Disusun Oleh :
A Analta Dwiyanto Palalangan Tunru
D121211023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah bahasa Indonesia yang
berjudul “Pengaruh Teknologi dalam Perkembangan Kuliner”. Puji Syukur atas kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah Wawasan Sosial Budaya Maritim yang berjudul “Sejarah
Kemaritiman Indonesia”.
Tujuan dan maksud saya membuat makalah ini adalah guna memenuhi tugas mata
kuliah umum Wawasan Sosial Budaya Maritim dan mengetahui lebih dalam mengenai
Sejarah Kemaritiman Indonesia serta hal-hal lain yang berkaitan dengan judul makalah ini
sendiri. Penulis berharap agar ilmu yang saya dapatkan, dapat berguna di kemudian hari.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Varis F Sanduan, S.Sos, M.Si. selaku
dosen pada mata kuliah Wawasan Sosial Budaya Maritim sekaligus yang telah memberikan
tugas makalah “Sejarah Kemaritiman Indonesia” ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau terbanyak di dunia.
Pulau-pulau di kepulauan Indonesia dipisahkan oleh samudra, laut, dan selat. oleh karena itu
Indonesia dikenal sebagai wilayah maritim. Selain itu, Indonesia yang dikenal sebagai negara
dengan luas wilayah yang sebagian besar adalah perairan tidak bisa dipisahkan dengan narasi
kemaritiman. Segala peristiwa dan aktivitas masyarakat hampir selalu berhubungan dengan
air, baik dalam konteks kelautan maupun dalam konteks yang lebih luas, meliputi segala
perairan yang membentang di tiap daerah.
Indonesia sebagai negara yang dikelilingi oleh laut hampir semua provinsinya
memiliki wilayah perairan, kondisi geografis yang demikian menjadikan Indonesia negara
maritim yang mempunyai daerah perikanan laut tak kurang dari 6,8 juta km2 dan diperkirakan
daerah tersebut memiliki kandungan produksi ikan 10 juta ton pertahunnya. Namun
sayangnya dengan potensi kelautan yang berlimpah itu masyarakat Indonesia belum dapat
memaksimalkannya.
Penduduk di Indonesia sendiri sangat beragam, memiliki berbagai macam suku, ras,
bahasa, agama, budaya dan lain-lain. Dari segi geografisnya sendiri, masyarakat Indonesia
terbagi menjadi masyarakat pesisir dan masyarakat agraris. Masyarakat pesisir tinggal di
wilayah sekitar pantai, sedangkan masyarakat agraris mendiami di daerah pedalaman pulau
yang ada di Indonesia. Hal tersebut membuat masyarakat pesisir dan pedalaman (agraris)
memiliki perbedaan dalam beberapa aspek kehidupan.
1. 2 Rumusan Masalah
1. Pengertian negara maritim
2. Sejarah kemaritiman Indonesia pada masa kerajaan
3. Sejarah Kemaritiman Indonesia Pada Masa Kolonial
4. Sejarah Kemaritiman Indonesia Pada Masa Pra Kemerdekaan
5. Sejarah Kemaritiman Indonesia Pada Masa Kemerdekaan
1. 3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian negara maritim
2. Mengetahui sejarah kemaritiman Indonesia pada masa kerajaan
3. Mengetahui sejarah Kemaritiman Indonesia Pada Masa Kolonial
4. Mengetahui sejarah Kemaritiman Indonesia Pada Masa Pra Kemerdekaan
5. Mengetahui sejarah Kemaritiman Indonesia Pada Masa Kemerdekaan
BAB II
PEMBAHASAN
Suatu negara disebut sebagai negara maritim jika memiliki wilayah perairan atau
lautnya memiliki luas sekitra 2/3 dari wilayah daratannya, memiliki banyak pulau yang
dikelilingi oleh laut atau perairan, memiliki sumber daya alam di bidang kelautan yang besar
seperti mineral dan pangan, dan sebagian besar masyarakatnya adalah nelayan dan sisanya
bekerja pada sektor bahari. Adapun beberapa sistem yang menjadi penyangga negara
maritim, yaitu sistem politik, sistem ekonomi, sistem pertahanan dan keamanan, dan sistem
sosial budaya.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Hal ini dibuktikan dengan luas
laut yang mencapai 70% sedangkan luas daratan yang hanya 30%. Indonesia memiliki sekitar
17.499 pulau dan bergaris pantai sepanjang 81.000 KM. Selain itu, Indonesia disebut sebagai
negara maritim karena posisi perairan yang strategis, yaitu seperti laut dan selat yang sering
dijadikan alur transportasi nasional maupun internasional. Jalur perairan ini menghubungkan
Indonesia dengan Benua lain, seperti benua Amerika dan benua Eropa.
A. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya pada dasarnya merupakan suatu kerajaan pantai, sebuah negara
perniagaan dan negara yang berkuasa di laut. Kekuasaannya lebih disebabkan oleh
perdagangan internasional melalui selat Malaka. Berhubungan dengan jalur perdagangan
internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa selama paling sedikit 15 Abad
lamanya, memiliki arti penting dalam sejarah.
Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683 – 1030 M) telah
mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta
menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan laut.
Angkatan laut Kerajaan Sriwijaya ditempatkan di berbagai pangkalan strategis dan mendapa
tugas mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang yang berlabuh, memungut biaya cukai,
serta mencegah terjadinya pelanggaran laut di wilayah kedaulatan dan kekuasaannya.
B. Kerajaan Majapahit
Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293 – 1478
M). Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk, dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil
menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara
asing seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa, Anam, India, Filipina, dan China.
Dengan uraian perluasan kekuasaan Majapahit, seperti dijelaskan oleh Prapanca,
dapat disimpulkan pelayaran perdagangan pada abad XIV berada di tangan Majapahit.
Artinya pada waktu itu, Majapahit memiliki kapal-kapal dagang sendiri, disamping pelayaran
yang dilakukan oleh pedagang asing.
C. Kerajaan Demak
Kejatuhan Majapahit diikuti munculnya Kerajaan Demak. Kebesaran Kerajaan
Demak jarang diberitakan, tetapi bukti kekuatan maritim Kerajaan Demak mampu mengirim
armada laut yang dipimpin Pati Unus yang bergelar Pangeran Sabrang Lor membawa 100
buah kapal dengan 10.000 prajurit menyerang Portugis di Malaka.
Menurut Tome Pires, penguasa kedua di Demak, Raden Patah mempunyai armada
laut yang terdiri dari 40 kapal. Berdasarkan babad, penguasa ketiga adalah Trenggana. Raja
ini telah meresmikan Masjid Raya di Demak. Dalam berita Portugis menyebutkan, pada
tahun 1546 dia gugur dalam ekspedisi ke Panarukan di Ujung Timur Jawa. Dalam kurun
waktu itu wilayah kerajaan telah diperluas ke barat dan ke timur, dan masjid Demak telah
dibangun sebagai lambang kekuasaan Islam.
Kilasan sejarah itu memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di nusantara dulu
mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena kehebatan armada
niaga, keandalan manajemen transportasi laut, dan armada militer yang mumpuni. Sejarah
telah mencatat dengan tinta emas, bahwa. Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi center of
excellence di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia Tenggara.
Kejayaan para pendahulu negeri ini terbangun karena kemampuan mereka membaca
potensi yang dimiliki hingga membentuk budaya negara maju. Ketajaman visi dan kesadaran
terhadap posisi strategis nusantara telah membawa bangsa ini besar dan disegani negara lain.
D. Kerajaan Samudra
Sebagai akibat dari merosotnya kerajaan Sriwijaya, di Sumatra Utara muncul beberapa
kerajaan maritime kecil. Kerajaan-kerajaan yang terdapat kira-kira tahun 1300 adalah
Samudra, Perlak, Paseh, dan Lamuri (yang kemudian menjadi Aceh). Kerajan-kerajaan
pelabuhan ini kesemuanya mengambil keuntungan dari perdagangan di selat Malaka.
