Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

BAB I ............................................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2

1.3 Tujuan........................................................................................... 2

BAB II ........................................................................................................................... 3

2.1 Sejarah Negara Tunisia ................................................................ 3

2.2 Politik Pemerintahan Tunisia ...................................................... 6

2.3 Sistem Perekonomian di Tunisia .................................................. 9

2.4 Politik pemerintahan Tunisia dan Revolusi Arab Spring ........... 11

BAB III ....................................................................................................................... 14

3.1 Kesimpulan................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 15

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam pengetahuan mengenai salah satu negara di Timur Tengah yaitu
Negara Tunisia.
Harapan kami, semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengetahuan yang
kami miliki masih sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Jember, Mei 2018

Penyusun

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekumpulan Negara atau wilayah di negara Asia Barat dan juga termasuk
beberapa negara Afrika sering disebut Timur Tengah, yang dimana sebutan
Timur Tengah sendiri diberikan oleh negara Inggris kepada wilayah
jajahannya. Sebutan tersebut memiliki arti koloni Inggris sangatlah luas.
Letak geografis Inggris yang berada di pojok utara barat belahan dunia
membuat Inggris mengharuskan memperluas wilayah koloninya di daerah
timur. Istilah Timur Tengah merupakan terjemahan dari Middle East, yaitu
istilah yang sejak Perang Dunia II digunakan oleh orang Inggris untuk
menyebutkan kawasan yang sebagian besar terletak di Asia Barat Daya dan
Afrika Timur Laut sehingga dapat dibatasi sebagai jembatan antara Eropa,
Asia, dan Afrika. Dalam perang Dunia II, istilah Timur Tengah menjadi lazim
dan menggantikan istilah-istilah yang lebih tua seperti near east dan far east.

Bagi India, Timur Tengah terletak di barat, sedangkan bagi Rusia terletak
di selatan. Penggunaan kata “tengah” juga telah menyebabkan kebingungan
bagi sebagian orang. Sebelum Perang Dunia I, “Timur Dekat” digunakan
Inggris untuk menunjuk daerah Balkan dan kerajaan Ottoman, sedangkan
“Timur Tengah” menunjuk Persia, Afganistan, Asia tengah, Turki dan
Kaukasus. Sedangkan “Timur Jauh” menunjuk ke Negara-negara Asia Timur,
seperti Tiongkok, Jepang, Hongkong, dan lain-lain.

Dengan hilangnya Kerajaan Ottoman pada 1918, istilah “Timur Dekat”


hampir hilang dalam penggunaan istilah umum. Sedangkan “Timur Tengah”
merujuk ke Negara-negara Islam. Media dan beberapa organisasi
Internasional seperti PBB secara umum menganggap wilayah Timur Tengah

1
adalah wilayah Asia Barat Daya, termasuk Siprus dan Iran serta ditambah
Mesir.

Setelah munculnya sebutan atau istilah asal-usul Timur Tengah tersebut,


kemudian ada beberapa versi definisi tentang Timur Tengah (Midle East) itu
sendiri. Namun definisi yang paling populer adalah bahwasannya Timur
Tengah merupakan seluruh anggota Liga Arab ditambah Iran, Israel, dan
Turki serta seluruh negara berbahasa dan berbudaya Arab di Afrika Utara
seperti Aljazair, Maroko, Libya, dan Mauritania pun termasuk ke dalam
kawasan Timur Tengah.

Dari keseluruhan negara-negara di Timur Tengah, makalah ini akan


membahas negara Tunisia atau Republik Tunisia (Republic of Tunisia / Al
Jumhuriyah At Tunisiyah) dari sisi sejarah, politik pemerintahan, ekonomi,
serta isu yang sedang berkembang di negara Tunisia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah negara Tunisia?
2. Bagaimana sistem politik pemerintahan di negara Tunisia?
3. Bagaimana sistem perekonomian di negara Tunisia?
4. Bagaimana hubungan antara politik pemerintahan Tunisia dengan
Revolusi Arab Spring?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui sejarah negara Tunisia.
2. Mengetahui sistem politik pemerintahan di Tunisia.
3. Mengetahui sistem perekonomian di Tunisia.
4. Mengetahui hubungan antara politik pemerintahan Tunisia dengan
Revolusi Arab Spring.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Negara Tunisia


