Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
SOAL
JAWAB:
Menurut berita Cina, kita dapat menyimpulkan bahwa Sriwijaya adalah salah satu
pusat perdagangan antara Asia Tenggara dengan Cina yang terpenting. Sriwijaya
adalah kerajaan maritim yang pernah tumbuh menjadi suatu kerajaan maritim
terbesar di Asia Tenggara. Politik ekspansi untuk mengembangkan sayap dan
menaklukkan kerajaan lain di Sumatra dilakukan Sriwijaya secara intensif pada
abad ke-7, yaitu pada tahun 690 M. kenyataan ini diperkuat dengan adanya
prasasti dari kerajaan Sriwijaya, yang semuanya ditulis dengan huruf Pallawa dan
dalam bahasa Melayu kuno. Sebagai kerajaan maritim, Sriwijaya menggunakan
politik laut yaitu dengan mewajibkan kapal-kapal untuk singgah di pelabuhannya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Sriwijaya sebagai sebuah kerajaan maritim yang
besar telah mengembangkan ciri-ciri yang khas, yaitu mengembangkan suatu
tradisi diplomasi yang menyebabkan kerajaan tersebut lebih metropolitan sifatnya.
Dalam upaya mempertahankan peranannya sebagai Negara berdagang, Sriwijaya
lebih memerlukan kekuatan militer yang dapat melakukan gerakan ekspedisioner
daripada Negara agraris. (Riny Rizkiananda, 2014: 6-7)
Perdagangan dan pelayaran Nusantara masa kuno khususnya tentang bagian Barat
kepulauan Indonesia, merupakan fokus dari salah satu penelitian Wolters
(Wolters, 2011: 1). la telah mengumpulkan data mengenai pola dan sifat
perdagangan yang merupakan latar belakang dari munculnya kekuasaan maritim
kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi, di mana sesuai yang tercantum
informasi pada isi Prasasti Kedukan Bukit (ditemukan di Palembang) yang
tenanggal pada tahun 682 Masehi (Wolters, 201 l: 34).
Setelah Sriwijaya mundur, penguasaan selat Malaka pada abad kel4 jatuh ke
tangan Malaka. Pada waktu orang-orang Eropa datang, Indonesia tidak lagi
mendominasi perdugangan seperti masa Sriwijaya. meskipun demikian mereka
masih juga terlibat dalam perdagangan di sisi timur Selat Malaka.
2. Yang membuktikan bahwa dari zaman pra aksara sudah melakukan
aktivitas pelayaran
Salah satu benda prasejarah yang bisa diperkirakan sebagai petunjuk bahwa
bangsa Indonesia terbiasa melakukan aktivitas pelayaran antar pulau, bahkan juga
perdagangan, adalah nekara perunggu.Dari hasil penelitian Heger diketahui
adanya berbagai jenis nekara tipe local dan tipe yang terdapat di daerah daratan
Asia Tenggara.Dari hasil penelitian itu diperkirakan bahwa nekara tersebut
berasal dari Asia Tenggara yang dibawa oleh suku-suku pendatang yang
memasuki berbagai kepulauan di Indonesia.Namun juga bisa sebaliknya, bahwa
sebagian dari nekara itu memang dibuat di Indonesia kemudian dibawa atau
diperdagangkan ke daratan Asia Tenggara.Bukti mengenai itu adalah dengan
diketemukannya berbagai cetakan yang dipergunakan untuk pengecoran
perunggu, termasuk untuk membuat nekara.Jika demikian, maka dapat
disimpulkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan bagian dari jaringan lalu
lintas pelayaran dan perdagangan Asia Tenggara. Sebagai daerah produsen
ataupun konsumen, demikian juga sebagai jaringan pelayaran dan perdagangan
Asia Tenggara, di Indonesia pada waktu itu, tentu sudah berkembang kelompok
masyarakat dengan pranata sosialnya yang berfungsi sebagai alat pengatur
pergaulan bermasyarakat.
Salah satu pendorong adanya hubungan pelayaran dan perdagangan dengan
menggunakan kapal layar dan bercadik adalah angin musim, yang di Indonesia
dikenal adanya musim angin barat dan musim angin timur. Dengan demikian bisa
diperkirakan bahwa pelayaran menyeberangi samudera hindia ke timur dan ke
barat memperkuat dugaan akan adanya hubungan dagang yang lebih awal anatara
berbagai pulau di Indonesia dengan india ketimbang dengan Cina. (Safri
Burhanuddin., dkk, 2003: 50-52)
Bukti lainnya terdapat di wilayah pasemah terlihat sekitar 3000-2500 BC, dimana
orang-orang Austronesia memulai berlayar menyebrangi lautan menuju Taiwan
dan kepulauan Filipina. Diaspora Austronesia berlamgsumg terus hingga tahun
2000 SM mereka mulai memasukim Sulawesi. Kalimantan dan di pulau-pulau
sekitarnya. (kristantina 2010 : 78)
sultanan Tidore, sejak abad abad 16-17 M, dan berkembang terus hingga pada
masa hegemoni kolonial abad 18-19 M, menjadi salah satu pilar dari empat pilar
peradaban dan kekuasaan Islam di wilayah Kepulauan Maluku. Dalam hikayat
Dinasti Tang (618-906) disebutkan eksistensi suatu kawasan yang digunakan
untuk menentukan arah daerah Ho-ling (Kaling) yang terletak di sebelah baratnya.
Kawasan ini bernama "Mi-li-ki," yang diperkirakan sebagai sebutan untuk
Maluku. Penulis- penulis Cina dari zaman Dinasti Tang, yang menyebutnya
sebagai "Mi-li-ki," tidak dapat memastikan lokasi sesungguhnya kawasan yang
ditunjuk dengan nama tersebut. Pada masa kemudian barulah diketahui bahwa
yang dimaksudkan dengan "Mi-li-ki" itu adalah gugusan pulau-pulau Ternate,
Tidore, Makian, Bacan dan Moti (Abdurrahman, 1978: 163; Amal, 2010: 3).
Salah seorang dari 265 personil dalam pelayaran kapal Spanyol itu adalah
Antonio Pigafetta (1459-1534), bangsawan Italia yang cakap dan menguasai
beberapa bahasa, termasuk Melayu. Dia mencatat kisah pelayaran itu.Pada saat
melihat daratan Maluku.demikian Pigafetta menulis:
Pigafetta juga menulis bahwa sultan sangat senang dan telah lama menanti
kedatangan mereka, yang disampaikannya dalam bahasa Melayu. Sultan
memberikan tempat bagi mereka berlabuh dan berdagang di sana, sembari
mengatakan "saya hanva menjadi raja muda dari kerajaan Anda". Lalu, "kini
disetujui kalian bersenang-senang ... Segalanya suka yang diminta menurut
aturanmu" (Amal 2009: 292).
Tawaran nilai beli dari pedangan spanyol lebih tinggi Portugis. Satu bahar (406
pon) cengkih ditukar dengan 20 yard kain merah, atau 15 kapak, 36 cangkir kaca,
150 pisau, atau 50 buah gunting. Karena itu, sultan dan rakyatnya bersemangat
menjual rempah-rempah kepada mereka. Setelah memuat kapalnya sarat dengan
cengkih, sebanyak 2.200 kwintal (1 kwintal = 100 pon), yang dikumpukan selama
40 hari (18 November 18 Desember), kedua kapal itu meninggalkan Maluku
kembali ke negerinya. Pada kesempatan itu, sultan menitipkan hadiah kepada raja
Spanyol, berupa satu kwintal cengkih dan tiga ekor burung Manuco Diato,
sementara dua kapten kapal masing-masing mendapatkan satu ekor burung
itu.Belum jauh mereka meningealkan Tidore, datang angin topan dan
menghantam kapal mereka.Akibatnya, kapal Trinidad tidak dapat diperbaiki.
Setelah tiga bulan, Trinidad dibawa ke Ternate atas perintah gubermur Portugis
pertama, Antonio de Brito. Dalam pelayaran menuju Talangame, Trinidad diterpa
topan dan tenggelam di laut depan benteng Gamlamo. Sementara itu, Victoria
yang masih baik kondisinya berlayar pulang, meski tidak lagi melalui Samudera
Pasifik (jalur kedatangnya), dengan kawalan kapal kora-kora dari sultan
Tidore.Kapal ini memuat 47 orang Spanyol dan 13 orang Hindia (terdiri dari
penerjemah bahasa Melayu dari Philipina dan orang Tidore).
Dari Tidore, kapal Victoria menuju Ambon dan Laut Banda, kemudian Laut
Flores seterusnya ke Samudera Hindia dan mengitari anjung Harapan.Kapal itu
sempat mendapat ancaman dari orang- orang Portugis di Cape Verde, ketika
hendak mengambil air, tetapi berhasil meloloskan diri.Victoria melanjutkan
pelayaran dan akhirnya tiba di Sevilla pada 6 September 1522, dengan 18 orang
Spanyol dan 4 orang Hindia.Keberhasilan mereka merupakan kemenangan besar
bagi Spanyol. Meskipun menghabiskan tenaga dan modal setelah pelayaran yang
lama, tetapi mereka berhasil menjual cengkih sebanyak 5.100 pound sterling, yang
berartikeuntungannya sebesar 300 pon atas modal dasar dari para pemberi(Amal
2009 293-296, Alwi 2005:331-332).Keberhasilan menemukan negeri rempah-
rempah membuka jalan bagi kapal-kapal Spanyol berikutnya, demikian juga
Portugis.
