Anda di halaman 1dari 43

JALUR REMPAH MARITIM NUSANTARA DINAMIKA

KOTA-KOTA DAN PELABUHAN

Bahan materi peserta


Peningkatan Kapasitas Pelaku Budaya di Jalur Rempah

Disusun oleh:
Sonny Chr. Wibisono

DIREKTORAT PEMBINAAN TENAGA DAN LEMBAGA KEBUDAYAAN


KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... i


BAB I PENGANTAR ........................................................................................................................... 1
BAB II JALUR MARITIM REMPAH SEBAGAI IDENTITAS................................................................. 4
BAB III BUKTI AWAL JALUR NIAGA ............................................................................................... 11
BAB IV BERNIAGA DI NEGERI BAWAH ANGIN ............................................................................. 21
BAB V PENUTUP : DAMPAK DARI PENGEMBANGAN NIAGA ...................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 36
PROFIL PENULIS ....................................................................................................................... …..40

i
BAB I
PENGANTAR

Jalur rempah adalah istilah khusus yang digagas dan


digunakan para ahli untuk menggambarkan dan melacak kembali
rute (route) atau perjalanan lintas benua. Rute Kuna ini terbentuk
sebagai akibat dari aktivitas perdagangan atau perniagaan regional.
Melalui aktivitas ini nusantara saling terhubung dengan wilayah di
barat dan timur. Lebih dari itu Aktivitas itu berlangsung dalam
wilayah yang luas melibatkan pertautan antar bangsa. jaringan
perdagangan yang menghubungkan asia timur, Timur Jauh Asia
selatan dengan Mediterania, mencakup lebih dari 15.000 kilometer
perjalanan darat dan laut.

Gambar 1.1. Jalur Sutera dan Jalur Rempah

1
Serupa rute niaga rempah juga mengenal rute yang dijuluki
Jalur Sutra. Perbincangan tentang rute ini sudah dimulai sejak tahun
1877. Ferdinand von Richthofen, seorang ahli geografi dan
sejarawan Jerman pertama kali menggunakannya untuk
menggambarkan rute perdagangan. Tujuh oasis di sepanjang jalan,
dari Xi'an ke Samarkand, tempat para pedagang, utusan, peziarah,
dan pelancong bercampur dalam komunitas kosmopolitan, toleran
terhadap agama dari Budha hingga Zoroastrianisme. Tidak ada jalan
tunggal yang terus menerus, tetapi rantai pasar yang berdagang
antara timur dan barat. Cina dan Kekaisaran Romawi memiliki
perdagangan langsung yang sangat sedikit.
Jalur rempah merupakan fenomena masa lalu yang akan
diangkat dan diaktualisasikan kembali. Namun jarak waktu dan
yang begitu jauh dari masa kini menyebabkan kisah jalur rempah ini
kini merupakan sesuatu yang masih imajiner. dan terfragmentasi.
Pada bagian pertama dari buku ini disinggung tentang penggunaan
istilah jalur rempah dan jalur sutera. kedua istilah ahli itu jalur sutra
dan jalur rempah tidak jarang membingungkan para pemerhatinya.
Jalur Rempah (JR) mulanya dipahami secara sempit. JR secara
spesifik dipandang bagian dari sejarah atau kisah perjalanan orang
eropa menemukan kepulauan rempah (spice island) di Maluku pada
abad ke -16an. Mengingatkan pada peristiwa dunia tentang
perjanjian membelah dunia bagian antara Portugis dan Spanyol
tahun dalam 1494 . Perjanjian zaragoza membarui perjanjian ini
tahun 1529 . Peristiwa ini seolah hanya potret dari sejarah yang
dipandang sudut pandang bangsa eropah.

2
Jalur rempah sendiri memiliki sejarah panjang yang dimulai
dari wilayah mediterania ketika berada di bawah imperium Romawi.
Hubungan dagang terjadi karena kebutuhan rempah seperti lada
hitam yang dihasilkan di India, Indonesia, Cina selatan, India, Sri
Lanka, dan khususnya, Kepulauan Rempah-Rempah di Samudra
Pasifik, dan sesuai permintaan di seluruh Asia dan Eropa. Rempah
dapat dikatakan sebagai identitas dari wilayah ini. Oleh karena itu
pada bagian berikutnya fokus mencermati faktor potensi keragaman
sumberdaya di Nusantara yang menjadi pemantik terbentuknya
perniagaan di wilayah maritim indonesia.
Jejak data perniagaan rempah di Indonesia sesungguhnya
sudah ada kendatipun tidak dapat dikatakan melimpah. Penelitian
arkeologi yang sudah dilakukan di integrasikan dan diangkat untuk
menyambung puzzle jalur rempah yang masih kosong Begitu
luasnya cakupan datanya sehingga yang dikemukakan disini
merupakan cuplikan dari data sudah dikumpulkan. Jalur Rempah
memang merupakan fenomena yang amat kompleks, yang
berpengaruh terhadap perubahan yang terjadi pada era yang
disebut sebagai era kemajuan perdagangan global. Jalur Rempah
Nusantara merupakan fragmen terdiri dari sumber sejarah,
arkeologi, dan tradisi yang harus dirajut kembali .

3
BAB II
JALUR MARITIM REMPAH SEBAGAI IDENTITAS

Sebelumnya sudah dikenal Jalur sutera (Seidenstrassen )


diperkenalkan pada abad ke-19 oleh ahli geograf Jerman Ferdinand
von Richthofen tahun 1877. Sebagai seorang geograf yang
menarik perhatian adalah, bagaimana perdagangan di Asia Tengah
dan Cina ini tumbuh sebagai interaksi antara manusia dan
lingkungan. Dapat dikatakan bahwa istilah jalur yang digunkana
merupakan penanda spesifik dan unik yang memiliki konteks
budaya. Jalur sutera merupakan jalur produksi distibusi kain sutera
yang menjadi komoditi khas Cina (Waugh, 2010)
Sama halnya dengan julukan rempah pada rute ini bukan
tanpa dasar, secara geografis spice island yang dicari orang eropa
itu merupakan wilayah unik. Setelah zaman glasiasi, nusantara
menjadi wilayah maritim. Secara biogeografi Maluku termasuk dalam
zona Laut Wallace yang disebut sebagai “Hot spot” . Kaya
keragaman hayatinya, rumah bagi beragam jenis tanaman endemik ,
termasuk rempah cengkeh, pala, dan kayu manis. wilayah oleh
sebab itu spice menjadi “identitas” bagi wilayah Nusantara.
Dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa pada masa holosen
kondisi alam geografis Nusantara pernah merupakan dua benua
besar yang lebih dikenal dengan Dangkalan Sunda dan Dangkalan
Sahul. Daratan ini tampak selama 2,6 juta tahun hingga es mulai
meleleh sekitar 14.000 tahun yang lalu, merendam sebagian daratan

4
dan menciptakan kepulauan Indonesia. Dangkalan Sunda
menyatukan pulau sumatra, jawa, kalimantan, dan Bali dengan Asia
Tenggara daratan. Dangkalan Sahul di tepi timur merupakan
kesatuan daratan dari tanah Papua dan Australia. Kedua dangkalan
ini dipisahkan oleh laut Wallace, terdiri dari Sulawesi, Maluku, dan
Nusa Tenggara (tanpa Bali) sejak awal wilayah Wallace adalah
lautan seperti sekarang. (Kealy, Louys, & O’Connor, 2016).
Wallacea meliputi Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku,
berbagai pulau kecil dan sedang di timur Sulawesi dan pulau-pulau
“Busur Banda”, serta pulau-pulau Sunda Kecil atau Nusa Tenggara,
di selatan Sulawesi dan Kepulauan Maluku. Wallacea adalah zona
transisi antara daerah biogeografis Indo-Malaya Raya and
Australasia. Jutaan tahun berada dalam relatif isolasi menghasilkan
fauna endemik yang luar biasa untuk berkembang di sini (Supriatna,
2021).Dua kata, “pelayaran” dan “perdagangan” erat pertaliannya
disatukan dalam sebuah wujud benda yang dikenal dengan nama
perahu atau kapal. Laut sebagai media utama dalam pengangkutan,
komunikasi dan perdagangan merupakan unsur utama dalam
perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia di Asia
Tenggara sejak 3000 Sebelum Masehi. Walau sudah lama, kepesat-
annya baru tampak jelas pada akhir periode Neolitik sekitar 1500
Sebelum Masehi dan periode logam sekitar 1000 Sebelum Masehi.
Itulah awal mobilitas manusia di masa lampau dalam usahanya
mengarungi laut dengan menggunakan alat transportasi perahu.

