Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH WAWASAN KEMARITIMAN

SEJARAH KEMARITIMAN INDONESIA

OLEH:

PROGRAM STUDI MAGISTER KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2023
DAFTAR ISI

SAMPUL ............................................................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1
B. TUJUAN PENULISAN ............................................................................... 2
C. MASALAH PENULISAN .......................................................................... 3
BAB II. PEMBAHASAN
A. SEJARAH MARITIM INDONESIA........................................................... 4
B. BUKTI SEJARAH MARITIM INDONESIA ............................................. 7
C. BUKTI ARKEOLOGIS MARITIM INDONESIA..................................... 12
BAB III. PENUTUP
A. KESIMPULAN ...........................................................................................17
B. SARAN ....................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 19
LAMPIRAN....................................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara dengan luas wilayah yang sebagian besar

adalah perairan dan tidak dapat dipisahkan dari narasi kemaritiman. Segala

peristiwa dan aktivitas masyarakat hampir selalu bersinggungan dengan air, baik

dalam konteks kelautan maupun dalam konteks yang lebih luas, meliputi segala

perairan yang membentang di tiap daerah. Peran air bagi masyarakat berkaitan

erat dengan fungsi air bagi kehidupan. Heather Sutherland melalui tulisannya

mengutarakan bahwa air memiliki peran dalam proses sejarah, dan faktor geografi

turut memengaruhi jalannya suatu peristiwa di masa lampau (Boomgard 2007

dalam Utomo dan Sholihah, 2019).

Sejarah maritim Indonesia adalah sejarah peradaban manusia secara

umum. Peran laut, daratan, pelaut dan kapal tak bisa dilepaskan karena merupakan

satu kesatuan pembentuk unsur maritim dimasa itu. Artinya bahwa kemajuan

daratan dipengaruhi oleh kapal dan pelaut yang berlayar antar pulau. Secara

bersama sama daratan dan kapal juga bisa dibilang berhutang kepada laut yang

menjadi sarana menghubungkan pulau pulau yang dilayari kapal. Apalagi dengan

wilayah Indonesia yang begitu luas dengan 17.000 pulau yang diapit oleh lautan.

Konsep kemaritiman yang dipahami sebatas peristiwa yang terjadi di lautan akan

menarik ketika dihadapkan dengan realitas masa lampau yang menempatkan

sungai sebagai bagian dari aktivitas maritim karena peristiwa di sungai memiliki

kemiripan dengan yang terjadi di laut. Sebagai contoh, gaya hidup masyarakat,

1
aktivitas pelayaran, hingga kebudayaan masyarakat yang menggantungkan hidup

di air (Lapian 2009 dalam Utomo dan Sholihah 2019).

Kebijakan kemaritiman yang bersifat nasional dan internasional membuka

lembaran baru dalam aktivitas kemaritiman dunia. Pandangan baru terhadap laut

yang sebelumnya dikenal sebagai res communis telah bergeser karena munculnya

teritorialisasi laut oleh negara-negara yang memiliki wilayah laut. Hal ini juga

memengaruhi pandangan bangsa terhadap kedaulatan wilayah yang

bersinggungan dengan aspek nasionalisme. Setiap negara-bangsa

mempertahankan wilayah kedaulatannya dari ancaman negara lain. Begitu juga

dengan pengelolaan sumber daya laut yang ekonomis. Sejarah maritim dalam hal

ini memiliki tantangan sebagai media yang berperan mengenalkan dan

memperkuat nasionalisme. Berbeda dengan sejarah politik dan militer yang

menyajikan peristiwa heroisme, sejarah maritim berkaitan erat dengan perairan

yang di dalamnya terdiri dari beragam peristiwa yang bersinggungan dengan

perairan (Utomo dan Sholihah, 2019).

B. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejarah kemaritiman Indonesia.

2. Untuk mengetahui bukti sejarah kemaritiman Indonesia.

3. Untuk mengetahui bukti arkologis kemaritiman Indonesia.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah kemaritiman Indonesia.

2
2. Apa saja yang menjadi bukti sejarah kemaritiman Indonesia.

