KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesa. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan penelitian ini adalah”Untuk
mengetahui apa pengertian, tujuan dan penyebab eksistensi carok
1.4 Manfaat
Agar pembaca, masyarakat dan penulis khususnya mengetahui bahwa carok
bukanlah jalan yang baik untuk menyelesaikan suatu masalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Dalam realitas sosial kehidupan Madura, tindakan mengganggu istri orang
atau perselingkuhan merupakan bentuk pelecehan harga diri paling menyakitkan
bagi laki-laki orang Madura, dan biasanya tidak ada cara untuk menebusnya
kecuali dengan membunuh (Carok) orang yang mengganggunya. Kaitannya
dengan ini, seorang penyair Madura, Imron (Dalam Wiyata, 2006:173),
menemukan ungkapan yang berbunyi, “saya kawin dinikahkan oleh penghulu,
disaksikan oleh orang banyak, serta dengan memenuhi peraturan agama. Maka
siapa saja yang mengganggu istri saya, berarti menghina agama saya sekaligus
menginjak-injak kepala saya.” Dari ungkapan ini sudah jelas, bahwa martabat dan
kehormatan istri merupakan manifestasi dari martabat dan kehormatan suami,
karena istri adalah landasan kematian. (Wiyata, 2006: 170-174)
Jika dicermati lebih dalam lagi dari apa yang dipaparkan di atas, pada
dasarnya mengandung makna bagaimana orang Madura memandang institusi
perkawinan, secara khusus, dan bentuk pelecehan harga diri yang lain secara
umum, sebagai bentuk maskulinitas. Orang Madura memandang institusi
perkawinan sebagai manifestasi kelaki-lakian (maskulinitas). Maksudnya, seorang
laki-laki baru akan menemukan dirinya sebagai seorang laki-laki apabila telah
menikah.
Dalam ungkapan lain, tindakan mengganggu istri disebut sebagai aghaja’
nyaba, yang pengertiannya sama dengan tindakan mempertaruhkan atau
mempermainkan nyawa. Dalam kehidupan sosial di antara hak-hak dan kewajiban
itu, boleh jadi hak-hak dan kewajiban masyarakat, misalnya dalam konteks Carok,
perlindungan terhadap perempuan (istri), menjadi bagian dari kewajiban
masyarakat, sehingga tindakan mengganggu kehormatan mereka selalu dimaknai
sebagai tindakan arosak atoran (merusak tatanan sosial). Tindakan mengganggu
kehormatan istri, selain dianggap tindakan yang melecehkan harga diri suaminya,
juga dianggap merusak tatanan sosial. Oleh karena itu, menurut pandangan orang
Madura, pelakunya tidak bisa diampuni dan harus dibunuh. Jika terjadi
permasalahan berupa gangguan terhadap istri, ada dua alternatif yang akan
dilakukan oleh seorang suami.
6
2.2 Tujuan Melakukan Carok
Carok senantiasa dilakukan sebagai ritus balas dendam terhadap orang
yang melakukan pelecehan harga diri, terutama gangguan terhadap isteri, yang
membuat lelaki Madura malo (malu) dan tada’ tajina (direndahkan martabatnya).
Carok telah menjadi arena reproduksi kekerasan. Korban carok, tidak dikubur di
pemakaman umum melainkan di halaman rumah. Pakaiannya yang berlumur
darah disimpan di almari khusus agar pengalaman traumatik terus berkobar guna
mewariskan balas dendam.
7
Ungkapan-ungkapan Madura memberikan persetujuan sosial dan
pembenaran kultur tradisi carok. Ungkapan-ungkapan tersebut diantaranya :
Mon lo’ bangal acarok ja’ ngako oreng Madura (Jika tidak berani melakukan
carok jangan mengaku sebagai orang Madura); oreng lake’ mate acarok,
oreng bine’ mate arembi’ (laki-laki mati karena carok, perempuan mati
karena melahirkan); ango’an poteya tolang etembang poteya mata (lebih baik
berputih tulang [mati] daripada berputih mata [menanggung malu]).