Karena posisinya yang menonjol di Laut Tengah, Tunisia menjadi
persimpangan jalan peradaban sejak bertahun-tahun. Sejak abad ke-12 SM
bangsa Fenisia yang dipimpin oleh Carthage telah mendirikan serangkaian
pos perdagangan di Afrika Utara. Kemudian pada abad ke-8 SM terbentuk
Kerajaan Kartago yang pada abad ke-6 SM telah berhasil meliputi hampir
seluruh wilayah Tunisia sekarang. Kartago tumbuh dan berkembang menjadi
kota besar yang menguasai wilayah Laut Tengah, sampai akhirnya dikalahkan
oleh orang-orang Romawi pada tahun 146 SM.

Kekaisaran Romawi menguasai Kartago dan juga Afrika Utara sampai


abad ke-5 hingga akhirnya suku-suku Eropa mengalahkan Romawi. Pada abad
ke-2 SM, Kerajaan Kartago mengalami kehancuran hingga mengakibatkan
saling bergantinya kekuasaan asing di Tunisia. Tunisia yang saat itu lebih
dikenal dengan nama Afrika kemudian menjadi pusat Kerajaan Romawi di
Selatan Mediterania. Kedaulatan-nya meliputi sebagian wilayah kekuasaan
Kerajaan Carthage. Antara 439-533 M, Tunisia dikuasai oleh pasukan Vandal,
sebelum ditaklukkan kembali oleh Kerajaan Roma Byzantium.

Pada abad ke-7 pemerintahan Kerajaan Romawi di Tunisia runtuh setelah


diserbu oleh orang Arab. Pasukan Muslim masuk Tunisia, disusul gelombang
imigrasi dari Arab, orang-orang Moor Spanyol, dan Yahudi. Gelombang
imigrasi itu terus berlangsung hingga abad ke-15. Di zaman Kekalifahan
Utsmaniyah (Ottaman) Turki, Tunisia menjadi pusat belajar dan budaya Arab.

Tunisia menjadi wilayah protektorat Prancis pada tahun 1881 dengan


ditandatanganinya Perjanjian Badro pada tanggal 12 Mei. Pendudukan Prancis

3
terjadi pada masa pemerintahan Muhammed Shadiq Bey. Pada tanggal 11 Mei
Jenderal Bréart, konsul jenderal Théodore Roustan dan Jenderal Pierre Léon
Mauraud, beserta pasukan bersenjata. Bey mengumpulkan para kabinet dan
menteri-menterinya untuk mengadakan rapat darurat. Bey lebih memilih
menyerah dan menyetujui pretektorat yang ditawarkan Perancis, yakni
penandatanganan Perjanjian Badro. Sejak saat itu pula, Perancis memiliki
kendali terhadap Tunisia.

Prancis menjadi negara yang aktif dalam peperangan di dunia, baik


perang dunia pertama maupun kedua. Akan tetapi kekuatannya terhadap
Tunisia melemah, Prancis hanya memanfaatkan Tunisia sebagai prajurit
perang dan tantara tambahan. Kemudian menimbulkan keberanian dari
pemudai di Tunisia untuk menyuarakan pendapat mereka kepada pihak
Prancis sejak tahun 1906 mengenai perbaikan di Tunisia. Sejak saat itu
banyak muncul tuntutan terhadap pihak Prancis dari kalangan pemuda dengan
jumlah yang lebih besar, bahkan muncul beberapa partai di Tunisia, salah
satunya partai konstitusi. Pada tanggal 23 Agustus 1946, para nasionalis
mengadakan pertemuan yang menuntut kemerdekaan total kepada
Pemerintahan Prancis, hal ini dipicu akibat banyaknya negara jajahan yang
merdeka sejak Perang Dunia II. Disamping itu, para nasionalis Tunisia juga
mereka merasa posisi mereka kuat dan mampu melepaskan diri dari Perancis
yang kalah pada perang dunia.

Perang Dunia II memang menjadi salah satu titik penting dalam


perjalanan kemerdekaan Tunisia. Tokoh-tokoh pergerakan Tunisia yang
sebelumnya ditahan oleh pemerintahan protektorat Perancis dibebaskan oleh
aliansi axis Jerman dan Italia yang menguasai Tunisia dari 1940-1943. Saat
koalisi pimpinan AS mengusir aliansi axis dari wilayah itu dan
mengembalikan kekuasaan ke tangan Perancis.

