Anda di halaman 1dari 16

UJIAN TENGAH SEMESTER SEJARAH MARITIM

Dosen Pengampu :

Drs. Maskun M.H.

Valensy Rachmedita S.Pd., M. Pd.

Disusun oleh :

Slamet Riyadi 1713033016

PROGAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2019
SOAL

1. Kerajaan Sriwijaya terkenal sebagai kerajaan Maritim terbesar di


Indonesia, bagaimana kemajuan teknologi kemaritiman yang dimiliki
Kerajaan Sriwijaya pada masa itu?
2. Apa yang membuktikan bahwa dari zaman pra aksara sudah melakukan
aktivitas pelayaran?
3. Bagaimana system kemaritiman pada masa Kesultanan Ternate dan
Tidore?
4. Jelaskan kegiatan kemaritiman yang dilakukan Portugis dan Spanyol
selama di Maluku?
5. Analisis bagaimana kondisi Indonesia sebagai negara Maritim pada fase
penjajahan abad 16-1945?

JAWAB:

1. Kemajuan teknologi kemaritiman yang dimiliki Kerajaan Sriwijaya


pada masa itu

Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh kebiasaan perdagangan


internasional melalui Selat Malaka, sehingga berhubungan dengan jalur
perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa. Letak
geografis Sriwijaya merupakan suatu modal yang baik untuk ikut serta dalam
perdagangan internasional yang mulai berkembang antara India dan daratan Asia
Tenggara. Sebagai kerajaan maritim yang hidup berdasarkan sektor perdagangan
dan pelayaran, penguasa Sriwijaya menguasai jalur-jalur perdagangan dan
pelabuhan melalui kebiasaan menimbun barang untuk diperdagangkan.

Dalam perkembangannya, kebiasaan menimbun barang itu menjadi hukum adat


yang disebut sebagai “paksaan menimbun barang” Sriwijaya menggunakan
“paksaan menimbun barang” untuk mewajibkan kapal-kapal singgah di
pelabuhannya. Dengan singgahnya kapal-kapal di pelabuhan Sriwijaya, Raja
Kerajaan Sriwijaya dapat memungut bea dari perdagangan yang melalui wilayah
maritim Sriwijaya. Selain sebagai penguasa, Raja Sriwijaya dan para bangsawan
juga melakukan perdagangan sendiri. Melalui perdagangan dan hukum adat yang
berlaku, Raja dapat menguasai wilayah maritim dan menimbun kekayaan. Raja
Sriwijaya bahkan mempunyai kapal-kapal sendiri. Selain itu, kekayaan raja dan
para bangsawan juga diperoleh dari rampasan hasil peperangan dan pembajakan
laut. (Sartika Intanig Pradhani, 2017: 189-190)

Menurut berita Cina, kita dapat menyimpulkan bahwa Sriwijaya adalah salah satu
pusat perdagangan antara Asia Tenggara dengan Cina yang terpenting. Sriwijaya
adalah kerajaan maritim yang pernah tumbuh menjadi suatu kerajaan maritim
terbesar di Asia Tenggara. Politik ekspansi untuk mengembangkan sayap dan
menaklukkan kerajaan lain di Sumatra dilakukan Sriwijaya secara intensif pada
abad ke-7, yaitu pada tahun 690 M. kenyataan ini diperkuat dengan adanya
prasasti dari kerajaan Sriwijaya, yang semuanya ditulis dengan huruf Pallawa dan
dalam bahasa Melayu kuno. Sebagai kerajaan maritim, Sriwijaya menggunakan
politik laut yaitu dengan mewajibkan kapal-kapal untuk singgah di pelabuhannya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Sriwijaya sebagai sebuah kerajaan maritim yang
besar telah mengembangkan ciri-ciri yang khas, yaitu mengembangkan suatu
tradisi diplomasi yang menyebabkan kerajaan tersebut lebih metropolitan sifatnya.
Dalam upaya mempertahankan peranannya sebagai Negara berdagang, Sriwijaya
lebih memerlukan kekuatan militer yang dapat melakukan gerakan ekspedisioner
daripada Negara agraris. (Riny Rizkiananda, 2014: 6-7)

Perdagangan dan pelayaran Nusantara masa kuno khususnya tentang bagian Barat
kepulauan Indonesia, merupakan fokus dari salah satu penelitian Wolters
(Wolters, 2011: 1). la telah mengumpulkan data mengenai pola dan sifat
perdagangan yang merupakan latar belakang dari munculnya kekuasaan maritim
kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi, di mana sesuai yang tercantum
informasi pada isi Prasasti Kedukan Bukit (ditemukan di Palembang) yang
tenanggal pada tahun 682 Masehi (Wolters, 201 l: 34).