5
Gambar 2.1. Dangkalan sunda , DAngkalan /sahul dan Laut
Wallace

Menurut para ahli biodiversitas keanekaragaman hayati di


kawasan Wallacea sangat unik, dan mengandung banyak spesies
endemik. Adapun penyebab spesiasi dalam hal ini antara lain isolasi,
hubungan periodik dengan daratan Australia dan Papua Nugini, dan
pola kompleks tektonik dan aktivitas vulkanik, pemisahan dan
pembentukan kembali pulau-pulau (Burung Indonesia, 2014).
Wilayah Wallacea adalah rumah bagi banyak spesies endemik.
Sulawesi memiliki endemisitas tertinggi karena isolasinya yang lama
dari Australia, dan memiliki beberapa tipe hutan berbeda yang
menyediakan habitat bagi sejumlah besar mamalia dan burung
endemik (Eswayanti K.Y & Pramana Yuda, 2020)
Kepulauan Maluku terletak di Laut Banda. Pulau-pulau besar
tersebut adalah Halmahera, Buru, Ambon, Seram, Ternate, Tidore,
dan Aru. Wilayah ini telah menarik minat banyak ilmuwan selama

6
berabad-abad, yaitu Georg Eberhard Rumphius (Botanist, yang
menulis buku Herbarium Amboinense tahun 1741), kita juga
mencatat nama Alfred Russel Wallace (Naturalist, The Malay
Archipelago diterbitkan pada tahun 1890). sekarang dapat
digambarkan sebagai wallace hot spot (gambar )

Gambar 2.2.

Informasi biodiversity wallace hotspot masa kini itu tentu


menarik. Tampaknya tidak salah bila orang eropa menjuluki Maluku
sebagai kepulauan rempah (spice island). sebuah julukan yang
diperkenalkan awal Kolonialisme Eropa di Maluku. Gelar ini merujuk
pada kenyataan bahwa sejak dulu Maluku dikenal sebagai
kepulauan tempat asal tumbuhnya tanaman rempah asli. Rempah
endemik yang dimaksud antara lain : pala Myristica fragrans dan
merpati Syzygium aromaticum . Sagu Metroxylon juga dapat
ditemukan di beberapa lokasi di Maluku karena merupakan sumber
makanan pokok masyarakat setempat (Sasaoka, 2012)

7
Keaneragaman lingkungan di nusantara tentu tidak hanya
menjadi ciri wilayah Maluku. Karena juga keragaman jenis
kandungan bumi nya seperti mineral. Seperti yang paling dikenal
adalah kandungan emas yang ada di dataran tinggi , ituah sebebnya
sumatra juga dikenal dengan nama swarna bhumi.
Ternyata tidak hanya kebekuan es menarik perhatian peneliti
tetapi juga sebaliknya mencairnya es telah memantik lahirnya
pandangan tentang bentuk kehidupan baru pasca glasiasi di wilayah
nusantara. tenggelamnya paparan Sunda atau Benua Asia
Tenggara, Stephen Oppenheimer (Univ. Oxford), melalui Eden in the
East, rob besar berlangsung pada zaman es di awal masa Holosen,
menyebabkan penduduk untuk berpindah ke kapal atau beralih ke
daratan. mereka pula yang menyebar akibat naiknya permukaan air.
pembentukan komunitas maritim
Pandangan ini mengingatkan juga pada gagasan Solheim
dalam isu island origin. menemukan wilayah interaksi yang
mengandung persamaan tembikar di wilayah thailand, filipina,
vietnam dan serawak. Ia mengajukan pandangan bahwa penduduk
asli kepulauan adalah mereka sudah tinggal di paparan sunda itu.
Solheim memberi nama penduduk kepulauan ini sebagai orang
Nusantao (orang selatan) . Pusat dari kediaman mereka di pantai
Vietnam, pantai Philipina, Kalimantan utara. Budaya mereka maritim
digambarkan sebagai jaringan kompleks pertukaran budaya dan
perdagangan secara regional di kawasan Asia Pasifik selama
Zaman Neolitik dari 500 SM

8
Geografi Nusantara berada dalam lintasan sabuk katulistiwa,
secara periodik Wilayah dilalui angin muson yang berganti arah
dalam setahun. Angin muson barat, bertiup dari Asia menuju
Australia melewati Indonesia, membawa banyak uap air sehingga di
Indonesia mengalami musim penghujan. angin ini bertiup Bulan
Oktober sampai April setiap tahunnya. sebaliknya angin muson
timur, bertiup dari Australia menuju Asia melewati Indonesia yang
membawa sedikit uap air sehingga di Indonesia mengalami musim
kemarau terjadi pada Bulan April sampai Oktober setiap tahunnya.

Gambar 2.3.

Angin muson atau monsun berasal dari bahasa Arab


“mausim”, terjemahan dalam bahasa Indonesi “musim”, merupakan
fenomena alam global. aliran angin ini memberi kemudahan bagi
penduduk Nusantara keetika melakukan pelayaran antar pulau

9
maupun antar benua. Muson barat digunakan pelaut berlayar ke luar
dan masuk kepulauan Nusantara. juni - oktober waktunya berlayar
ke Cina, dan sebaliknya bulan maret - ke arah India dan Timur
Tengah Muson barat ini sudah dikenal penduduk di kepulauan
nusantara atau austronesia untuk berlayar ke Madagaskar. Angin
musiman ini mengingatkan pada pedagang Arab yang menyebut
wilayah Asia Tenggara kepulauan sebagai wilayah “bawah angin”.
Julukan ini diduga ada kaitannnya dengan posisi dan situasi
karakteristik angin muson yang selalu bergerak ulang alik dari posisi
lintang yang tinggi ke posisi yang rendah.

10
BAB III
BUKTI AWAL JALUR NIAGA

Seperti di kemukakan bahwa jalur rempah sudah dimulai


jauh sebelum bangsa eropah datang ke Nusantara. Oliver William
Wolters dalam bukunya Early Indonesian Commerce, menyatakan
bahwa perdagangan komoditi tanaman hutan tropis aromatika justru
berperan sebagai basis bangkitnya Kedatuan Sriwijaya di Sumatera
abad ke-7. Artinya perdagangan rempah-aromatika seperti
kemenyan yang adihasilkan darai hutan di Sumaatra ini sudah
dilakukan sebelumnya, pada antara abad ke-3—5. Pandangan ini
didasarkan atas telaahnya terhadap teks Cina tentang jenis
tanaman obat-obatan yang di kumpulkan pedagang Cina dari
Nusantara. (Wolters, 1967)
Pertanyaan kapan jalur rempah di bagian barat Nusantara ini
mulai berlangsung ? Wolters memperkirakan waktunya bersamaan
dengan tumbuhnya jaringan rempah Arab, yang memasok rempah
fran, dam myrr ke pasar Cina. Sementara itu sumber perdagangan
Cina belum melampaui India dan Srilangka pada abad ke-3. Ketika
itu tampaknya Cina belum merambah Nusantara. Perdagangan
aromatik dupa baru berkembang abad ke-5 Masehi. Kini pertanyaan
berikutnya apakah kita memiliki bukti atau jejak yang dapat
merangkai jalur antara satu tempat dengan lainnya ? Jalur rempah di
Nusantara masih berupa puzzle yang harus dilengkapi. Memerlukan
rajutan kembali sumber masa lalunya, apakah arkeologi, sejarah
atau tradisi. Terkait dengan pertanyaan itu pada bagian ini

11
digunakan untuk melihat potongan bukti yang berasal dari fase awal
perniagaan.
Tak diragukan Mediterania merupakan kawasan awal tempat
berkembangnya pasar rempah di bawah imperium Romawi. Pada
saat itu Mediterania menjadi pusat perdagangan yang paling ramai
dunia, ditandai dengan berkembangnya hubungan dagang antara
Romawi dengan wilayah Arab, India, dan Cina. Roma menjadi
magnet bagi seniman, pedagang, dan orang-orang dari semua
lapisan masyarakat.
Pada awal periode kekaisaran, kota ini memiliki hampir satu
juta penduduk. Pada 14 M telah berkembang menjadi lebih dari
empat juta jiwa. Ekspansi Kekaisaran Romawi dapat dikatakan salah
satu pencapaian yang luar biasa. Wilayah ini memiliki populasi enam
puluh juta orang yang tersebar di tanah yang mengelilingi
Mediterania dan membentang dari Inggris utara ke tepi sungai Efrat
di Suriah, dan dari Rhine ke pantai Afrika Utara. Gambaran
penduduk ini mencerminkan konsumsi yang tinggi di wilayah
Mediterania
Jalur darat dari asia Jalur Sutera maupun Jalur Rempah
bertemu di tepian laut mediterania. hubungan perdagangan antara
India dan Romawi (Indo-Romawi) menandai puncak
perkembangannya. Kekaisaran Romawi mendirikan pusat
perdagangan yang kuat di Alexandria, Mesir pada abad pertama SM
dan menguasai semua rempah-rempah yang memasuki dunia
Yunani-Romawi selama bertahun-tahun.