4
Pada tahun 1949, Habib Bourguiba, mantan ketua parta konstitusi
kembali ke Tunisia untuk berjuang memerdekakan Tunisia dari Prancis secara
total. Gerakan Bourguiba dan partainya terbagi menjadi dua tahapan. Pertama
adalah tahap perjuangan kemerdekaan dalam negeri dengan memperjuangkan
dan mengajak para masyarakat untuk bersiap-siap melepaskan diri dari
Perancis. Perjuangan ini dilakukan dengan berkomunikasi dan meminta
kepada pihak Prancis untuk melepekaskan Tunisia. Kemudian terjadilah
perundingan antara pihak Tunisia dan pihak Perancis pada akhir Oktober 1951
di Paris untuk memberikan kedaulatan yang independent terhadap negara
Tunisia, yang kemudia dijawab oleh Menteri Luar Negeri Perancis dengan
menyatakan bahwa hubungan kedua negara tersebut adalah kedaulatan ganda.

Jawaban tersebut dinilai oleh Bourguiba sebagai langkah Prancis untuk


tetap menguasai Tunisia, hal ini memicu amarah Bourguiba. Protes tersebut
kemudian menyebabkan Prancis marah dan membuat kebijakan untuk
melarang pergerakan partai konstitusi dan menangkap Bourguiba untuk
diasingkan, kemudian kabar tersebut memicu amarah masyrakat sehingga
masyarakat berdemo pada 18 Januari 1952. Bentuk demonstasi kemudian
terus berkembang, awalnya hanya berupa demonstrasi dengan turun ke jalan
dan bentrok dengan para polisi, kemudian berubah menjadi pengrusakan dan
pembunuhan hingga akhirnya menjadi aksi teror.

Dengan adanya beberapa kekacauan yang terus berlanjut dan desakan


dari para politikus Tunisia, akhirnya pihak Perancis memberikan kedaulatan
independen pada tanggal 3 Juni 1955. Pada bulan ini pula, Bourguiba kembali
ke Tunisia. Kemudia para politikus dan pembesar partai konstitusi kembali
menata negara yang baru saja berdaulat secara independen.

Kedaulatan tersebut ternyata tidak memberikan kepuasan kepada semua


orang termasuk sekjen partai, Sholeh bin Yusuf. Ia menganggap sebagai

5
sebuah kemunduran perjuangan penduduk. Sebab, perjanjian Bardo pada
tahun 1881 masih ada. Akan tetapi, pikiran Sholeh tidak diterima oleh
Bourgiba. Hal ini menyebabkan partai konstitusi terpecah menjadi dua kubu,
kubu Sholeh dan Bourguiba.

Karena kondisi ini, tahun 1956, ketua partai kembali mempertanyakan


dan mempertegas maksud Perancis yang memberikan kedaulatan independen
kepada Tunisia. Akhirnya Perancis memperbaharui kesepakatan tersebut,
Pada tanggal 20 Maret di tahun yang sama, Perancis menyatakan bahwa
perjanjian Bardo tahun 1881 dibatalkan dan memberikan kemerdekaan kepada
Tunisia.

2.2 Politik Pemerintahan Tunisia


Tunisia adalah negara Republik dengan sistem presidensial. Kekuasaan
eksekutif dipegang oleh Presiden, sedangkan kabinet pelaksana pemerintahan
dipimpin oleh Perdana Menteri. Lembaga legislative dijalankan oleg Dewan
Perwakilan (Chambre des Deputés), sedangkan lembaga yudikatif adalah
Dewan Tertinggi Magistrasi. Dalam menjalankan fungsinya sebagai kepala
pemerintahan, Presiden dibantu oleh kabinet atau dewan menteri (Council of
Ministers) yang dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Penentuan personil
yang menduduki jabatan-jabatan menteri tersebut adalah hak prerogratif
Presiden. Presiden juga memiliki kekuasaan dalam menetapkan pejabat tinggi
dalam jabatan sipil seperti gubernur dan walikota serta dalam jabatan militer.
Ketua parlemen dipilih dari partai terbesar.

Berdasarkan konstitusi Tunisia, Presiden memiliki kekuasaan di atas


kekuasaan legislatif dan yudikatif. Presiden tidak dapat di-makzul-kan kecuali
karena alasan meninggal, mengundurkan diri dan gangguan mental. Presiden
mempunyai hak untuk membubarkan parlemen, menentukan orang yang

6
duduk di Majlis al-Shura dan mengganti kepemimpinan pada lembaga
yudikatif.

