Anda di halaman 1dari 9

PROTEKSI HUKUM TERHADAP JUAL BELI DALAM

KEGIATAN PERDAGANGAN ELEKTRONIK

ABSTRAK

Kegiatan perdagangan di masyarakat telah berkembang sangat pesat. Salah


satunya dipengaruhi dengan berkembangnya teknologi yang berbasis internet, yang
dikenal dengan nama Perdagangan Elektronik. Perdagangan Elektronik merupakan
bentuk perdagangan yang mempunyai karakteristik yaitu perdagangan yang dapat
melintasi batas negara, tidak bertemunya penjual dan pembeli, media yang dipergunakan
intermet. Kondisi tersebut di satu sisi sangat menguntungkan konsumen, karena
mempunyai banyak pilihan untuk mendapatkan barang dan jasa tetapi di sisi lain
pelanggaran akan hak-hak konsumen sangat riskan terjadi karena karakteristik
Perdagangan Elektronik yang khas. Maka dari itu sangat diperlu kan perlindungan
hukum terhadap konsumen dalam transaksi Perdagangan Elektronik. Perlindungan
hukum tertadap konsumen diatur dengan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini diharapkan dapat menjamin kepastian
hukum terhadap konsumen dalam bertransaksi Perdagangan Elektronik. Perdagangan itu
sendiri adalah salah satu bentuk dari perikatan yang mana ada yang harus dipenuhi.
Kata kunci: Perdagangan Elektronik, Perjanjian, Perlindungan

ABSTRACT

Trading activities in the community have grown very rapidly. One of them is
the development of internet-based technology, known as Electronic Trading. Electronic
commerce is aform of trade that has characteristics, namely trade that can cross
national borders, not meeting buyers and sellers, the medium used is the internet. On the
one hand, this condition is very beneficialfor consumers, because they have many
choices to obtain goods and services, but on the other hand, violations of consumer
rights are very risky because of the unique characteristics of Electronic Trading.
Therefore, it is very necessary for legal protection of consumers in Electronic Trading
transactions. Legal protection against consumers is regulated by Law No. 8 of 1999
concerning Consumer Protection. This law is expected to guarantee legal certainty for
consumers in Electronic Trading transactions. Trade itself is a form of engagement
which must be fulfilled.
Keywords: Electronic Commerce, Protection, Agreement

PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi telah membawa perubahan dan pergeseran yang cepat
dalam suatu kehidupan tanpa batas. Pemanfaatan teknologi tersebut telah mendorong
pertumbuhan bisnis yang pesat, karena berbagai informasi dapat disajikan melalui
hubungan jarak jauh dan mereka yang ingin mengadakan transaksi tidak harus bertatap
muka, akan tetapi cukup melalui peralatan komputer dan telekomunikasi. Teknologi
informasi dan komunikasi saat ini sedang mengarah kepada konvergensi yang
memudahkan kegiatan manusia sebagai pencipta, pengembang, dan pengguna teknologi
itu sendiri. Salah satunya dapat dilihat dari perkembangan media internet yang sangat
pesat. Internet sebagai suatu media informasi dan komunikasi elektronik telah banyak
dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, antara lain untuk menjelajah (browsing, surfing),
mencari data dan berita, saling mengirim pesan melalui email, dan perdagangan.
Kegiatan perdagangan dengan memanfaatkan media internet ini dikenal dengan istilah
electronic commerce atau disingkat Perdagangan Elektronik.1
Secara singkat Perdagangan Elektronik dapat dipahami sebagai jenis transaksi
perdagangan baik barang maupun jasa melalui media elektronik. Dalam usaha bidang
operasionalnya Perdagangan Elektronik ini dapat berbentuk B to B (Business to
Business/Bisnis untuk Bisnis) atau B to C (Business to Consumers/Bisnis untuk
Konsumen). Khusus untuk B to C pada umumnya posisi konsumen tidak sekuat
perusahaan sehingga dapat menimbulkan beberapa persoalan. Oleh sebab itu para
konsumen harus berhati-hati dalam melakukan transaksi melalui internet. Persoalan
tersebut antara lain menyangkut masalah mekanisme pembayaran dan jaminan keamanan
dalam bertransaksi.2
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 Nomor 10 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, disebutkan bahwa transaksi
elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer,
jaringan komputer atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik
merupakan salah satu perwujudan ketentuan di atas. Pada transaksi jual beli secara
elektronik ini, para pihak yang terkait didalamnya, melakukan hubungan hukum yang
dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara
elektronik dan sesuai ketentuan Pasal 1 nomor 18 Undang-Undang Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE), disebut sebagai kontrak elektronik yakni perjanjian yang
dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya. Pemanfaatan media
Perdagangan Elektronik dalam dunia perdagangan sangat membawa dampak pada
masyarakat internasional pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya.