3. Apa yang dimaksud dengan bukti arkologis kemaritiman Indonesia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Maritim Indonesia

Pengertian sejarah menurut Sartono Kartodirdjo digolongkan menjadi dua,

yaitu sejarah dalam arti objektif dan sejarah dalam arti subjektif. Sejarah dalam

arti objektif menunjuk pada kejadian atau peristiwa itu sendiri, ialah proses

sejarah dalam aktualisasinya. Peristiwa masa lampau sangat dipengaruhi oleh jiwa

zaman (zeitgeist), sedangkan zaman selalu mengalami perkembangan yang

kompleks. Adanya perkembangan tersebut dapat berpengaruh terhadap peristiwa-

peristiwa yang terjadi pada masa setelahnya yang juga akan menjadi lampau.

Selain itu, perkembangan juga terjadi dalam bidang keilmuan, tak terkecuali ilmu

sejarah. Adanya konsep-konsep baru dan teori yang digunakan dalam penulisan

sejarah turut memengaruhi cara pandang terhadap masa lampau. Hal ini berlaku

pada sejarah dalam arti subjektif yang didefinisikan sebagai suatu konstruk, ialah

bangunan yang disusun penulis sebagai suatu uraian atau cerita (Kartodirdjo, 2014

dalam Utomo dan Sholihah, 2019).

Sejarah maritim terus mengalami perkembangan yang dinamis.

Berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan turut andil dalam perkembangan

kajian sejarah. Kebijakan-kebijakan baru lahir, di samping meningkatnya arus

industrialisasi dan globalisasi yang telah menimbulkan permasalahan kompleks.

Terdapat empat kawasan penting di nusantara yang pernah menjadi zona

perdagangan dan pertukaran barang, antara lain:

4
1. Semenanjung Malaya bagian utara dan pantai Vietnam bagian selatan pada

milenium akhir SM (sebelum masehi),

2. Sekitar Laut Jawa pada abad ke-2 dan ke-3 M,

3. Selat Malaka pada awal abad ke-5 M, dan

4. Pantai tenggara Sumatra untuk menjadi penghubung Kalimantan bagian barat,

Jawa, dan pulau-pulau lain di bagian timur (Yulianti, 2013).

Nusantara “dalam kurun niaga” dari abad ke-15 hingga abad ke-17,

merupakan periode yang jaringan pelayarannya sangat ramai, di mana kota-kota

maritim saling berhubungan di kawasan ini, antara lain Pasai, Malaka, Johor,

Patani, Aceh, dan Brunei, selanjutnya para pedagang kosmopolitan dari kota-kota

tersebut dikenal sebagai orang Melayu, sebab mereka menggunakan bahasa itu,

adapun produk khas nusantara yang dijual, yakni beras, ikan, susu, daging, gula

aren, kelapa, sagu, dan pinang (Reid, 2014).

Nusantara memiliki historis atau sejarah tentang keberadaan penguasa

yang pernah eksis pada zamannya, seperti Kerajaan Sriwijaya (abad VII-XIII),

Kerajaan Majapahit (abad XIII-XV), dan Kerajaan Demak (abad XV-XVI)

(Muhamid, 2023). Pada awal abad ke-10, Kerajaan Sriwijaya telah mencapai

puncak kejayaannya, dengan menjalin perdagangan maritim dengan pedagang-

pedagang Arab, selain itu juga menjalin hubungan dengan Kerajaan Chola di

India Selatan. Hubungan tersebut tidak hanya bertujuan politik dan ekonomi,

melainkan suatu upaya penyebaran agama Islam oleh pedagang Arab, dan agama

Budha oleh pedagang India (Hamid, 2015). Produk lokal Kerajaan Sriwijaya yang

menjadi target ekspor penjualan, antara lain beras, rempah-rempah, gading, kayu

5
manis, kemenyan, emas, kulit binatang, dan lain-lain. Dalam mencapai target

pasar, Sriwijaya kemudian memperluas wilayah kekuasaannya di perairan Laut

Jawa, Laut Banda, dan laut timur Indonesia (Budisusanto, 2006).

Majapahit memusatkan aktivitas perdagangan di Pelabuhan Bubat, yang

terletak di sebelah utara tepi Sungai Brantas, selanjutnya hasil dagang dibawa ke

Surabaya sebelum di antar menuju ibukota Majapahit di Trowulan (sekarang

masuk Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur) (Hamid, 2015). Namun keistimewaan

dari Kerajaan Majapahit terletak pada kemampuannya dalam menyinergikan

tradisi perniagaan laut dan tradisi agraris dengan potensi kemaritiman, selain itu

dapat mengatur sirkulasi barang dagangan, serta menindak tegas bagi setiap

pemberontak, baik yang terjadi di darat maupun di laut, yang merupakan salah

satu strategi pengamanan wilayah maritim Kerajaan Majapahit (Sartika, 2017).