Bentuk negara dan pola struktur kekusaan politik dan pemerintahan di


Tunisia tergambar pada konstitusinya yang berlaku pada1 Juni 1959. Prinsip-
prinsip dasar yang menjadi landasan negara tercantum secara eksplist dalam
teks pembukaan konstitusi. Badan legislatif Tunisia menganut sistem Uni-
kameral yang dimana terdapat 214 kursi saat itu, dan kursi tersebut hanya
boleh diduduki oleh perwakilan partai yang ikut pemilu pada saat sebelum
tahun 2002, Terdapat 14 jumlah kursi parlemen ditentukan oleh perolehan
suara masing-masing partai. Akan tetapi, hampir setiap pemilu partai
pemerintah selalu memperoleh hasil di atas 95%. Akhirnya terjadi
amandemen pada tahun 1999 untuk memberikan ruang bagi suara opoisis di
parlemen. Setiap partai politik yang memenangkan pemilu memborong 75%
(161) kursi parlemen. Sedangkan 25% (53) kursi sisa dibagikan kepada partai-
partai peserta pemilu lainnya berdasarkan asas proposionalistas.

Legislatif Bikameral (Chamber of Deputies atau Majlis al-Nuwaab


dan Chamber of Councilors) dan sistem pengadilan dipengaruhi oleh hukum
sipil Perancis. Majlis al-Nuwaab dipilih secara langsung lewat Pemilu,
menjabat selama lima tahun. Chamber of Councilors terdiri atas sejumlah
anggota yang totalnya tidak boleh melebihi 2/3 total anggota Majlis al-
Nuwaab.

Perlemen Tunisia menjadi bicameral pada amandemen konstitusi tahun


2002 yang dimana selain anggota hasil pemilu, parlemen juga diduduki oleh
Dewan Penasihat (Chamber of Advisory, Majlis al-Shura) yang berjumlah 126
orang dengan rincian 85 merupakan utusan daerah atau golongan serta 41
orang yang ditunjuk Presiden.

7
Selain legislatif bikameral dan sistem pengadilan, struktur negara Tunisia
pada tingkat pusat, terdapat 21 kementrian yang terbagi atas sejumlah
direktorat negara yang mengikuti model Prancis. Selain tingkat pusat, ada pun
tingkat menengah dalam struktur negara yang teridiri atas 23 gubernur
(disebut wilayat) yang diangkat oleh Presiden, para gubernur ini memiliki
perwakilan politik di pusat. Di tingkat lokal terdiri atas municipal atau
kabupaten yang dikepalai langsung oleh Presiden selama lima tahun.

Tunisia memiliki sepuluh partai politik aktif, terdapat tujuh partai politik
pemerintahan, antara lain The Constitutional Democratic Rally (Ralliement
Constitutionnel Democratique; RCD) sebagai partai yang moderat dan
pragmatic, RCD membuka sistem politik multi partai dan ekonomi pasar
sistem sosialis. Kemudian partai The Movement of Socialist
Democrats (Mouvement des Democrates Socialistes; MDS) dan The Popular
Unity Party (Parti D’unite Populaire; PUP) yang dimana keduanya adalah
partai nasionalis dan sosialis. Terdapat pula partai The Movement of
Newal (Harakat al-Tajdid), The Unionist Democratic Union (Union
Democratique Unioniste; UDU) dan The Socialist Liberal Party. Juga ada tiga
partai politik lain, seperti The Popular Unity Movement (Mouvement De
L’Unite Populaire; MUP), partai sosialis yang didirikan oleh Ahmed Ben
Salah, The Tunisian Communist Wokers Party dan The Renaissance Party
(Hubz al-Nahda) sebagai partai politik Islam.