12
Perdagangan sutra, rempah-rempah dan barang-barang lain
semacam itu dari perdagangan timur tentu tidak akan pernah
muncul jika tidak ada permintaan untuk barang-barang seperti itu di
Kekaisaran Romawi. Bersamaan dengan itu aroma dan citarasa
bumbu rempah dari timur ini mulai menggugah selera orang
Romawi. Rempah-rempah menjadi komoditas niaga. Permintaan
rempah-rempah di pasar Roma meningkat. Seringkali perdagangan
ini digambarkan sebagai perdagangan kemewahan, yang muncul
dari selera dan keinginan , terutama pada puncak kekuasaan dan
kekayaan Romawi di bawah kekaisaran. sudah tentu produk
komoditi dari timur seperti sutera dan rempah tentu tidak akan
masuk ke pasar Mediterania bila tidak ada permintaan dari wilayah
ini.https://foodanddining.omeka.net/exhibits/show/spicesoftheancient
romanworld/ main-title/coriander#_ftn1
Plini seorang penulis Natural History yang hidup pada abad
pertama mencatat dalam bukunya (Pliny 12.14), jenis produk
tanaman yang dapat diperdagangkan. Pliny memberikan beberapa
harga yang mungkin berlaku di Roma pada masanya: misalnya, ia
mengutip harga antara 4 dan 15 dinar per pon untuk berbagai jenis
lada, perdagangan timur Roma 40–75 dinar per pon untuk daun
narwastu, dan 300 denarii per pon untuk kayu manis. Rempah-
rempah menjadi barang mahal, lada dan kayu manis memikat minat
banyak orang. Sementara produk Mediterania adalah anggur, yang
dikemas dalam wadah tembikar yang disebut Amphora. koin
imulailah perjalanan panjang dan karavan ke Arab dan India untuk
bahan-bahan berharga yang kadang-kadang bernilai emas.

13
Rute perdagangan maritim yang menghubungkan
Kekaisaran Romawi ke negeri-negeri eksotis di Timur Jauh seperti
India, tampaknya begitu penting. Pada abad pertama ini sebuah
buku muncul berjudul "Periplus Maris Erythraea' (PME), Buku yang
tidak diketahui penulisnya ini dijuluki "Periplus of the Erythrean
Sea". Buku ini adalah panduan perjalanan dagang atau navigasi
melintas Laut Merah dan Samudera Hindia .Terkenal karena
memuat deskripsi tentang pasar atau pelabuhan di sepanjang
koridor laut yang dilalui. Disertai penjelasan nama tempat dan jenis
komoditas setempat yang dihasilkan atau didatangkan dari tempat
lain. sumber ini cukup lengkap menggambarkan jalur perdagangan
awal dari Laut Merah ke Samudra Hindia.

Gambar 3.1 penemuan sisa cengkeh dan lada hitam

Manthai adalah kota pantai dan pelabuhan kuno yang


terletak di distrik Mannar, Provinsi Utara Sri Lanka. Manthai
berfungsi sebagai pelabuhan utama Kerajaan Anuradhapura
sepanjang sejarahnya. Penggalian oleh tim peneliti internasional
pada tahun 2010 menemukan bukti archaeobotani : lada hitam,

14
cengkeh dan berbagai sereal. Selain itu, tembikar dan batu semi
mulia telah digali. Bahan-bahan ini berasal dari abad ke-2 SM.
hingga abad 9-10A.D., yang menunjukkan pelabuhan kosmopolitan
yang berkembang pesat. (Kingwell-Banham et al., 2018)
Para ahli Asia Tenggara tampaknya sependapat bahwa
salah satu bukti merujuk pada awal perdagangan adalah sebaran
nekara perunggu bergaya Dongson, yang ditemukan dalam wilayah
yang luas. Diperkirakan dibuat di vietnam selatan pada sekitar abad
ke-3--4 SM telah berlangsung hubungan melalui pelayaran antara
Asia tenggara daratan dan kepulauannya Nusantara. Jalur ini
membentang mulai dari Laut Cina Selatan, Jawa, Nusa Tenggara
Timur, Selayar sampai ke Maluku dan Papua. Nekara perunggu ini
dibuat di Vietnam selatan. (Higham, 1996; )(Miksic, 2013)

Gambar 3.2 Persebaran Nekara perunggu tipe Heger I


15
Berikutnya data mengenai adanya wilayah interaksi dan jalur
perlintasan antar pulau ditandai penemuan sebaran corak hias
tembikar yang disebut Sa huynh-kalanay. Corak ini ditemukan
antara lain di wilayah Vietnam, Philipina, dan Kalimantan utara. Di
sini ditemukan wilayah interaksi austronesia yang ditandai jejak yang
dikenal dengan budaya bahasa cham berada di semenanjung
selatan (Bellwood, 2007). Wilayah interaksi ini juga dikaitkan dengan
kelompok yang disebut sebagai orang Nusantao yang cara hidup
mengembara di laut, penghuni kepulauan, setelah Paparan Sunda
tenggelam (Solheim II, 2016) ciri tembikar ini tampaknya ditemukan
cukup jauh dari pusatnya salah satu di antaranya tembikar dari Situs
Kalumpang daerah aliran sungai Karama, Sulawesi Selatan.
Menarik perhatian bahwa apa yang dipikirkan OW.Wolters
tentang pentingnya mencermati fase menjelang tumbuhnya kerajaan
Sriwijaya, yang dipandang berperan di wilayah barat nusantara.
Fakta dan data yang sebelumnya tersembunyi ternyata mulai dapat
di konfirmasi. Sejumlah situs dari periode pra-sriwijaya mulai
ditemukan di wilayah lahan basah (wetland) daerah pantai di timur.
Sebuah wilayah yang sebelumnya tidak pernah dipikirkan sebagai
hunian. situs ini merupakan kawasan yaitu Karang Agung Tengah
dan Air Sugihan. keduanya terletak rawa pantai yang dekat ke laut,
huniannya merupakan rumah yang bertiang yang berada di atas
rawa-pantai, pola situs dalam kawasan ini berada aliran sungai
dendriktik, dimana situs menempati cabang sungainya. Wilayah
pantai timur sumatera tampaknya merupakan hunian awal yang
padat, mirip dengan pelabuhan di kawasan estuary merupakan
semacam pasar tempat mereka bertukar-transaksi dan
mendapatkan komoditas. rentang pertanggalan kawasan ini antara
16
abad ke 4-9 masehi, suatu rentang yang panjang, sekitar 5 abad,
sampai berdirinya Kedatuan Sriwijaya.
Temuan menunjukkan keragaman yang tinggi tidak hanya
barang kebutuhan harian seperti tembikar, tetapi juga merupakan
barang yang berasal dari luar Sumatera (impor), seperti manik
carnelian dari India, manik emas, tembikar dari Arikamedu
merupakan. Keramik Cina yang baru mulai masuk pada abad ke-6--
9, keragaman ini cukup jelas memperlihatkan keterkaitan situs-situs
ini dengan jalur niaga internasional jarak jauh.(Rangkuti & Fauzi,
2019) pertanyaan yang muncul komoditi apa yang bisa diperoleh
dari wilaya Palembang ini ?
Jauh sebelum diketahui situs-situs di pantai timur sumatera,
di pesisir utara pulau jawa khususnya antara Krawang dan Bekasi
situs multi komponen kunpulan beberapa zaman . Kawasan situs
yang dimaksd adalah Buni, sebagian temuan dari wilayah yang
berada di antara sungai Bekasi, Citarum, Parage, dan Cilamaya.
Dalam penelitian terhadap koleksi tembikar dari situs Buni,
ditemukan beberapa pecahan yang diketahui berasal dari India,
roulette ware. Jenis antara lain piring berdiameter 30 cm tinggi 6
cm, tebal 6 mm. Wadah warna abu-abu bagian dalamnya, bagian
luarnya dibuat dengan sapuan merah atau slip. Pada dasar bagian
dalam terdapat lingkaran konsentris yang mencirikan sebagai
tembikar Roullette (Walker & Santoso, 1977).

