Anda di halaman 1dari 16

TUGAS WAWASAN KEMARITIMAN

OLEH:

WA ODE EMI PATRIANI

A1Q1 22 058

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
1. Sejarah Maritim Indonesia
Pada kemerdekaan Indonesia,yaitu 17 agustus 1945 wilayah Indonesia hanya
berubah wilayah hindai belanda yang ditambahkan dengan timur,papua,malaka,borneo
utara dan juga kepulauan disekelilingnya yang sesuai dengan perjanjian BPUPKI 11 juli
1945. Selain itu wilayah Indonesia laut Indonesia ini hanya selebar 3 mildari garis
pantai sehingga kapal yang berasal dari negara lain bisa secara bebas melintasi laut yang
berada diantara pulau-pulau di Indonesia.Hal ini membuat Indonesia khawatir akan
adanya ancaman terhadap keadaulatan wilayah dari Indonesia karena mudahnya kapal
asing untuk masuk.
Maka dari itu,dibuatlah Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957 yang
menyatakan bahwa setiap laut yang berada diantara pulau-pulau di Indonesia juga
termasuk dalam wilayah Indonesia sehingga kapal asing tidak bisa sembarangan masuk.
Hal ini tentu tidak disetujui oleh negara-negara yang sering melintasi laut teersebut
seperti Amerika Serikat,Inggris,Belanda dan lain-lain. Namun,ada juga beberapa negara
seperti Filipina,Yogoslavia,dan equador yang menyetujui pernyataan tersebut.
Akhirnya,pada tahun 1982 permintaan pada Deklarasi Djuanda disetujui pada
konvensi hukum laut PBB. Melalui hal ini,luas dari wilayah laut Indonesia yang tadinya
hanya 1 juta km2 menjadi 5 km2. Melalui konvensi ini, PBB juga menetapkan bahwa
Indonesia adalah negara kepulauan.
a. Perkembangan Maritim Pada Zaman Kerajaan
Wilayah laut yang merupakan dua pertiga wilayah nusantara mengakibatkan
sejak masa lampau nusantara diwarnai dengan berbagai pergumulan kehidupan di laut.
Bahkan pada masa itu, bangsa Indonesia memiliki pengaruh yang sangat dominan di
wilayah Asia Tenggara, terutama melalui kekuatan kerajaan-kerajaan matimnya. Dalam
catatan sejarah terekam bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia menguasai lautan
Nusantara, bahkan mampu mengarungi samudera luas hingga ke pesisir Madagaskar,
Afrika Selatan.
Penguasaaan lautan oleh nenek moyang kita, baik di masa kejayaan Kerajaan
Sriwijaya, Majapahit maupun kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar, telah menunjukkan
bahwa bangsa Indonesia yang mencintai laut sejak dahulu merupakan masyarakat
bahari. Nenek moyang bangsa Indonesia telah memahami dan menghayati arti dan
kegunaan laut sebagai sarana untuk menjamin berbagai kepentingan antarbangsa, seperti
perdagangan dan komunikasi
Jauh sebelum kedatangan bangsa Portugis yang dipimpin Afonso de Alburquerque
ke Malaka pada 1511, pelaut-pelaut nusantara telah dikenal sebagai pelaut yang
tangguh. Pada abad V hingga abad VII masehi kapal-kapal dagang nusantara telah
menguasai Asia. Pada era itu pedagang Cina banyak bergantung kepada pelaut-pelaut
nusantara. Sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia telah berlayar mengarungi lautan
ke barat Samudera Hindia (Indonesia) hingga Madagaskar dan ke timur hingga Pulau
Paskah.
Robert Dick, seorangpeneliti dari London University mengemukakan bahwa pelaut-
pelaut nusantara yang telah menguasai perairan dan tampil sebagai penjelajah samudera
sejak 1.500 tahun lampau. ini artinya penjelajahan pelaut-pelaut nusantara itu dilakukan
jauh sebelum Cheng Ho maupun Colombus mencatatkan sejarah penjelajahan bahan
yang fenomenal.
Selanjutnya, Anthony Reid, dalam buku Sejarah Modern Awal Asia Tenggara,
mengutip catatan Diego de Couto dalam buku Da Asia (terbit 1645), menuliskan pelaut
Portugis yang menjelajahi samudera pada pertengahan abad ke-16 itu menyebutkan,
orang Jawa lebih dulu berlayar sampai ke Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar. Ia
mendapati penduduk Tanjung Harapan awal abad ke-16 berkulit cokelat seperti
orangJawa.