1 Shabur Miftah Maulana, Heru Susilo, and Riyadi, “Implementasi Perdagangan Elektronik Sebagai
Media Penjualan Online,” Jurnal Administrasi Bisnis 29, no. 1 (2015): 1-9.
2 Bagus Anindiyo Mantri, “Perlindungan Hukum Konsumen Dalam E-Commerse,” Jurnal Law Reform 3,
no. 1 (2007).
Pentingnya permasalahan hukum di bidang Perdagangan Elektronik adalah terutama
dalam memberikan perlindungan terhadap para pihak yang melakukan transaksi melalui
internet. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka Indonesia pada tahun 2008 lalu
mengeluarkan peraturan khusus yang mengatur transaksi melalui internet yaitu Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang untuk
selanjutnya disingkat UU ITE. Dari uraian di atas, penulis tertarik merumuskan
permasalahan tentang, “Bagaimanakah Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam
Transaksi Perdagangan Elektronik di Indonesia?”.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, yang memiliki arti
yakni mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari berbagai peraturan perundang-
undangan dan menggunakan beberapa literature tertulis. Penelitian studi dokumen meniti
beratkan pada lebih banyak dilakukan terhadap analisis dan beberapa literatur bahan-
bahan dari data tersebut yang bersifat sekunder yaitu sifat mutlak yang harus dipenuhi
dan yang ada tertulis dalam studi dokumen.

Bahan hukum dalam analisis ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan
data sekunder. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai aturan kuat
dengan memaksa setiap manusia atau masyarakat, yang terdiri dari aturan undang-
undang, yaitu :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

c. Undang-Undang 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

d. PP No. 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

e. Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.

Bahan Hukum Sekunder yaitu data hukum yang memiliki ikatan dengan data hukum
primer yang dapat bantu analisis pemahaman-pemahaman dan menjelaskan data hukum
primer, Antara lain buku hukum hasil analisis sebelumnya, hasil media masa dan
elektronik. Teknik Pengumpulan bahan hukum dari analisis ini adalah dengan mengkaji
teknik studi buku-buku hukum yaitu dengan melakukan cara mengkaji bahan-bahan
hukum yang terdapat dalam buku hukum, undang-undang, dan media cetak. Dari data
hukum yang dikumpulkan, baik data hukum primer, data hukum sekunder, lalu diracik
sedemikian rupa, dianalisa dengan menggunakan interpretasi dan argumentasi hukum
secara sistematis serta dituangkan secara deskriptif.3

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Perlindungan Hukum Terhadap Transaksi Dalam Perdagangan Elektronik
Secara singkat Perdagangan Elektronik dapat dipahami sebagai jenis transaksi
perdagangan baik barang maupun jasa lewat media elektronik. Transaksi jual beli dalam
arti sebenarnya adalah kegiatan menukar barang yang mempunyai daya tarik,
penukarannya bukan silver dan bukan pula perunggu, bendanya dapat di tawar dan ada
seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik benda itu ada dihadapan
pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui wujud dan bentuknya atau sudah
diketahui terlebih dahulu. Proses jual beli barang adalah segala kegiatan umum yang
dilakukan oleh seorang disebut dengan penjual dengan seorang yang lain disebut dengan
pembeli, dengan menggunakan metode umum tertentu yang menyatakan kepemilikan
untuk selamanya dan didasari atas saling merelakan.