Kerajaan Demak mengalami kemajuan pesat pada bidang maritim,

terutama setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, dalam

mewujudkan hal tersebut, Raden Patah dibantu putranya, Pati Unus (bernama lain

Pangeran Sebrang Lor) yang waktu itu masih menjabat sebagai Adipati di Jepara,

yang kemudian naik tahta menjadi Raja Demak. Pati Unus sangat giat dalam

memperkuat kedudukan Demak sebagai kerajaan Islam maritim terbesar di

nusantara, dengan menjalin hubungan kerja sama dengan daerah-daerah di pantai

utara Jawa yang menganut agama Islam. Saat itu, Demak diperintah Sultan

Trenggana, yang tengah memasuki masa keemasan, baik dalam hal perdagangan

maritim (Patianto, 2017).

6
B. Bukti Sejarah Maritim Indonesia

Sejarah maritim sangat erat kaitannya dengan peristiwa yang terjadi di

lautan. Hal ini berkaitan dengan pemahaman kemaritiman yang bersandar pada

perspektif bentang laut (seascape) yang menempatkan laut sebagai fokus kajian.

Selain itu, peristiwa yang terjadi di lautan cenderung menggambarkan peristiwa

besar yang memiliki pengaruh dalam skala luas. Namun di balik itu semua, laut

terintegrasi dengan bentang perairan lainnya, yaitu persungaian. Sejak periode

Hindu-Buddha di Nusantara, sungai atau perairan menempati posisi strategis yang

dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai penunjang aktivitas pelayaran dan

perdagangan (Sadzali, 2019).

Sebagai negara kepulauan, selain saling berhubungan dengan suku bangsa

lainnya antar pulau, bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan kapal bercadik.

Dengan alat navigasi seadanya, mereka telah mampu berlayar ke utara lalu ke

barat memotong lautan Hindia hingga Madagaskar dan berlanjut hingga pulau

Paskah. Kian ramainya arus pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut,

masa itu muncul kerajaan-kerajaan yang bercorak maritim dan memiliki armada

laut yang besar. Fenomena kehidupan kemaritiman, pelayaran dan perikanan

beserta kelembagaan formal dan informal yang menyertainya merupakan

kontuinitas dari proses perkembangan kemaritiman Indonesia masa lalu dan

aktivitas perdagangan yang memanfaatkan laut sebagai medium pengangkutannya

(Santoso, dkk., 2015).

7
Peta topografis militer mengenai batas pinggir Sungai Surabaya 1801
(Sumber: Naskah Sumber Arsip Nasional)

8
Peta pesisir Lampung (sebagian dari Pantai Sumatera bagian selatan), 1801
(Sumber: Naskah Sumber Arsip Nasional)

Suasana Pelabuhan di Perusahaan Angkutan Laut Surabaya, Juli 1951


(Sumber: Naskah Sumber Arsip Nasional)

9
Kapal yang akan mengangkut barang-barang hasil bumi dari pulau ke pulau di
pelabuhan Bima, 16 September 1951
(Sumber: Naskah Sumber Arsip Nasional)

Pelepasan perahu dari hasil kerajinan rakyat di Sulawesi Tenggara, 8 Agustus


1961
(Sumber: Naskah Sumber Arsip Nasional)

10
Kapal motor “Bango” alat transportasi laut di Makassar, Sulawesi Selatan 11
Desember 1952
(Sumber: Naskah Sumber Arsip Nasional)

Perahu-perahu layar Bugis, alat transportasi laut sedang berlayar di sekitar


pelabuhan Palopo, Sulawesi Selatan, 11 Oktober 1953
(Sumber: Naskah Sumber Arsip Nasional)

Dalam proses integrasi ekonomi di Indonesia peranan jaringan pelayaran

dan perdagangan menjadi hal yang sangat penting. Keterlibatan perdagangan

VOC di kawasan Asia Tenggara di masa awal lebih banyak bersifat perdagangan

barang-barang lux, bernilai jual tinggi seperti emas, perak, mutiara, porselin, kain

11
dan sebagainya. Selain itu juga diperdagangkan komoditi hasil bumi seperti pala,

cengkeh, lada dan kayu cendana(Santoso, dkk., 2015).