Sekitar tahun 1350 adalah masa memuncaknya kebesaran Majapahit. Bagi Samudra,
masa itupun merupakan masa kebesarnannya. Kerajaan Samudra di Aceh yang beragama
Islam menjadi bagian dari Majapahit, rupanya tidak menjadi persoalan bagi Majapahit.
Begitu pula Samudra, berhubungan langsung dengan Tiongkok, sebagai siasat untuk
mengamankan diri terhadap Siam yang daerahnya meliputi jazirah Malaka, juga oleh
Majapahit tidak dihiraukan.
E. Kerajaan Malaka
Malaka merupakan suatu kota pelabuhan besar yang letaknya menghadap ke laut. Posisi
seperti ini juga dimiliki oleh kerajaan Maritim lain seperti Banten, Batavia, Gresik, Makassar,
Ternate, Manila atau sungai besar yang dapat dilayari. Malaka muncul sebagai pusat
perdagangan dan kegiatan Islam baru pada awal abad ke-15. Pendiri kerajaan Malaka adalah
seorang pangeran Majapahit dari Blambangan yang bernama Paramisora. Parameswara
berhasil meloloskan diri ketika terjadi serangan Majapahit pada tahun 1377 dan akhirnya tiba
di Malaka sekitar tahun 1400. Di tempat ini dia menemukan suatu pelabuhan yang baik yang
dapat dirapati kapal-kapal di segala musim dan terletak di bagian selat Malaka yang paling
sempit. Beserta para pengikutnya dalam waktu singkat, dusun nelayan dengan bantuan bajak-
bajak laut menjadi kota pelabuhan, yang karena letaknya yang sangat baik di Selat Malaka,
merupakan saingan berat bagi Samudra Pasai.
Dengan demikian, Malaka diberi kesempatan berkembang menjadi pusat perniagaan
baru. Sebelum itu, Malaka hanyalah merupakan sebuah tempat nelayan kecil yang tak berarti.
Pada awal abad ke-14, tempat tersebut mulai berarti buat perdagangan perdagangan, dan
dalam waktu yang pendek saja menjadi pelabuhan yang terpenting di pantai Selat Malaka.
Melalui persekutuan dengan orang laut, yaitu perompak pengembara Proto-Melayu di selat
Malaka, dia berhasil membuat Malaka menjadi suatu pelabuhan internasional yang besar.
Cara yang ditempuh Malaka adalah dengan memaksa kapal-kapal yang lewat untuk singgah
di pelabuhannya serta memberi fasilitas yang cukup baik serta dapat dipercaya bagi
pergudangan dan perdagangan.
Sejarah Maritim Indonesia masa Kolonial Hindia Belanda perdagangan di Asia sudah
berawal di masa Portugis dan VOC, bahkan telah ada berabad-abad sebelumnya, baik
perdagangan melalui darat (jalan sutra) maupun melalui laut. Dalam masa modern awal itu
terjadi interaksi dagang antara para penguasa dan para penjajahnya di Nusantara dan
organisasi-organisasi dagang besar dari Eropa seperti Estado da India dan East India
Company dari Inggris serta VOC dari Belanda. Banyak bangsa-bangsa yang memasuki
Indonesia seperti Portugis, Inggris dan Belanda motivasi bangsa Eropa ke wilayah Nusantara
disebabkan oleh faktor seperti Jatuhnya Konstatinopel ke tangan Turki Ottoman yang
merupakan pusat rempa-rempah dengan itu mereka mencari sumber rempah-rempah terbaru,
lali semangat 3G (Gold, Glory, Gospel), dan perkembangan teknologi dan sistem angin
seiring berjalannya waktu Belanda berhasil berkuasa tunggal di Indonesia dengan itu VOC
pun berkuasa di nusantara.
Sering berjalannya waktu karena terus merugi VOC tidak sanggup membayar dividen dari
saham yang dibeli rakyat. Oleh sebabg itu, dari tahun ke tahun perusahaan itu harus berutang
kepada negara untuk membayar kewajibannya. Namun tahun 1795 negara mengambil alih
seluruh kekayaan VOC sebagai pelunasan utang-utang tersebut. Tahun 1799 VOC dinyatakan
failite dan bubar. Harta kekayaan VOC yang tidak bergerak seperti benteng-benteng atau
daerah-daerah produksi rempah di Nusantara, diambil alih oleh negara. Itulah aset kerajaan
Belanda yang menjadi cikal bakal dari negara kolonial Hindia Belanda yang berdiri sejak
tahun 1817. Wilayah yang dimiliki Belanda kurang strategis karena wilayah daratannya kecil
dan wilayah daratnya lebih rendah daripada laut maka merekapun bekerja keras dan menjadi
cikal bakal semangat kerja dan tuntunan hidup bagi bangsa Belanda.
Perkembangan armada dagang di Hindia Belanda jelas akan mempengaruhi peningkatan
aktivitas pelayaran antar pulau. Hal ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah Kolonial
yang protektif terhadap pelayaran domestik. Hal ini mengakibatkan armada Belanda
mendominasi kegiatan pelayaran domestik, tahun 1879 kapal-kapal Netherland dan Hindia
Belanda merupakan 95% dari seluruh armada pelayaran antar pulau di Hindia Belanda, dan
hanya 28,5% untuk pelayaran internasional. Dalam hal ini KPM merupakan tulang punggung
pelayaran antarpulau di Hindia Belanda, dan memasuki abad XX pelayaran antarpulau
meningkat rata-rata 7,6% angka ini lebih tinggi daripada yang dicapai pada perempatan
ketiga abad XIX yang hanya mencapai 5,5% menjelang perang dunia I angka tersebut
menjadi 2,4% dikarenakan dengan stagnasi dalam perdagangan luar negeri sebagai akibat
perang. Seperti diketahui penggunaan kapal uap dan motor di perairan Indonesia lebih awal
jika dibandingkan dengan negara kepulauan lain di Asia. Hingga tahun 1860-an komunikasi
secara regular antarpulau menggunakan kapal layar, penggunaan kapal uap untuk
kepentingan komersial baru sejak 1868, sedangkan Hindia Belanda sejak 1842. Penggunaan
kapal uap lebih meningkat pesat dalam pelayaran antarpulau daripada pelayaran Internasional
hal ini menunjukkan bahwa pentingnya pelayaran antarpulau Bagi Hindia Belanda, bukan
hanya kepentingan Ekonomi juga mengamankan koloni dari merembesnya kekuatan asing
serta dari perlawanan masyarakat setempat, disamping itu juga untuk menggapai integrasi
negara Kolonial dibawah bendera Pax Neerlandica.
Pemerintah Kolonial lebih berhasil melakukan proteksi terhadap pelayaran antarpulau
daripada pelayaran internasional di Hindia Belanda hal ini berhubungan dengan tuntutan
Inggris kepada Belanda untuk melakukan liberalisasi pelayaran di koloninya, namun yang
dilakukan Belanda liberalisasi lebih mengacu kepada pelayaran internasional seperti
pembukaan pelabuhan internasional dan pelabuhan bebas serta penghapusan tarif differensial
hal ini telah memungkinkan berkembangnya pelayaran Internasional di perairan nusantara.