Setelah Sriwijaya mundur, penguasaan selat Malaka pada abad kel4 jatuh ke
tangan Malaka. Pada waktu orang-orang Eropa datang, Indonesia tidak lagi
mendominasi perdugangan seperti masa Sriwijaya. meskipun demikian mereka
masih juga terlibat dalam perdagangan di sisi timur Selat Malaka.
2. Yang membuktikan bahwa dari zaman pra aksara sudah melakukan
aktivitas pelayaran

Nenek moyang bangsa Indonesia adalah bangsa Austronesia yang kedatangannya


ke kepulauan nusantara ini mulai sejak 2000 tahun sebelum masehi. Masa
kedatangan mereka itu termasuk dalam zaman neolithikum yang memiliki dua sub
kebudayan dan dua jalur penyebaran. Pertama, cabang kapak persegi yang
penyebarannya bermula dari daratan asia melalui jalur barat, dengan bangsa
autronesia sebagai pendukung kebudayaan tersebut. Kedua, kebudayaan kapak
lonjong yang penyebarannya melalui jalur timur, den gan bangsa papua
(melanesoid) sebagai bangsa pendukung kebudayaan tersebut.Penyebaran kedua
kebudayaan ini merupakan gelombang pertama perpindahan bangsa Austronesia
(termasuk Melanesia yang akhirnya melebur menjadi bangsa Austronesia)
keberbagai daerah atau pulau-pulau di Indonesia.

Salah satu benda prasejarah yang bisa diperkirakan sebagai petunjuk bahwa
bangsa Indonesia terbiasa melakukan aktivitas pelayaran antar pulau, bahkan juga
perdagangan, adalah nekara perunggu.Dari hasil penelitian Heger diketahui
adanya berbagai jenis nekara tipe local dan tipe yang terdapat di daerah daratan
Asia Tenggara.Dari hasil penelitian itu diperkirakan bahwa nekara tersebut
berasal dari Asia Tenggara yang dibawa oleh suku-suku pendatang yang
memasuki berbagai kepulauan di Indonesia.Namun juga bisa sebaliknya, bahwa
sebagian dari nekara itu memang dibuat di Indonesia kemudian dibawa atau
diperdagangkan ke daratan Asia Tenggara.Bukti mengenai itu adalah dengan
diketemukannya berbagai cetakan yang dipergunakan untuk pengecoran
perunggu, termasuk untuk membuat nekara.Jika demikian, maka dapat
disimpulkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan bagian dari jaringan lalu
lintas pelayaran dan perdagangan Asia Tenggara. Sebagai daerah produsen
ataupun konsumen, demikian juga sebagai jaringan pelayaran dan perdagangan
Asia Tenggara, di Indonesia pada waktu itu, tentu sudah berkembang kelompok
masyarakat dengan pranata sosialnya yang berfungsi sebagai alat pengatur
pergaulan bermasyarakat.
Salah satu pendorong adanya hubungan pelayaran dan perdagangan dengan
menggunakan kapal layar dan bercadik adalah angin musim, yang di Indonesia
dikenal adanya musim angin barat dan musim angin timur. Dengan demikian bisa
diperkirakan bahwa pelayaran menyeberangi samudera hindia ke timur dan ke
barat memperkuat dugaan akan adanya hubungan dagang yang lebih awal anatara
berbagai pulau di Indonesia dengan india ketimbang dengan Cina. (Safri
Burhanuddin., dkk, 2003: 50-52)

Hasil penelitian menginformasikan luasnya bahasa Austronesia, (dari Madagaskar


di barat dan Pulau Paska di timur, dan dari Formosa di utara sampai Selandia Baru
di Selatan), sehingga dapat disimpulkan, wilayah Indonesia merupakan etape
kedua dari perpindahan bangsa Austronesia selanjutnya. Lebih dari itu, jika
penyebaran nenek moyang bangsa Indonesia bisa mencapai pulau-pulau yang
berjarak sangat jauh dari asal bangsa itu, dan juga terpisahkan oleh lautan yang
luas, dapat dipastikan mereka mempunyai peralatan yang dipergunakan
menyebrangi laut, yaitu perahu. Dengan kata lain, nenek moyang bangsa
Indonesia adalah bangsa pelaut, yang tentu saja memiliki budaya maritimesebagai
produk. Sebagai contoh, mereka memiliki pengetahuan yang cukup tinggi tentang
laut, angin, musim, bahkan ilmu falak (perbintangan) sebagai pengetahuan untuk
bernavigasi. (Riny Rizkiananda, 2014: 4)

Bukti lainnya terdapat di wilayah pasemah terlihat sekitar 3000-2500 BC, dimana
orang-orang Austronesia memulai berlayar menyebrangi lautan menuju Taiwan
dan kepulauan Filipina. Diaspora Austronesia berlamgsumg terus hingga tahun
2000 SM mereka mulai memasukim Sulawesi. Kalimantan dan di pulau-pulau
sekitarnya. (kristantina 2010 : 78)

