A. Latar Belakang
Konflik,
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
Perlu diketahui bahwa Ternate adalah salah satu wilayah yang masih
memilik Raja lokal. Dalam hal ini Sultan yang disebut Kolano. Ketika NKRI
diproklamasikan oleh pemerintah pusat di Jakarta tahun 1945, Sultan-Sultan
memberikan wilayah dan kedaulatan mereka pada Presiden, menyisakan
wewenang mereka pada sebatas penjaga keluhuran adat. Oleh karenanya,
pengamalan hukum adat masih berlaku ketat dan kental, yang didominasi oleh
Sultan sebagai Kepala Pemangku Adat.
Di antara beberapa hukum adat yang masih berlaku secara umum adalah:
1
M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-Rempah., (Jakarta: KPG, 2016). Hlm. 67
2
1. Sigado Salam
Proses tata cara perkawinan adat Ternate diawali dengan menyampaikan
salam atau dalam bahasa Ternate disebut Sigado Salam. Salam dimaksud
disampaikan dari pihak keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga
calon mempelai perempuan.
2. Wosa Lahi
Setelah melalui proses Sigado Salam maka pihak mempelai laki-laki
melakukan persiapan pada acara Masuk Minta atau Wosa Lahi. Makna wosa lahi
atau masuk minta secara harfiah berarti melamar.meminang. Lamaran dilakukan
oleh pihak laki-laki dengan mengutus sesepuh atau keluarga tertua atau kerabat
yang memiliki ikatan keluarga yang diserahi tugas sebagai utusan, utusan ini
dalam bahasa Ternate disebut dengan Baba Se Ema Yaya Se Goa. Pihak
mempelai perempuan menyuguhkan pinang dan sirih yang melambangkan ikatan
keharmonisan dan saling menghargai dari kedua keluarga tersebut. Setelah
upacara makan pinang dan sirih, utusan Baba Se Ema Yaya Se Goa dari pihak
laki-laki menyampaikan maksud kedatangannya.
3. Kata Bido Se Hana Ma Ija
Mengantarkan belanja dalam bahasa Ternate kata bido se dufahe maija
dari utusan calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai
perempuan disaat prosesi masuk minta atau wosa lahi. Antar belanja atau kato
bido se hena maija yang dilakukan oleh baba se ema yaya segoa dari utusan calon
mempelai laki-laki, dengan mengandung makna bahwa bido sedufahe maija
merupakan permintaan dari pihak memeplai wanita yang menyangkut dengan
kebutuhan dalam prosesi perkawinan dengan segala macam perjanjian yang harus
dipenuhi oleh pihak mempelai laki-laki menjelang upacara perkawinan.
4. Fere Wadaka
Setelah mengantarkan belanja maka proses perkawinan diawali dengan
upacara naik wadaka atau dalam bahasa Ternate disebut Fere Wadaka. Fere
Wadaka secara harfiah memiliki makna bahwa sebelum dilangsungkan acara
perkawinan maka calon pengantin utamanya mempelai perempuan melakukan
tapak diri(naik lulur) yakni calon pengantin dipingit beberapa hari dalam
3
kamarnya sambil dilulur dengan bedak tradisional, kemudian dilakukan pensucian
diri hingga tibanya acara kata rorio yaya segoa.
5. Kata Rorio / Yaya Segoa
Kata rorio yaya segoa dilakukan pada malam hari menjelang hari
pernikahan, acara ini dihadiri oleh keluarga dari kedua mempelai, kerabat dan
handaitolan dengan maksud menjenguk dan memberikan restu atas kelangsungan
pernikahan dari mempelai dengan membawa bantuan apa adanya sesuai dengan
kemampuan masing-masing.
6. Banikah / Ijab Kabul
Ijab Kabul merupakan inti dari sebuah proses pernikahan, dalam tradisi
Ternate sebelum melakukan ijab Kabul mempelai laki-laki diantar ke rumah
mempelai perempuan yang diutus oleh pihak keluarga yang disebut baba se ema,
yang diikuti oleh bunga lilin dan karo mangale, Mas kawin dan seperangkat
pakaian mempelai wanita yang dibawa secara apik oleh anak-anak yang tergabung
dalam rombongan baba se ema dan yaya segoa. Kemudian disambut oleh pihak
keluarga wanita dengan tradisi hadrat yang diiringi tifa dan rabana, untuk
memasuki tempat pernikahan.
Setelah Ijab Kabul suami atau mempelai laki-laki yang bermaksud
menemui istrinya atau mempelai perempuan harus melewati tradisi fati ngara
(pele pintu) maksudnya adalah menghalangi pengantin laki-laki yang akan
menemui pengantin wanita dengan imbalan fang ngara atau bayar pintu yang
dilakukan oleh pihak mempelai laki-laki.