C. Bukti Arkeologis Maritim Indonesia

Arkeologi dilahirkan dan berkembang dari antiquarianism Eropa,

khususnya Renaissanse Italia, yang diwujudkan dalam upaya pencarian dan

penemuan tinggalan monumen-monumen purbakala. Kegiatan tersebut

melahirkan gambaran mengenai beraneka ragam kebudayaan di dunia, yang

kemudian menjadi inti dari kajian ilmu arkeologi dan antropologi. Dalam

perkembangan selanjutnya lahirlah konsep yang lebih luas yaitu bahwa perbedaan

bentuk kebudayaan tidak hanya disebabkan oleh perbedaan waktu, tetapi juga oleh

perbedaan ruang (geografik). Dalam masa sekitar tahun 1492-1840 arkeologi

belum merupakan suatu disiplin ilmiah, dan banyak spekulasi yang disusun dari

belakang meja (armchair speculation). Pada umumnya dalam masa spekulatif ini

data arkeologi diperoleh dari kegiatan para antiquarian (peminat barang antik)

yang menyurvei dan menggali situs tanpa rencana penelitian, serta dari looters

yang melakukan penggalian-penggalian liar (Mundarjito, 2007).

Orientasi kajian arkeologi maritim sendiri terletak pada setiap aktifitas

manusia melalui tinggalan sarana manusia yang berhubungan langsung atau tidak

langsung dengan kemaritiman di masa lampau (Najemain, 2001 dalam Mansyur

2008). Arkeologi maritim meliputi dua ranah garapan yaitu; pertama, mempelajari

segala sesuatu yang terkait dengan kelautan dan pelayaran namun datanya

12
terdapat di daratan dan kedua, menangani segala tindakan di bawah air yang

berkaitan dengan peninggalan masa lampau.

Seperti halnya kajian-kajian lain dalam ilmu arkeologi, kajian

kemaritiman lebih dulu dikembangkan di dunia barat. Keith Mulkeroy (1978)

dalam bukunya “Maritime Archaeology” telah memberikan defenisi dan ruang

lingkup arkeologi maritim. Pembahasan tentang dunia kemaritiman dikenal

beberapa istilah yaitu kebudayaan maritim (maritime culture) yang membicarakan

kemaritiman tradisional dalam kerangka kontemporer. Etnologi maritim

(Maritime Ethnology) sebagai sub disiplin antropologi maritim yang bekerja

dengan cara melihat bukti-bukti tradisi kemaritiman lewat peninggalannya, dalam

konteks sosial, ekonomi dan lainnya. Lebih lanjut Mulkeroy menjelaskan bahwa

subyek arkeologi maritim direlasikan dengan dua topik kajian yaitu arkeologi

perkapalan/pelayaran (nautical archaeology) dan arkeologi bawah air (under water

archaeology) (Mansyur, 2008).

Potensi sumberdaya budaya maritim telah dikemukakan oleh

(Mundardjito 2002 dalam Mansyur 2008), yang digolongkan dalam tiga golongan

yaitu :

1. Benda-benda arkeologis, baik yang berada di dasar laut maupun pesisir yang

telah dilindungi oleh peraturan perundang-undangan seperti kapal beserta

peralatannya (artefak), pelabuhan, dermaga (featur) dan hasil bumi, bentuk-

bentuk permukaan bumi yang digunakan sebagai acuan pelayaran (ekofak).

13
Jenis-jenis gambar perahu di situs Pominsa Pulau Muna

Satu dari sembilan jangkar yang berada di tepi teluk Pulau Tikus, Bengkulu

Lubang yang diduga bekas tembakan pada sebuah kapal karam dan serpihan
besi kapal seperti bekas terbakar, Sikka, Nusa Tenggara Timur

14
Kapal Karam Wairterang, Sikka, NTT

2. Benda-benda arkeologis yang bernilai sejarah tetapi belum dilindungi oleh

perundang-undangan, diantaranya naskah atau dokumen tertulis.

15
Naskah laporan kepada Gubernur Sulawesi dan wilayah sekitarnya
(Gouvernement Celebes en Onderhoorigheden) tentang ekspedisi kapal
dagang “Rusten Werk” ke Buton, 13-20 Mei 1755

3. Masyarakat yang hingga kini masih hidup dan benda-benda buatan manusia

yang berperan dalam kehidupan mereka.