17
Gambar 3.3 Tembikar Roullete Arikamedu ( India selatan )

Dua wilayah yang berada di Sumatera selatan dan Jawa


barat ini mengingatkan pada sebuah berita cina yang menyebut
tempat yang bernama Ko-Ying. Nama ini diseut dlsebut dalam kitab
Nan Chou I Wu Chih merupakan sebuah catatan perjalanan musafir
Cina bernama Wan Chen dari Dinasti Wu pada 220-280 Masehi.
Dalam jurnalnya, Wan Chen mencatat bahwa di daerah selatan atau
Kun-lun-po (nusantara) terdapat sebuah pusat perdagangan
bernama Koying. Oliver William Wolters (Wolters, 2008) menyebut
Ko-ying sebagai kerajaan yang terletak di dekat selatan pintu masuk
ke Selat melaka . pada awalnya Ia percaya bahwa posisi Ko-ying
terletak di timur pesisir Sumatera. Ia menyatakan bahwa suatu
daerah di sepanjang pantai Sumatera antara Jambi dan Palembang,
dimana kapal menunggu angin muson untuk berlayar ke timur,
adalah lokasi paling strategis untuk entrepôt (Oc-eo).
Pada waktu-waktu tertentu kapal bisa tiba di Kanton dari
Palembang dalam waktu lima hari tanpa transit (Manguin, 2017). itu
dikenal dalam sumber-sumber sejarah sebagai tempat transit
terakhir untuk kapal dari india, serta tempat pengiriman komoditas
dari india — mungkin ditangani oleh perantara lokal, membuat

18
perjalanan mereka lebih jauh ke timur ke nusantara. Tapi kemudian,
Wolters memberikan alternatif lain dari pendapatnya mengenai
lokasi Ko-ying yang kemudian dianggapnya berada di atau dekat
Karawang, Jawa Barat. dia menganggap bahwa Ko-ying berarti
“Krawang” dan kemungkinan menjadi pusat perdagangan
internasional di Jawa Barat yang dikenal Ptolemy sebagai Argyre
(Wolters, 2008: 104). Dalam sumber Cina masih banyak nama
pusat-pusat yang belum di hubungkan dengan pusat ekonomi di
Nusantara seperti Kantoli atau Gandhari pada antara tahun 502- 549
Masehi.
Lokasi yang kini juga diketahui mengandung data dari fase
perdagangan awal ini adalah situs Pacung dan Sembiran terletak di
pantai utara Bali. Pulau Bali merupakan tempat yang strategis untuk
perjalanan ke Maluku. Di pesisir utara pulau ini penelitian yang
dilakukan oleh I Wayan Ardika (Ardika, Bellwood, Sutaba, & Yuliati,
1997) menemukan ratusan barang asal India, seperti wadah roullete
termasuk wadah yang disebut Arikamedu (tipe 10A), bahkan juga
ditemukan fragmen tembikar bertulis kareakter Kharosthi di
Sembiran. Di Situs Sembiran juga ditemukan zasad manusia,
melalui tes carbon 14 pada giginya di peroleh umur antara 340-20
BC. Di samping itu temuan gigi yang dapat diidentifikasi ras ,bukan
bersal dari Bali tetapi dari Asia Selatan.

19
Gambar 3.4
Captos, dan Berenice. Dan di jazirah Arab seperti di temukan
di Situs Qana (Yaman) dan Khor Rori (Oman). Bukti serupa yang
ditemukan di Asia Tenggara daratan antar lain di Tra Kieu Go Cam
(Vietnam), Bukit Tengku Lembu (Malaysia), dan Situs Beikthano
(Mianmar).. Sementara tembikar Arikamedu yang ditemukan di
Indonesaia antara lain di Situs Air Sugihan pantai timur Sumatera,
Buni (Kobak Kendal ) Krawang, pantai utara Jawa, dan Situs
Sembiran dan Pecung di pantai utara Bali. (Tripati, 2017)

20
BAB IV
BERNIAGA DI NEGERI BAWAH ANGIN

Perniagaaan di Nusantara telah berperan dalam kebangkitan


Negeri, kota, maupun pelabuhan. Proses ini juga andil dalam
membentuk masyarakat kosmopolitan, dan multikultur. Beberapa
kerajaan itu antara lain : Sriwijaya di Sumatera, Kutai di Kalimantan
timur, Tarumanegara di Jawa Bagian Barat, Mataram Kuno di Jawa
Tengah dan Jawa timur, Majapahit di Jawa Timur, Kerajaan dan
Kesultanan Goa dan Bone di Sulawesi, Kerajaan di Sunda Kecil .
Pada fase perkembangan niaga gilirannya negeri berperan
mengembangan perniagaan intensif. Peningkatan produksi komoditi
diperlukan untuk memastikan pelabuhan dapat menyediakan barang
komoditas atas permintaan pasar permintaan pasar dari luar, hanya
dengan cara demikian negerinya akan mendapatkan pelanggan atau
pembeli produk komoditi yang di miliki. Asia Tenggara memgalami
perkembangan kemakmuran (Whitmore, 2016).

Anthony Reid memberi catatan bahwa kemajuan ini disebut


sebagai era perniagaan global, yang berlangsung antara abad 15—
17. (Reid, 1990). Negeri atau kerajaan Nusantara sudah menjadi
tujuan dagang. bahkan pada abad ke 15 pedagngn Arab menjuluki
Nusantara atau Asia Tenggara sebagai “Tanah di bawah angin” .
Istilah “tanah di bawah angin” tidak hanya digunakan Sultan Banten,
tetapi juga digunakan dalam surat Sultan Said dari Ternate kepada
Raja Belanda tahun 1599 yang menyebut surat “dikirim dari tanah
bawah angin”. Dalam Hikayat Raja-raja Pasei dan Sulalat al-Salatin
yang menggunakan ungkapan “bawah angin” untuk
21
menyebut komunitas penguasa melayu-muslim di kawasan maritim
asia tenggara, dari Aceh sampai Maluku. Demikian pula penulis jalur
pelayaran ke Siam Muhammad Rabi dari Persia pada abad ke -17,
yang mengelompokkan Siam, Java, Makasar, dan Aceh sebagai
kerajaan “di bawah angin” (zirbadad) (Hurgronje, Laffan, & Winter,
2005)

Kasus di pantai timur Sumatera yang mulai diteliti lebih


intensif seperti pada masa Sriwijaya tampaknya tetap
mempertahankan wilayah “kota di bawah” (downtown) yang ada di
lahan basah atau rawa pantai sampai abad ke-9 seperti Air Sugihan,
dan Kota Kapur yang terletak di peingiran selat Bangka. Hanya Ibu
kota nya di Palembang didirikan sedikit di ke hulu dari aliran Sungai
Musi yang tetap menjadi poros pintu keluar masuk. Perkembamgan
kota-kotanya diikuti pembangunan pusat-pusat suci keagamaan.

Perdagangan maritim memperlihatkan pertumbuhan


pelabuhan bandar dan port dapat di Sementara itu pesisir timur
Sumatera setelah Sriwijaya, berkembang pelabuhan kerajaan lebih
kecul mandiri seperti Aru, Samudera, Pidie, Peurelak, Lamuri.
Beberapa di antaranya disebut dalam catatan perjalanan
Marcopolo (abad ke-13) , Ibn Batuta (Abad ke-13) , dan Zeng He
(Abad 14). Rentang masa kejayaan ini bahkan diperlebar lebih
awal yaitu sudah dimulai pada abad ke-9 – 13 (Geowide 1999).