3. Proteksi berlebihan terhadap kaum wanita.
Carok refleksi monopoli kekuasaan laki-laki. Ini ditandai
perlindungan secara berlebihan terhadap kaum perempuan sebagaimana
tampak dalam pola pemukiman kampong meji dan taneyan lanjang.
Pelecehan atas salah satu anggota komunitas dimaknai sebagai perendahan
martabat seluruh warga kampong meji.
4. Upaya meraih status sosial.
Carok oleh sebagian pelakunya dipandang sebagai alat untuk meraih
status sosial di dunia blater. Kultur blater dekat dengan unsur-unsur religio-
magis, kekebalan, bela diri, kekerasan, dunia hitam, poligami, dan sangat
menjunjung tinggi kehormatan harga diri.
5. Taneyan lanjang (halaman memanjang), memberikan proteksi khusus
terhadap anak perempuan dari segala bentuk pelecehan seksual.
Semua tamu laki-laki hanya diterima di surau yang terletak di ujung
halaman bagian Barat. Martabat istri perwujudan dari kehormatan kaum laki-
laki karena istri dianggap sebagai bantalla pate (alas kematian). Mengganggu
istri merupakan bentuk pelecehan paling menyakitkan bagi lelaki Madura.
6. Blater di Madura juga kerap dihubungkan dengan remo.
Tradisi remo (arisan kaum blater) merupakan institusi budaya
pendukung dan pelestari eksistensi carok. Remo berfungsi ganda, sebagai
tempat transaksi ekonomi, sekaligus penguatan status sosial.
8
2.4 Celurit Sebagai Simbol Carok
Pada saat kerajaan Madura dipimpin oleh Prabu Cakraningrat (abad ke-12
M) dan di bawah pemerintahan Joko Tole (abad ke-14 M), celurit belum dikenal
oleh masyarakat Madura. Bahkan pada masa pemerintahan Penembahan Semolo,
putra dari Bindara Saud, putra Sunan Kudus di abad ke-17 M tidak ditemukan
catatan sejarah yang menyebutkan istilah senjata celurit dan budaya carok. Senjata
yang seringkali digunakan dalam perang dan duel satu lawan satu selalu pedang,
keris atau tombak. (Zulakrnain, dkk. 2003: 63). Pada masa-masa tersebut juga
masih belum dikenal istilah carok.
9
Peristiwa carok satu lawan tiga kali ini, terjadi di jalan Desa Bilis bilis,
Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean, Sumenep.
Mereka adalah Wahyudi, Mat Saini, Ainur Rahman, dan Andi, warga Kecamatan
Arjasa, Pulau Kangean, Sumenep.
“Modus operandinya ya dendam lama, yakni istri Wahyudi digoda Ainur Rahman
dan Matsaini. Namun pada Th 2008 malah Wahyudi yang dibacok Ainur Rahman
dan Matsaini,” kata Kasubag Humas Polres Sumenep AKP Abd. Mukit, Jum’at
(12/1/2017).
Tidak berhenti disitu, Wahyudi yang menjadi korban pembacokan Ainur Rahman
dan Matsaini tahun 2008, balas membacok Ainur Rahman, tahun 2010.
Namun pada Kamis (11/1/2018) sekira jam 14.00 wib. carok itu kembali terjadi.
Wahyudi, yang melakukan pembacokan terhadap Ainur Rahman tahun 2010,
dikejar oleh Mat Saini, Ainur Rahman dan Andi, dan terjadilah carok satu lawan
tiga, di Desa Bilis bilis.
Meski dalam carok satu lawan tiga tersebut sempat dilerai oleh Moh. Saleh, tiga
korban tetap mengalami luka cukup serius pada tubuhnya.