Proses atau transaksi online yang terjadi melalui dunia maya berbeda dengan
transaksi seperti dipasar biasa pada umumnya. Dalam hal ini pedagang dan pembeli
dapat berbicara secara langsung atau berinteraksi secara langsung. Transaksi lewat dunia
maya terjadi dimana pedagang dan pembeli tidak bisa bertemu langsung hanya dengan
menggunakan digital signature atau instrumen-instrumen elektronik lain sebagai alat
dalam transaksi perdagangan. Transaksi dalam dunia maya terjadi ketika ada dua orang
yang mana salah satu orang berjanji kepada orang yang lain untuk melakukan sesuatu.
Agar tidak terjadi kesalahpahaman antar kedua belah pihak untuk melakukan suatu jual
beli di dalam dunia maya.
Pengaturan hukum berupa peraturan perundang-undangan tentang Perdagangan
Elektronik pada dasarnya harus mencakup perangkat hukum yang berkaitan, sehingga
menjadi satu sistem di dalam sistem hukum nasional. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
perluasan makna dari KUH perdata, Undang-Undang hak cipta, Undang-Undang
perlindungan konsumen, Undang-undang Informasi Teknologi Elektronik dan Undang-

3 Mantri, “Perlindungan Hukum Konsumen Dalam E-Commerse.”


Undang merek terkait dengan hal tersebut. Masalah-masalah legal di internet yang belum
terjangkau oleh hukum secara jelas antara lain, kontrak online, Privasi, Perdagangan
Elektronik, pembayaran elektronis. Dalam hal kontrak dilakukan di cyberspace,
peraturan tidak memiliki perbedaan. Namun, bagaimanapun terdapat keadaan di
cyberspace yang sama sekali baru dan tidak ada suatu ketentuan pun yang berlaku
sehingga menyebabkan ketidakpastian dan resiko bisnis sangat tinggi.4

Pengaturan Transaksi Perdagangan Elektronik dalam Undang-Undang No 11 Tahun


2008 (selanjutnya disebut UU ITE) termasuk gerbang harmonisasi hukum konvensional
dan hukum pada era digital, dengan diakuinya e-document sekaligus sebagai perluasan
hukum acara yang berlaku di Indonesia (Pasal 5 UU ITE). Akan tetapi diakui bahwa UU
ITE masih memerlukan PP turunan sebagai petunjuk pelaksanaan dalam penerjemahan
implementasi transaksi elektronik itu sendiri. Pengaturan transaksi Perdagangan
Elektronik dalam UU ITE dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Diperlukannya keberadaan suatu Lembaga Sertifikasi Keandalan untuk melakukan

sertifikasi terhadap pihak yang akan melakukan Transaksi Elektronik (Pasal 10);

2. Pengaturan pelaksanaan Transaksi Elektronik (Pasal 17 Ayat (3));

3. Pengaturan mengenai Kontrak Elektronik terhadap Transaksi Elektronik (Pasal 18


Ayat (1));

4. Penyelesaian Sengketa atas Transaksi Elektronik (Pasal 18 Ayat (3));

5. Sistem Elektronik sebagai sistem pelaksanaan Transaksi Elektronik (Pasal 19);

6. Pengaturan mengenai Agen Elektronik sebagai perantara dalam melakukan Transaksi


Elektronik (Pasal 21 dan 22);

B. Perdagangan Elektronik dalam Perspektif Hukum Kontrak

Praktik Perdagangan Elektronik berkembang begitu cepat memecahkan tradisi-


tradisi perdagangan konvensional yang dirasakan terlalu lamban dan kurang efektif dan
efisien. Perkembangan ini merupakan konsekuensi positif dari perkembangan teknologi
informasi yang secara cepat mengembangkan dirinya. Namun cepatnya laju

4 Dimas Febrian Syahputra and Rivan Kurniawan, “Perlindungan Hukum Transaksi Perdagangan
Elektronik,” Jurnal Mahasiswa (2015).
perkembangan teknologi informasi ini tidak disertai dengan adanya pembangunan
landasan hukum yang semestinya menjadi dasar untuk mencapai kepastian hukum.
Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa absennya legislasi khusus itu membuka-
peluang pada pelaku bisnis untuk serta merta melanggar etika dan prinsip-prinsip kontrak
yang sudah ada.
Transparansi serta kejelasan ketentuan dan syarat-syarat, sangat diharuskan.
Karena posisi dan lokasi para kontraktan sangat mungkin untuk berjauhan, maka
sesungguhnya yang menjadi kunci kesuksesan dalam perdagangan elektronik ini adalah
i'tikad baik dan kepercayaan. Dalam praktik, proses kontrak memang sulit untuk
diprediksi jangka waktu dan lamanya proses keberlangsungan kontrak. Hal ini sangat
bergantung kepada masing-masing kontrak, khususnya dalam kesiapannya untuk selalu
mengakses internet dan menghubungi para mitra dagangnya.

C. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Yang Mengalami Kerugian Akibat Jual-


Beli Perdagangan Elektronik
Dari beberapa pengertian yang ditawarkan dan digunakan oleh berbagai
kalangan masyarakat, terdapat kesamaan dari masing - masing pengertian tersebut.
Kesamaan tersebut memperlihatkan bahwa jual beli online mempunyai sifat - sifat
sebagai berikut:
a. Terjadinya kegiatan percakapan transaksi antar dua orang;
b. Adanya kegiatan tukar menukar barang atau informasi;
c. Internet adalah alat paling penting dalam proses perdagangan.
Tanggung jawab owner usaha terhadap pembeli dalam kegiatan jual-beli
melalui internet memang secara umum belum diatur dengan baik dalam undang-undang
perlindungan konsumen dan undang-undang informasi dan transaksi elektronik. Dalam
UUPK hanya mengatur jual-beli secara tradisional seperti dipasar sedangkan UU ITE
mengatur tentang transaksi elektronik saja tidak ada tertulis khusus untuk jual-beli secara
detail. Dan kelemahan inilah yang menjad faktor utama yang mempersulit masyarakat
umum dalam menuntut ganti rugi pemilik situs usaha dalam jual beli online melalui
dunia maya internet jika terjadi kerugian bagi masyarakat umum atau konsumen.
Sehubungan dengan pertanggunggjawaban dalam transaksi jual beli online melalui dunia
maya internet maka owner usaha tetap dapat ditagih atau dituntut pertanggungjawaban,
tidak sesuai keinginan si pemesan dan merugikan masyarakat yang membeli barang
tersebut. Pada UU ITE, tidak dengan khusus mengatur tentang jual beli. Faktor culture
budaya masyarakat Indonesia yang kurang memahami tentang hak perlindungan sebagai
pembeli dan tanggung jawab si owner atau pelaku usaha itu sendiri yang kurang
menyebabkan masalah perlindungan konsumen menjadi hal yang biasa saja. Ditambah
lagi faktor lembaga seperti YLKI dan LSM yang turut mewujudkan perlindungan
konsumen di Indonesia berfungsi sebagaimana mestinya.5

D. Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Usaha Yang Mengalami Kerugian Akibat


Jual-Beli Barang Perdagangan Elektronik
Dalam hal ini pelaku usaha berkewajiban mencantumkan identitas dalam
website, berdasarkan hasil penelitian terhadap pelaku usaha toko online, didapatkan toko
online yang hanya memasang nomor telepon dan alamat email saja tanpa mencantumkan
alamat jelas dari pelaku saha maupun identitas lainnya. Diharapakan dengan
pencantuman identitas ini dapat menjamin kepastian hukum bagi konsumen yang
bertransaksi.6
Adanya lembaga penjamin keasahan toko online, berdasarkan penelitian, toko
online yang berada di Indonesia tidak ada lembaga penjamina keabsahan toko tersebut,
sehingga dimungkinkan konsumen bertransaksi dengan toko online yang fiktif.
Berdasarkan Permen Nomor 29/PERM/M.KominFO/11/2006 tentang Pedoman
penyelenggaraan Certification Authority dan Permen Nomor 30/Perm/
M.Kominfo/11/2006 tentang Badan Pengawas Certification Authority, pemerintah
melalui Depkominfo sedang mempersiapkan lembaga Certification Authority (CA),
dimana CA adalah sebuah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak ketiga terpercaya
yang menerbitkan sentifikat digital (SD) dan menyediakan keamanan yang dapat
dipercaya oleh para pengguna, sehingga memenuhi aspek keamanan yaitu informasi
yang dipertukarkan hanya bisa dibaca oleh penerima yang berhak dan tidak dipahami
oleh pihak yang tidak berhak (Privacy/Confidentiality), identitas pihak yang terkait.7