3. Sistem kemaritiman pada masa Kesultanan Ternate dan Tidore

Jaringan pelayaran ke Maluku melalui laut, sehingga di Maluku banyak terdapat


tempat-tempat pembuatan kapal.Cara pembuatan kapal tersebut di tengah-tengah
bentuknya bulat telur, dikedua ujungnya melekuk ke atas. Dengan demikian
kapalnya dapat berlayar ke depan dan ke belakang. Bagian-bagiannya tidak
disambung dengan paku atau detnpul, baik lunasnya, gading-gading maupun
kayu-kayunya.Bagian depan dan belakang diikat dengan tali ijuk (gomutu) yang
dimasukkan ke lubang yang terdapat dibeberapa tempat tertentu. Lubang ini
dibuat pada bagian papan yang menonjol dibagian dalam sehingga tidak kelihatan
dari luar.Untuk menyambung papan-papannya dibuatkan pasak pada ujung papan
dan pada baru diantaranya sehingga air tidak dapat masuk. Jadi papan-papan yang
sudah tersambung memperlihatkan bahwa kapal hanya terbuat dart satu papan
saja. Di bagian buritan ditempatkan sebuah kayu yang telah dipahat dalam bentuk
leher dan kepala ular yang bertanduk. Apa maksud motif bentuk leher dan kepala
naga tersebut masih perlu penelitian.(Leirissa,Rz 1999:19)

sultanan Tidore, sejak abad abad 16-17 M, dan berkembang terus hingga pada
masa hegemoni kolonial abad 18-19 M, menjadi salah satu pilar dari empat pilar
peradaban dan kekuasaan Islam di wilayah Kepulauan Maluku. Dalam hikayat
Dinasti Tang (618-906) disebutkan eksistensi suatu kawasan yang digunakan
untuk menentukan arah daerah Ho-ling (Kaling) yang terletak di sebelah baratnya.
Kawasan ini bernama "Mi-li-ki," yang diperkirakan sebagai sebutan untuk
Maluku. Penulis- penulis Cina dari zaman Dinasti Tang, yang menyebutnya
sebagai "Mi-li-ki," tidak dapat memastikan lokasi sesungguhnya kawasan yang
ditunjuk dengan nama tersebut. Pada masa kemudian barulah diketahui bahwa
yang dimaksudkan dengan "Mi-li-ki" itu adalah gugusan pulau-pulau Ternate,
Tidore, Makian, Bacan dan Moti (Abdurrahman, 1978: 163; Amal, 2010: 3).

Diantara empat pilar peradaban di kepulauan Maluku, Ternate dan Tidore


merupakan dua pilar yang paling berkembang karena, perluasan kekuasaan
keduanya melebar ke wilayah-wilayah lain sebagai daerah ekspansi atau wilayah-
wilayah vasal dari dua pusat kekuasaan Islam itu. Dalam karya Tome Pires,
Tidore sudah disebutkan sebagai wilayah yang besar, dengan 2000 penduduk, 200
diantaranya sudah menganut Islam pada masa Raja Almancor dan membawahi
setidaknya Pulau Makian dan Moti (Cartesao, 2016: 280). Dalam catatan sejarah
juga disebut pada abad 16-17, Tidore bahkan sudah meluaskan pengaruhnya
hingga ke wilayah Papua. Menurut Paramita R. Abdurachman (1984), Tidore
memengaruhi hubungan Maluku dan Kepulauan Papua, yang diperantarai oleh
bahasa Melayu karena pada tahun 1600-an bahasa Melayu sudah digunakan
sebagai bahasa perdagangan (Abdurrachman, 1984: 325).
Dengan demikian, bersama Ternate, Tidore mempunyai posisi penting dalam
situasi politik, ekonomi, maupun militer. Keduanya mempunyai pandangan politik
yang hampir sama yaitu ekspansionis, dan karenanya mempunyai kekuatan militer
yang Relatif hampir berimbang. Bedanya, dalam mengimplementasikan
ekspansionismenya, Ternate mengarahkan bidikannya ke barat sementara Tidore
ke timur (Amal, 2010:6). Meski demikian, dalam prakteknya gerak
ekspansionisme Ternate dan Tidore tidak hanya dipahami dalam kerangka politik
penguasaan sumberdaya, namun juga dalam konteks penyebaran pengaruh agama,
budaya dan perluasan jaringan niaga dan ekonomi (Handoko, 2009:19;Handoko,
2010: 11;Handoko, 2013: 27).