Wahyudi (30), warga Desa Duko, Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean, mengalami
luka robek pada pergelangan tangan kanan, bagian punggung belakang, luka
robek pada lengan atas tangan kiri, luka robek pada kepala samping kiri, robek
pada pelipis kiri.
Selain itu, Wahyudi mengalami luka robek pada lengan kanan bagian samping
dalam dibawah siku, robek di leher samping kanan, daun telinga kanan, robek
pada leher bagian belakang.
10
“Tidak hanya itu, Wahyudi mengalami luka robek pada perut bawah kanan
samping garis tengah tubuh isi perut keluar. Korban saat ini kritis di Puskesmas,”
paparnya.
Sedangkan Mat saini (35), warga Desa Sumber Nangka, menderita luka robek
pada dada kiri bagian bawah, diatas tulang iga melayang, robek pada dada kiri
samping garis tengah tubuh sebagian lemak bawah kulit keluar, robek pada
pergelangan tangan kiri bagian depan melingkar hampir putus.
Mat Saini juga mengalami luka robek pada pelipis kanan tepat disamping alis
mata kanan depan daun telinga bagian atas kedalaman sampai tulang tengkorak,
tulang tengkorak pecah, robek pada kepala bagian belakang sebelah kiri
disamping garis tengah kepala.
Sedangkan Ainur Rahman (27), warga Desa Sumber Nangka, menderita luka
robek pada dada kiri dari garis tengah tubuh sampai kebawah dibawah ketiak kiri
kedalaman sampai otot.
Selain itu, Ainur Rahman juga mengalami luka robek pada dada samping kiri
dibawah luka pertama kedalaman sampai otot. Ainur Rahman juga kritis di
Puskesmas.
Sementara Mohammad Saleh (37), warga Desa Sumber Nangka, orang yang
sempat melerai carok satu lawan tiga itu, mengalami luka robek pada jari pertama
jari kanan bagian belakang mengenai pembuluh darah arteri ke tulang, robek jari
kedua tangan kanan bagian belakang sampai ke samping luar.
11
“ Ia (Mohammad Saleh red) hanya menjalani rawat jalan. Sedangkan Andi, salah
satu pelaku pengeroyokan, melarikan diri dan masih dilakukan pengejaran,”
pungkas Mukit. (Udiens)
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebudayaan carok adalah kebudayaan yang telah menjadi ciri khas atau
sudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Madura. Masyarakat Madura
terkenal dengan kepribadian mereka yang sangat menjunjung tinggi harga diri.
Carok disebabkan karena tejadinya Alam yang gersang, Persetujuan
social, Proteksi berlebihan terhadap kaum wanita, Upaya meraih status social,
batas wilayah, Tradisi remo. Carok disimbolkan dengan celurit karena celurit
memiliki kesan yang sangat menakutkan dan kerapkali dilibatkan pada banyak
tindakan kriminalitas yang terjadi di Indonesia.
3.2 Saran
Carok merupakan salah satu budaya Indonesia yang masih dilakukan di
masyarakat Madura. Menurut pendapat kami, dengan menghadapi sebuah budaya
yang sudah melekat di masyarakat tersebut, yang harus dilakukan oleh masyarakat
Madura tersebut adalah melakukan penimbangan kembali nilai budaya
Madura dan mencocokannya dengan norma – norma yang berkembang di masa
sekarang ini, karena jika tidak maka orang akan memandang masyarakat Madura
itu memiliki budaya negatif. Selain itu, memang ada budaya yang bersifat negatif
yang mulai harus ditinggalkan.
13
DAFTAR PUSTAKA
http://dekipancapradila123.blogspot.com/2016/11/makalah-tentang-
etnosentrisme.html
http://mjdailys.blogspot.com/2017/05/makalah-budaya-carok-madura.html
http://www.memoonline.co.id/read/389/20180112/082723/cemburu-istrinya-
digoda-empat-warga-kangean-carok/
14
LAMPIRAN
15