Potensi lain sehubungan dengan arkeologi bawah air berupa kapal-kapal

karam yang membawa berbagai macam barang dagangan. Berdasarkan data yang

dihimpun oleh Departemen Eksplorasi Laut dan Perairan (sekarang Departemen

Kelautan dan Perikanan) menyebutkan bahwa potensi kelautan non hayati

Indonesia sekurangnya terdapat 463 lokasi kapal karam antara tahun 1508 sampai

dengan tahun 1878 yang sebagian besarnya adalah kapal dagang VOC (Mansyur,

2008).

16
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Sejarah maritim terus mengalami perkembangan yang dinamis.

Berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan turut andil dalam

perkembangan kajian sejarah. Terdapat empat kawasan penting di nusantara

yang pernah menjadi zona perdagangan dan pertukaran barang, antara lain

Semenanjung Malaya bagian utara dan pantai Vietnam bagian selatan pada

milenium akhir SM (sebelum masehi), sekitar Laut Jawa pada abad ke-2 dan

ke-3 M, selat Malaka pada awal abad ke-5 M, dan pantai tenggara Sumatra

untuk menjadi penghubung Kalimantan bagian barat, Jawa, dan pulau-pulau

lain di bagian timur. Nusantara “dalam kurun niaga” dari abad ke-15 hingga

abad ke-17, merupakan periode yang jaringan pelayarannya sangat ramai, di

mana kota-kota maritim saling berhubungan dan memiliki historis atau

sejarah tentang keberadaan penguasa yang pernah eksis pada zamannya,

seperti Kerajaan Sriwijaya (abad VII-XIII), Kerajaan Majapahit (abad XIII-

XV), dan Kerajaan Demak (abad XV-XVI).

2. Sejarah maritim sangat erat kaitannya dengan peristiwa yang terjadi di lautan.

Hal ini berkaitan dengan pemahaman kemaritiman yang bersandar pada

perspektif bentang laut (seascape) yang menempatkan laut sebagai fokus

kajian. Sebagai negara kepulauan, selain saling berhubungan dengan suku

bangsa lainnya antar pulau, bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan

kapal bercadik dengan alat navigasi seadanya. Fenomena kehidupan

17
kemaritiman, pelayaran dan perikanan beserta kelembagaan formal dan

informal yang menyertainya merupakan kontuinitas dari proses

perkembangan kemaritiman Indonesia dan menjadi bukti sejarah kemaritiman

di Indonesia.

3. Orientasi kajian arkeologi maritim sendiri terletak pada setiap aktifitas

manusia melalui tinggalan sarana manusia yang berhubungan langsung atau

tidak langsung dengan kemaritiman di masa lampau. Arkeologi maritim

meliputi dua ranah garapan yaitu; pertama, mempelajari segala sesuatu yang

terkait dengan kelautan dan pelayaran namun datanya terdapat di daratan dan

kedua, menangani segala tindakan di bawah air yang berkaitan dengan

peninggalan masa lampau.

B. SARAN

Adanya bukti-bukti arkeologi maritim sangat penting untuk diketahui

oleh generasi muda, karena dapat menceritakan kronologi peristiwa sejarah yang

pernah terjadi di masa lampau. Banyak sekali peristiwa-peristiwa bersejarah yang

terjadi di Nusantara ini dan menjadi penting untuk menunjang sejarah nasional.

Dengan demikian peninggalan-peninggalan tersebut harus tetap di lestarikan dan

dikembangkan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Budisantoso. (2006). Sriwijaya Kerajaan Maritim Terbesar Pertama di Nusantara.


Jurnal Ketahanan Nasional, 11(1), 49–56.

Mansyur, S. (2008). Arkeologi Maritim Kajian Awal untuk Pengembangan


Highlight Penelitian Balai Arkeologi Ambon. Jurnal Kapata Arkeologi
4(7), 4-5.

Muhamid, M. N. L., (2023). Sejarah Maritim di Nusantara (Abad VII-XVI):


Interkoneksi Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan Demak. Jurnal Historia
Madania, 7(1).

Mundarjito. (2007). Paradigma dalam Arkeologi Maritim, Wacana. Journal of the


Humanities of Indonesia, 9(1).

Pianto, H. A. (2017). Keraton Demak Bintoro Membangun Tradisi Islam Maritim


di Nusantara. Sosiohumaniora: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Humaniora,
3(1): 18–26.