Menurut Kenneth R. Hall, nusantara memiliki 3 (tiga) laut utama, yakni laut Jawa, laut
Flores, dan laut Banda. Hall juga menyatakan pada sekitar abad ke-14 dan
permulaanabadke- 15 terdapat lima zona perdagangan (commercial zones).
Pertama,zona perdagangan Teluk Bengal yang meliputi pesisir Koromandel di India
Selatan, Sri Lanka, Burma (Myanmar), serta pesisir utara dan barat Sumatera. Kedua,
zona perdagangan Selat Malaka. Ketiga, zona perdagangan yang melaputi pesisir timur
Semenanjung Malaka, Thailand, dan Vietnam Selatan.Jaringan ini juga dikenal sebagai
jaringan perdagangan laut Cina Selatan. Keempat, zona perdagangan laut Sulu,
yangmeliputi pesisir barat Luzon, Mindoro, Cebu, Mindanao, dan pesisir utara
Kalimantan (Brunei Darussalam) Kelima, zona Iautjawa, yang meliputi kepulauan Nusa
Tenggara, kepulauan Maluku, pesisir barat Kalimantan, Jawa, dan bagian selatan
Sumatera.
 Kerajaan-Kerajaan Maritim Nusantara
Negara dan bangsa Indonesia dengan karakter sosial budaya kebahariannya
sekarang bukanlah merupakan fenomena baru di nusantara ini. Kerajaan-kerajaan
maritim nusantara masa lalu yang berdaulat memiliki sistem pertahanan keamanan
yang ampuh dan menumbuhkan sektor-sektor ekonomi kebeharian terutama pelayaran
dan perikanan.
Perkembangan infrastruktur kemaritiman berupa rute pelayaran, perdagangan, serta
kegiatan pembangunan galangan kapal dari kerajaan-kerajaaan besar nusantara
menitikberatkan pada pembangunan kekuatan maritim. Setiap kerajaan mempunyai
strategi pembangunan kekuatan sosial ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, dan
infrastruktur kebaharian (terutama kapal, perahu, pelabuhan dan kota pantai) masing-
masing. Kerajaan-kerajaan maritim nusantara yang dikenal tangguh dan masyur
diantaranya, kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan maritim yang pernah tumbuh menjadi
suatu kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara. Kerajaan Sriwijaya telah ada sejak
tahun 671 M berdasarkan catatan I Tsing, seorang pendeta Tiongkok. Selanjutnya,
berdasarkan prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 diketahui kerajaan ini dibawah
pimpinan Dapunta Hyang. Di abad ke-7 ini, orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat
dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi bagian kemaharajaan Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 ditemukan di pulau
Bangka, kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan Sumatera, pulau Bangka dan
Belitung, hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah
melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum kerajaan di Jawa yang tidak berbakti
kepada Sriwijaya. Peristiwa runtuhnya Tarumanegara di Jawa Barat dan Holing
(Kalingga) di Jawa Tengah kemungkinan besar berhubungan dengan ekspedisi ini.
Setelah kerajaan Sriwijaya runtuh, muncul kerajaan maritim besar di Jawa yaitu
kerajaan Majapahit. Majapahit ini mendasarkankekuasaannyadilaut. Laut-laut dan
pantai yang terpenting di Indonesia dikuasainya. Kerajaan ini memiliki
angkatanlautyangbesardan kuat. Pada tahun 137, Majapahit mengirirn suatu ekspedisi
untuk menghukum raja Palembang dan Sumatra. Majapahit juga mempunyai hubungan
dengan Campa, Kampuchea, Siam Birma bagian selatan, dan Vietnam serta mengirim
dutanya ke Cina.
Majapahit didirikan oleh Nararya Sanggramawijaya (Raden Wijaya) pada tahun
1293 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menadi kemaharajaan raya yang
menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masakekuasaan Hayam Wuruk, yang
berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389. Wilayah yang disatukan Majapahit meliputi
Nusantara, Desantara Indocina dan Cina dan India. Perluasan wilayah ini dicapai berkat
politik ekspansi yang dilakukan oleh Patih Mangkubumi Gadjah Mada. Pada masa
inilah Kerajaan Majapahit mencapai puncak keajayaan.