4. Kegiatan kemaritiman yang dilakukan Portugis dan Spanyol selama di


Maluku

Portugis dan Spanyol di Maluku

Dalam pelayaran ke Maluku, kapal portugis berupaya menghindari jalur selatan


yang melewati laut jawa dan laut flores yang dikuasai oleh kekuatan bahari
setempat yang sudah menganut Islam. Mereka menggunakan jalur utara, dari Selat
Malaka ke bagian utara Kalimantan menuju kepulauan Sulu dan Laut Sulawesi
sampai memasuki perairan Maluku.Untuk melindungi pelayaran di jalur ini,
mereka membuat perjanjian- perjanjian dengan sultan Brunei, sehingga dapat
melewati dengan aman perairan utara Kalimantan (Hall 1988:216).Jalur pelayaran
ini memanfaatkan angin sebelah utara Khatulistiwa.Selain untuk menghindari
+kekuatan bahari setempat, pelayaran lewat utara Sulawesi dan Kalimantan dapat
memperpendek jarak pelayaran sampai 200 leagues (Lapian 2009:66).

Meskipun demikian, pada awalnya (1511) setelah menaklukkan Malaka, kapal


Portugis yang dipimpin oleh Antoniode Abreu berlayar ke Banda melalui Gresik
yang dipandu oleh orang Jawa. Kapal lainnya dipimpin oleh Francesco Serrao,
dengan nakhoda Ismail dan delapan awaknya, kandas di pulau Penyu dan
ditemukan oleh para pelaut lalu dibawanya ke pantai Hitu (Ambon), selanjutnya
dilaporkan kepada pemimpin setempat. Mendengar berita itu, sultan Ternate
menyampaikan agar mereka melanjutkan pelayaran ke negerinya.Selain sultan
Ternate, kedatangan Portugis juga ternyata dinantikan oleh sultan
Tidore.Francisco Serrao tiba di Ternate tahun 1512.Ketika itu, Maluku
dikelompokkan dalam dua negara, yakni Ternate dan Tidore.Kedua pemimpinnya
beragama Islam (sultan), tetapi Tidore lebih toleran.Kedatangan di Portugis bagi
mereka yang tidak hanya menjadi suatu keuntungan ekonomi, tetapi juga
membantu dalam persaingan yang sering terjadi antara mereka. Karena itu,
keduanya berupaya menarik perhatian perhatian Portugis, dengan cara
mengundangnya tinggal ibu kesultanannya. Karena hubungan erat antara Serrao
dan Sultan Ternate, Abu Lais, maka Portugis memilih bersekutu Ternate,
walaupun pilihan pada sultan Tidore akan lebih baik dari segi agama. Serrao
tinggal di Ternate.Dia menikah dengan keluarga sultan dan menjadi komandan
perang Ternate (Da Franca 2000: 30; Heuken 2002: 33). Menurut Tome Pires,
sultan Ternate juga mengirim surat ke Malaka bahwa he and his lands were the
slaves of the king our lord (Cortesao 1944: 215).

Sejak kedatagan pertamanya portugis mendapatkan ha berdagang di


Maluku.Sepuluh tahun kemudian (1521) menyusut Spanyol. Pelayaran Spanyol
ini digagas oleh Magelhaens, yang sebelumnya mengabdi pada raja Portugal
dengan Francisco Serrao yang berjasa menaklukkan Goa (1510) dan Malaka
(1511) di bawah pimpinan Alfonso dAlbuquerque, yang mendapat transfer dari
raja Spanyol Charles V. Dengan lima kapal, Magelhaens bertolak dari Sevilla
(1519) mengitari Amerika selatan, dan tiba di Philipina pada 1520. Magelhaens
sendiri tidak dapat menyelesaikan pelayr karena terbunuh di Cebu, Philipina.
Hanya dua kapal yang berhasil tiba di Maluku pada tahun 1521, yaitu Trinidad
yang pimpinan juan Sebastian Elcano dan Victoria pimpinan De Espenosa.
Mereka berlabuh di Tidore dan disetujui oleh Sultan Mansur (Almancor)

Salah seorang dari 265 personil dalam pelayaran kapal Spanyol itu adalah
Antonio Pigafetta (1459-1534), bangsawan Italia yang cakap dan menguasai
beberapa bahasa, termasuk Melayu. Dia mencatat kisah pelayaran itu.Pada saat
melihat daratan Maluku.demikian Pigafetta menulis:

Kami memanjatkan syukur kehadirat Tuhan dan sebagai ungkapan kegirangan


hati, kami tambahkan semua artileri kami.Tidak Mengherankan kami telah
melewatkan 27 bulan kurang dua daiam usaha mencari Malucho (Hanna dan
Alwi 1996: 18).