7. Paha Ngongowa
Setelah melewati tradisi fati ngara atau pele pintu pihak mempelai laki-laki
memasuki kamar mempelai wanita sekedar meletakkan tangan di atas ubun
mempelai wanita yang memiliki makna bahwa mempelai pria dan wanita dengan
sah menjadi suami istri, kemudian dilanjutkan dengan pemberian mas kawin oleh
pihak mempelai laki-laki kepada mempelai wanita. Acara ini kemudian
dilanjutkan dengan upacara joko kaha dengan mempergunakan rumput fartagu
yang terletak di atas sebuah piring yang melambangkan kehidupan dan
kebahagian yang akan dijamah oleh kedua mempelai, sedangkan sebotol air yang
4
disiram pada kedua kaki mempelai yang melambangkan keteduhan dan kesejukan
kehidupan yang menjadi sandaran bagi kedua mempelai dan pupulak yang terdiri
dari beras kuning, beras merah dan beras hijau melambangkan bermacam-macam
suku yang menjadi sahabat dan kenalan bagi kedua mempelai
8. Suba Yaya Baba
Setelah melakukan paha ngoma dan penyerahan mas kawin kedua
mempelai melakukan subah yaya se baba yaitu melakukan sembah sujud kepada
kedua orang tua sekaligus melepaskan tanggung jawab orang tua terhadap
anaknya dalam mengarungi bahtera rumah tangga mereka.
9. Ngogu Adat
Ngogu adat atau makanan adat ini disuguhkan pada acara perkawinan
masyarakat Moloku Kie Raha yang merupakan ungkapan rasa syukur dalam
bentuk cara sengale dalam pelaksanaan hajatan perkawinan. Makanan adat
Ternate yang kita kenal saat ini dibagi dalam dua bentuk yait Dodego nunau I
yaya segoa dan Dodego foheka mi yaya segoa.
Kedua bentuk tersebut pada prinsipnya memiliki makna yang sama akan
tetapi secara harfiah makna sesungguhnya dari dodego foheka mi yaya segoa
adalah melakukan saro-saro dari kedua mempelai sedangkan dodego nanau I yaya
segoa yang terdiri dari para pemangkut adat, imam, tokoh agama, tokoh
masyarakat, dan para undangan yang menerima salam atau koro bersama-sama
membacakan doa dan dilanjutkan dengan suguhan makanan adat, yang terdiri dari
sepuluh potong nasi jaha atau pali-pali, kukusang (nasi tumpeng), ikan dan terong,
gulai, bubur kacang hijau, srikaya.
Dari sajian makan adat tersebut pada umumnya disajikan dalam satu paket
atau dalam bahasa Ternate disebut ngogu rimoi dibagi empat orang
gogoro(undangan) yang hadir mengikuti upacara tersebut2.
Pada prosesi pernikahan, adat ternate memiliki cara-cara yang unik
dibandingkan suku-suku lain yang relatif sama. Sebelum akad dimulai, salah
seorang bobato membacakan syair-syair, ayat-ayat, dan hadist-hadist rumah
2
http://wa-iki.blogspot.co.id/2013/07/upacara-perkawinan-adat-ternate.html. Diakses pada
tanggal 13 Desember 2017. Pukul 21.55 WIB
5
tangga dan pernikahan dalam bahasa Arab. Sebagaimana khutbah nikah,
pembacaan syair dan ayat dan hadist ini bertujuan memberikan nasihat kepada dua
mempelai. Ketika akad nikah berlangsung, wali dari sang perempuan dan
mempelai lelaki harus bertaut lutut, meletakkan paha di bawah bantal, lalu saling
berpaut tangan seperti orang bertanding adu panco. Kemudian, tangan keduanya
ditutupi oleh sapu tangan hingga akad selesai3.
Bentuk perkawinan ini sebenarnya hampir sama dengan cara ke tiga dari
bentuk Wosa Suba di atas hanya saja kawin tangkap bisa saja terjadi di luar
3
Dilihat dari video dokumenter pernikahan adat Ternate.
https://www.youtube.com/watch?v=wT8zwHHnqIg
6
rumah, misalnya di tempat gelap dan sepi, berduaan serta berbuat diluar batas
norma susila. Dalam kasus seperti ini, keluarga pihak gadis menurut adat tidak
dibenarkan melakukan tindak kekerasan atau penganiyaan terhadap si pemuda
walaupun dalam keadaan tertangkap basah. Maka untuk menjaga nama baik anak
gadis dan keluarganya terpaksalah mereka dikawinkan juga menurut hukum adat
secara islam yang berlaku pada masyarakat Ternate. Perkawinan bentuk ini
dianggap sah menurut adat apabila si pemuda atau pihak keluarga laki-laki
terlebih dahulu meminta maaf atas perbuatan anaknya terhadap keluarga si gadis
dan membayar denda (Bobango) kepada keluarga si gadis. Bentuk perkawinan ini
masih sering ditemui di Ternate.