Majapahit adalah sebuah kerajaan maritim terbesar di Nusantara Dalam Pujasasra
dikenal seorang pelaut ulung, yang merupakan tangan kanan Sang Mahapatih) Gajah
Mada di dalam tugas mempersap kepuIauan.kepn Nusantara di bawah kekuasaan
Ma;apahit. Konon rahasia kekuatan armada angkatan taut Kerajaan Majapahit sejak
jaman Ga;ah Mada yaitu terletak pada kharisrna pimpinan angkatan laut, dia .adalah
Senopati Sarwajala Mpu Nala, (dapat disetarakan dengan Panglima atau Kepala Staf
Angkatan Laut dengan pangkat Laksamana MudaatauLaksamana Madya Laut).
Di bawah kendali Senopati Sarwajala Mpu Nala, kapalk apalfperang Kerajaan
Majapahit mampu menaklukan satu dema satu pulau-pulau dan negara-negara di
kawasan Nusantara dalam rangka mempersatukan Nusantara, dan semua itu dilakuk
untuk meningglkan kedaulatan Majapahit demi terlaksananya Ikrar Sakti Sumpah
Palapa.
GaiahMada bertekad mempersatukan seluruh nusantara dibawah kekuasaan
Majapahit. Gajah Mada bersumpah bahwa ia tidak akan makan buah palapa sebelum
dapat menundukkan Nusantara, yaitu Gurun, Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang,
Dompo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik.Sumpah Palapa ini benar-benar terbukti
pada masa pemerintahan Raja Havam Wuruk yang memerintah dari tahun 1350 M
sampai dengan 1389 M. Kerajaan Majapahit pun mencapai puncak kebesaran dan
kejayaannya.
Wilayah Kerajaan majapahit berada dikawasan sungai berantas dari pesisir pantai
selatan pulau jawa membuat kawasan ini menjadi indah nan subur yang mendorong
pemimpin majapahit kala itu membangun pertanian dengan sistem pengarian yang
dibangun majapahit memang luar biasa tidak hanya irigasi, bendungan,waduk
melainkan juga dilengkapi kanal-kanal yang dibangun dipenjuru kota Majapahit
hingga wilayah ini terbebas dari banjir.
Sistem pengairan inilah pertanian Majapahit menjadi maju pesat hingga Majapahit
menjelma menjadi swasembada pangan selanjutnya kanal-kanal sungai dikawasan
Majapahit dimanfaatkan sebagai sarana transportasi dan jalur perdangangan menjual
berbagai produk-produk pertanian, perhutanan mendorong para pedagang asing tertarik
menjuak barang perdagangan dikawasan ini.
Semenjak itu kawasan Majapahit menjelma sebagai pusat ekonomi kemudian para
pedagang membangun bandar pelabuhan disepanjang pesisir pantai hingga tumbuh
komunitas-komunitas pedagang dengan membangun kampung-karnpung lambat laun
kampung tersebut berkembang menjadi kota pelabuhan.
Ekonomi Majapahit makin maju mencapai puncak kejayaan setelah Majapahit
dikuasai raja Hayarn Wuruk bersama mahapatih Gajah Mada. Wilayah kekuasaan
Majapahit yang luas menjadi jalur perdagangan hingga terjadi kerjasama tidak hanya
perdagangan, melainkan juga politik serta sosial budaya. Dengan memanfaatkan jalur
perdagangan Majapahit menjelrna menjadi kerajaan Maritim di nusantara.
Sebagai kerajaan Maritim, Majapahit memanfaatkan perairan di wilayah nusantara
tidak hanya digunakan sebagai jalur perdagangan ekonomi, kerjasama antar negara,
pertukaran budaya melainkan juga sebagai pertahanan keamanan Majapahit dari
serangan negara asing dengan membentuk armada angkatan laut yang kuat. Armada
angkatan laut Majapahat dipimpin 2 tokoh militer Mahapati Gajah Mada dan
Laksamana Mpu Nala memang luar biasa dilengkapi senjata meriam cetbang, kapal
perang, kapal berbekalan yang ditempatkan 5 titik penting nusantara: pengairan pulau
sumatera, laut selatan jawa, laut makassar, selat malaka dan laut jawa ke arah timur
dengan jumlah kapal mencapai ribuan.
Setelah kejatuhan Majapahit terdapat bandar-bandar besar dan berpengaruh di
wilayah nusantara. Malaka, yang waktu itu masih menjadi wilayah Majapahit, dan
kemudian Demak, menjadi bandar yang strategis. Selain Malaka, bandar lain yang tak
kalah ramai adalah Makassar yang menjadi pusat kerajaan Gowa. Pusat kerajaan di
Makassar pada awal abad ke-17 sudah menjadi kota pelabuhan internasional lengkap
dengan kantor perwakilan dagang Portugis, Belanda, Inggris, Spanyol, Denmark dan
Tiongkok.
