Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam suatu perkara, apabila  penggugat  telah memasukkan gugatan

dalam daftar pada Kepaniteraan Pengadilan dan melunasi biaya perkara, maka ia

tinggal menunggu pemberitahuan hari sidang. Gugatan itu tidak akan didaftar

apabila biaya perkara belum dibayar (Pasal 121 ayat 4 HIR, 145 ayat 4 Rbg). Oleh

sebab itu, setelah gugatan didaftarkan dan dibagikan dengan surat penetapan

penunjukan, maka akan dilakukan pemeriksaan di persidangan. Untuk itu, penulis

ingin membahas tentang tahap-tahap dalam persidangan, pencabutan dan

perubahan gugatan serta perdamaian.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari pembahasan dibawah ini adalah:

1. Bagaimana tahap-tahap di persidangan?

2. Bagaimana perubahan dan pencabutan gugatan?

3. Bagaimana perdamaian dalam pemeriksaan persidangan?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui tahap-tahap dalam persidangan.

2. Untuk mengetahui pencabutan dan perubahan gugatan.

3. Untuk mengetahui perdamaian dalam pemeriksaan persidangan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tahap-Tahap Pemeriksaan

Sebelum penulis menguraikan tahap-tahap pemeriksaan perkara, maka

akan digambarkan terlebih dahulu secara global tentang jalanya sesuatu perkara

sejak ia terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan sampai ia diputus sebagai berikut

(Rasyid, 2005: 133) :

Setelah perkara terdaftar di Kepaniteraan, Panitera melakukan penelitian

terhadap kelengkapan berkas perkara. (Ingat, penelitian terhadap bentuk dan isi

surat gugatan atau permohonan sudah dilakukan sebelum perkara didaftarkan dan

ia merupakan prasyarat untuk bolehnya perkara didaftarkan).

Pada sidang pertama, penggugat akan membacakan gugatannya, sehingga

mulailah terjadinya jawab-berjawab (replik-duplik) antara pihak-pihak. Pada

sidang pertama, mungkin akan terjadi beberapa hal penting seperti aksepsi,

reconventie, intervensi dan sebagainya. Sebelum tergugat menjawab, sesudah

penggugat membacakan gugatanya, hakim wajib menganjurkan damai (Rasyid,

2005: 134).

Selesai replik-duplik maka mulai memeriksa bukti-bukti. Selanjutnya

penyusunan konklusi (kesimpulan) masing-masing oleh pihak  dan akan

diucapkan keputusan oleh majelis hakim dalam sidang terbuka untuk umum.

2
Proses pemeriksaan perkara perdata di depan sidang dilakukan melalui tahap-

tahap dalam hukum acara perdata, setelah hakim terlebih dahulu berusaha dan

tidak berhasil mendamaikan para pihak yang bersengketa. Tahap-tahap

pemeriksaan tersebut ialah (Arto, 2011: 99) :

1. Pembacaan gugatan

Setelah pembacaan gugatan, maka sebaiknya diajukan damai terlebih

dahulu. Pengajuan surat gugatan ddilakukan oleh penggugat melalui kuasa

hukumnya, kecuali penggugat buta huruf maka diwakili oleh kuasa Panitera

sidang (Rasyid, 2005: 100).

Pada tahap pembacaan gugatan, maka pihak penggugat berhak meneliti

ulang apakah seluruh materi sudah benar dan lengkap. Hal-hal yang tercantum

dalam surat gugat itulah yang menjadi objek pemeriksaan dan pemeriksaan tidak

boleh keluar dari ruang lingkup yang termuat dalam surat gugatan (Arto, 2011:

85).

Pada tahap ini terdapat beberapa kemungkinan dari penggugat/pemohon,

yaitu: mencabut gugatan, mengubah gugatan, dan mempertahankan gugatan (jika

penggugat tetap mempertahankan gugatanya maka sidang dilanjutkan ketahap

jawaban tergugat).