Pigafetta juga menulis bahwa sultan sangat senang dan telah lama menanti
kedatangan mereka, yang disampaikannya dalam bahasa Melayu. Sultan
memberikan tempat bagi mereka berlabuh dan berdagang di sana, sembari
mengatakan "saya hanva menjadi raja muda dari kerajaan Anda". Lalu, "kini
disetujui kalian bersenang-senang ... Segalanya suka yang diminta menurut
aturanmu" (Amal 2009: 292).

Orang-orang Spanyol memberikan hadiah kepada sultan terdiri dari bebrapa


jubah, beberapa potong kain linen halus, beberapa yard pakaian warna merah
terang, sepotong kain sutera brokat, dua kopiah, dan lainnya. Hadiah lain, juga
diberikan kepada puteranya, berupa pakaian dari India yang terbuat dari sutera
dan emas, sebuah kopiah, dan dua pisau. Juga hadiah untuk sembilan orang
pengiring sultan. Peluang itu dimanfaatkan sepenuhnya untuk mendapatkan
cengkih dengan cara barter.

Tawaran nilai beli dari pedangan spanyol lebih tinggi Portugis. Satu bahar (406
pon) cengkih ditukar dengan 20 yard kain merah, atau 15 kapak, 36 cangkir kaca,
150 pisau, atau 50 buah gunting. Karena itu, sultan dan rakyatnya bersemangat
menjual rempah-rempah kepada mereka. Setelah memuat kapalnya sarat dengan
cengkih, sebanyak 2.200 kwintal (1 kwintal = 100 pon), yang dikumpukan selama
40 hari (18 November 18 Desember), kedua kapal itu meninggalkan Maluku
kembali ke negerinya. Pada kesempatan itu, sultan menitipkan hadiah kepada raja
Spanyol, berupa satu kwintal cengkih dan tiga ekor burung Manuco Diato,
sementara dua kapten kapal masing-masing mendapatkan satu ekor burung
itu.Belum jauh mereka meningealkan Tidore, datang angin topan dan
menghantam kapal mereka.Akibatnya, kapal Trinidad tidak dapat diperbaiki.

Setelah tiga bulan, Trinidad dibawa ke Ternate atas perintah gubermur Portugis
pertama, Antonio de Brito. Dalam pelayaran menuju Talangame, Trinidad diterpa
topan dan tenggelam di laut depan benteng Gamlamo. Sementara itu, Victoria
yang masih baik kondisinya berlayar pulang, meski tidak lagi melalui Samudera
Pasifik (jalur kedatangnya), dengan kawalan kapal kora-kora dari sultan
Tidore.Kapal ini memuat 47 orang Spanyol dan 13 orang Hindia (terdiri dari
penerjemah bahasa Melayu dari Philipina dan orang Tidore).

Dari Tidore, kapal Victoria menuju Ambon dan Laut Banda, kemudian Laut
Flores seterusnya ke Samudera Hindia dan mengitari anjung Harapan.Kapal itu
sempat mendapat ancaman dari orang- orang Portugis di Cape Verde, ketika
hendak mengambil air, tetapi berhasil meloloskan diri.Victoria melanjutkan
pelayaran dan akhirnya tiba di Sevilla pada 6 September 1522, dengan 18 orang
Spanyol dan 4 orang Hindia.Keberhasilan mereka merupakan kemenangan besar
bagi Spanyol. Meskipun menghabiskan tenaga dan modal setelah pelayaran yang
lama, tetapi mereka berhasil menjual cengkih sebanyak 5.100 pound sterling, yang
berartikeuntungannya sebesar 300 pon atas modal dasar dari para pemberi(Amal
2009 293-296, Alwi 2005:331-332).Keberhasilan menemukan negeri rempah-
rempah membuka jalan bagi kapal-kapal Spanyol berikutnya, demikian juga
Portugis.

Perluasan kekuasaan dan monopoli perdagangan Portugis di Maluku pada bagian


kedua abad ke-16 berhadapan dengan upaya serupa oleh kesultanan Ternate di
masa Sultan Babullah, putera Sultan Haerun.Upaya Babulah bersamaan dengan
perluasan syair Islam di Maluku.Karena itu, pengusiran Portugis tidak sekadar
upaya ekonomi, tetapi juga bagian dari semangat keagaman mengusir penganut
Katolik itu dari Maluku (Roelofsz 1962.159). Peperangan pun berkecamuk,
Pasukan Babullah mengepung mereka dalam benteng, hingga akhirnya pada 15
Juli 1575,Portugis terpaksa meninggalkan pulau yang telah dikuasainya sejak
1512.