Malaka merupakan suatu kota pelabuhan besar yang letaknya menghadap ke laut.
Posisi seperti ini juga dimiliki oleh kerajaan Maritim lain seperti Banten, Batavia,
Gresik, Makassar, Ternate, Manila atau sungai besar yang dapat dilayari. Malaka
muncul sebagai pusat perdagangan dan kegiatan Islam baru pada awal abad ke-15.
Pendiri kerajaan Malaka adalah seorang pangeran Majapahit bernama Parameswara.
Parameswara berhasil meloloskan diri ketika terjadi serangan Majapahit pada tahun
1377 dan akhirnya tiba di Malaka sekitartahun 1400.
Di tempat ini dia menemukan suatu pelabuhan yang baik yang dapat dirapati kapal-
kapal di segala musim dan terletak di bagian selat Malaka yang paling sempit. Beserta
para pengikutnya dalam waktu singkat, dusun nelayan dengan bantuan bajak-bajak laut
menjadi kota pelabuhan, yang karena letaknya yang sangat baik di Selat Malaka,
merupakan saingan berat bagi Samadura Pasai
Dengan demikian, Malaka diberi kesempatan berkembang menjadi pusat
perniagaan baru. Sebelum itu, Malaka hanyalah merupakan sebuah tempat nelayan kecil
yang tak berarti. Pada awal abad ke-14, tempat tersebut mulai berarti buat perdagangan-
perdagangan, dan dalam waktu yang pendek saja menjadi pelabuhan yang terpenting di
pantai Selat Malaka.
Setelah Majapahit mengalami kehancuran, di Jawa muncul kerajaan maritim yakni
kerajaan Demak. Kerajaan ini merupakan kerajaan islam pertama di Jawa. Menurut
Tome Pires, Demak, mempunyai armada laut yang terdiri dan 40 kapal Jung. Kekuatan
Demak terpenting adalah kota pelabuhan Jepara, yang merupakan kekuatan laut terbesar
di laut Jawa.
Pada masa Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor berkuasa, tepatnya tahun 1512 dan
1513 Demak menyerang Portugis di Malaka dengan menggunakan gabungan seluruh
angkatan laut Jawa, namun berakhir dengan hancurnya angkatan laut dari Jawa.
Selanjutnya, di bawah pimpinan Fatahillah, pada tahun 1527 Demak menyerang
Portugis di Sunda Kelapa. Namun demikian, kerajaan Demak bukanlah kerajaan
maritim besar. Hal inilah kemudian membuat Portugis, dan kemudian Belanda relatif
mudah menguasaiJawa.
Kemunduran terbesar Indonesia sebagai bangsa maritim terjadi ketika
meninggalnya Sultan Agung 1645. Kematian Sultan Agung pada tahun 1645 membuka
ruang intervensi VOC di pedalaman Mataran, dan jatuhnya Makassar pada 1669
membuka jalan bagi VOC menguasai jalur perdagangan terpenting di nusantara. Sejak
itu hanya ada kerajaan maritim kecil dan hidup di bawah dominasi VOC yang secara
efektif menggunakan perpecahan dan persaingan di antara mereka untuk menguasai
semuanya.
b. Perkembangan Maritim Pada Zaman Kolonial
Tujuan utama kedatangan bangsa Barat adalah berburu komoditi khususnya
rempah-rempah meskipun pada akhirnya menjajah Indonesia. Kedatangan bangsa Eropa
ke nusantara dipicu kejatuhan Konstantinopel (ibukota Romawi) ke tangan kesultanan
Turki Utsmam. Penguasaan Konstantinopel oleh Turki membuat pasokan rempah-
rempah dan wilayah timur ke Eropa terputus. Kondisi ini membuat bangsa Eropa
mencari sendiri sumber rempah-rempah di belahan timur. Negara-negara yang
mempelopori penjelajahan samudera adalah Portugis dan Spanyol yang diikuti oleh
Inggris, Belanda, dan negara lainnya.
Pada tahun 1510, Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Alburquerque sampai ke
Malaka. Mereka dengan mudah menghancurkan kapal-kapal Jawa dan menguasai
bandar paling strategis di wilayah nusantara tersebut. Setelah menaklukan dan
menguasai Malaka, Portugis menjadikan Malaka sebagai pangkalan militer untuk
menahan serangan orang-orang Melayu. Dari Malaka mereka kemudian mengirimkan
ekspedisi ke Maluku mencari rempah-rempah. Orang-orang Portugis telah mengobarkan
‘Perang Salib di 1autan’ sehingga kawasan perairan nusantara menjadi arena
pertarungan dari berbagai kekuatan maritim baik lokal maupun internasional.