Sementara itu di pantai barat sumatera juga berkembang


peremukiman dan pelabuhan yang khas karena produknya seperti
Wilayah Barus. Situs Lobu Tua adalah salah satu di antaranya.
Dalam sumber Arab maupun Cina Barus dikenal sebagai tempat

22
yang dikenal memiliki kamper (kapur) yang terbaik kualitasnya.
Produk lain yang komoditas adalah kemenyan (Benzoin). Sampai
sekarang masih merupakan produk hasil hutan yang berasal
pedalaman wilayah Bukit Barisan. (Guillot, Perret, Wahyo, &
Wibisono, 2002)

Situs ini diteliti intensif dan menunjukkan permukiman yang


di batasi oleh benteng tanah. Bermacam temuan diperoleh dalam
ekskavasi selin kermik dari Cina dari abad ke-10-12, juga ditemukan
jenis barang-barang impor yang berasal dari luar antara lain dari
India seperrti manik-manik karnelian, dan tembikar dari India.
Sementara barang impor khusus lain yang ditemukan adalah
keramik Sgraffito bahan halus, diglasir hijau dan kuning warna
bahan merah muda, permukaan di hias morif bunga dan daun dalam
teknik gores. Tembikar ini dipastikan berasal dari pelabuhan Fustat
dan Siraf di zasirah Arab (Guillot, Perret, & Fanani, 2008).

Di Situs lobutua juga ditemukan beberapa prasasti, pertama


berbahasa Tamil yang menyebut tentang adanya sebuah kelompok
« pedagang lima ratus dari seribu penjuru » memuat tentang nama
tempat yang disebut sebagai Varusa. (Guillot et al., 2002) Berikutnya
prasasti Jawa kuno yang tidak utuh lagi belum dapat dibaca ulang,
matauang dari emas (ma) yang dipakai di Jawa. Beberapa kompleks
kubur di Barus menunjukkan penggunaan bahasa Persia. Bisa
dikatakan Barus merupakan kota pelabuhan dagang yang dikunjungi
banyak bangsa, dan bercorak kosmopolitan (Guillot et al., 2008).

Informasi terbaru dari pantai barat sumatera utara ini


adalah penemuan Situs Bongal di daerah Jago-jago.
Tempatnya di dekat
23
Kota Sibolga. Situs sini terletak di daerah rawa pantai. Temuan
sebagain besar serupa dengan Lobutua, selain barang harian yang
banyak ditemukan seperti tembikar kasar, di sini ditemukan barang
khusus seperti cermin kaca barang dari timur tengan seperti
tembikar tiga warna gores Sgraffito, juga keramik cina dari Yueh
ware seperti muatan kapal kargo Belitung dari abad 9-10 . Aneka
bentuk kaca, seperti alembic atau gelas penyulingan minyak, ijuk,
sebagian struktur bangunan kayu nibung, kayu perkakas menenun,
biji-bijian, manik-manik, dan lempengan timah, di lima kotak
ekskavasi.salah satu temuan yang cukup langka adalah peralatan
penyulingan dari kaca yang diduga juga dari Timur Tengah temuan
khusus lannya adalah papan kayu berinskripsi yang kenungkinan
ditulis dengan aksara Tamil. Penemuan kedua situs ini
menunjukkan bahwa Pantai Barat Sumatera terhubung dengan India
maupun Timur Tengah. Kemungkinan ada pelayaran yang langung
dari pantai timur India ke Pantai barat Sumatera (“Kawasan
Kosmopolitan Lebih Tua dari Barus Ditemukan di Tapanuli Tengah -
Kompas.id,” n.d.)

Perniagaan pesisir dan pedalman , seperti diilustrasikan


sebagian besar situs berada di pesisir, sebuah feomena yang wajar
dalam perjalanan di perairan maritim. Namun sesungguhnya jalur
niaga meritim di Nusantara tampaknya tidak hanya bertumpu pada
rangkaian antar pelabuhan atau pesisir. Akan tetapi dalam beberapa
kasus memperlihatkan jalur yang menghubungkan antar pesisir dan
pedalamannya. Sungai – sungai pada umunya dan muaranya
dipakai sebagai sarana transportasi dan tempat berlabuh,
menghubungkan antar pesisir dengan wilayah pedalaman.

24
Di sumatera alamnya memiliki sungai yang lebar dan
panjang, dari sini muncul gagasan tentang model perniaggan yang
disebut dendriktik. Salah satu di antaranya adalah model perniagaan
yang digagas oleh Bennet Bronson (Bronson, 1977), yaitu sistem
perniagaan negara pantai yang bertumpu pada hubungan hulu
(pedalaman) dan hilir (pesisir), dimana sungai berfungsi sebagai
jalur transportasi. Skema model ini pusat pasar utamanya tidak
terletak di muara, tetapi di pusat tingkat kedua dan tingkat ketiga
berada di pedalaman, menempati pertemuan dari cabang sungai.

Wilayah pedalaman termasuk yang tidak terjangkau oleh


navigasi transportasi sungai merupakan produsen komoditi dagang.
Komoditi dibawa melalui peringkat pasar sepanjang jalur sungai
sampai ke pesisir. Dikatakan hubungan dalam jaringan transportasi
yang disebut sebagai dendriktik itu diintegrasikan atau dikendalikan
melalui politik ekonomi. Satuan kawasan seperti itu yang tersebar di
Asia Tenggara mewakili sebuah negeri, yang saling tehubung satu
dengan lainnya. Model serupa juga berkembang bahwa di antara
jalur sungai satu dengan lainnya terhubung dengan jalan darat, yang
menunjukkan bahwa penduduk di pedalaman memiliki pilihan dan
menentukan kemana produk mereka dipasarkan (Miksic, 1985)

Sudah tentu tidak semua kasus dapat dijelaskan melalui


model seperti ini, untuk kasus sumaterta mungkin akan membantu
seperti kajian yang dilakuakan melihat kembali pengelopokan situs
di daerah aliran Sungai Musi (Manguin, 2014) atau mengamatai
hubungan antara jambi dan Sumatera Barat (Miksic, 2010). Kasus

25
di pulau jawa hubungan pesisir dan pedalaman lebih cedeerung
menggunakan jalan darat. Situasinya sangat berbeda pusata
ekonomi atau ibu kota ada di pedalaman, yang membedakan antara
daerah pesisir dan Negara Agung yang berada di pusat
pemerintahan. Keletakan ibu kota di pedalaman cenderung ada
kaitnnya dengan perkembagan produksi yang mengandalkan
budidaya pertanian, yang menempuh pola berbeda dalam
penyaluran komoditas niaganya.

Salahs atu contoh hubungan sistem peniagaan yang di


lakukan Raja dan masyarakat pedalaman di Palembang, dinamakan
tibang (tiban) atau tukong (tukon). Tibang adalah hak sultan untuk
mendapatkan komoditi dari pedalaman yang ditukar dengan
barang-barang impor. Brang ini antara lain baju jawa, kain benggala
putih, kapak atau parang besi dan garam . tukong, hak sultan untuk
membeli komoditas pedalaman dengan harga yang telah er. sistem
ini berfungsi sebagai pajak (Wargadalem, 2017: 31). Harga barang
impor yang akan diberikan pada penduduk pedalaman itu dinaikkan
(50 -100 %) , sedangkan harga komoditi pedalaman dari penduduk
akan diturunkan

Terbentuknya Kosmopolitan, pengaruh perniagaan


terhadap pertumbuhan kota kosmopolitan, sudah tentu akan sangat
beragam di Nusantara, oleh karena itu tidak mungkin didiskusikan
seluruhnya, masing-masing memerlukan pendalaman penelitian
terhadap satu wilayah. Salah satu kasus yang pernah di dalami
adalah tentang Kesultanan Banten, bagaimana produksi dan
perdagangan lada, menjadi faktor yang menyebabkan tumbuhnya
masyarakat kosmopolitan.

26
Kisahnya berawal dari alih-alih kekuasaan dari kerajaan
Sunda yang Hindu ke Islam, Ibu kota lama Banten Girang ada di
pedalaman mulai abad ke- 10--13. Permukiman di perkuat parit dan
benteng keliling dari tanah. Perebutan kekuasaan ini tampaknya
tidak se mata-mata berlatar politik tetapi dibalik itu juga motif
ekonomi. Dapat dikatakan pengambilan alih adalah bagian dari
upaya dinasti Islam menguasai wilayah sumber lada di pedalaman
yang ditanam di dataran tinggi seperti Gunung Karang, Gunung
Aseupan, dan Gunung Pulosari (Wibisono, 2013).