Kota-kota dagang yang dikuasi oleh Portugis, yang membentang dari Sovala
dipantai Afrika Timur hingga Maluku, dilengkapi dengan dengan benteng terbuat
dari batu ( fortelessa)sehingga terjadi pemisahan antra penduudk setempat dan
orang Portugis dalam benteng itu. Sama halnya dalam perdagangan cina pada
cheng he strategi dagang Portugis dalah Sentralistis. Kegiatan misi khotolik pun
didukung oleh Vice Roy digoa sehingga disetiap kota benteng terdapat sebuah
gereja. Oleh karena itulah kehadiran portugis di Asia dilambangkan dengan
benteng dan gereja dalam bahasa Portugis Fortelessa e i gereja. Selama ditangan
ditangan Portugis ( 1511-1642), Malaka kembali marak sebagai pusat
perdagangan yang paling ramai di Asia. Seorang pegawai Portugis di Malaka
yang bernama Thome pires yang terkenal dengan buku soma oriental tahun 1515,
menulis mengenai Malaka sebgai berikut “tidak ada pusat perdagangan yang lebih
besar dari malaka, juga tidak ada tempat lain dimana orang memperdagangkan
komoditas yang demikian halus dan mahal. Komoditas dari seluruh dunia timur
ada disini, komoditas dari seluruh dunia barat ada disini. Pada akhir musim angin
orang bisa mendaparkan apa saja yang dicari dan kadang-kadang lebih dari yang
dicari”. (Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 2010: 14 -
15 ) .
Armada lain yang dikirim oleh Alfonso de Albuquerque untuk merebut daerah-
daerah rempah-rempah dilakukan pada tahun 1512. Aramada yang terdiri tiga
kapal layar dipimpin oleh Antonio de Abrereu ( salah satu kapal yang memuat
perbekalan tenggelam perairan Madura. Tujuan utama espedisi ke Maluku itu
untuk membangun monopoli portugis atas perdagangan cengkih. Armada itu
pertama-tama tiba dikepulauan Banda yaitu pusat produksi Pala ( bunga pala.)
setelah satu kapal layar lagi tenggelam , sisa armada itu tiba di Ternate pada tahun
itu juga, dengan susuah payah karena kapal-kapalnya karam, ekspedisi pertama itu
tiba di Ternate dan berhasil mengadakan hubungan dengan sultan Aby Lais
( meninggal 1522). Sultan Ternate berjanji akan menyediakan cengkih Portugis
setiap tahun dengan syarat dibangunnya sebuah benteng di pulau ternate ia malah
mengirim sebuah surat kepada raja Dom Manuel dari portugal dan kepada Kapitan
Malaka dengan permintaan yang sama. Penduduk Ternate menggunakan istilah “
kastela” untuk benteng itu, bahkan kemudian benteng itu dikenal dengan nama
gamalama. Sejak 1522 hingga 1570 terjalin hubungan perdagangan cengkih antara
portugis dan ternate. Sudah tentu tidak jarang terjadi konflik antara para penguasa
Ternate dan pihak portugis yang senantiasa mencoba mendominasi Ternate.
(Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 2010: 19) .
Tidak lama orang setelah orang Portugis mmepunyai hubungan tetap dengan
Ternate orang Spanyol yang menguasi Manila, tiba di Maluku dan membuat
persekutua dengan kerajaan Tidore untuk kepentingan dagang Cengkih pula.
Akibat kehadiran kedua kekuasaan barat itu di maluku dualisme anatara Ternate
dan Tidore yang senantiasa telah ada disana mangkin meningkat tajam dan tidak
jarang sertai peperangan. Sebaliknya sultan Tidore mengiiznkan Spanyol
membangun sebuah menteng di Tidore . (Marwati Djoened Poesponegoro dan
Nugroho Notosusanto, 2010: 20) .
Pelabuhan Banten memiliki posisi geografis yang sangat strategis sebagai sebuah
kota pelabuhan. Pelabuan Banten yang terletak di ujung bagian barat Pulau Jawa
dan berada di pintu Selat Sunda ini dapat dikatakan berfungsi sebagai pintu
gerbang barat dari kepulauan Nusantara. Pelabuhan ini menja pelabuhan
internasional pada masa Sultan Ageng Tirtayasa. Pada tahun 1660-1683 M
merupakan suatu kemajuan yang pesat bagi Pelabuhan Banten. Pelabuhan ini
banyak dipenuhi pedagang dari berbagai negara baik lokal, nasional maupun
internasional. Kegiatan perdagangan maritim di Pelabuhan Banten antara lain
( Dewi Nurmala Sari : 2014):
1. Perdagangan maritim di Pelabuhan Banten sudah terlembagakan dengan
adanya organisasi pelabuhan, walaupun belum dikelola secara formal dan
diatur secara kultural.
2. Sistem perdagangan maritim yang digunakan adalah sistem pedagangan
bebas. Sistem ini membuka jalan bagi pedagang di Pelabuhan Banten
untuk berinteraksi dengan pedagang lainnya, karena semua pedagang dari
berbagai negara dibebaskan berdagang di Pelabuhan Banten sesuai
dengan barang dagangannya masing-masing.
3. Jenis perdagangan yang ada di Pelabuhan Banten adalah perdagangan
ekspor, impor, dan jasa. Sumber perdagangannya berupa barang
produksi, Kegiatan perdagangan maritim ini tidak akan berjalan lancar
tanpa adanya indikasi pendukung kegiatan perdagangan. Indikasi
pendukung perdagangan berupa sarana kegiatan perdagangan, alat tukar
perdagangan dan interaksi antar pedagang. Ketiga faktor itu dibuat oleh
pemerintah Kesultanan Banten untuk melancarkan kegiatan perdagangan
di Pelabuhan.