Kedatangan bangsa-bangsa Eropa mencari rempah-rempah ke nusantara tak pelak
menimbulkan persaingan di antara mereka. Mereka masing-masing mencoba mendekati
penguasa-penguasa setempat. Seperti Portugis yang rnendekati Kesultanan Ternate, dan
Spanyol yang mendekati Kesultanan Tidore. Konflik-konflik lokal antarkerajaan itu
pada akhirnya banyak menguntungkan bangsa Eropa. Keberhasilan mereka membantu
dalam menghadapi musuh-musuhnya membuat bangsa-bangsa Eropa itu mendapat
previllage sehingga akhirnya memonopoli perdagangan rempah-rcmpah di wilayah itu.
Sementara itu, dengan kekuatan militernya, Belanda (VOC) berhasil memaksakan
monopoli perdagangannya. Pemerintah Belanda kemudian menggantikan peran VOC
dan menjajah nusantara dengan pemerintahan Hindia-Belandanya. Sebagai contoh yang
menarik rnengenai kasus kemerosotan kerajaan maritim di Nusantara adalah pelabuhan
Tuban. Pada zaman awal kejayaan kerajaan Majapahit tahun 1350-an Tuban merupakan
kota dan pelabuhan terbesar di Nusantara. Di pelabuhan itulah berkumpul para
pedagang kaya, pemilik modal layaknya bum borjuis di Eropa abad 19, yang dengan
kekayaan dan para pengawalnya yang besar mempunyai pengaruh dalam bidang politik
dalam kerajaan.
Para pelaut dan pedagang yang berpindah ke Malaka berasal dari berbagai suku
bangsa seperti Jawa, Tuban, Gresik dan para pedagang timur asing lainnya. Tidak
mengherankan bahwa ketika Malaka telah berkembang sebagai pusat perdagangan
khususnya rempah-rempah yang bertaraf internasional, sebagian besar dari para
pedagang dan pelaut adalah orang-orangJawa.
Ketika Malaka berhasil direbut dan diduduki oleh Portugis pada tahun 1511,
dengan alasan sentimen keagamaan, para pedagang dan India dan Timur Tengah, Jawa
dan sebagainya tidak ingin melakukan hubungan dagang dengan orang-orang Portugis
yang Kristen. Mereka mencari kota-kota pelabuhan yang berpenduduk Muslim,
sebagian dari mereka berpindah ke Aceh, Makassar, Banten, Sunda Kelapa dan kota-
kota pelabuhan lainnya di sepanjang pantai utara pulau Jawa.
Merebaknya kekuasaan VOC di Nusantara ditandai dengan keberhasilan J.P. Coen
menyerang dan merebut Sunda Kelapa pada tanggal 30 Mei 1619. Bahkan kota
pelabuhan yang makmur itu di bakar habis oleh pasukan VOC. Sebagai Gubernur
Jendrai VOC di kemudian hari, menjadikan Sunda Kelapa sebagai pos atau benteng
yang aman di nusantara, sebagai pusat administrasi, perdagangan dan politik
pemerintahan VOC, dengan nama baru Batavia.
Dari pusat pemerintahannya di Batavia VOC terus menerus merencanakan dan
mengatur rencana-rencana dan siasatnya untuk menerapkan sistem perdagangan
monopoli di seluruh wilayah nusantara, khususnya di daerah-daerah atau kota-kota
pelabuhan. Taktik licik yang ditempuh adalah dengan menjalankan politik adu domba
(devide at impera) dan intervensi politik dalam urusan intern di berbagai kerajaan
pribumi, dengan harapan bisa memperoleh sekutu dengan salah satu di antara yang
bersengketa, membantunya dan akhirnya memperoleh imbalan jasa yaitu monopoli
perdagangan, dan izin untuk mendirikan loji-loji atau benteng-benteng VOC.
Menurut sejarawan Ricklefs, dalam setiap peranan kompeni Belanda dalam
membantu dan menjaga kedudukan pewaris tahta kerajaan-kerajaanpribumi, berakibat
semakinmendorong timbulnya konflik-konflik intern dalam istana, kekacauan atau
bahkan pemberontakan. Untuk yang disebut terakhir inilah kompeni Belanda biasa
mengambil sikap memihak kepada yang diharapkan akan memberi konsesi politik dan
ekonomi lebih besar. Salah satunya adalah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755antara
Belanda dengan Raja Surakarta dan Yogyakarta mengakibatkan kedua raja tersebut
harus menyerahkan
perdagangan hasil wilayahnya kepada Belanda.
