Memang diperlukan pengerahan kemauan dan kemampuan yang luar bisa untuk
bisa menyatukan keluasan teritorial dan keb- hinekaan sosio-kultural Indonesia ke
dalam kesatuan entitas ne- gara-bangsa. Sebuah negeri untaian zamrud
khatulistiwa, yang mengikat lebih dari lima ratus suku bangsa dan bahasa,241
ragam agama dan budaya di sepanjang rangkaian tanah air yang mem- bentang
dari 608 LU hingga 1115 LS, dan dari 9445 BT hingga 14105 BT.
Di sebelah barat, Dataran Sunda membentuk dataran tunggal yang meliputi Pulau
Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan ribuan pulau kecil yang berinduk pada dataran
Asia Tenggara. Sebagian besar daratan ini memiliki kesamaan kekayaan hayati
dan hewani dengan induknya. Di sebelah timur Daratan Sunda, kesatuan daratan
itu se- perti terpisah oleh palung laut yang dalam, yang membujur antara
Kalimantan dan Sulawesi di Utara, serta antara Bali dan Lombok di Selatan.
Palung pemisah ini kemudian dikenal sebagai Garis Hux- ley atau Garis Wallace.
Di sebelah timur garis ini, terbentanglah wilayah Wallacea yang meliputi
Sulawesi, Filipina, Timor, Flores, Sumba, Sumbawa, Lombok, Maluku, dan
pulau-pulau kecil yang banyak jumlahnya, berjajar ke arah timur menuju batas
lingkaran Samudera Pasifik. Tidak seperti dataran induknya, Wallacea bukan
merupakan satu daratan tunggal, meskipun tinggi permukaan laut menurun pada
titik terendah pada awal zaman es. Keterisolasian dari dataran induk membuat
flora dan fauna di wilayah ini berbeda dengan yang ada di Dataran Sunda.
Beberapa pulau di belahan Timur ini malah terinfiltrasi oleh bentuk-bentuk
kehidupan yang berasal dari arah lain, yaitu Dataran Sahul Australia, seperti
marsupial binatang berkantung dan tumbuhan eukaliptus (Dick-Read, 2008 18).
Ketika masih merupakan satu kesatuan dengan daratan Asia Tenggara, merupakan
habitat dari salah satu jenis manusia tertua di muka bumi, yakni Homo Erectus
atau Pithecan- thropus Erectus,245 dengan ciri fisik yang berbeda dengan manusia
sekarang. Mereka mulai hidup sejak sekitar 500. 000 tahun yang lalu dalam
kelompok-kelompok kecil dari berburu dan meramu. Fosil-fosil Homo Erectus
Manusia Jawa tertua ini ditemukan di daerah lembah sungai Bengawan Solo.
Dalam ratusan tahun ke- mudian, manusia jenis ini berevolusi dengan
menampakkan ciri- ciri fisik yang agak berbeda, meski masih banyak
persamaannya dengan Pithecanthropus Erectus. Fosilnya ditemukan di dekat desa
Ngandong, lembah Bengawan Solo, yang oleh ahli antropologi disebut Homo
Soloensis. Beberapa puluh ribu tahun kemudian, manusia jenis Homo Soloensis
ini berevolusi menjadi lebih mirip dengan manusia sekarang dan mengembangkan
artefak budaya yang lebih canggih. Sisa-sisa fosil manusia jenis ini ditemukan di
kecamatan Wajak, yang kemudian dikenal dengan Homo Waja-kensis. Jenis
manusia turunan Homo Erectus ini bertahan hingga sekitar 50. 000 tahun yang
lalu (Koentjaraningrat, 1971).
Sementara itu, para ahli antropologi sepakat bahwa jenis ma- nusia sekarang
Homo Sapiens bermula dari Afrika Timur, yang mulai hidup sejak sekitar 160.