Presiden pertama Tunisia, Habib Bourguiba melakukan banyak


perubahan kemajuan yang cenderung ke arah modernisasi dan westernisasi.
Hal yang uatama dilakukan adalah peningkatan kualitas pendidikan,
partisipasi wanita dan perbaikan ekonomi. Bourguiba mengambil langkah-
langkah kedepan serta menerapkan polisi yang tegas. Ia mengambil sikap pro
barat dan sekuler. Diantara kebijakannya yang berhubungan dengan
keagamaan adalah menghapus pengadilan agama, menghapus kewajiban

8
memakai jilbab bagi wanita, upaya meninggalkan puasa ramadhan untuk
meningkatkan produktifitas dan mengganti hukum syari’ah dengan hukum
sipil yang diadopsi dari Perancis. Bahkan pada tahun 1956 rezim ini
mengundangkan hukum status perorangan yang bukan hanya berbeda secara
prinsipil dengan hukum tradisional, tetapi juga dengan hukum Perancis.
Jadilah, melalui hukum personal tersebut, Tunisia menjadi negara yang
pertama kali melarang poligami.

2.3 Sistem Perekonomian di Tunisia


Tunisia kini menemukan dirinya sebagai negara berorientasi ekspor
dalam proses liberalisasi dan privatisasi ekonomi yang, sedangkan rata-rata
pertumbuhan PDB 5% sejak awal 1990. Sektor industri terutama terdiri dari
pakaian dan alas kaki manufaktur, produksi suku cadang mobil, dan mesin
listrik.

Tunisia adalah pada tahun 2009 peringkat ekonomi paling kompetitif di


Afrika dan ke-40 di dunia oleh World Economic Forum. Tunisia telah berhasil
menarik banyak perusahaan internasional seperti Airbus dan Hewlett–
Packard. Tunisia adalah negara Mediterania pertama yang menandatangani
Perjanjian Asosiasi dengan Uni Eropa, pada bulan Juli 1995, meskipun
bahkan sebelum tanggal mulai diberlakukan, Tunisia mulai membongkar tarif
pada perdagangan bilateral Uni Eropa. Tunisia menyelesaikan pembongkaran
tarif untuk produk industri pada tahun 2008 dan karena itu negara Mediterania
pertama yang masuk dalam area perdagangan bebas dengan Uni Eropa. Uni
Eropa tetap mitra dagang pertama Tunisia, saat ini mencapai 72,5% dari
impor Tunisia dan 75% dari ekspor Tunisia. Tunisia merupakan salah satu
mitra dagang paling mapan Uni Eropa di wilayah Mediterania dan peringkat
sebagai mitra dagang terbesar ke-30 Uni Eropa.

9
Tunis Sports City merupakan kota olahraga seluruh saat ini sedang
dibangun di Tunis, Tunisia. Kota yang akan terdiri dari bangunan apartemen
serta beberapa fasilitas olahraga akan dibangun oleh Bukhatir Grup dengan
biaya $5 Miliar. Tunis Keuangan pelabuhan akan memberikan pusat lepas
pantai pertama Afrika Utara keuangan di Tunis Bay dalam sebuah proyek
dengan nilai akhir pengembangan US $3 miliar. The Tunis Telecom City
adalah US $3 miliar proyek untuk menciptakan pusat TI di Tunis. Sumber
produksi listrik di Tunisia :
 Uap panas (44%)
 Siklus Gabungan (43%)
 Turbin gas (11%)
 Angin, PLTA, Solar (2%)
Mayoritas listrik yang digunakan di Tunisia diproduksi secara lokal, oleh
perusahaan milik negara STEG (Société de l’ Tunisienne Electricité et du
Gaz). Pada tahun 2008, total 13.747 GWh diproduksi di dalam negeri.

Produksi minyak dari Tunisia adalah sekitar 97.600 barel per hari (15.520
m3/d). Bidang utama adalah El Bourma. Produksi minyak dimulai pada tahun
1966 di Tunisia. Saat ini ada 12 ladang minyak.

Tunisia memiliki rencana untuk dua pembangkit listrik tenaga nuklir, akan
beroperasi pada 2019. Kedua fasilitas tersebut diproyeksikan memproduksi
900-1000 MW. France diatur untuk menjadi mitra penting dalam rencana
tenaga nuklir Tunisia, setelah menandatangani perjanjian, bersama dengan
mitra lainnya, untuk memberikan pelatihan dan teknologi.

Proyek Desertec merupakan proyek energi berskala besar yang ditujukan


untuk memasang panel tenaga surya di Afrika Utara, dengan koneksi kabel
listrik antara dan Eropa selatan. Tunisia akan menjadi bagian dari proyek ini,

10
tapi persis bagaimana hal itu dapat mengambil manfaat dari hal ini masih
harus dilihat.