4. Dijodohkan (Kofu’u)
Perkawinan bentuk ini adalah cara yang ditempuh sebagai usaha terakhir
karena jalan lain tidak memungkinkan atau tidak ada. Faktor-faktor yang
mendorong terjadinya Kawin Lari diantaranya karena orang tua tidak menyetujui,
menghindari biaya perkawinan yang sangat tinggi, pihak laki-laki tidak mampu
untuk melaksanakan cara meminang atau juga karena mereka berlainan rumpun
marga dalam kelompok soa yang tidak boleh kawin-mawin.
Bentuk perkawinan ini ditempuh dan dapat terjadi karena pihak keluarga si
pemuda adalah berasal dari strata bawah atau terlalu miskin untuk mampu
7
melaksanakan cara meminang. Masyarakat Ternate menganggap bahwa bentuk
Kawin Lari merupakan pintu darurat yang ditempuh oleh si pemuda. Kaum muda
mudi di Ternate jaman sekarang menyebutnya dengan istilah plesetan “Kawin
Cowboy”. Konsekwensi adat yang dipikul akibat perkawinan ini sudah dipikirkan
matang-matang oleh pasangan kedua remaja tersebut. Walaupun perkawinan ini
dilakukan secara darurat (kebanyakan dilaksanakan di rumah penghulu) namun
tetap dianggap sah menurut hukum adat karena tata cara perkawinan dilaksanakan
menurut rukun nikah secara Islam. Biasanya yang bertindak sebagai wali adalah
“Wali Hakim Syari’at”. Karena biasanya orang tua si gadis tidak bersedia
menjadi wali nikah.
Pada umumnya si gadis lari/kabur dari rumah orang tuanya dan menuju ke
rumah petugas/pejabat nikah (Hakim Syari’at), ia langsung diterima oleh isteri
pejabat Haki Syari’at tersebut dan diperkenankan untuk tinggal beberapa hari.
Setelah petugas memberitahukan kepada orang tuanya bahwa anak gadisnya
sekarang berada di rumahnya. Biasanya orang tua si gadis menyerahakan wali dan
pelaksanaan perkawinan darurat ini kepada petugas Hakim Syari’at untuk
mengurusnya. Bentuk perkawinan Masibiri ini hingga saat ini masih banyak
ditempuh oleh anak muda Ternate yang mengambil jalan pintas untuk berumah
tangga bila tidak direstui oleh orang tuanya.
6. Ganti Tiang (Ngali Ngasu)
8
perkembangan pola pemikiran dan perkembangan jaman mengakibatkan bentuk
perkawinan sudah hampir tidak pernah terjadi lagi di Ternate4.
Kegiatan ibu-ibu ini dikenal dengan tradisi “Lian” atau sering disebut
“Lilian”. Tradisi Lian ini merupakan salah satu dari bentuk gotong-royong dalam
masyarakat Ternate.
4
http://rohanskasim.blogspot.co.id/2013/03/bentuk-perkawinan-adat-ternate_28.html.
Diakses pada tanggal 13 Desember 2017. Pukul 21.30 WIB
9
masyarakat Ternate disebut dengan “Kalmaha”. Bagi masyarakat Ternate, alunan
dan irama Kalmaha ini merupakan suatu tanda berkabung, dan setiap orang yang
mendengar Kalmaha pasti terharu, sedih bahkan banyak yang meneteskan air mata
duka atas perginya sang kerabat untuk selamanya.
Ada satu kebiasaan lagi yaitu; setelah mayat diletakkan di dalam liang
lahat, dan setelah tali pocong dilepaskan kemudian mayat yang terbaring
dihadapkan menghadap kiblat, maka saat itu juga salah satu dari petugas yang
berada di dalam liang lahat mengumandangkan azan dari awal hingga akhir.
Para undangan yang akan hadir pada tahlilan ini terdiri dari “Bobato
Akhirat” dan “Bobato Dunia”. Bobato Akhirat adalah para pemuka agama, mulai
dari Imam besar, khotib dan modim/muazim. Sedangkan Bobato Dunia adalah
para pemuka masyarakat, pemuka adat dan para haji-haji di lingkungan tersebut.
Undangan untuk melaksanakan setiap tahlilan disebut dalam bahasa Ternate
disebut “Gogoro Dina” untuk membedakan dengan undangan untuk hajatan
syukuran (Gogoro Haji) atau perkawinan (Gogoro Kai)5.
5
http://busranto.blogspot.co.id/2008/09/sone-ma-dina-dina-sone-tradisi-ritual.html.