Dalam perkembang- annya, mereka juga mengundang kaum Brahman dan ahli
agama India guna membantu mendirikan keraton dan memperkenalkan upacara
kerajaan India. Arus masuk Indianisasi ini dimungkinkan oleh hubungan per-
dagangan antara Nusantara dan India yang difasilitasi oleh jalur pelayaran melalui
Samudera India yang dipelopori oleh para pelaut Nusantara, yang sejak awal
Masehi telah aktif mengarungi Samudera Pasifik dan Samudera India. Dengan
mengarungi Samudera India, para pelaut Nusantara ini menjelajah jauh hingga
mencapai Pantai Timur Afrika dan Madagaskar. Dalam arus balik menuju Nu-
santara, masuklah unsur-unsur peradaban baru, tetutama agama Hindu-Buddha
serta budaya tulis. Dengan kemampuan menulis, zaman prasejarah Nusantara
berakhir digantikan oleh zaman sejarah. 3GC Zaman sejarah ini ditandai oleh
kehadiran prasasti-prasasti berhuruf Pallawa dan Pranagari yang muncul
bersamaan deng- an kehadirian kerajaan-kerajaan asli Nusantara, sekitar abad ke-
5 Masehi. Kerajaan-kerajaan ini mengadopsi konsep-konsep Hindu dengan cara
mengundang ahli-ahli golongan Brahmana dari In- dia Selatan penganut Wisnu
dan Brahma, meski pengaruh agama Hindu pada tahap ini masih terbatas di
lingkungan elite kerajaan. Representasi dari kerajaan-kerajaan awal ini adalah
Mulawarman di Kutai Kalimantan Timur, dan Tarumanegara Bogor-Jakarta. Pada
perkembangan berikutnya, muncullah kerajaan-kerajaan lain bercorak Buddha-
Hindu di Nusantara yang bertahan paling tidak hingga abad ke-15 M. Kerajaan-
kerajaan tersebut antara lain meli- puti Kerajaan Sriwijaya dan kerajaan-kerajaan
di Jawa Tengah dari abad ke-8 sampai ke-12 Kerajaan SyailendraKalingga,
Mataram- Kuno serta di Jawa Timur dari abad ke-12 sampai ke-15 M Kera- jaan
Kediri, Singhasari dan Majapahit. Monumen terpenting dari negara Hindu-
Buddha ini adalah Ke- rajaan Buddha Sriwijaya dan Kerajaan Hindu Majapahit.
Di bawah kedua imperium ini, bentangan luas dari kepulauan Nusantara ter-utama
wilayah di sekitar perairan pernah diintegrasikan ke dalam suatu kesatuan wilayah
negara. Sriwijaya menguasai sebagaian besar Jawa, Sumatera, hampir seluruh
semenanjung Malaka dan sekitarnya. Sejak abad ketujuh, kerajaan Sriwijaya telah
menjadi ke- kuatan dagang dan budaya yang mengagumkan. Walaupun baha- sa
Sanskerta digunakan di kerajaan ini, namun bahasa yang umum dipakai di
kerajaan yang luas itu adalah bahasa Melayu. Salah satu warisan Sriwijaya yang
dinilai paling penting adalah konsolidasi suatu zona berjangkauan besar yang
penduduknya berbahasa Melayu di kedua sisi Selat Malaka. Selepas Sriwijaya,
giliran Kera- jaan Majapahit yang menguasai sebagian besar wilayah pantai
Nusantara, bahkan meluas ke arah Barat hingga bagian tertentu di Vietnam
Selatan dan ke arah Timur sampai di bagian Barat Papua Mulyana, 2008.
Sementara itu, kemunculan Islam di Jazirah Arabia sejak abad ke-7 M juga secara
perlahan merembes ke Nusantara bersama partisipasi pedagang-pedagang Muslim
dalam pelayaran samude- ra. Semula diperkenalkan oleh para pedagang Arab-
khususnya di jalur perdagangan di Samudera Hindia arus Islam ke Nusantara pada
gilirannya juga melibatkan peran serta para pedagang dari India terutama dari
Gujarat, Persia, dan China. Dengan demikian, selain membawa Islam, kelompok-
kelompok dagang ini juga mem- bawa pengaruh kebudayaan asalnya masing-
masing. Bersamaan dengan stimulus Islam, arus China menancapkan pengaruh
yang kuat di Nusantara. Di daerah-daerah pesisir yang belum terpengaruh secara
men- dalam oleh kebudayaan Hindu, Islam menancapkan pengaruh yang lebih
kuat, seperti terjadi di Aceh, Sumatera Timur dan Barat, Banten, Pantai Utara
Jawa, dan Sulawesi Selatan. Sedang di dae- rah-daerah yang telah terpengaruh
Hindu secara kuat, seperti di Jawa Tengah dan Timur, Islam mengalami proses
sinkretik dengan elemen-elemen Hindu-Buddha dan agama kepercayaan asli. Pe-
lembagaan Islam secara politik ditandai oleh kemunculan kerajaan- kerajaan Islam
awal, seperti Kerajaan Samudera Pasai di wilayah Aceh sejak abad ke-13 dan