Setelah berhasil mengusir Portugis, Babullah pindah ke benteng Gamalama yang


diubahnya menjadi istana kesultanan Ternate. Dari istana itu, Babullah
mencurahkan tenaganya dengan memelihara persekutuan sewilayah untuk
mengalahkan Portugis diluar Ternate. Dengan armada korakora, sultan
mengunjungi pulau-pulau yang dkuasinya, sambil menuntut pembaharuan
sumpah setia dengan pulau-pulau itu. Sultan menjelajah sampai sejauh Makassar,
tempat dia mengadakan persetujuan dengan rajanya. Pada saat yang sama,
Babullah menahan diri untuk menguasai Tidore, musuh bebuyutan yang belum
lama menjadi sekutunya. Sultan juga membiarkan orang Portugis dan Spanyol di
Tidore. Pembiaran itu bertujuan agar sultan dapat berdagangan dengan mereka,
dengan ketentuan mereka harus menghormati sultan dengan cara Barat, yakni
membuka topi dan sepatu ketika mendarat di Ternate. Dalam perdagangan, sultan
lebih mendikte daripada merundingkan syarat perdagangan (Hanna dan Alwi
1996:89-90)

Empat tahun setelah Portugis meningalkan Ternate (1579), datanglah kapal


dagang Inggris Golden Hind (100 ton) dan empat kapal lain yang memuat harta
benda yang dirampoknya dari kapal- kapal Spanyol. Rombongan yang dipimpin
oleh Sir Francis Drake itu disambut baik oleh Babullah. Bagi Babullah, bangsa
Inggris memiliki peradaban lebih tinggi daripada Spanyol dan Portugis. Drake
tinggal beberapa hari di Ternate dan memuat sedikit cengkih untuk
menyenangkan hati sultan.la kemudian kembali ke negerinya. Sebagai wujud
penghargaan, Babullah mengawal kepergian kapal dagang itu (Hanna dan Alwi
1996:91-97). Kedatangan kapal Inggris itu ternyata menimbulkan kegelisahan
bagi Spanyol, karena bangsa itu merupakan musuh dan kompetitornya dalam
perdagangan rempah-rempah dari bentengnya di kota Manila (Philipina)',
Gubernur Jendral Don Gonzalo Ronquillo menyerangan istana Babullah. Tetapi,
ketika penyerangan berlangsung tentara Spanyol menderita penyakit kolera yang
melumpuhkan hampir seluruh kekuatan mereka sehingga terpaksa meninggalkan
Ternate. Tak lama setelah penyerangan itu, Sultan Babullah meninggal dunia
pada awal tahun 1583 (Hanna dan Alwi 1996:98-100).

5. Kondisi Indonesia sebagai negara Maritim pada fase penjajahan abad


16-1945

Kenyataan bahwa portugal tidak mimiliki kekayaan agraris sehingga menjadikan


laut menjadi sumber penghasilan utama ( perdagangan dan perikanan). Kegiatan
perdagangan yang pada mulanya terbatas dilaut tengah mulai berubah menjelang
abad ke-15 ketika bangsa portugis mulai mengembangkan teknologi maritim.
Kapal-kapal layar yang digunakan untuk pelayaran sekitar laut tengah mengalami
inovasi menjadi caravel dengan dua sampai tiga tiang layar yang dapat digunakan
untuk lintas benua. Sejalan dengan itu, layar segitiga ( layar tanjung)
menggantikan dengan layar segiempat yang kurang efisien. Pemudi kapal yang
sebelumnya berbentuk dayung besar digantikna daun kemudi yang ditempatkan
pada buritan dalam air. Kompas mulai digunakan, juga peta portolan,dan cara-
cara menghitung garis bujur. Adik raja portugal Hendri the novigatorlah, dengan
sekolah navigasinya, yang meningkatkan pengetahuan mengenai kartografi
diportugal. (Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 2010: 11)
.

Armada-armada dagang Cheng he dilengkapi dengan tentara dan persenjataan


yang lengkap. Selain itu, dalam armada-armada itu terdapat ahli-ahli navigasi,
perbintangan, dan pemetaan. Kemampuan orang cina dalam teknologi navigasi/
astronomi dalam ke-15 ternyata jauh lebih maju dari pada orang barat, seperti
portugis, Belanda, dan Inggris. Bahkan , menurut penelitian ada kemungkinan
besar orang barat yang mulai mengarungi lautan ke asia dalam abad ke-16 itu
mendapat pengetahuan dari orang0orang cina yang mengajarkannya kepada para
pembuat peta dan ahli navigasi Australia. Kapl-kapal dagang Portugis yang besar
(nao) dilengkapi dengan tentara dan senjata ringam (senapan) dan berat (meriam).
(Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 2010: 13-14) .

Kota-kota dagang yang dikuasi oleh Portugis, yang membentang dari Sovala
dipantai Afrika Timur hingga Maluku, dilengkapi dengan dengan benteng terbuat
dari batu ( fortelessa)sehingga terjadi pemisahan antra penduudk setempat dan
orang Portugis dalam benteng itu. Sama halnya dalam perdagangan cina pada
cheng he strategi dagang Portugis dalah Sentralistis. Kegiatan misi khotolik pun
didukung oleh Vice Roy digoa sehingga disetiap kota benteng terdapat sebuah
gereja. Oleh karena itulah kehadiran portugis di Asia dilambangkan dengan
benteng dan gereja dalam bahasa Portugis Fortelessa e i gereja. Selama ditangan
ditangan Portugis ( 1511-1642), Malaka kembali marak sebagai pusat
perdagangan yang paling ramai di Asia. Seorang pegawai Portugis di Malaka
yang bernama Thome pires yang terkenal dengan buku soma oriental tahun 1515,
menulis mengenai Malaka sebgai berikut “tidak ada pusat perdagangan yang lebih
besar dari malaka, juga tidak ada tempat lain dimana orang memperdagangkan
komoditas yang demikian halus dan mahal. Komoditas dari seluruh dunia timur
ada disini, komoditas dari seluruh dunia barat ada disini. Pada akhir musim angin
orang bisa mendaparkan apa saja yang dicari dan kadang-kadang lebih dari yang
dicari”. (Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 2010: 14 -
15 ) .

Armada lain yang dikirim oleh Alfonso de Albuquerque untuk merebut daerah-
daerah rempah-rempah dilakukan pada tahun 1512. Aramada yang terdiri tiga
kapal layar dipimpin oleh Antonio de Abrereu ( salah satu kapal yang memuat
perbekalan tenggelam perairan Madura. Tujuan utama espedisi ke Maluku itu
untuk membangun monopoli portugis atas perdagangan cengkih. Armada itu
pertama-tama tiba dikepulauan Banda yaitu pusat produksi Pala ( bunga pala.)
setelah satu kapal layar lagi tenggelam , sisa armada itu tiba di Ternate pada tahun
itu juga, dengan susuah payah karena kapal-kapalnya karam, ekspedisi pertama itu
tiba di Ternate dan berhasil mengadakan hubungan dengan sultan Aby Lais
( meninggal 1522). Sultan Ternate berjanji akan menyediakan cengkih Portugis
setiap tahun dengan syarat dibangunnya sebuah benteng di pulau ternate ia malah
mengirim sebuah surat kepada raja Dom Manuel dari portugal dan kepada Kapitan
Malaka dengan permintaan yang sama. Penduduk Ternate menggunakan istilah “
kastela” untuk benteng itu, bahkan kemudian benteng itu dikenal dengan nama
gamalama. Sejak 1522 hingga 1570 terjalin hubungan perdagangan cengkih antara
portugis dan ternate. Sudah tentu tidak jarang terjadi konflik antara para penguasa
Ternate dan pihak portugis yang senantiasa mencoba mendominasi Ternate.
(Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 2010: 19) .

Tidak lama orang setelah orang Portugis mmepunyai hubungan tetap dengan
Ternate orang Spanyol yang menguasi Manila, tiba di Maluku dan membuat
persekutua dengan kerajaan Tidore untuk kepentingan dagang Cengkih pula.
Akibat kehadiran kedua kekuasaan barat itu di maluku dualisme anatara Ternate
dan Tidore yang senantiasa telah ada disana mangkin meningkat tajam dan tidak
jarang sertai peperangan. Sebaliknya sultan Tidore mengiiznkan Spanyol
membangun sebuah menteng di Tidore . (Marwati Djoened Poesponegoro dan
Nugroho Notosusanto, 2010: 20) .

Kegiatan perdagangan Maritim yang menggunakan perahu dan jkapal layar di


pengaruhi oleh angin muson, yaitu muson barat laut dan muson timur.muson barat
laut berlangsung bulan september sampai Mei, dan Muson timur di bulan juni-
sepetember. Dianatara dua muson itu terseling muson utara pada bulan januari,
sehingga membuat muson barat laut terganggu dalam bulan januari- awal februari.
Begitu juga saat muson timur laut bertiup angin muson tenggara dalam bulan juni.
Kondisi uson tersebut diikuti oleh angin barat dan angin laut. Serta arus laut yang
selalu mengikuti arah angin, sehingga menciptakan pola pelayaran dan
perdagangan maritim diindonesia.(Abdrahman Hamid, 2013: 18-156)