Pemerintahan Hindia Belanda yang menggantikan VOC berusah keras untuk
menguasai seluruh daerah-daerah di Nusantara. Selama abad XIX dan bahkan sampai
awal abad XX Belanda terus melakukan penaklukan dan penghancuran terhadap
berbagai perlawanan rakyat di berbagal daerah di Nusantara, khususnya di luar Jawa.
Alhasil, Belanda sukses mewujudkan cita-citanya yaitu apa yang disebut Pax
Neerlandica, atau sebuah imperium Belanda Raya.
Kemudian KPM juga dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam
membangun infrastruktur jalur pelayaran yang memungkinkannya mengontrol seluruh
wilayah Hmdia Belanda secara politis, dalam rangka mencapai integrasi negara kolonial
di bawah bendera Pax Neerlandica.
Meskipun berada di bawah dominasi Belanda tidakberarti bahwa aktivitas
kemaritiman seluruh suku bangsa di wilayah Nusantara menjadi terhenti. Hanya
saja aktivitas mereka, khususnya suku-suku di berbagai pulau di luar Jawa, terbatas
pada pelayaran dan perdagangan antar pulau. Juga terdapat sejumlah pelaut dan
pedagang pribumi yang lebih memilih atau mengubah profesi mereka menjadi
perompak di laut, dan sebagian lagi menghindar atau menyingkir ke pedalaman untuk
menjadi petani.
Kemerosotan pelayaran penduduk pribumi mencapai puncaknya selama masa
pendudukan Jepang. Pada masa itu jaringan pelayaran antar pulau diambilalih dan
dikuasai oleh militer Jepang dalam rangka perang Asia Timur Raya, sementara kapal-
kapal KPM, untuk sebagian disita Jepang dan sebagian lagi keluar dan perairan
indonesia. Bahkan kapal-kapal milik orang-orang Cina dan Singapurayang selama
periode kolonial menjadi pesaing KPM juga tidak banyak lagi bermunculan di perairan
Indonesia. Demikian juga pelayaran perahu pribumi mengalami stagnasi, karena para
pelautnya takut terhadap Jepang.
c. Perkembangan Maritim Pada Zaman Kemerdekaan
Setetah proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah mengisyaratkan kembali
ke laut. Sesungguhnya Presiden pertama kita telah memiliki kesadaran kemaritimannya.
Bung Karno menunjuk Perdana Menteri Djuanda untuk membuat deklarasi wawasan
nusantara pada 13 Desember 1957 sekaligus memperjuangkan di forum internasional
asas archipelago Indonesia melalui United Nations Convention on the Law of the Sea
(UNCLOS) 1958. Melalui suatu perjuangan panjang dan bersejarah di forum
internasional, pada tahun 1982, gagasan negara kepulauan mendapat pengakuan
Internasional dalam kovensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS III).
Bangsa Indonesia mendeklarasikan Wawasan Nusantara, yang memandang bahwa
wilayah laut di antara pulau-pulau Indonesia sebagai satu-kesatuan wilayah nusantara.
Wilayah laut tersebut merupakan satu keutuhan dengan wilayah darat, udara, dasar laut
dan tanah yang ada di bawahnya serta seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya
sebagai kekayaan nasional yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Dalam pidatonya pada Munas Maritim 1963 Bung Karno mengatakan bahwa kita
tidak bisa kuat, sentosa, dan sejahtera selama kita tidak kembali menjadi bangsa bahari
seperti masa dahulu. Saat itu Bung Karno menunjuk Ali Sadikin sebagai Menko
Maritim. Kemudian Bung Karno saat pembukaan Lemhanas tahun 1965 mengatakan
bahwa “Geopolitical Destiny dari Indonesia adalah maritim. Artinya, Bung Karno ingin
menjadikan laut nusantara sebagai pilar utama penggerak perekonomian nasional.
Pada 18 Desember 1996 di Makassar, Sulawesi Selatan, BJ Habibie sebagai
Menristek membacakan pidato Presiden RI yang dikenal dengan pembangunan “Benua
Maritim Indonesia”. Selanjutnya pada tahun 1998 Presiden Habibie mendeklarasikan
visi pembangunan kelautan Indonesia dalam “Deklarasi Bunaken”. Inti dan dekiarasi
tersebut adalah laut merupakan peluang, tantangan dan harapan untuk masa depan
persatuan, kesatuan dan pembangunan bangsa Indonesia.