KESIMPULAN
Keberhasilan bisnis Perdagangan Elektronik di Indonesia sangat di pengaruhi oleh faktor
konsumen. Dari konsumen terdapat dua hal yang paling berpengaruh, yaitu bertransaksi
dan kepercayaan. Dari survei yang telah diperlakukan, maupun dari hasil pengolahan
5 Mantri, “Perlindungan Hukum Konsumen Dalam E-Commerce.”
6 Putu Erick Sanjaya Putra, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Jual Beli,” Jurnal Analogi
Hukum (2019).
7 Mantri, “Perlindungan Hukum Konsumen Dalam E-Commerse.”
data dan pembuktian statistik didapatkan beberapa kesimpulan. Pertama dapat kaitan
yang erat antara proteksi bertransaksi dengan kepercayaan pengguna internet secara
bersama-sama mempengaruhi tingkat keberhasilan bisnis Perdagangan Elektronik,
semakin tinggi tingkat proteksi dan tingkat kepercayaan maka akan semakin tinggi pula
tingkat keberhasilan Perdagangan Elektronik. Tanpa adanya kepercayaan pengguna
internet, maka proteksi bertransaksi tidak berpengaruh banyak terhadap keberhasilan
bisnis Perdagangan Elektronik. Dari hasil tersebut, para pengusaha Perdagangan
Elektronik perlu menerapkan startegi untuk membangun dan mengingatkan kepercayaan
pengguna internet, baik konsumen maupun potensial konsumen dengan memperhatikan
faktor- faktor penentu kepercayaan seperti menjaga reputasi dengan memberikan
pelayanan yang handal, menjaga kepuasan konsumen dan memperlihatkan
profesionalitas.

SARAN
Bagi pengusaha Perdagangan Elektronik, perlu untuk membangun kepercayaan yang
berawal dari kehandalan sistem pelayanan. Kepercayaan menentukan peluang bagi
hubungan antar pihak dimasa mendatang yang secara bersama-sama berbagai pihak
pengguna Perdagangan Elektronik perlu untuk menumbuhkan rasa percaya masyarakat
terhadap internet dan Perdagangan Elektronik. Misalnya dengan berpartisipasi aktif
dalam kegiatan diskusi, dialog, seminar dan komunikasi dua arah. Dengan demikian,
akan makin banyak anggota masyrakat yang tertarik mengunjungi toko- toko di internet
dan kemudian berbelanja atau bertransaksi dengan toko-toko tersebut.
Bagi developer, perlu untuk terus mengikuti perkembangan teknologi terutama teknologi
proteksi dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka di bidang tersebut,
mereka juga perlu meningkatkan inovasi terhadap situs Perdagangan Elektronik mereka
untuk meningkatkan interaksi online dengan konsumen, dan bagi konsumen selalu
berhati-hati dalam membeli sebuah barang di toko-toko online, dan selalu beli toko-toko
yang sudah terpercaya.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal
Hanim, Lathifah. 2014. “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perdagangan
Elektronik Sebagai Akibat Dari Globalisasi Ekonomi. Jurnal Pembaharuan
Hukum”. Vol. I.

Mantri, Bagus Anindiyo. 2007. “Perlindungan Hukum Konsumen Dalam E-Commerse.”


Jurnal Law Reform 3, no. 1.

Maulana, Shabur Miftah, Heru Susilo, and Riyadi. 2013. “Implementasi Perdagangan
Elektronik Sebagai Media Penjualan Online.” Jurnal Administrasi Bisnis 29, no. 1
Putra, Putu Erick Sanjaya. 2019 “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Jual
Beli.” Jurnal Analogi Hukum.

Putu Surya Mahardika, Dewa Gede Rudy. 2014. “Tanggung Jawab Pemilik Toko Online
Dalam Jual-Beli Online (Perdagangan Elektronik) Ditinjau Berdasarkan Hukum
Perlindungan Konsumen.” Kertha Semaya Universitas Udayana 2, no. 5 : 1-16.

Syahputra, Dimas Febrian, and Rivan Kurniawan. 2015. “Perlindungan Hukum


Transaksi Perdagangan Elektronik.” Jurnal Mahasiswa.

Perundang-undangan
PP No. 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Anda mungkin juga menyukai