Perubahan muson tersebut menciptakan dua jalur pelayaran dan perdagangan


yaitu timur –barat dan utara-selatan. jalur tumur-barat mencipatakan dua jalur
perlayaran penting. Pertama dari malaka menyelursuri pesisir utama pulau
sumatera dan pulau jawa, terus kenusa tenggara sampai pulau Flores dan berlayar
memasuki maluku bagi yang mencari rembapah-rempah dan juga ketimur dan
Sumba ( NTT) untuk memperoleh kayu cendana. Pelayaran mengikuti jalur yang
sama kedua, drai Malaka ketanjung pura kemudian kemakassar terus menuju
button sampai keMaluku dan kembali dengan jalur yang sama. dalam abad ke-16
para pedagang Portugis telah menggunakan jalur utara melintasi pesiisr utara
kalimantan lalu keutara sulawesi, kemudian memasuki ternate dan pulau-pulau
penghasil rempah-rempah dimaluku dan kembali dengan jalur yang sama namun,
mereka terkadang terhanyut kemakassar yang mengantar mereka menajlin
hubungan niaga dari Malaka ke Makassar sebelum ke Ternate maupun sebaliknya,
baik dengan dengan menggunakan jalur dari Manado memasuki selat Makassar
maupun melalui button ke Makassar demikian juga dengan jalur selatan yang
pernah diguanakan oleh VOC. Pelayaran dari Batavia ke maluku melalui
Makasardan menelusuri Button dan kembali dengan jalur yang sama. jalur
tersebut menambah maraknya kegaiatan pelayaran dan perdagangan maritim
dijalur Timur-Barat. (Abdrahman Hamid, 2013: 18-157)

Jalur dan aktivitas perdagangan maritim terganggu setelah VOC berhasil


memaksakan monopolinya pada paru ke 2 abad ke-17 dengan cara berdagang
sendiri, maksudnya Allen Handel. Pedagang-pedagang asing tidak diperbolehkan
melalukan perlayaran niaga, juga pelaut dan pedagang Sulawesi Selatan. tindakan
itu berakibat pada terganggunya pelayaran dan perdagangan hampir dua abad
lamanya. Kondisi itu berubah seiring dengan dikenalnya produksi teh, sebuah
primadona baru dri cina dalam perdagangan Asia tenggara. Permintaan cina
meningkat terhadap produksi laut berupa teripang, agar-agar, kerang, sirip ikan iu,
sisik penyu, dan kerang mutiara, selaian itu dari bagian barat ( Arab, Eroapa,
India, dan Malaka) beruapa tekstil, permadani, mata uang emas dan candu.
Produksi dari utara yakni cina, jepang, dna philpina adalah poselin, sutra, bahan
sutra, loyang cina, gong cina kecil, gading gajah, ringgit spanyol, rediks cina,
berjenis-jenis perhiasan emas, tembaga jepang, ketel tembaga, berjenis mata uang
dan budak. Pencarian dan pemasaran produksi laut telah mengantarkan pelaut dan
pedagang Sulawesi Selatan keperaiaran selayar, Button, Sulawesi Tenggara,
kepulauan Nusa tenggara, kepulauan Kei, dan aru, perairan sekitar pesisir papua
dan apantai uatara Australia yang disebut Marege. (Abdrahman Hamid, 2013: 18-
159)

Pelabuhan Banten memiliki posisi geografis yang sangat strategis sebagai sebuah
kota pelabuhan. Pelabuan Banten yang terletak di ujung bagian barat Pulau Jawa
dan berada di pintu Selat Sunda ini dapat dikatakan berfungsi sebagai pintu
gerbang barat dari kepulauan Nusantara. Pelabuhan ini menja pelabuhan
internasional pada masa Sultan Ageng Tirtayasa. Pada tahun 1660-1683 M
merupakan suatu kemajuan yang pesat bagi Pelabuhan Banten. Pelabuhan ini
banyak dipenuhi pedagang dari berbagai negara baik lokal, nasional maupun
internasional. Kegiatan perdagangan maritim di Pelabuhan Banten antara lain
( Dewi Nurmala Sari : 2014):
1. Perdagangan maritim di Pelabuhan Banten sudah terlembagakan dengan
adanya organisasi pelabuhan, walaupun belum dikelola secara formal dan
diatur secara kultural.
2. Sistem perdagangan maritim yang digunakan adalah sistem pedagangan
bebas. Sistem ini membuka jalan bagi pedagang di Pelabuhan Banten
untuk berinteraksi dengan pedagang lainnya, karena semua pedagang dari
berbagai negara dibebaskan berdagang di Pelabuhan Banten sesuai
dengan barang dagangannya masing-masing.
3. Jenis perdagangan yang ada di Pelabuhan Banten adalah perdagangan
ekspor, impor, dan jasa. Sumber perdagangannya berupa barang
produksi, Kegiatan perdagangan maritim ini tidak akan berjalan lancar
tanpa adanya indikasi pendukung kegiatan perdagangan. Indikasi
pendukung perdagangan berupa sarana kegiatan perdagangan, alat tukar
perdagangan dan interaksi antar pedagang. Ketiga faktor itu dibuat oleh
pemerintah Kesultanan Banten untuk melancarkan kegiatan perdagangan
di Pelabuhan.

Anda mungkin juga menyukai