Sadzali, M.A. (2019). Hulu ke Hilir: Jaringan dan Sistem Perniagaan Sungai
Kerajaan Srivijaya. Paradigma Jurnal Kajian Budaya, 9(1).

Santoso, A. (2015) Naskah Sumber Arsip Kemaritiman, Arsip Nasional Republik


Indonesia (ANRI). Jakarta. Indonesia.

Sartika, I. P. (2017). Sejarah Hukum Maritim Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit


dalam Hukum Indonesia Kini. Jurnal Lembaran Sejarah, 13(2). 188–191.

Utomo, I. N. & Sholihah, F. (2019). Dari Hilir ke Hulu: Perkembangan Sejarah


Maritim Indonesia dan Permasalahannya. In: Seminar Nasional dan Temu
Alumni HMPS 2019. FIS UNY Yogyakarta.

Yuliati. (2013). Perspektif Kemaritiman di Indonesia dan Kawasan Asia Tenggara


Lainnya.Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya
7(2). 47–53.

19
LAMPIRAN

Soal Jawab
1. Apa pengertian sejarah dalam arti objektif menurut Sartono Kartodirdjo?
Jawaban: Sejarah merupakan kejadian atau peristiwa itu sendiri, ialah proses
sejarah dalam aktualisasinya.

2. Sejak kapan sungai atau perairan menempati posisi strategis yang


dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai penunjang aktivitas pelayaran dan
perdagangan?
Jawaban: Periode Hindu-Budha

3. Kerajaan yang memiliki Historis dalam kemaritiman di Nusantara ?


Jawaban: Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Demak

4. Apa yang dimaksud dengan bukti arkeologis?


Jawaban: Upaya pencarian dan penemuan tinggalan monumen-monumen
purbakala

5. Apa saja yang menjadi ranah garapan arkeoligi maritim?


Jawaban: Pertama, mempelajari segala sesuatu yang terkait dengan kelautan
dan pelayaran namun datanya terdapat di daratan dan kedua, menangani
segala tindakan di bawah air yang berkaitan dengan peninggalan masa
lampau.

6. Istilah apa saja yang dikenal dalam pembahasan arkeologi maritim dalam
buku Keith Mulkeroy?
Jawaban: Kebudayaan maritim (maritime culture) dan Etnologi maritim
(Maritime Ethnology).

7. Sebutkan penggolongan potensi sumberdaya budaya maritim yang telah


dikemukakan oleh Mundardjito (2002)
Jawaban:
1. Benda-benda arkeologis, baik yang berada di dasar laut maupun pesisir
yang telah dilindungi oleh peraturan perundang-undangan
2. Benda-benda arkeologis yang bernilai sejarah tetapi belum dilindungi
oleh perundang-undangan
3. Masyarakat yang hingga kini masih hidup dan benda-benda buatan
manusia yang berperan dalam kehidupan mereka

8. Sebutkan benda-benda arkeologis yang masih ada sampai sekarang dan


berpotensi menjadi objek wisata
Jawaban:
1. Situs kapal karam
2. Pelabuhan yang terbengkalai

20
3. Naskah-naskah atau peta pelayaran yang disimpan di museum

9. Mengapa sungai menjadi pembahasan penting dalam sejarah maritim?


Jawaban: Karena dalam pelayaran dan perdagangan, sungai menjadi jalur
penghubung antara pedalaman dan pesisir. Perspektif bentang air
(waterscape) menjadi representasi bahwa sungai menjadi bagian dari sejarah
maritim yang terintegrasi dengan laut.

10. Mengapa bukti arkeologi maritim itu penting?


Jawaban: Karena dengan adanya bukti-bukti arkeologi dapat menceritakan
kronologi peristiwa sejarah yang pernah terjadi di masa lampau.

Adanya tinggalan ini sangat penting


diketahui oleh generasi muda, karena data ini
dapat menceritakan kronologi peristiwa sejarah
yang pernah terjadi di wilayah Kabupaten Sikka.
Selama ini pendidikan sejarah lokal sangat
jarang diketahui oleh generasi muda, khususnya
Adanya tinggalan ini sangat penting
diketahui oleh generasi muda, karena data ini
dapat menceritakan kronologi peristiwa sejarah
yang pernah terjadi di wilayah Kabupaten Sikka.
Selama ini pendidikan sejarah lokal sangat
jarang diketahui oleh generasi muda, khususnya

21

Anda mungkin juga menyukai