Ketika kekuasaan beralih, dinasti Islam memindahkan Ibu


kota lama (Banten Girang) ke pesisir, Pelabuhan yang semula kecil,
dijadikan bagian dari Ibu kota pesisir. Sebelumnya pelabuhan
Banten hanya merupakan salah satu dari 6 pelabuhan kerajaan
Sunda yang ada di pantai utara jawa dari Banten sampai Cimanu.
Tindakan ini diapat dikatakan sebagai strategi untuk
mengembangkan pelabuhan sebagai pusat pelayanan. Di bangunlah
kota Banten dilengkapi pertahanan parit buatan dan tembok keliling
kota . (Tibbetts, 1979)

27
: orang asing di Kota Banten, 1596, dokumentasi dari buku
Pelayaran pertama ke Timur Jauh : orang asing di Kota
Banten, 1596,

Gambar 4.1.1
Pembangunan ini juga merupakan upaya menjadikan kota
sebagai pusat pelayanan memberikan fasilitas pada pedagang asing
yang singgah, dan keamanan. Misalnya pedangan asing dari Inggris,
Denmark, Prancis, Belanda, dan pedagang Koja dari Timur tengah
mendapatkan tempat sendiri di luar tembok kotanya. Seperti
dikatahui Kesultanan sangat berkepentingan terhadap kedatangan
pedagang asing karena dari mereka yang membuat kota ini selalu
dikunjungi dan komoditas dari Banten dapat di pedangkan sebagai
“devisa” kesultanan. Kehadiran pedangan dari berbagai bangsa
inilah yang dipandang merupakan faktor yang menjadikan
masyarakat Banten bercorak kosmopolit. (“De eerste schipvaart der
{Nederlanders} naar {Oost,” n.d.)

28
Pelayanan terhadap wilayah pedalamannya juga dipandang
penting bagi kota, pasokan lada dari pedalaman dapat berjalan
lancar. Agar kota selalu dapat menyediakan lada bagi pedagang
yang singgah dan membeli lada di Banten. Bila mencermati arsip
tentang kampung penghasil lada darai abad 18, dapat dilihat bahwa
tampaknya pada masa sebelumnya ada hirarkhi dalam pengaturan
panen lada dan pengiriman lada ke pelabuhan. Wilayah yang
menjadi pemasok tidak hanya dari pedalaman Banten, tetapi juga
dari Lampung. Bahkan ada upaya kesultanan untuk ekpansi dengan
Palembang. Dapat dikatakan Sultan memberi perhatian pada
mekanisme aliran lada dalam rangkaian ini bahkan tak jarang
bertindak sebagai saudagar (Wibisono, 2013).

Jalur pelayaran niaga, Memasuki abad ke-15--16 sumber


tentang perjalanan niaga maritim ke wilayah Nusantara lebih jelas
dari sebelumnya, dari catatan perjalanan orang eropah. Tome Pires
pada sekitar 1514 menyebut pelabuhan di pesisir: first king of
Çumda with his great city of Dayo, the town in lands and port of
Bantam, the Pontang (Pomdam), the port of Cheguide, the port of
Tamgaram, the port of Calapa, the port of Chi Manuk (Chemano)
(Pires, Cortesão, & Rodrigues, 2010:166)

Salah satu yang cukup jelas adalah jalur menuju kepulauan


rempah, Maluku Utara. merupakan salah satu titik terminal timur
perdagangan intra-Asia ke Indonesia, dapat dicapai melalui dua jalur
yang berbeda: melalui «jalur Jawa» dan melalui «jalur Kalimantan».
Kapal-kapal yang mengikuti rute pertama akan

29
berlayar dari semenanjung Malaya atau ndonesia barat ke Laut
Jawa dan Flores, singgah di pelabuhan-pelabuhan di Jawa bagian
utara, Kalimantan bagian selatan, Sulawesi dan pulau-pulau di
sebelah timur Madura dan Bali, dan kemudian akan memasuki Laut
Banda untuk dilanjutkan ke Kepulauan Banda atau Ambon. Dari
Ambon mereka kadang-kadang berlayar melalui jalur antara Buru
dan semenanjung Hoamoal, kemudian menyeberangi Laut Seram
dan, setelah mencapai Obi, akan mengikuti rantai pulau di lepas
pantai barat Bacan dan Halmahera sampai mereka mencapai
Ternate atau Tidore, dua tempat perdagangan utama di Maluku
Utara (Ptak, 1992)

Kapal-kapal yang berlayar melalui rute Kalimantan mungkin


akan memulai pelayarannya di Vietnam, Kamboja, Thailand atau
semenanjung Malaya, menyeberangi Laut Cina Selatan hingga
mencapai pantai Kalimantan, kemudian akan mengikuti pantai ini ke
arah timur laut secara umum, mungkin singgah di Brunei, dan
akhirnya masuk ke Laut Sulu dengan melalui Selat Balabac. Kapal-
kapal lain akan memulai pelayaran mereka di Cina, melakukan
perjalanan ke Luzon, dari mana mereka akan pergi ke selatan, ke
Mindoro atau Kepulauan Calamianes, dan memasuki Laut Sulu dari
utara. Dari Laut Sulu, jika kapal ingin melanjutkan pelayarannya dan
berlayar ke Maluku Utara, ia harus melewati kepulauan Sulu,
mungkin tetap dekat dengan Basilan, dan kemudian, setelah
memasuki Laut Sulawesi, ia harus mengikuti pantai Mindanao
selatan, melanjutkan ke Tinaca Point, dan kemudian berbelok ke
selatan sampai itu mencapai kelompok Sangihe. (Ptak, 1992)

30
Sementara itu mengenai Maluku yang menjadi sumber
rempah /sinolog Tibbetts, menyatakan bahwa «hanya ada empat
referensi asli di antara para penulis Muslim awal tentang Kepulauan
Rempah-rempah, yang mungkin dianggap mewakili Maluku».
Referensi-referensi ini, ditemukan dalam karya-karya Ibn
Khurdàdhbih, Biriini dan Marwazi dan dalam Mukhtasar al-'Afa'ib,
berasal dari periode sebelum abad ke-13. Referensi-referensi lain
yang dikutip oleh Tibbetts - dari karya-karya Ibn Màjid dan Sidi elebi
- berasal dari masa-masa kemudian yang membuat kita tidak
memiliki sumber informasi Arab asli tentang Maluku untuk periode c.
1300 hingga pertengahan abad ke-15. (Ptak, 1992)

Sementara itu mengenai sumber Kepulauan Rempah, ada


berapa sumber Cina sudah menyebut seperti (a) Zhufan zhi (c.
1225): sebuah tempat bernama Wunugu, kemungkinan besar
Maluku, (b) Dade Nanhai zhi (1304): Wenlugu (Maluku) dan Pantan
(Banda) ; (c) Yiyu zhi (abad ke-14) : Dingxiang guo (« Negeri
Cengkih ») terdaftar, kemungkinan merujuk ke Maluku ; (d) Yiyu
tuzhi (Yuan akhir/Ming awal): sama ; (e) Wenxian tongkao (1339) :
Mawu zhou (kemungkinan besar nama yang lebih tua untuk Maluku)
disebutkan (7); (f) Daoyi zhiliie (c. 1350) : Wenlaogu (Maluku) dan
Wendan (Banda) dijelaskan ( 8\ Hanya sumber terakhir, yang ditulis
oleh Wang (Ptak, 1992)

kata Wang Dayuan, Maluku menghasilkan cengkeh, dan


pulau ini ditumbuhi pohon cengkeh; (b) perak, besi, gading, manik-
manik, porselen biru/hijau (celadon?), tempayan tanah, dan berbagai
jenis kain, termasuk sutra, diperdagangkan di sana; (c) masyarakat
memakan sagu dan membuat garam dengan merebus air laut.