Laut Indonesia merupakan urat nadi perekonomian nasional dan penggerak lalu
lintas ekonomi dunia. Indonesia secara natural lahir dan tumbuh sebagai Negara dan
bangsamaritim, luar dan dalam. Hanya faktanya, Indonesia saat ini masih belum
menjadi Negara maritim dalam pengertian yang sesungguhnya. Sebab, hingga sekarang
Indonesia belum menjadi aktor atau pelaku kelautan yang cukup mempuni,baik
ditingkat domestic maupun global. Padahal, laut Indonesia merupakan urat nadi
perekonomian nasional dan penggerak lalu lintas ekonomi dunia.
Dunia maritim Indonesia telah mengalamikemunduran yang cukup signifikan,
kalau pada zaman dahuhu mencapai kejayan baik dalam bidang politik maupun
ekonomi, sekarang in tidak tampak sedikit pun kemajuan yang dapat dilihat.Ironis
memang, Indonesia yang mempunyai potensi laut sangat besar di dunia kurang begitu
memperhatikan sector ini. Padahal, lautmenjadi salah satu faktor dalam
mempertahankan eksistensi wilayah suatu negara. “Bahkan barang siapa yang
menguasai laut, ia akan menguasai dunia”, demikian dalil yang dikemukakan oleh
Mahani.

d. Perkembangan Maritim Pada Zaman Orde Baru


Sektor kelautan dapat dikatakan hampir tak tersentuh, meski kenyataannya sumber
daya kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam, baik jenis
dan potensinya. Potensi sumberdaya tersebut terdiri dari sumberdaya yang dapat
diperbaharui, seperti sumberdaya perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya
laut dan pantai, energi non konvensional dan energi serta sumberdaya yang tidak dapat
diperbaharui seperti sumberdaya minyak dan gas bumi dan berbagai jenis mineral.
Selain dua jenis sumberdaya tersebut, juga terdapat berbagai macam jasa lingkungan
lautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan dan perikanan seperti
pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan dan sebagainya. Tentunya inilah yang
mendasari Presiden Abdurrahman Wahid dengan Keputusan Presiden No.355/M Tahun
1999 tanggal 26 Oktober 1999 dalam Kabinet Periode 1999-2004 mengangkat Ir.
Sarwono Kusumaatmaja sebagai Menteri Eksplorasi Laut.
Selanjutnya pengangkatan tersebut diikuti dengan pembentukan Departemen
Eksplorasi Laut (DEL) beserta rincian tugas dan fungsinya melalui Keputusan Presiden
Nomor 136 Tahun 1999 tanggal 10 November 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen. Ternyata penggunaan nomenklatur
DEL tidak berlangsung lama karena berdasarkan usulan DPR dan berbagai pihak, telah
dilakukan perubahan penyebutan dari Menteri Eksplorasi Laut menjadi Menteri
Eksplorasi Laut dan Perikanan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 145 Tahun
1999 tanggal 1 Desember 1999. Perubahan ini ditindaklanjuti dengan penggantian
nomenklatur DEL menjadi Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan (DELP) melalui
Keputusan Presiden Nomor 147 Tahun 1999 tanggal 1 Desember 1999.
Dalam perkembangan selanjutnya, telah terjadi perombakan susunan kabinet
setelah Sidang Tahunan MPR tahun 2000, dan terjadi perubahan nomenklatur DELP
menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sesuai Keputusan Presiden Nomor
165 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Wewenang, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen.
Kemudian berubah menjadi Kementrian Kelautan dan Perikanan sesuai dengan
Peraturan Presiden No. 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara, maka Nomenklatur Departemen Kelautan dan Perikanan menjadi
Kementerian Kelautan dan Perikanan, sedangkan struktur organisasi pada Kementerian
Kelautan dan Perikanan tidak mengalami perubahan.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia,
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Preaturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006,
maka struktur organisasi KKP menjadi:
 Menteri Kelautan dan Perikanan;
 Sekretaris Jenderal;
 Inspektorat Jenderal;
 Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap
 Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya;
 Direktorat Jenderal Pengawasan & Pengendalian Sumber daya Kelautan dan
perikanan;
 Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan;
 Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
 Badan Riset Kelautan dan Perikanan;
 Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan;
 Staf Ahli.
Tebentuknya Kementrian Kelautan dan Perikanan pada dasarnya merupakan sebuah
tantangan, sekaligus peluang bagi pengembangan sektor kelautan dan perikanan
Indonesia. Artinya, bagaimana KKP ini menempatkan sektor kelautan dan perikanan
sebagai salah satu sektor andalan yang mampu mengantarkan Bangsa Indonesia keluar
dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Setidaknya ada beberapa alasan pokok yang
mendasarinya.
Pertama, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.508 dan
garis pantai sepanjang 81.000 km tidak hanya sebagai negara kepulauan terbesar di
dunia tetapi juga menyimpan kekayaan sumberdaya alam laut yang besar dan belum
dimanfaatkan secara optimal.
Kedua, selama beberapa dasawarsa, orientasi pembangunan negara ini lebih
mangarah ke darat, mengakibatkan sumberdaya daratan terkuras. Oleh karena itu wajar
jika sumberdaya laut dan perikanan tumbuh ke depan.
Ketiga, dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk serta meningkatnya
kesadaran manusia terhadap arti penting produk perikanan dan kelautan bagi kesehatan
dan kecerdasan manusia, sangat diyakini masih dapat meningkatkan produk perikanan
dan kelautan di masa datang. Keempat, kawasan pesisir dan lautan yang dinamis tidak
hanya memiliki potensi sumberdaya, tetapi juga memiliki potensi bagi pengembangan
berbagai aktivitas pembangunan yang bersifat ekstrasi seperti industri, pemukiman,
konservasi dan lain sebagainya.
Perubahan Nomenklatur Departemen menjadi Kementerian: Dengan ditetapkannya
Peraturan Presiden No. No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara, maka Nomenklatur Departemen Kelautan dan Perikanan menjadi
Kementerian Kelautan dan Perikanan, sedangkan struktur organisasi pada Kementerian
Kelautan dan Perikanan tidak mengalami perubahan.
e. Perkembangan maritim pada zaman Joko widodo
Pada masapemrintahan presiden Joko Widodo dimulai tahun 2014, muncul
gagasan Poros Maritim Dunia yang menekankan Indonesia pada pengembangan
sektor keluatan di berbagai aspek dalam masa pemerintahannya periode 2015
sampai 2019.Gagasan Poros Maritim Dunia ini juga menjadi suatu pendekatan
strategis kemaritiman dan visi Indonesia untuk menjadi negara maritim.
Gagasan ini dituangkan dalam Kebijakan kelautan Nasional (National Ocean
policy) yang ditetapkan dalam peraturan presiden tersebut disebut sebagai
Dokumen Nasional Kebijakan Kelautan Indonesia. Indonesia sebagai negara yang
berdaulat telah berhasil melaksanakan Diplomasi Maritim sejak Deklarasi Djuanda
1957 dengan hasil konsep negara kepulauan dan lahirnya norma hukum baru,yaitu
lebar laut 12 mil laut yang diukur dengan menarik garis lurus dari titik terluar.
Norma hukum baru tersebut juga diterima dalam United Nation Convension On
The Law Of The Sea (UNCLOS)1982 setetal melalui diplomasi dan perundangan
selama 25 tahun. Dengan demikian, masuknya diplomasi maritim adalah salah satu
pilar bagi pencapaian gagasan poros maritim.
2. Pengertian Wawasan Kemaritiman,Wawasan kebangsaan,Wawasan
Nusantara
a. Wawasan maritim adalah konsep politik bangsa Indonesia yang memandang
laut dan tanah dibawahnya dan udaranya diatasnya secara tidak
terpisahkan,yang menyatuhkan bangsa dan negara secara utuh menyeluruh
mencakup segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek
politik,ekonomi,sosial maupun budaya.
b. Arti wawasan kebangsaan adalah cara pandang tentang cirri yang menandai
golongan bangsa. Wawasan kebangsaan adalah konsep cara pandang yang
dilandasi akan kesadaran diri sebagai warga negara akan diri dan lingkungan
didalam kehidupan berbangsa dan bernegara..
c. Wawasan Nusantara merupakan cara memandang bahwa wilayah laut
merupakan satu keutuhan dengan wilayah darat,udara,dasar laut dan tanah
yang ada dibawahnya yang tidak bisa dipisahkan.
3. Peta Kerajaan Sriwijaya,Peta kerajaan Majapahit dan Peta Poros Maritim
a. Peta Kerajaan Sriwijaya.

Figure 1
b. Peta kerajaan Majapahit

c. Peta Poros Maritim

Anda mungkin juga menyukai