Anda di halaman 1dari 4

Dinasti Khwarazm Shah

Khwarizmia (Chorasmia) atau Khiva adalah suatu wilayah oasis besar yang
terletak di delta sungai Amu Darya (Oxus river), yang kini wilayahnya terbagi-bagi
dalam wilayah Kazakhstan, Uzbekistan, dan Turkmenistan. Sejak masa prasejarah,
wilayah ini ditinggali oleh bangsa Saka (scythians). Pada wilayah Khwarizmia juga
ditemukan kebudayaan penganut kepercayaan Zoroaster.
Islam masuk ke Khwarizmia pada masa dinasti Umayyah (661–750 M)
melalui invansi yang dilakukan oleh Qutayba bin Muslim al-Bahili, seorang
panglima Umayyah, yang terjadi pada 712 M. Setelah invansi tersebut, beberapa
kekuasaan Islam yang pernah menduduki wilayah ini di antaranya Dinasti Samanid,
Ghaznavid, dan Seljuk. Wilayah Khwarizmi masuk ke dalam kekuasaan Seljuk
setelah Thugril Beg dan Chagri Beg berhasil merebutnya dari kekuasaan Ghaznavid
pada 1043 M.
Setelah berhasil direbut, wilayah Khwarizmia kemudian menjadi salah satu
provinsi dinasti Seljuk. Gubernur pertama Khwarizmia adalah Anushtigin Garchai,
yang merupakan seorang mamluk dari Garchistan. Anushtigin merupakan seorang
panglima perang dinasti Seljuk. Ia bersama tuannya, Gumushtegin Bilge Beg
berhasil merebut kembari wilayah Khurasan yang sebelumnya direbut bangsa
Ghaznavid. Ia menjabat gubernur Khwarazm pada 1077 M hingga kemamtiannya
pada 1097 M. Meskipun menjabat sebagai gubernur pertama Khwarazm, Anushtigin
tidak memiliki gelar shah.
Sepeninggal Anushtigin, gubernur Khurasan yang menjabat pada saat itu,
Emir Habashi bin Altuntaq menunjuk Ekinchi bin Qochar (Ikinji) untuk mengisi
jabatan gubernur Khwarazm. Ia merupakan gubernur Khwarazm dengan gelar shah
pertama. Ekinchi tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan Anushtigin.
Sayangnya Ekinchi hanya memerintah selama setahun (1097 M), karena ia mati
terbunuh.
Gubernur Emir Habashi kemudian menunjuk Arslan Tigin Muhammad,
putera Anushtigin, untuk mengisi kekosongan jabatan. Ia mulai menjabat pada 1097
M.. Selama masa pemeritahannya, Muhammad dikenal sebagai Shah yang
menegakkan keadilan dan memiliki watak yang dermawan. Muhammad sangat
menghargai dan mendukung para ilmuwan dan ulama Khwarazm, sehingga ilmu
pengetahuan di Khwarazm berkembang dengan pesat.
Sepeninggal Muhammad, Qizil Arslan Atsiz bin Muhammad (Atsiz)
menggantikan ayahnya menjadi Shah di Khwarazm pada 1127 M. Atsiz adalah yang
pertama kali melancarkan upaya untuk melepaskan Khwarazm dari kekuasaan
dinasti Seljuk. Upaya pertamanya dilakukan pada tahun 1138 M, namun Sultan
Ahmad Sanjar yang merupakan sultan Seljuk pada masa tersebut berhasil
mengalahkan Atsiz dalam pertempuran di Hezarasp. Akibat kekalahan ini, Atsiz
kemudian melarikan diri.
Atsiz kembali pada 1141 M dan memohon ampunan dari Sultan Sanjar.
Sanjar mengampuni Atsiz dan Atsiz kembali menjabat sebagai Khwarazm Shah.
Pada tahun yang sama, Qara-Khitai dari daratan China masuk dan menginvansi
wilayah Transoxanoa. Sultan Sanjar melakukan perlawanan terhadap pasukan Qara-
Khitai, namun mengalami kekalahan pada 9 September 1141 dalam pertempuan di
Qatwan, dekat Samarkand. Sanjar terpaksa melarikan diri ke Khurasan, sementara
seuruh wilayah Transoxania jatuh ke tangan Qara-Khitai.
Dalam kondisi dinasti Seljuk yang lemah ini, Atsiz kembali mengambil
kesempatan untuk melakukan pemberontakan. Ia memasuki wilayah Khurasan dan
berusaha menguasai wilayah Merv serta Nishapur. Namun upaya Atsiz kembai
mengalami kegagalan, karena tidak mampu membendung serangan balik dari Sultan
Sanjar. Sanjar menyerang Khwarazm untuk memaksa Atsiz untuk kembali tunduk di
bawah kekuasaan Seljuk. Upaya Atsiz untuk merebut Merv dan Nishapur juga
membuat Qara-Khitai marah dan memaksa Khwarazm untuk membayar upeti.
Akibat peristiwa inilah Khwarazm berada di bawah dua kekuasaan, Seljuk dan Qara-
Khitai.
Setelah kematian Atsiz, Il Arslan bin Atsiz menggantikan ayahnya, Atsiz,
sebagai Khwarazm Shah. Pada masa Arslan, Khwarazm masuk harus membayar
upetu kepada Qara-Khitai. Beberapa bulan setelah Arslan dilantik, Sultan Sanjar
wafat. Wafatnya Sanjar menyebabkan kekacauan dalam kekuasaan dinasti Seljuk,
terutama di wilayah Khurasan. Keadaan ii menjadikan Khwarazm dapat dengan
mudah untuk melepaskan diri dari bayang-bayang Seljuk.
Sepeninggal Arslan, terjadi perebutan kekuasaan antara kedua anaknya, Ala
ad-Din Tekih dan Mahmud Sultan Shah. Dalam konflik ini, Sultan Shah berhasil
merebut tahta sebagai Shah. Tekish yang terusir kemudian meminta perlindungan
kepada Qara-Khitai. Ia mendapat dkungan berupa pasukan untuk menyerang
Khwarazm dan menggulingkan Sultan Shah dari jabatannya. Dengan bantuan yang
dimilikinya, Tekish pun berhasil menggulingkan Sultan Shah.
Meskipun Tekish berhutang kepada Qara-Khitai atas kesuksessannya, Tekish
menolak permintaan Qara-Khitai untuk membayar upeti. Qara-Khitai yang merasa
dikhianati oleh Tekish kemudian berbaik mendukung Sultan Shah. Meskipun tidak
dapat menggulingkan Tekish, Qara-Khitai tetap memberikan dukungan kekuatan
kepada Sultan Shah. Dengan dukungan yang didapatnya, Sultan Shah berhasil
merebut wilayah-wilayah Khurasan (Merv, Sarakhs, dan Tus) pada 1181 M. Sultan
Shah terus melancarkan penaklukkan terhadap wilayah-wilayah Khurasan hingga
kematiannya pada 1193 M. Sepeninggal Sultan Shah, wilayah-wilayah talukkannya
menjadi milik Tekish dan menjadi bagian dri dinasti Khwarazm.
Wilayah kekuasaan Khwarazm menjadi semakin luas, dengan dikuasainya
seluruh Khurasan. Atas kesuksesan ini, Tekish kemudian melakukan invansi atas
Iraq ‘Ajami. Provinsi ini merupakan wilayah utama dari kekuasaan sultan Seljuk
pada masa itu, Tughril III. Dalam pertempuran dekat daerah Rai pada 19 Maret 1194
M, Tekish berhasil mengalahkan Tughril dan pasukannya. Kemenangan ini
mengakhiri dominasi Seljuk di Persia. Wilayah Iraq ‘Ajami, Rai, dan Hamadan pun
masuk ke dalam kekuasaan Khwarazm Shah.
Kekuasaan Tekish kemudian diteruskan kepada putranya, ‘Ala ad-Din
Muhammad (Muhammad II) yang mulai memerintah pada 1200 M. Muhammad II
membawa dinasti Khwarazm pada puncak kekuasaan. Pada masa Muhammad II lah
Khwarazm memiliki kekuatan yang mendominasi di Asia Tengah. Ia senantiasa
melakukan penaklukkan-penaklukkan terhadap wilayah di sekitar kekuasaannya.
Penaklukkan yang pertama kali dilakukannya adalah merebut Afghanstan dari
bangsa Ghurid.
Dinasti Ghurid sebelumnya berada di bawah kekuasaan dinasti Ghaznavid.
Namun sekitar tahu 1150 M, klan Suri Afghans melakukan pemberontakan terhadap
penguasa Ghaznavid di pegunungan Ghor yang terletak di antara Herat dan Bamian.
Pada tahun itu, Jahan Soz yang memimpin bangsa Ghurid, menyerang Ghazni,
ibukota kesultanan Ghaznabid. Para penguasa Ghaznavid pun melarikan diri
sementara bangsa Ghurid berkuasa di wilayah tersebut.
Shah Muhammad II melakukan penyerangan kepada bangsa Ghurid.
Pertempuran pertama antara keduanya terjadi di sungai Amu Darya, dimenangkan
oleh bangsa Ghurid. Muhammad II kemudian meminta pertolongan Qara Khitai.
Qara-Khitai kemudian mengirimkan bantuan pasukan yang dipimpin oleh Tayaku-
Taraz dan Usman, seorang pangeran Karakhanid dari Samarkand. Berkat bantuan
ini, Khwarazm dapat mengalahkan bangsa Ghurid dan menjadikan Herat dan Ghor
masuk ke dalam kekuasaan Khwarazm.
Muhammad II berda pada puncak kesuksesannya dengan menguasai dua
pertiga wilayah Iran. Meskipun berhutang banyak kepad Qara-Khitai, Muhammad
memiliki keinginan untuk melepaskan Khwarazm dari bayang-bayang Qara-Khitai
yang merupakan penganut agama pagan Mongolia. Ia dan Uthman bin Ibrahim
(pangeran Karakhanid dari Samarkand) sama-sama memiliki keinginan ini.
Keduanya pun berkerjasama untuk melepaskan diri dari Qara-Khitai.

DAFTAR PUSTAKA

Hitti, Philip K. 2002. History of The Arabs, Edisi Revisi ke-10. Terjemahan R. Cecep
Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta
Karim, M. Abdul. Bulan Sabit di Gurun Gobi: Sejarah Dinasti Mongol Islam di
Asia Tengah. Yogyakarta: Suka Press, 2014.
Man, John. 2010. Jengis Khan: Legenda Sang Penakluk dari Mongolia Terj. Kunti
saptoworini s. Tangerang: Alvabet.
Encyclopaedia Iranica Online (http://www.iranicaonline.org/articles/chorasmia-index)
diakses pada 1 Desember 2018 pukul 19.35 WIB
Grousset, Rene. 1970. The Empire of The Steppes : A History of Central Asia. New
Jersey : Rutgers University Press.
Richards, D.S. 2002. Annals of The Seljuk Turks. New York : Routledge.

Anda mungkin juga menyukai