Kerajaan Demak di Jawa sejak abad ke-15, disusul oleh kerajaan-kerajaan Islam
lainnya seperti Giri, Pa- jang, Mataram Islam, Banten, dan Cirebon di Jawa,
Kerajaan Islam Aceh, Kerajaan Goa di Sulawesi Selatan, Kerajaan Islam di
Maluku Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo, dan lain-lain. Pelembagaan politik
Islam di Nusantara mencapai puncaknya pada abad ke-17. Pada abad ini, seperti
dicatat oleh Sydney Jones 1984, pengertian umat bagi Muslim yang saleh di
Nusantara merupakan kode solidaritas komunitas Islam yang tidak hanya sebatas
wilayah kepulauan melainkan juga dengan suluruh dunia Islam. Hal ini
dimungkinkan oleh jalur perdagangan serta penggunaan bahasa Arab sebagai
lingua franca di sepanjang Samudera Hindia-yang mampu mengintegrasikan
negara-negara pesisir di pulau-pulau utama seperti Jawa, Sumatera, dan Sulawesi
ke dalam suatu pertautan kekuatan Islam di Nusantara dan lebih jauh lagi ke
dalam keseluruhan Dunia Islam. Pada abad ini juga, kerajaan- kerajaan Islam
utama di Nusantara telah mengembangkan lemba- ga-lembaga reguler termasuk
hakim Islam qadi untuk penerapan hukum Islam (Reid, 1993) 182-184 van
Bruinessen, 1995 168-172. Karena Islam pada umumnya tersebar di Kepulauan
Nusantara secara damai, melalui perdagangan dan konversi secara sukarela dari
penguasa-penguasa lokal, inkorporasi Islam ke dalam struktur politik yang ada
dan integrasi komunitas politik lokal ke dalam sistem religio-politik umat pada
umumnya berjalan lancar. Ketika pelembagaan politik Islam di Nusantara sedang
menga- lami gelombang pasang, pengaruh kekuasaan Islam di Eropa, khu- susnya
di semenanjung Iberia mengalami masa surut. Belajar dari warisan peradaban
Islam, Portugis dan Spanyol muncul sebagai kekuatan inovator baru yang
memelopori penemuan dunia baru melalui pelayaran Samudera, disusul oleh
Belanda dan kemudian bangsa-bangsa Eropa lainnya. Berusaha melepaskan diri
dari kon- trol pedagang-pedagang Arab dalam perdangan rempah-rempah di
Eropa, Portugis dan Spanyol berlomba mencari jalur pelayaran sendiri ke pusat
rempah-rempah di Timur Nusantara. Penemuan jalur ke Timur melalui Tanjung
Harapan oleh ekspedisi Portugis pada 1488 dan penemuan Benua Amerika oleh
Columbus yang disponsori Spanyol pada 1492, menandai awal proto-globalisasi
perdagangan, yang dalam perkembangan lebih lanjut melahirkan imperialisme dan
kolonialisme bangsa-bangsa Eropa atas bangsa- bangsa lain, terutama di Asia,
Afrika, dan Amerika Latin. Pada 1511, armada portugis mendarat di Malaka
lantas me- ngembangkan pengaruhnya di bagian Timur kepulauan Nusantara.
Tidak lama kemudian, ekspedisi Belanda sebagai kekuatan maritim lain di Eropa
mulai tiba di Banten pada 22 Juni 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman,
yang kemudian disusul oleh arma- da-armada dagang Belanda lainnya. Sementara
kekuatan-kekuatan dagang dari Eropa mulai menancapkan pengaruhnya, kerajaan-
ke- rajaan Nusantara sendiri saling bermusuhan, yang memudahkan penetrasi
kekuatan-kekuatan asing yang membuka jalan bagi ko- lonialisme dan
imperialisme. KG-33 Dalam menghadapi persaingan sesama armada dagang
Belanda sendiri maupun dengan armada dagang bangsa-bangsa lain, pada 1602
armada-armada Belanda dipersatukan ke dalam suatu kong- si dagang bersama
yang kemudian diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie VOC. VOC
tampil sebagai perusahaan multinasional pertama di muka bumi yang secara
hegemonik menja- lankan fungsi kekuasaan negara selama hampir 200 tahun
lamanya 1602-1800. Pada 31 Desember 1799, karena mismanajemen yang
menuju kebangkrutan, VOC secara resmi diambil alih-beserta segenap aset,
properti, dan utangnya sebesar 140 juta gulden- oleh Republik Bataaf di bawah
jurisdiksi pemerintahan pusat di negeri Belanda Adam, 1985 4 Nieuwenhuys 1999
1-5. Dengan keruntuhan VOC, hegemoni atas Hindia Belanda diserahkan dari
perusahaan-swasta-kolonial kepada imperium negara-kolonial. Negara kolonial
Belanda mulai menancapkan pengaruhnya sete- lah kekuasaan sementara Inggris
selama perang Napoleon 1811- 1816.