3
2. Jawaban tergugat

Pada tahap jawaban ini, pihak tergugat diberi kesempatan untuk membela

diri dan mengajukan segala kepentinganya terhadap penggugat melalui hakim

(Arto, 2011: 85).

Di dalam HIR tidak ada ketentuan yang mewajibkan tergugat untuk

menjawab gugatan penggugat. Pasal 121 ayat 2 HIR (pasal 145 ayat 2 Rbg) hanya

menentukan bahwa tergugat dapat menjawab baik secara tertulis maupun lisan.

Jawaban tergugat dapat berupa pengakuan, tetapi dapat juga berupa

bantahan (verweer) (Mertokusumo, 2010: 165).

3. Replik penggugat

Setelah tergugat menyampaikan jawabanya, kemudian si penggugat diberi

kesempatan untuk menanggapinya sesuai dengan pendapatnya. Dalam tahap ini

mungkin penggugat tetap mempertahankan gugatanya dan menambah keterangan

yang dianggap perlu untuk memperjelas dalil-dalilnya, atau mungkin juga

penggugat merubah sikap dengan membenarkan jawaban/bantahan tergugat (Arto,

2011: 108).

4. Duplik Tergugat

Setelah penggugat menyampaikan repliknya, kemudian tergugat diberi

kesempatan untuk menanggapi pula. Dalam tahap ini mungkin tergugat bersikap

seperti penggugat dalam repliknya tersebut (Arto, 2011: 108).

4
Acara replik dan duplik (jawab-menjawab) ini dapat diulangi sampai ada

titik temu antara penggugat dan tergugat, dan/atau dianggap cukup oleh hakim.

Apabila acara jawab-menjawab ini dianggap telah cukup namun masih ada

hal-hal yang tidak disepakati oleh penggugat dan tergugat sehingga perlu

dibuktikan kebenaranya, maka acara dilanjutkan ke tahap pembuktian.

5. Pembuktian

Pada tahap ini, baik penggugat maupun tergugat diberikan kesempatan

yang sama untuk mengajukan bukti-bukti lainnya secara bergantian yang diatur

oleh Hakim (Arto, 2011: 109).

6. Kesimpulan/konklusi

Pada tahap ini, baik penggugat maupun tergugat diberikan kesempatan

yang sama untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil

pemeriksaan selama sidang berlangsung (Arto, 2011: 109).

7. Putusan hakim

Pada tahap ini hakim merumuskan duduknya perkara dan pertimbangan

hukum (pendapat hakim) mengenai perkara tersebut disertai alasan-alasanya dan

dasar-dasar hukumnya, yang diakhiri dengan putusan hakim mengenai perkara

yang diperiksanya itu (Arto, 2011: 109).

Di dalam putusan hakim yang perlu diperhatikan adalah pertimbangan

hukumnya, sehingga siapapun dapat menilai apakah putusan yang dijatuhkan

5
cukup mempunyai alasan yang objektif atau tidak. Di samping itu, pertimbangan

hakim adalah penting dalam pembuatan memori banding dan memori kasasi

(Soeroso, 2011: 134).

B. Perubahan dan Pencabutan Gugatan

Perubahan dan atau penambahan gugatan diperkenankan, asal diajukan

pada hari sidang pertama di mana para pihak hadir, tetapi hal tersebut harus

ditanyakan pada pihak lawan guna pembelaan kepentingannya (Arto, 2011: 98).

Perubahan gugatan maksudnya adalah perubahan tentang tuntutanya

(Rasyid, 2005: 120). HIR dan R.Bg tidak mengatur tentang perubahan gugatan

yang telah diajukan oleh penggugat. Oleh karena itu, hakim leluasa untuk

menentukan sampai sejauh mana perubahan itu dapat dilakukan oleh pihak

penggugat. Sebagai patokan ditentukan bahwa perubahan surat gugat itu

diperkenankan asalkan kepentingan kedua belah pihak harus tetap dijaga dan tidak

menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak. Apabila surat gugat itu dirubah

oleh pihak penggugat. Disamping itu Mahkamah Agung Republik Indonesia

dalam putusan kasasi No. 209 K/Sip/1970 tanggal 6 Maret 1971

mempertimbangkan bahwa perubahan gugatan tidak bertentangan dengan asas-

asas hukum acara perdata, asal tidak mengubah atau menyimpang dari kejahatan

materiil walaupun tidak ada tuntutan subsider (Manan, 2008: 44)

Pencabutan gugatan, baik penggugat sendirian atau bersama-sama, boleh

saja dilakukan, asal dengan cara tertentu. Kalau penggugat terdiri dari beberapa

6
orang, ada yang mencabut dan ada yang tidak maka pencabutan hanya berlaku

bagi yang mencabut saja, sedangkan perkara tetap jalan (Rasyid, 2005: 117).

Dalam KHI Pasal 50 ayat 5 menjelaskan pencabutan perjanjian perkawinan

mengenai harta tidak boleh merugikan perjanjian yang telah diperbuat sebelumnya

dengan pihak ketiga (KHI, 2012: 15 ). 

C. Perdamaian

Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak,

dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu

perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.

Perjanjian ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara tertulis (Subekti dan

Tjitrosudibio, 2004: 468-469).

Perdamaian menurut pasal 39 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

jo. Pasal 31 ayat 2 dan pasal 33 peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975 dapat

dilakukan oleh Hakim pada setiap sidang persidangan (Latif, 1983: 104).

Kalau pada hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir,

maka hakim harus berusaha mendamaikan mereka (Pasal 130 HIR, 154 Rbg).

Pada saat inilah hakim dapat berperan aktif sebagaimana dikehendaki oleh HIR.

Untuk keperluan perdamajan itu sidang lalu diundur untuk memberi kesempatan

mengadakan perdamaian. Apabila mereka berhasil mengadakan perdamaian,

maka hakim menyampaikan hasil perdamaian di persidangan melalui surat

7
perjanjian di bawah tangan yang di atas kertas bermaterai, untuk itu kedua belah

pihak harus memenuhi isi perdamaian yang telah dibuat (Mertokususmo, 2010:

154).

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini, yaitu:

a. Tahap-tahap dalam pemeriksaan perkara meliputi: pembacaan gugatan,

jawaban tergugat, replik penggugat, duplik tergugat, pembuktian,

kesimpulan dan putusan hakim

b. Dalam perubahan gugatan tidak boleh lain dari gugatan pokok yang telah

menjadi materi dari sebab perkara antara kedua belah pihak. Dan gugatan

dapat dicabut secara sepihak apabila perkara belum diperiksa. Tetapi jika

sudah diperiksa dan tergugat telah memberi jawabanya, maka pencabutan

perkara harus mendapat persetujuan dari tergugat (pasal 272, 271 R. V).

c. Dalam perdamaian itu hakim mengupayakan kedua belah pihak, yaitu

antara penggugat dan tergugat terlebih dahulu untuk berdamai agar dalam

suatu perkara tidak terjadi perselisihan, dan apabila setuju harus dibuatkan

perjanjian secara tertulis yang akan dibuatkan oleh hakim. 

B. Saran

Demikianlah makalah yang penulis buat, kritik dan saran mohon diberikan

agar dapat membuat karya ilmiah khususnya makalah dengan lebih baik lagi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Arto, Mukti. 2011. Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Latif, M. Djamil. 1983. Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di


Indonesia. Jakarta: N.V. Bulan Bintang.

Manan, Abdul. 2008. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan


Agama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Mertokusumo, Sudikno. 2010. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta:


Universitas Atmajaya.

Rasyid, Roihan A. 2005. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada.

Soeroso, R. 2011. Praktik Hukum Acara Perdata Tata Cara dan Proses


Persidangan. Jakarta: Sinar Grafika.

Subekti, R dan Tjitrosudibio. 2004. Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Tim Nuansa Aulia. 2011. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Nuansa Aulia.

10

Anda mungkin juga menyukai