb.