Anda di halaman 1dari 22

TRADISI PENGANTIN BELARAK DALAM PERKAWINAN

MASYARAKAT SUKU SEMENDE


KABUPATEN KAUR

PROPOSAL

Disusun Oleh:
DETA UPIA AGUSTINA
NIM. 1611430016

Dosen Pengampu :
RINDOM HARAHAP

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BENGKULU
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Proposal ini
dapat diselesaikan dengan baik. Dalam Proposal ini kami membahas tentang
Tradisi Pengantin belarak dalam Perkawinan Masyarakat Suku Semende
Kaur dengan tujuan agar mahasiswa mengetahui dan mengenal beberapa isi dan
makna yang terkandung di dalamnya.
Penulis menyadari bahwa Proposal ini jauh dari kesempurnaan, Sehingga
kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang
akan datang. Dan harapan kami semoga Proposal ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi Proposal agar menjadi lebih baik
lagi. Demikianlah penulsian prososal ini penulis berharap semoga Proposal ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca, Amin.

Bengkulu, Januari 2019

Penulis,

i
2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
D. Manfaat .............................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Pernikahan ...................................................................... 7
B. Tradisi Pengantin belarak ................................................................... 9
C. Makna Tradisi Pengantin belarak ....................................................... 11

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ........................................................ 15
B. Informan Penelitian ............................................................................ 15
C. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ............................................. 15
D. Teknik Analisis Data .......................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

ii
3
i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alquran telah menyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan atau hidup

berjodoh-jodoh adalah naluri segala makhluk Allah SWT termasuk manusia.1

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

menyatakan “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau

rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.” 2 Sedangkan dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan

“Perkawinan menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat

kuat atau mitsaqon gholidzon untuk mentaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah” 3

Kesimpulan dari pengertian di atas adalah perkawinan atau pernikahan

dalam Islam merupakan suatu akad yang kuat yang dibuat dengan sunguh-

sungguh antara laki-laki dan perempuan untuk mencapai tujuan bersama,

menaati Allah SWT dan melaksanakan ibadah.

Dasar pensyariatan nikah adalah Alquran, sunah, dan ijmak. Namun

sebagian ulama berpendapat hukum asal perkawinan adalah mubah (boleh).

1
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. ke-4, h. 12
2
Yayasan Peduli Anak Negeri, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, (Jakarta: Lembaran
Negara Republik Indonesia, 1974), h. 2
3
Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di
Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, 2001)

1
Hukum tersebut bisa berubah menjadi sunah, wajib, halal, makruh tergantung

kepada illat hukum. 4

Hukum nikah menjadi sunah apabila seseorang dipandang dari

segi pertumbuhan jasmaninya wajar dan cenderung mempunyai keinginan

untuk nikah dan sudah mempunyai penghasilan yang tetap atau mapan.

Hukum nikah menjadi wajib apabila seseorang dipandang dari segi

jasmaninya telah dewasa dan dia telah mempunyai penghasilan yang tetap

serta ia sudah sangat berkeinginan untuk menikah sehingga apabila ia tidak

menikah dikhawatirkan terjerumus kepada perbuatan zina. Hukum nikah

menjadi makruh apabila seseorang secara jasmani atau umur telah cukup

walau belum terlalu mendesak. Tetapi belum mempunyai penghasilan tetap

sehingga bila ia kawin akan membawa kesengsaraan hidup bagi anak


5
dan istrinya. Hukum nikah bagi seseorang tertentu menjadi haram

manakala si lelaki yang akan melaksanakan pernikahan itu tidak memiliki

kemampuan melakukan aktifitas biologis hubungan suami istri, dan tidak

memiliki kemampuan menjamin perbelanjaan atas istrinya. 6

Pada prinsipnya untuk melaksanakan perkawinan menurut Kompilasi

Hukum Islam hanya ada 5 rukun yang harus dipenuhi yaitu: calon suami,

calon isteri, wali nikah, dua orang saksi, dan ijab dan kabul.7 Itu artinya

perkawinan atau pernikahan sudah dianggap sah dan dapat dilaksanakan

4
Mardani, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), cet. ke-1, h. 11
5
Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di
Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, 2001)
6
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisa Perbandingan Antar Madzhab,
(Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), cet. ke-1, h. 18

2
apabila rukun diatas sudah dipenuhi. Namun dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun

1974 dijelaskan bahwa “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan

menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu”. Dan dalam

Ayat 2 menyebutkan “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang- undangan yang berlaku”.8 Sehingga perkawinan atau pernikahan

yang dianggap sah menurut aturan negara Indonesia selain memenuhi

rukunnya juga harus dicatat sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi

petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis,

sejahtera, dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban

anggota keluarga; sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batinnya,

sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga7

Islam datang untuk mencapai tujuan mulia dari perkawinan di atas,

dengan salah satu visinya yaitu hukum perkawinan. Segala sesuatu yang

menunjang dan menuntun sebuah perkawinan ke arah yang lebih baik dan

sesuai harapan, diatur dalam hukum perkawinan Islam.

Indonesia adalah negara yang dibangun oleh pilar-pilar keragaman, baik

itu etnik, budaya, adat maupun agama. Untuk yang terakhir, agama di

Indonesia hadir dan berkembang dengan segala norma yang mengikat setiap

7
Yayasan Peduli Anak Negeri, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, h. 2

3
penganutnya. Selanjutnya, norma tersebut mulai menyerap dalam institusi

masyarakat.

Berangkat dari keragaman etnik, budaya, dan adat yang ada di

Indonesia, maka dalam hal ini juga tidak dapat terhindarkan dari praktik

perkawinan yang pada akhirnya dimasuki dan dipengaruhi oleh tradisi-tradisi

tersebut.

Salah satu tradisi yang sekarang masih berlaku dan dijalankan oleh

masyarakat di antaranya adalah tradisi Pengantin belarak. Pengantin belarak

bisa dikatakan merupakan suatu tradisi yang unik, karena tidak semua orang

yang akan menikah bisa melaksanakan Pengantin belarak. Ada beberapa

syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum melaksanakan tradisi

Pengantin belarak, syarat yang paling utama adalah calon pengantin baik laki-

laki atau perempuan memiliki kakak dan adik yang terdekat dengan dia sudah

meninggal terlebih dahulu, atau bisa juga calon pengantin itu dilahirkan pada

bulan Safar.

Tradisi ini dilaksanakan dengan maksud agar pasangan pengantin yang

nantinya menjadi suami istri dan memiliki keturunan bisa tetap sehat dan bisa

menjalankan rumah tangganya dengan baik. Ayun pengantin itu sendiri

diibaratkan si pengantin yang posisinya berada ditengah-tengah diantara kakak

dan adiknya yang sudah meninggal, maka dengan diadakanya pengantin

belarak diharapkan si pengantin tidak mengikuti jejak kakak dan adiknya

tersebut.

4
Tradisi bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan selama tidak

bertentangan dengan akidah dan hukum Islam. Namun permasalahnya apabila

tradisi itu tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dalam agama Islam

dan bertentangan dengan akidah, maka tradisi tersebut sudah

sepantasnya ditinggalkan oleh masyarakat. Persoalan inilah yang akan

peneliti kaji dan dalami yakni “Tradisi Pengantin belarak dalam

Perkawinan Masyarakat Suku Semende Kaur”.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan tradisi Pengantin belarak?

2. Darimana asal-usul tradisi tersebut?

3. Bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi Pengantin belarak ?

4. Bagaimana masyarakat menjaga agara budaya itu tetap ada?

5. Bagaimana perspektif hukum Islam dan hukum positif tentang tradisi

Ayun Pengantin?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

a. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan tradisi Pengantin belarak

dalam pernikahan masyarakat Suku Semende Kaur,

b. Untuk mengetahui pandangan masyarakat tentang tradisi Ayun

Pengantin,

5
c. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam dan hukum positif tentang

tradisi Ayun Pengantin dalam masyarakat Suku Semende Kaur

tersebut.

2. Tujuan Khusus

Untuk mendokumentasikan tradisi pengantin belarak dalam bentuk

tulisan dan penelitian agar dimasa depan tradisi ini tidak punah dan

menjadi salah satu kekayaan budaya yang ada di Indonesia.

D. Manfaat

1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran (sebagai informasi ilmiah) bagi

akademisi tentang tradisi Pengantin belarak dalam masyarakat Suku

Semende Kaur.

2. Diharapkan dapat jadi bahan pemikiran bagi usaha pengaturan,

penataan, peningkatan, pembinaan, pengelolaan hukum perkawinan di

Indonesia.

3. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan manfaat bagi

penulis dan masyarakat dalam memahami tradisi yang ada di Indonesia.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pernikahan

Pernikahan (istilah khusus perkawinan) merupakan sebuah

proses dari pembentukan keluarga, dalam rangka reproduksi dan

pemenuhan akan tuntutan kebutuhan biologis manusia.. Pernikahan

merupakan pengaturan bagi fitrah manusia, agar tidak sama dengan jenis

binatang, yang dalam memenuhi tuntutan fitrahnya menempuh cara-cara

yang anarkis dan tanpa aturan. Kuliah Agama Islam, Sebuah Refleksi

Ketuhanan dan Kemanusiaan 8

Adapun definisi pernikahan menurut para ahli adalah sebagai berikut:

1) Menurut Mahmud Yunus, pernikahan adalah akad antara calon laki-laki ,

dengan calon perempuan untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang

diatur oleh syariat

2) Menurut Imam Syafi’i, pernikahan adalah suatu akad yang

dengannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dan wanita

3) Menurut Sulaiman Rasyid, pernikahan adalah akad yang menghalalkan

pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong

antara seorang laki-laki dan seorang wanita yang

8
Fadloli, dkk, . 1999. Kuliah Agama Islam (Sebuah Refleksi Ketuhanan dan
Kemanusiaan). Malang: UNIBRAW. Hal 178

7
bukan muhrim. Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling

utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan

bukan saja merupakan salah satu jalan menuju pintu perkenalan suatu

kaum dengan kaum lain dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk

menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya

Dari beberapa pengertian diatas bisa ditarik pengertian bahwa

pernikahan adalah upaya mengikat individu berlainan jenis dalam

satu kehidupan bersama, untuk mencapai kehidupan yang bahagia

lahir dan bathin. Dalam pernikahan timbul hak dan kewajiban yang

harus dipenuhi antara suami isteri serta bertujuan mengadakan

pergaulan yang dilandasi tolong-menolong dengan mengharap keridloan

Allah SWT

Bab pernikahan ini telah ditegaskan Allah dalam firman-Nya:

    

   

   

    

    

   

   

8
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap

(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka

kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat.

Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah)

seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu

adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. An-Nisaa’: 3).

B. Tradisi Pengantin belarak

Menurut Ki Jarman tokoh adat tradisi Pengantin belarak, yang disebut

tradisi Pengantin belarak adalah: “kanggo anak sing mandeg bulan sapar

atawa anak naggung bugang yaniku sing disebut “mangan dulur” (mangan

teteh lan mangan adi)”. Dari pengertian ini penulis simpulkan bahwa

sesungguhnya tradisi Pengantin belarak adalah khusus untuk anak yang lahir

pada bulan safar atau anak yang posisinya berada ditengah, maksud ditengah

ini ialah ketika anak tersebut telah ditinggal mati oleh saudara yang ada

diatasnya (kakak) dan saudara yang ada dibawahnya (adik).

Selain syarat utama yang disebutkan di atas, sebelum dilakukan

Pengantin belarak harus terlebih dahulu menentukan alat-alat yang

dibutuhkan dan tempat yang akan digunakan, adapun alat-alat yang

dibutuhkan dalam tradisi Pengantin belarak adalah:

1. Tambang

2. Kursi

3. Tali

4. Cecepon (Bakul kecil)

9
5. Irig

6. Kukusan

7. Beras kuning (dicampur dengan bunga-bunga dan uang receh)

8. Kendi yang sudah terisi air

9. Wakul (Bakul)

10. Tetampah (Tampah)

11. Gayung

12. Irus

13. Lenga (minyak sayur)

14. Kayu

15. Tumper (Kayu yang dibakar)

16. Buah Kelapa

17. Panjang (Makanan lengkap yang sudah disajikan)

Alat-alat yang sudah disebutkan di atas harus dipenuhi seleuruhnya

sebelum dilaksanakan tradisi Pengantin belarak. Apabila terdapat kekurangan

dari alat-alat tersebut maka tradisi ayun pengantin tidak bisa

dilaksanakan. Resikonya adalah pasangan pengantin harus mengadakan

pengantin belarak di lain waktu yang terpisah dengan resepsi perkawinannya.

Semua ini sudah menjadi ketentuan adat yang berlaku.

Apabila alat-alat sudah terpenuhi semua maka barang-barang seperti irig,

cecepon, kukusan, wakul, tetampah, gayung, irus, lenga, dan buah kelapa

nantinya diikat dan digantungkan dengan tali di tempat prosesi ayun

dilaksanakan. Sedangkan tambang digunakan untuk mengikat kursi yang

10
nantinya akan digunakan sebagai ayunan pengantin. Pada saat

dilaksanakan pengantin belarak, pengantin perempuan menempati ayunan

yang sudah disiapkan, ditemani oleh tokoh adat yang nantinya bertugas

memandu dan membacakan syair dan doa khusus tradisi pengantin belarak,

biasanya syair dan doa tersebut sambil dinyanyikan dan juga sambil

mengayun-pengantin belarak perempuan. Sedangkan pengantin laki-laki

ketika prosesi ayun dilaksanakan hanya mengamati saja dari dekat.

Setelah selesai ayun pengantin dan dibacakan doa-doa maka prosesi

selanjutnya pengantin perempuan diguyur kepalanya dengan beras kuning

oleh tokoh adat yang memandu pengantin belarak, dan setelah itu beras

kuning sisa dari guyuran tersebut dilemparkan ke warga yang menonton.

Kemudian pengantin perempuan memegang tumper dan pengantin laki-laki

menyiramnya dengan air yang ada di dalam kendi, ini sebagai simbol

dipadamkannya api amarah yang ada dalam diri pasangan pengantin. Dan

untuk mengakhiri prosesi ini adalah dengan dipecahkannya kendi bekas

menyiram tumper tersebut oleh pengantin laki-laki dengan cara dibanting.

Sedangkan panjang atau makanan yang dipersiapkan dalam tradisi ini

diberikan kepada tokoh adat yang memandu prosesi Pengantin belarak.

C. Makna Tradisi Pengantin belarak

Maksud dari dilakukannya pengantin belarak ini menurut Ki Jarman

adalah “Atuh sing disebut supaya selamet doang. Sing arane puragaan mangan

teteh mangan adi atawa mandeg bulan Sapar niku disebute puragaan. Garan

11
moal bae misale sing tua mah dereng kawin sing enom mah sampun kawin,

nah garan niku dilangkahi, niku pepadane mekoten”.3 Artinya: yang

disebut supaya selamat saja. Yang namanya puragaan (syarat) “makan kakak

dan makan adik” atau lahir bulan Safar itu disebutnya puragaan. Maka contoh

saja misalnya yang tua belum kawin yang muda sudah kawin, nah maka itu

dilangkahi, itu sama saja seperti itu.