31
Wang Dayuan juga memberikan satu nama tempat tambahan, Yixi
(atau Yiqi), yang menurut Su Jiqing dapat bisa diartikan sebagai
tempat berlabuh di pulau Tidore. Mungkin tempat ini adalah situs
perdagangan utama di Maluku yang akan dituju oleh orang Cina
(Ptak, 1992)

Sementara itu dengan jelas dinyatakan dalam teks bahwa


Cina setiap tahun beberapa jung Cina berlayar ke Maluku. Tanpa
menyebut tujuannya, mungkin orang Cina datang untuk membeli
cengkeh dengan imbalan porselen dan sutra. Komoditas lain yang
disebutkan dalam Daoyi zhiliie mungkin dibawa oleh pedagang
Indonesia meskipun orang Cina mungkin telah memperolehnya di
suatu tempat dalam perjalanan dan kemudian membawanya ke
Maluku. Gading mungkin berasal dari Asia Tenggara kontinental,
besi dari Kepulauan Banggai dan beberapa kain dari India atau
Kepulauan Banda (Ptak, 1992).

Gambar 4.1.2 rekonstruksi jaur pelayaran dari Tiongkok


ke Nusantara ara
32
Pada abad ke 16 jalur pelayaran makin detail seperti
ditulis mills dalam buku “Chinese Navigators in Insulinde about A.D.
1500” . Kapal-kapal Tiongkok masuk ke perairan Indonesia melalui
dua jalur, jalur barat dan jalur timur. Antara, kedua rute ini memiliki
banyak konsekuensi. Pada tujuh pelayaran antara Cina dan
Insulinde yang ditentukan dalam SF, dalam lima kasus kapal
mengikuti rute barat (yaitu, dari Kwang-tung ke Malaka dan dari Wu-
yu, dekat Amoy, ke Tuban, Jaratan, Sukadana dan Lawe); dan
dalam dua kasus mereka mengikuti rute timur (yaitu, dari Ch'uan-
chou ke Brunei dan ke Donggala).(Mills, 1979). Mengenai Maluku
Hanya sumber terakhir, yang ditulis oleh Wang Dayuan, berisi
deskripsi singkat tentang Maluku dan Banda. Beberapa kapal
mungkin berlayar melalui Laut Sulawesi, mulai dari ujung barat daya
Kepulauan Sulu; mengikuti arah tenggara langsung mereka akhirnya
akan mencapai Menado atau titik lain di ujung timur laut Sulawesi,
tepat di seberang ujung selatan kepulauan Sangihe. Dari rombongan
Sangihe kapal akhirnya akan berlayar ke jalur Maluku sampai
Halmahera, Ternate, Tidore, Moti, Makian atau beberapa pulau lain
di Maluku Utara (Mills, 1979).

33
BAB V
PENUTUP : DAMPAK DARI PENGEMBANGAN NIAGA

Dalam perjalan sejaranya rempah, pernah menjadi


komoditas yang istimewa, seharga emas. Akan tetapi barang
berharga bukan satu-satunya yang dipertukarkan oleh para
pedagang. Lebih dari itu adalah pertukaran pengetahuan:
pengetahuan baru bangsa dan agama mereka, bahasa, seni dan
keterampilan ilmiah. Pelabuhan di sepanjang rute rempah bertindak
sebagai wadah peleburan ide dan informasi. Melalui setiap kapal
yang sarat dengan muatan barang berharga di kapal, pengetahuan
baru dibawamelintasi lautan ke pelabuhan panggilan kapal
berikutnya.
Akibat berlangsugnnya perniagaan di jalur rempah, dapata di catatat
beberapa pengaruh atau perubahan yang terjadi di Nusantara,
Sudash tentu dampak dari berlangsungnya jalur rempah ini ada
begitu banyak hal yang dapat dibahas, tetapi paling tidak ada
pengruh yang diemyukan pada sistem teknologi, idiologi, dan soaial.

Salah satu pengaruh yang dapat di lihat adalah pads


sistem teknologi, terutama saranan tranportasi kapal yang dipanang
sangat berpengauh terhadap pelayaran jarak jauh yang harus
ditempuh. Cadik yang divisualisasikan di relief Borobudur
menunjukkan merupakan ciri khas dari teknik penyeimbang dalam
menahan gelombang. Apakah cara ini juga diadopsi oleh para
pendatang ? Masuknya berang logam dengan teknik khusus,
misalnya seperti nekara Dongson, tampaknya telah mempengaruhi
penduduk Bali untuk memproduksi Moko, meskipun bentuk

34
dasarnya sama tetapi dari segi ukuran dan bentuk dirubah secara
lokal. Demikia pula teknik melebur dan sistem cetak diduga di
pahami melalui adanya tukang ahli yang datang ke nusantara atau
sebaliknya untuk mempelajarinya.
Tidak diragukan bahwa sosial sistem juga mendapatkan
pengaruhnya, kehadirn orang asing tidak hanya orang asing tapi
juga orang pTamil, Jawa, seperti di Lobutua, Aceh yang datang
untuk berdagang juga menunjukkan terbentuknya kelas masyarakat
yang sebelumnya homogen, menjadi kosmopolitan dalam pergaulan
multikultur. Hal ini tampaknya juga berpengaruh tehadap
memungkinan adopsi untuk sistem pemerintahan setempat. Seperti
penerapan sistem pemerintahan di bawah Kesultanan, apakah di
adopsi secara menyeuruh atau sebagian. . .
Pengaruh yang paling mencolok yang dapat dilihat
adalah dari segi religi yang dan kepercayaan. Prosesnya sudah
dapat di ketahui misalnya budhisme yang sudah mulai datang
pendeta sejak abad ke-4 seperti Fashien. Pendirian sekolah vihara
sehingga menjadi kepercayaan resmi negara. Pegaruhnya juga
terus berkembang dalam segi literasi seperti karya sastra dan kitab.
Dalam hal ini teknolgi dan seni juga berperan dalam pendirian
percandian dengan penciptaan simbol-simbol keagamaan.
Beberapa contoh ini memperlihatkan bahwa
perdagangan besar pengaruhnya tehadap kehidupan budaya di
Nusantara. Nusantara tak ubahnya sepertii yang tejadi di
mediterasia. Tempat meleburnya unsur budaya yang membaruhi
budaya itu sendiri.

35
DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I. W., Bellwood, P., Sutaba, I. M., & Yuliati, K. C. (1997). Sembiran and
the first Indian contacts with Bali: an update. Antiquity, 71(271), 193–
195. https://doi.org/10.1017/S0003598X00084696
Bellwood, P. (2007). Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago. Retrieved
from https://books.google.com/books?id=4obAfGBGKY0C&pgis=1
Bronson, B. (1977). Exchange at the upstream and downstream ends: Notes
towards a Functional Model of the Coastal States in SEA. In K. . Hutterer
(Ed.), Economic Exchange and Social Interactions in SEA, Papers on
Michigan South and Southeast Asia.
De eerste schipvaart der {Nederlanders} naar {Oost}-{Indië} onder {Cornelis} de
{Houtman}, 1595-1597; journalen, documenten en andere bescheiden,
uitg. en toegelicht door {G}.{P}. {Rouffaer} en {J}.{W}. {Ijzerman} :
{Rouffaer}, {Gerret} {Pieter}, 1860-192. (n.d.). Internet Archive.
Retrieved from https://archive.org/details/deeersteschipvaa01rouf
Eswayanti K.Y, L. P., & Pramana Yuda, I. (2020). The Island of Biogeography of
Wallace and Krakatoa Island. In Encyclopedia of the World’s Biomes
(pp. 217–229). Retrieved from
https://www.google.co.id/books?id=oXbLDwAAQBAJ
Guillot, C., Perret, D., & Fanani, A. S. (2008). Barus seribu tahun yang lalu.
Retrieved from http://books.google.co.id/books?id=qRVzKKO5VeQC
Guillot, C., Perret, D., Wahyo, A. P., & Wibisono, N. H. (2002). Lobu Tua:
Sejarah Awal Barus. Retrieved from
http://books.google.co.id/books?id=S9_PnQEACAAJ
Hurgronje, S., Laffan, M., & Winter, T. (2005). Finding Java : Muslim
nomenclature of insular Southeast Asia from Ś rîvijaya to. Asian
Research Institute , Working Paper Series, 50(52), 1–70.
Kawasan Kosmopolitan Lebih Tua dari Barus Ditemukan di Tapanuli Tengah -
Kompas.id. (n.d.). Retrieved September 24, 2021, from