2.4 Politik pemerintahan Tunisia dan Revolusi Arab Spring


The Arab Spring atau Revolusi Dunia Arab yang mana disebut dalam
bahasa Arab disebut Al-Thawrat Al-‘Arabiyyah. Arab Spring dikatakan
sebagai pemberontakan Arab demi kebangkitan dunia Arab. Ada pandangan
lain yang mengatkan bahwa Arab Spring merupakan gelombang revolusi
unjuk rasa dan protes yang terjadi karena ketidakseimbangan sosial yang
merusak sistem sosial itu sendiri seperti korupsi, kemiskinan, kelaparan,
pelanggaran hak asasi manusia, pengangguran, serta naiknya harga pangan.
Tujuan revolusi ini adalah menggulingkan dictator yang berkuasa. Teknik
pemberontakan Arab Spring selain dengan unjuk rasa, masyarakat
memanfaatkan sosial media untuk melakukan pemberontakan. Ketika
berbicara mengenai otoriter, maka kebebasan pers selalu dihalangi sehingga
sosial media seperti Facebook dan Twitter, sebagai dua situs yang
berpengaruh dalam revolusi Arab Spring.

Tunisia merupakan negara sebagai cikal bakal kemunculan Arab Spring.


Revolusi Tunisia ini dipicu oleh pembakaran diri seorang penjual buah dan
sayur bernama Mohammed Bouazizi. Hal ini terjadi karena ia dipukul dan
gerobak sayurnya disita oleh polisi karena tidak memiliki lisensi. Berita
pembakaran diri ini kemudian menyebar ke telinga masyarakat luas di
Tunisia, kemudian hal ini menimbukan amarah masyarakat terhadap
pemerintah, sehingga terjadi demonstrasi besar-besaran terjadi. Akan tetapi,
dibalik itu semua, faktor sesungguhnya dari amarah masyarakat adalah rezim
otoriter Zine El Abedine Ben Ali.

Pada November 1987, Presiden Tunisia Habib Bourguiba digantikan oleh


Zine El Abedine Ben Ali (Zainal Abidin Ben Ali) pada 7 November 1987.

11
Ben Ali memerintah Tunisia selama 23 tahun dari tahun 1987 hingga tahun
2011. Memang, pada masa pemerintahan Zainal Abidin Ben Ali, sistem
Pemilu multipartai sudah berlangsung di Tunisia, namun politik
otoritarianisme tetap mencolok dalam setiap kebijakan rezim yang
mendeskriditkan lawan politiknya. Misalnya pada tahun 1991, Ben Ali pernah
melarang partai An-Nahdhah dan menangkap 265 anggotanya atas tuduhan
kudeta.

Permasalahan sosial rezim Ben Ali adalah tidak memberikan kebebasan


kepada masyarakat dalam menjalankan kehidupan berdemokrasi di Tunisia
karena kebebasan berekspresi dan partai politik merupakan ancaman yang
dapat melemahkan kekuasaannya. Selama rezim ini, ia menggunakan
pendeketan otoriter. Pengekangan kebebasan ini dapat menyulitkan tuntutan
mengenai permasalahan politik, ekonomi dan sosial yang terjadi di Tunisia.
Berdasarkan publikasi artikel dari pemerintah Amerika Serikat, Rezim Ben
Ali membatasi kebebasan berpendapat dan pers menggunakan regulasi berupa
sensor. Televisi, radio dan surat kabar di Tunisia menggunakan izin resmi
pemerintah, sehingga mendapatkan control yang ketat dari pemerintah.

Rezim Ben Ali melakukan tindakan represif terhadap penegakan Hak


Asasi Manusia di Tunisia. Rezim memberlakukan hukuman penahanan
kepada para aktivis yang menegakkan HAM di Tunisia. Pada tahun 1994, Ben
Ali memberlakukan sanksi penjara terhadap Moncef Marzouki sebagai
Jendral Liga Hak Asasi Manusia.

Transparency Internasional (TI) memperkirakan bahwa Ben Ali dan


keluarganya mengendalikan 35% perekonomian negara Tunisia, Ben Ali dan
12 anggota keluarganya di Prancis memiliki sejumlah rekening bank dan
rumah mewah di kota Paris senilai 37 juta Euro, apartemen di Tetirahan Ski
Courchevel, dan sebuah vila di Prench Riviera. Terdapat juga Properti senilai

12
1,2 juta Pound Sterling di Westmount dekat Montreal, properti di Jenewa
(Swiss) dan sebuah pesawat pribadi Falcon 9000, yang juga berada di Jenewa.
Majalah Forbes memperkirakan bahwa kekayaan Ben Ali pada tahun 2008
senilaiUS$ 5 miliar, namun belum termasuk kekayaan keluarga istrinya.