Diakses pada tanggal 13 Desember 2017. Pada pukul 22.27 WIB
10
Sedangkan istilah Soerojo Wigjodipoero, Pengantar dan AsasAsas Hukum
Adat (Jakarta: Gunung Agung. 1995), hlm. 13. “adat” berasal dari bahasa Arab,
dan istilah ini telah hampir menjadi bahasa di semua daerah Indonesia. Adat dapat
juga diartikan kebiasaan, sehingga secara sederhana hukum Adat atau Adatrecht
dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi hukum kebiasaan.
6
Komari, Mahkamah Agung Republik Indonesia, Eksistensi Hukum Waris di Indonesia:
Antara Adat dan Syariat., PDF Journal version., Hlm. 159
11
BAB III
Pada kaidah umum pernikahan, hukum adat ternate telah sesuai dengan
tuntunan syara’. Misalnya masalah pembatasan poligami. Hal itu telah dijelaskan
dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 4:
سأَلُك َخي َْر َها َو َخي َْر ِ َام َرأَةً أ َ ْو َخا ِد ًما أ َ ْو دَابهةً فَ ْليَأ ْ ُخ ْذ بِن
ْ َ اصيَتِ َها َو ْليَقُ ْل الله ُه هم إنِي أ ْ «إذَا أَفَا َد أ َ َح ُد ُك ْم
»علَ ْي ِهَ ْ َوش َِر َما ُجبِلَت، َوأَعُوذُ بِك ِم ْن ش َِر َها،علَ ْي ِه َ َْما ُجبِلَت
7
Shan’ani Imam., Kitab Subulussalam, Syarah Bulughul Maram, (2013, E-Book
Version). Hadits nomor: 922
8
https://ngelmulepakbumi.wordpress.com/tag/ayat-dan-hadits-tentang-mahar/. Diakses
pada tanggal 13 Desember 2017. Pukul 23.27 WIB
12
"Apabila di antara kalian menikah atau mendapatkan pembantu, atau
membeli hewan ternak, hendaklah dia pegang ubun-ubunnya dan berdoa, "Ya
Allah, aku mengharapkan kebaikan darinya dan kebaikan dari apa-apa yang
dihasilkannya, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya dan dari
kejahatan apa-apa yang dihasilkannya." (HR. Abu Dawud, An-Nasa'i dan Ibnu
Majah) [hasan, Shahih Al-Jami' (360)]9.
Mengenai tahlilan, penyusun kira ceramah para asatidz kita sudahlah jelas
kiranya, seperti Ustadz Abdul Somad Lc. Ma. Tapi, penyusun mendapatkan
jawaban dari sumber lain. Seperti perkataan Imam Shuyuti dalam kitab Al-Hawi
lil Fatawi yang berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia
difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabt Nabi)
gemar (bersedekah) menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang
telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut11.
9
Shan’ani Imam., Kitab Subulussalam, Syarah Bulughul Maram, (2013, E-Book
Version). Hadits nomor: 904
10
IFROSIN, Fiqih Adat., (Jawa Barat: Mu’jizat Group, 2007)., Hlm. 25
11
http://takaza.blogspot.co.id/2011/12/tahlilan-sampai-tujuh-hari-ternyata.html. Diakses
pada tanggal 13 Desember 2017. Pukul 23.45 WIB
13
BAB IV
14
KESIMPULAN dan SARAN
Kesimpulan:
Hukum Adat Ternate mengatur masyarakatnya dalam garis besar yang umumnya
dilakukan oleh masyarakat adat lain, seperti perkawinan, kewarisan, dan
kematian. Pada masyarakat Ternate, jenis-jenis perkawinan dikenal dengan
berbagai istilah. Di antaranya: Meminang / Kawin Minta (Lahi se Tafo atau
Wosa Lahi); Kawin Sembah (Wosa Suba); Kawin Tangkap (Sicoho);
Dijodohkan (Kofu’u); Kawin Lari (Masibiri); Ganti Tiang (Ngali Ngasu).
Beberapa hal memang tak dapat dilacak dalilnya bila dikorelasikan dengan
fiqih—seperti beberapa adat pernikahan. Tapi, sebagian besar adat itu telah
bersumber dari syara’ dan tidak bertentangan dengan Islam, hingga dapat
disimpulkan bahwa masyarakat Adat Ternate telah menjadi tatanan masyarakat
syari.
Daripada itu, pada akhirnya, perjalanan hukum adat yang masih bestari
dan eksis ini dilindungi oleh UU. Sebab tidak bertentangan dengan pemerintah,
dan hanya sebatas masalah-masalah keperdataan.
15
GLOSARIUM
Bobango Hutang
Hana Ma Ija
ma-Dina
16
Sabua Menyiapkan tenda jamaah ta’ziyah
17
DAFTAR PUSTAKA
18