36
https://www.kompas.id/baca/nusantara/2021/02/07/kawasan-kosmopolitan-lebih-
tua-dari-barus-ditemukan-di-tapanuli-tengah/
Kealy, S., Louys, J., & O’Connor, S. (2016). Islands Under the Sea: A Review
of Early Modern Human Dispersal Routes and Migration Hypotheses
Through Wallacea. Journal of Island and Coastal Archaeology, 11(3).
https://doi.org/10.1080/15564894.2015.1119218
Kingwell-Banham, E., Bohingamuwa, W., Perera, N., Adikari, G., Crowther, A.,
Fuller, D. Q., & Boivin, N. (2018). Spice and rice: pepper, cloves and
everyday cereal foods at the ancient port of Mantai, Sri Lanka.
Antiquity, 92(366), 1552–1570.
https://doi.org/10.15184/AQY.2018.168
Manguin, P.-Y. (2014). Sifat Amorf Politi-Politi Pesisir Asia Tenggara
Kepulauan : Pusat-pusat yang terbatas Pinggiran-Pinggiran yang
Meluas. In Kedatuan Sriwijaya (pp. 316–344). Depok: Komunitas
Bambu.
Manguin, P.-Y. (2017). Ships and Shipping in Southeast Asia (Vol. 1).
https://doi.org/10.1093/acrefore/9780190277727.013.30
Miksic, J. N. (1985). Traditional Sumatran Trade. Bulletin de l’Ecole Française
d’Extrême-Orient, 74(1), 423–467.
https://doi.org/10.3406/befeo.1985.1677
Miksic, J. N. (2010). Recent Research in the Southeast Sumatran Region
Riverbeds and Harbors as Sites of Underwater Cultural Heritage
Archaeology of Ports in Southeast Asia. (September 2011), 37–
41.
Miksic, J. N. (2013). Singapore and the Silk Road of the Sea,
1300_1800. Retrieved from
https://books.google.com/books?id=bMt3BgAAQBAJ&pgis=1
Mills, J. V. (1979). Chinese Navigators in Insulinde about A.D. 1500.
Archipel, 18(1), 69–93. https://doi.org/10.3406/arch.1979.1502
Pires, T., Cortesão, A., & Rodrigues, F. (2010). The Suma oriental of
Tomé Pires : an account of the East, from the Red sea to Japan,

37
written in Malacca and India in 1512-1515, and the book of
Francisco Rodrigues, rutter of a voyage in the Red sea, nautical
rules, almanack and maps, written and drawn in the East before
1515. Volume I. 228.
Ptak, R. (1992). The Northern Trade Route to the Spice Islands : South
China Sea - Sulu Zone - North Moluccas ( 14th to early 16th century
). Archipel, 43, 27–56.
Rangkuti, N., & Fauzi, M. R. (2019). Archaeological evidence from Purwo
Agung site (Karang Agung Tengah): A new perspective on Pre-
Srivijayan settlement in the coastal area of South Sumatra.
Archaeological Research in Asia, 17, 193–203.
https://doi.org/10.1016/j.ara.2019.01.004
Reid, A. (1990). Southeast Asia in the Age of Commerce, 1450-1680: The
Lands Below the Winds. Retrieved from
http://books.google.co.id/books?id=lqyJViWXkVsC
Sasaoka, M. (2012). Influence of indigenous sago-based agriculture on
local forest landscapes in Maluku, east Indonesia. Retrieved from
https://www.academia.edu/6070677/Influence_of_indigenous_sago_b
ased_agriculture_on_local_forest_landscapes_in_Maluku_east_Indon
esia
Solheim II, W. G. (2016). The Nusantao Hypothesis : The Origin and Spread of
Austronesian Speakers. Retrieved September 24, 2021, from Asian
Perspective website: http://www.jstor.org/stable/42928107
Supriatna, J. (2021, August 12). Wallacea: laboratorium hidup evolusi. The
Conversation. Retrieved from http://theconversation.com/wallacea-
laboratorium-hidup-evolusi-85733
Tibbetts, G. (1979). A Study of the Arabic Texts containing Material on South-
East Asia. Oriental Translation Fund XLIV.

38
Tripati, S. (2017). Seafaring {Archaeology} of the {East} {Coast} of {India}
and {Southeast} {Asia} during the {Early} {Historical} {Period}. Ancient
Asia, 8. https://doi.org/10.5334/aa.118
Walker, M. J., & Santoso, S. (1977). Romano-Indian Rouletted Pottery in
Indonesia. Asian Perspectives, 20(2), 228–235. Retrieved from
https://www.jstor.org/stable/42927960
Wargadalem, F. R. (2017). Kesultanan Palembang dalam pusaran konflik, 1804-
1825. Retrieved from https://www.gramedia.com/products/kesultanan-
palembang-dalam-pusaran-konflik
Waugh, D. C. (2010). Richthofen’s “Silk Roads”: Toward the Archaeology of a
Concept 1. Retrieved from
http://faculty.washington.edu/dwaugh/publications/waughrichthofen2010.pd
f
Whitmore, J. K. (2016). The Rise of the Coast: Trade, State and Culture in.
Journal of Southeast Asian Studies, 37(1).
https://doi.org/10.1017/S0022463405000457
Wibisono, S. C. (2013). Bina Kawasan di Negeri Bawah Angin : dalam
Perniagaan Abad ke--15-18. Kalpataru, 22, No.2(November), 111–121.
Wolters, O. W. (1967). Early Indonesian commerce: a study of the origins of
Srīvijaya. 404.
Wolters, O. W. (2008). Early Southeast Asia: Selected Essays. Retrieved
from http://books.google.com/books?id=CMKksaGQDG0C&pgis=1

39
PROFIL PENULIS

Sonny C Wibisono, lahir di Salatiga pada 11 Oktober 1955


dengan pendidikan terakhir di jurusan Histoire et Civilizations (Le
Mondes de Asie du Sud-est) ; Ecole des Hautes Etudes en Sciences
Sosiales, Paris (Diplome Etude Approfondie - tahun 1999).

Pendidikan :
1. Jurusan Arkeologi; Fakultas Sastra Universitas Indonesia (S1-
tamat tahun 1982)
2. Jurusan Arkeologi; Fakultas Pasca Sarjana Arkeologi
Universitas Indonesi (S2-tamat tahun 1991)
3. Jurusan Histoire et Civilizations (Le Mondes de Asie du Sud-
est) ; Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sosiales , Paris
(Diplome Etude Approfondie- tahun 1999)

Studi non gelar


1. SPAFA-Training Course in Ethoarchaeology, Philippine, 1982
2. SPAFA –Training Course in Slide and Video Production,
Classification and Cataloging of A-V materials, Thailand, 1989
3. SPAFA- Training Couse in Documentations of non print
Materials on Culture, Malaysia, 1993

40
Simposium Internasional
1. International Seminar of The Maritim Silk Route and The
Islamic Culture., Guang Shu , Republik Cina 1990.
2. Heritage and non-govermental Institution; USA, 1991
3. Symposium IAHA, Tokyo, 1994
4. Symphosium ASEAN : Method and Corservation Archaeology,
Borobudur,
5. Symphosium of Harbour City in Southest Asia, Singapore, 2004
6. Symphosium of The Dispersal of Austronesians and
Ethnogeneses of the People in Indonesian Archipelago, LIPI-
Surakarta, 2005
7. Symphosium of City of Sakai, Jepang 2008, 2009
8. International Symphosium on exchange of material culture over
the sea, 2007 , Taipeh
9. International Symphosium on historic archaeology, dialoog
between above and ground in historic archaeology, Taipeh
2010
10. International Symphosium on Sriwijaya, Palembang 2014.
11. Archaeological Discovery and Maritime Silk Road .
Internasional Seminar ; Shanghai 2019

Karya Ilmiah (selektif)


● The Early Islamic Trading Settlements In The East Coast of
Northern Sumatra in XIII-XV th Century. 1990.
Cina:International Seminar of The Maritim Silk Route and The
Islamic Culture.
● Kapur Dari Barus Produk Sumatera Masa Sriwijaya. 1995.
Palembang:Sriwijaya Dalam Perspektif Arkeologi dan Sejara
● La Poterie en Asie du Sud-est de Neolitique a la Protohistoire :
Vue d’ensemble sur la Formation de Reseaux, Paris, 1999
● The Studies on Archaeological Sites of Harbour City in
Indonesia , Singapore, 2004 Stylochronology of early
pottery in Islands of Southeast Asia : A Reassessment fo
Archaeological Evidence of Austronesian, Surakarta, 2005

41

Anda mungkin juga menyukai