Rezim di Tunisia diduga menjadi sumber korupsi. Tunisia merupakan


negara yang paling kompetitif secara ekonomi di Afrika menurut data dari
laporan World Economic Forum (WEF) tahun 2009-2010. Akan tetapi
ekonomi Tunisia seakan mengalami penurunan pasca resesi global tahun
2008, dan telah meningkatkan angka pengangguran yang tinggi. Di tengah
meningkatnya pengangguran dan makin meluasnya kemiskinan, disisi lain
keluarga Ben Ali terus bertambah makmur.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Negara ini merupakan bekas jajahan Perancis dan mereka pada 20 Maret
1956. Tunisia adalah negara Republik dengan sistem pemerintahan
presidensial. Perekonomian di Tunisia juga beragam mulai dari pertanian,
pertambangan, manufaktur, pariwisata, dll. Uni Eropa merupakan mitra
dagang utama bagi negara Tunisia. Walaupun penduduk Tunisia berasal dari
Arab, Berber dan Turki, mayoritas mengatakan bahwa mereka adalah
keturunan Arab. Kemunculan fenomena Arab Spring yang sangat terkenal di
Timur Tengah berawal dari Tunisia, yaitu pembakaran diri penjual buah
karena gerobak dan buah-buahan miliknya disita oleh polisi. Sebenarnya
dibalik itu semua adalah karena kediktatoran pemimpin Tunisia pada saat itu
yaitu kepemimpinan Zainal Abidin Bin Ali sehingga menyebabkan
demonstrasi rakyat besar-besaran.

14
DAFTAR PUSTAKA
Fachrie, Muhammad. (2013, 26 Juni). Pengaruh Situs Jejaring Sosial (Social
Networking Site) terhadap Revolusi Politik Tunisia (2010-2011). Dipetik 9 Mei
2018, dari https://repository.unri.ac.id/xmlui/handle/123456789/3881

Fakhry Ghafur, Muhammad. (2016). Agama Dan Demokrasi: Munculnya Kekuatan


Politik Islam Di Tunisia, Mesir Dan Libya. Dipetik 9 Mei 2018, dari
ejournal.politik.lipi.go.id/index.php/jpp/article/view/203.

Sukandi, Ahmad. (2016). Politik Bourguiba Tentang Hukum Keluarga Di Tunisia


(1957-1987). Dipetik 9 Mei 2018, dari
https://media.neliti.com/media/publications/58090-ID-none.pdf.

Persatuan Pelajar Indonesia di Tunisia. (t.thn). Sejarah Tunisia. Diakses 7 Mei 2018,
dari http://www.angelfire.com/planet/ppitunisia/tunisia/sejarah.htm.

Viva News.Com-kolom dunia. (2011, 5 Februari). Uni Eropa bekukan asset Ben Ali
dan Kroninya. Diakses pada 7 Mei 2018 dari
https://www.viva.co.id/berita/dunia/203031-uni-eropa-bekukan-aset-ben-ali-dan-
kroninya.

TUNISIA. (t.thn). Diakses pada 8 Mei 2018 dari


http://lms.aau.ac.id/library/ebook/R_2373_05_PB/files/res/downloads/download_
0494.pdf.

Middle Eastern Studia Islamia. (2016, 14 November). Sistem Politik dan


Pemerintahan di Tunisia. Diakses pada 8 Mei 2018 dari
https://messia.co.id/2016/11/14/sistem-politik-dan-pemerintahan-tunisia/.

Tempo Interaktif. (2011, 18 Februari). Refleksi Revolusi Mesir. Diakses pada 9 Mei
dari http://www.tempo.co/read/kolom/2011/02/18/326/Refleksi-Revolusi-Mesir.

15
Madid, Izul. (2014, 16 Juni). Sejarah Kemerdekaan Tunisia. Diakses pada 8 Mei dari
http://izzulmadidra.blogspot.co.id/2014/06/sejarah-kemerdekaan-tunisia.html.

16

Anda mungkin juga menyukai