Dari ungkapan tersebut jelasnya dilakukan tradisi ini adalah supaya

pasangan selamat dalam membina rumah tangganya, karena seperti yang telah

disebutkan di atas, Pengantin belarak ini khusus untuk “anak sing mandeg

bulan Sapar atawa anak nanggung bugang” maka dengan

diadakannya pengantin belarak diaharapkan agar supaya pasangan pengantin

sama-sama hidup bahagia.

Maksud Pengantin belarak diadakan untuk anak yang telah ditinggal mati

oleh kakak dan adiknya adalah untuk memberikan penghargaan kepada kakak

dan adiknya yang terlebih dahulu meninggal. Arti dari penghargaan ini

pengantin sesunguhnya belum dapat menikah tanpa seizin dari kakak

dan adiknya tapi karena mereka sudah meninggal maka dia dengan leluasa

bisa melaksanakan perkawinan, sebagai gantinya maka pengantin harus

mengadakan Pengantin belarak.

Pengantin belarak juga diadakan untuk anak yang lahir di bulan Safar,

masyarakat memiliki kepercayaan bahwa seseorang yang lahir pada bulan itu

memiliki sifat tempramental yang sangat tinggi, oleh karena itu dengan

12
diadaknnya Pengantin belarak diharapkan bisa mengurangi sifat tempramental

tersebut.

Budaya, tradisi, atau kesenian yang ada di Kabupaten Serang

sesungguhnya hidup dan tumbuh menyesuaikan diri dengan

perkembangan zaman. Kalau diibaratkan tradisi-tradisi di Suku Semende

Kaur adalah alat komunikasi, dengan tradisi tersebut tanpa disadari informasi

disampaikan turun- temurun dari generasi ke generasi. Dulu zamannya

kesultanan Banten sebelum ada telepon orang menyatakan cinta dengan

bermain suling, bermain alat musik atau bernyanyi. Saat itu sesuai dengan

zamannya tetapi zaman kemudian berubah dan berkembang, dikenallah

surat-menyurat setelah orang tahu tentang tulisan, kemudian ada telepon

rumah, telepon rumah berubah ke handphone, sekarang internet dan media

sosial.

Tradisi masyarakat Suku Semende Kaur pun sebenarnya sama, dulu ada

beberapa tradisi mungkin digunakan sebagai alat persembahan dewa-dewi

karena memang sebelum Islam datang masyarakat menganut paham animisme

dan dinamisme, tapi setelah Islam datang tradisi-tradisi tersebut digunakan

sebagai alat penyebaran agama Islam, setelah Islam berhasil

disebarluaskan tradisi tersebut berubah fungsi menjadi hiburan, dan sekarang

tradisi itu bisa digunakan untuk peresmian gedung, penyambutan tamu

agung, acara perkawinan, acara sunatan, bahkan sekarang tradisi-tradisi itu

dijadikan seni pertunjukan. Artinya tradisi-tradisi yang ada di Suku Semende

13
Kaur termasuk tradisi pengantin belarak masih sangat relefan dan akan tetap

relefan tumbuh dan berkembang menyesuaikan diri dengan zaman.

Tradisi pengantin belarak adalah perkawinan anak yang telah ditinggal

mati oleh kakak dan adiknya atau bisa juga untuk anak yang lahir di bulan

safar. Tujuan dilakukannya pengantin belarak ini adalah supaya pasangan

pengantin selamat dalam membina rumah tangganya dan apabila pasangan

pengantin ini memiliki sifat temramental maka dengan diadakannya

ayun pengantin diharapkan bisa menghilangkan sifat tersebut dan

menumbuhkan sifat yang baik kepada pasangannya.

Melaksanakan tradisi pengantin belarak itu tidak apa-apa dan di-mubah-

kan yang penting tidak keluar dari ajaran Islam, utamanya adalah menuhankan

Allah SWT yang menciptakan langit dan bumi. Kalau diperhatikan dalam

setiap syair- syair yang dibacakan dalam pengantin belarak itu dengan jelas

mengakui dan menuhankan Allah SWT bahkan menyebutkan tentang Nabi-

Nabi Nya. Doa-doa yang dibacakan pun sesungguhnya ditujukan kepada Allah

SWT. ini semakin mempertegas kebolehan melaksanakan tradisi pengantin

belarak tersebut.

KH. Muhammad Fuad (Wakil Ketua MUI Suku Semende Kaur) dan KH.

Uyung Efendi berpendapat bahwa melaksanakan tradisi pengantin belarak itu

tidak masalah karena itu hanya sebatas tradisi atau kebiasaan, namun apabila

tradisi ini sudah menyimpang dari syariat apalagi sampai menyentuh

wilayah ketauhidan maka itu tidak boleh dilaksanakan. Beliau

mengistilahkan pelaksanaan tradisi pengantin belarak ini dengan pengantin

14
pada umumnya yang duduk di kursi pelaminan dan mengadakan pesta sebagai

ungkapan kegembiraan dari shahib al- hajat.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research),

yaitu suatu penelitian yang meneliti objek di lapangan untuk mendapatkan

data dan gambaran yang jelas dan konkrit tentang hal-hal yang

berhubungan dengan permasalahan yang di teiliti.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan tujuan

penelitian ini didapat secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-

fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.

B. Informan Penelitian

Informan penelitian ini masyarakat suku semende kaur dan tokoh – tokoh

adat

15
C. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu menggunakan data primer dan data

sekunder, yaitu sebagai berikut:

1. Data primer pada penelitian ini diperoleh dari wawancara secara lisan

dengan informan penelitian

2. Data sekunder adalah bahan kepustakaan yang diambil dari buku-buku,

literatur-literatur yang disusun oleh para ahli yang berhubungan erat

dengan masalah yang dibahas, misalnya jurnal-jurnal serta penelitian yang

relevan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis untuk memperoleh data

dan informasi dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Observasi adalah penelitian atau pengamatan secara sistematis dan

terencana yang diniati untuk perolehan data yang di control validitas dan

reliabilitasnya. Observasi dalam penelitian ini yaitu pengamatan terhadap

masyarakat

2. Wawancara

Dalam penelitian ini metode wawancara dilakukan dengan

memberikan sejumlah daftar pertanyaan informan yang sudah peneliti

susun dalam bentuk pedoman wawancara.

3. Dokumentasi.

Dalam penelitian ini metode dokumentasi dilakukan dengan

mengumpukan bukti penelitian berupa foto selama penelitian berlangsung.

16
D. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini menggunakan teknik analisa kualitatif yaitu

merupakan analisa yang mendasarkan pada adanya hubungan semantis antar

variabel yang sedang diteliti.

Analisis data di lapangan menggunakan model Miles dan Huberman

dengan langkah-langkah analisis sebagai berikut:

1. Reduksi Data (Data Reduction), berarti merangkum, memilih hal-hal

pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan strateginya

dan membuang yang tidak perlu.

2. Penyajian Data (Data Display), penyajian data bisa dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, teks yang

bersifat naratif, dan sejenisnya.

3. Verifikasi (Verification/ Conclusion Drawing), Verifikasi adalah

penarikan kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih

bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti

yang kuat yang mendukung data berikutnya. Tetapi apabila didukung

oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke

lapangan, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan

yang kredibel.

4. Koleksi Data (Data Collection), merupakan kumpulan sejumlah data

baik sebelum di reduksi maupun setelah seluruh data disimpulkan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2010)

Yayasan Peduli Anak Negeri, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, (Jakarta:


Lembaran Negara Republik Indonesia, 1974

Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, Kompilasi Hukum


Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam,
2001)

Mardani, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011)

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisa Perbandingan Antar


Madzhab, (Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006),

Yayasan Peduli Anak Negeri, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Fadloli, dkk, . 1999. Kuliah Agama Islam (Sebuah Refleksi Ketuhanan dan
Kemanusiaan). Malang: UNIBRAW

18
iii

19

Anda mungkin juga menyukai