Belanda pun menguasai daerah Pantai Barat Sumatera, akan tetapi wilayah kekuasaan
yang seharusnya dari kawasan Singkel hingga Indrapura, namun realitanya Belanda hanya
menguasai wilayah kota Padang dan wilayah yang berada di selatannya. Disamping itu
Sibolga, Natal, Air Bangis masih menjadi kekuasaan Belanda. Bajak laut hamper ditemukan
diseluruh perairan Indonesia. Namun kawasan laut yang paling terkenal daerah operasi bajak
laut adalah Selat Malaka, Laut Cina Selatan dan kawasan laut Sulawesi. Kawasan ini
(terutama Selat Malaka) memang merupakan rute perdagangan dan pelayaran yang tersibuk
di Asia Tenggara, kegiatan bajak laut di Pantai barat Sumatera tidak begitu banyak yang
beroperasi didaerah ini, untuk menanggulangi aktivitas bajak laut, Pemerintah Hindia
Belanda mendirikan berbagai pos pengamanan di beberapa kota pantai serta berkali-kali
mengirim ekspedisi militer ke kawasan utara, pada 1860-an tidak ditemukan lagi laporan
mengenai bajak laut.
Pengawasan laut yang teliti sekali untuk melindungi monopoli kompeni tak mungkin dapat
masyarakat lakukan karena adanya tempat berjaga Hindia Belanda yang berjumlah beribu-
ribu didaerah yang amat luas ini perdagangan gelap tetap berlangsung terutama di bagian
Indonesia Barat. Monopoli kompeni memang terasa pengaruhnya diseluruh Indonesia, tetapi
terutama menekan daerah Maluku, dirugikannya perdagangan laut Indonesia menyebabkan
timbulnya kembali para perompak perlu diketahui bahwa zaman dahulu perompak tidak
termasuk kejahatan, pada masa itu dibeberapa bagian dunia perompakan termasuk institusi
sosial yang diakui pusat perompak yang paling terkenal ialah Tibelo (Pantai Utara
Halmahera). Dalam perjalanannya mereka banyak membunuh dan menawan orang untuk
dijadikan budak. Biasanya raja dan kaum bangsawan turut serta dalam pelajaran perompakan
ini, malahan merekalah yang seringkali memegang pucuk pimpinan .
3.1 Kesimpulan
Dari bab pembahasan, tidak dapat lagi dibantahkan bahwa sesungguhnya Indonesia
terlahir sebagai Negara maritim. Hal ini terbukti dari berbagai bukti kejayaan nenek moyang
kita pada masa kerajaan–kerajaan, serta banyaknya peninggalan–peninggalan sejarah yang
makin menguatkan fakta tersebut. Oleh karena itu, visi maritim harus kita diterapkan
layaknya nenek moyang kita dulu, karena sejatinya Indonesia menyandang predikat “Negara
Maritim” atau negara kepulauan.
Sebelum Indonesia merdeka, nenek moyang telah menunjukkan bahwa Indonesia pada
zaman dahulu sudah berlayar jauh dengan perahu sederhana dan ilmu yang mereka miliki
melalui kebudayaannya. Ditambah dengan puncak kejayaan Indonesia yang diraih oleh
kerajaan Sriwijaya pada abad ke-11, keyakinan kita semakin tinggi bahwa Indonesia memang
Negara maritim yang kuat.
3.2 Saran
Indonesia kita saat ini sedang mengalami krisis kepunahan atau memudarnya sifat
kemaritiman pada generasi muda padahal Indonesia dipandang oleh negara Internasional
karena kekayaan sumber dayanya yang melimpah. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita
kembali kepada visi maritim yang pernah diterapkan nenek moyang kita.
Sebaiknya pemerintah bersama pemimpin–pemimpinya juga menciptakan persepsi
kelautan yang tepat bagi bangsa Indonesia, yakni laut sebagai tali kehidupan dan masa depan
bangsa. Fungsi laut yang seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan
kebijakan-kebijakan berbasis maritim adalah laut sebagai media pemersatu bangsa, media
perhubungan, media sumber daya, media pertahanan dan keamanan sebagai negara kepulauan
serta media untuk membangun pengaruh ke seluruh dunia, yang tujuan akhirnya tentulah
penguasaan laut nasional yang dapat menegakkan harga diri bangsa.
DAFTAR PUSTAKA