MAKALAH
Al Islam Kemuhammadiyahan (AIK) IV
“Kewajiban Menuntut Ilmu, Mengembangkan dan Mengamalkannya”
Oleh :
Kelompok 3
Arfiani :10536 4622 13
Nurjannah :10536 4623 13
Rasnah :10536 4624 13
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah AIK IV ini dengan tepat waktu. Dalam menulis makalah ini, tidak
sedikit masalah dan rintangan yang dihadapi oleh penulis, namun berkat bantuan dari berbagai
pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini walaupun dengan banyak kekurangan. Terima kasih yang sebesar-
besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Tasming Tangngareng, M.Ag. selaku dosen
pembimbing mata kuliah AIK IV yang telah banyak membimbing penulis dalam pembuatan
makalah ini. Terimah kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada berbagai pihak
yang tidak\ bisa penulis ucapkan satu-persatu. Akhir kata penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca sebagai bahan perbaikan dalam menyusun makalah kedepannya, dan
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan 18
B. Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesungguhnya Islam adalah syarat keselamatan di sisi Allah. Islam tidak tegak dan tidak
akan ada kecuali dengan ilmu. Tidak ada cara dan jalan untuk mengenal Allah dan sampai
kepada-Nya kecuali dengan ilmu. Allah lah yang telah menunjukan jalan yang paling dekat dan
mudah untuk sampai kepada-Nya. Barangsiapa yang menempuh jalan tersebut, tidak akan
Mencari ilmu merupakan kewajiban setiap manusia. Tanpa ilmu kita tidak bisa menjalani
hidup ini dengan baik. Orang yang tidak memiliki ilmu biasanya akan di manfaatkan oleh orang
lain. Bahkan, orang yang tak berilmu itu akan dibodohi oleh orang lain. Oleh karena itu, kita
sebagai manusia yang diberi akal dan pikiran carilah ilmu demi kelangsungan hidup yang lebih
baik. Menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib (fardhu). Para ahli fiqih mengelompokannya
dua bagian, yaitu 1). Fardhu ‘ain; dan 2). Fardhu kifayah. Orang yang berilmu sangat dimuliakan
oleh Allah SWT dan akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT.
Sehingga Dengan ilmunya para ulama menjadi tinggi kedudukan dan martabatnya,
menjadi agung dan mulia kehormatannya. Para ulama bagaikan lentera penerang dalam
kegelapan dan menara kebaikan, juga pemimpin yang membawa petunjuk dengan ilmunya,
mereka mencapai kedudukan al-Akhyar (orang-orang yang penuh dengan kebaikan) serta derajat
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
Sesungguhnya Islam adalah syarat keselamatan di sisi Allah. Islam tidak tegak dan tidak
akan ada kecuali dengan ilmu. Tidak ada cara dan jalan untuk mengenal Allah dan sampai
kepada-Nya kecuali dengan ilmu. Allah lah yang telah menunjukan jalan yang paling dekat dan
mudah untuk sampai kepada-Nya. Barangsiapa yang menempuh jalan tersebut, tidak akan
Jumhur ulama sepakat, tidak ada dalil yang lebih tepat selain wahyu pertama yang
disampaikan Allah SWT kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw sebagai landasan utama
perintah untuk menuntut ilmu. Dijelaskannya pula sarana untuk mendapatkannya, disertai
bagaimana nikmatnya memiliki ilmu, kemuliaannya, dan urgensinya dalam mengenal ke-Maha
Agung-an Sang Khalik dan mengetahui rahasia penciptaan serta menunjukkan tentang hakikat
ilmiah yang tetap. Sebagaimana firman-Nya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah
Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam (baca tulis). Dia
Dalam ayat yang lain, Allah SWT juga berfirman : “…Katakanlah : “ Adakah sama
orang-orang yang mengetahui (ilmu agama Islam) dengan orang-orang yang tidak mengetahui?
Para mufasir menyimpulkan firman Allah di atas, bahwa : 1). Tidaklah sama antara
hamba Allah yang memahami ilmu agama Allah, yaitu yang menyadari dirinya, memahami
tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mentaati segala perintah dan larangan-Nya, dengan orang-
orang yang mendustakan nikmat-nikmat Allah, yang tidak mau mempelajari ilmu agama Allah;
2). Hanya orang-orang yang berakal sehatlah yang dapat mengambil hikmah atau pelajaran dari
Terkait hal tersebut, Rasulullah saw menandaskan bahwa menuntut, memahami dan
mendalami ilmu agama Islam itu, merupakan kewajiban utama setiap muslim. Sebagaimana
hadis yang diriwayatkan Abi Sufyan r.a., ia mendengar Rasulullah Saw telah bersabda : “siapa
yang dikehendaki menjadi orang baik oleh Allah, Allah akan memberikan kepahaman kepadanya
dalam agama Islam”. (H.R. Bukhari, Muslim). Memahami ilmu agama akan membuat seorang
muslim, baik dan benar dalam beribadah kepada Allah SWT, jauh dari Bid’ah atau hal-hal lain
yang membatalkan ibadah kita. Serta mampu membentengi diri dan keluarga dari aqidah
berbahaya.
Menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib (fardhu). Para ahli fiqih
mengelompokannya dua bagian, yaitu 1). Fardhu ‘ain; dan 2). Fardhu kifayah.
1). Fardhu ‘ain, adalah setiap ilmu yang harus dipelajari oleh setiap muslim tentang Ilmu Agama
Islam, agar akidahnya selamat, ibadahnya benar, mu’amalahnya lurus dan sesuai dengan yang
disyariatkan Allah Azza wa Jalla, yang tertuang dalam Al Qur’an dan Sunah Nabi-Nya yang
sahih. Inilah yang diperintahkan Allah dalam firman-Nya, “Maka ketahuilah, bahwa
sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang hak) Melainkan Allah”. (Q.S. Muhammad [47]: 19). Juga
yang dimaksudkan oleh Rasulullah Saw dalam haditsnya, “ Mencari ilmu itu wajib bagi setiap
muslim”. (H.R. Ibnu Majah). Pengertian mencari ilmu di sini, adalah mencari ilmu agama Islam,
2). Fardhu kifayah : adalah ilmu yang memperdalam ilmu-ilmu syariat dengan mempelajari,
menghafal, dan membahasnya. Misalnya spesialisasi dalam ilmu-ilmu yang dibutuhkan umat
Islam, seperti sistem pemerintahan, hukum, kedokteran, perekonomian, dan lain-lain. Tapi jika
sebagian dari mereka ada yang mengerjakannya, maka gugurlah kewajiban dari yang lainnya.
Sedangkan jika tidak ada seorang pun yang melakukannya, maka semua menanggung resikonya.
Inilah yang diserukan Allah SWT dalam firman-Nya, “Tidak sepatutnya bagi orang-
orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan
diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
Bahwa tidak ada jalan untuk mengenal Allah, meraih ridha-Nya serta menggapai
keuntungan dan kedekatan dengan-Nya, kecuali dengan ilmu. Ilmu adalah cahaya yang
dengannya Allah mengutus para Rasul, menurunkan kitab-kitab, dan dengannya pula memberi
petunjuk dari kesesatan dan kebodohan. Dengan ilmu terungkaplah seluruh keraguan, khurafat
dan kerancuan. (Q.S. Al Maidah [5]: 15-16) dan (Q.S. Al-A’raf [7] : 157).
Allah SWT dan Rasul-Nya telah pula menentukan pedoman bagi kita hingga akhir
zaman, barangsiapa yang berpegang teguh kepada Al Qur’an dan As Sunnah (Hadis) Sahih, tidak
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri
di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya “.
“ Sesungguhnya aku telah meninggalkan sesuatu bagimu, jikalau kamu berpegang teguh
dengannya, maka kamu tidak akan sesat selamanya, (yaitu) Kitab Allah (Al Qur’an) dan Sunnah
Banyak jalan untuk menuntut ilmu agama. Antara lain mengikuti majelis taklim yang
istiqomah mengkaji Al Qur’an dan As Sunnah sahih di berbagai tempat dan media. Ilmu agama
ada di Qur’an , Tafsir Qur’an, juga hadis-hadis sahih, yang sudah diterjemahkan. Jika kita tidak
memahami ilmu agama Islam, bagaimana kita bisa tahu mana perintah dan larangan Allah ?
Bagaimana kita bisa tahu ibadah yang kita lakukan itu sah dan diterima Allah ? Tapi umat Islam
juga jangan sembarangan menimba ilmu. Salah-salah memilih sumber ilmu, maka kelak ilmu
Mencari ilmu merupakan kewajiban setiap manusia. Tanpa ilmu kita tidak bisa menjalani
hidup ini dengan baik. Orang yang tidak memiliki ilmu biasanya akan di manfaatkan oleh orang
lain. Bahkan, orang yang tak berilmu itu akan dibodohi oleh orang lain. Oleh karena itu, kita
sebagai manusia yang diberi akal dan pikiran carilah ilmu demi kelangsungan hidup yang lebih
baik.
Dari keduanya ada yang berupa Ilmiah Teoritis, dan ada yang Ilmiah Praktis
1. Ilmu Syari’at
2. Ilmu Furu' atau Cabang ( Merupakan Ilmiah Praktis ), hal ini ada
yang menyangkut Hak Alloh Ta'ala seperti segala yang terkait Ibadah,
Hak Hamba Alloh terkait dengan tata pergaulan manusia yang terdiri 2
2. Ilmu Akal
keseimbangan.
1. Ilmu adalah amalan yang tidak terputus pahalanya sebagaimana dalam hadits: ”jika manusia
meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shodaqoh jariahnya, ilmu yang
bermanfaat dan anak yang sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya,” (HR Bukhori dan
Muslim)
2. Menjadi saksi terhadap kebenaran sebagaimana dalam firman Allah SWT: (Allah menyatakan
bahwasanya tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali dia. Yang menegakkan keadilan. para
malaikat dan orang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu,). (QS. Ali Imran 18)
3. Allah memerintahkan kepada nabinya Muhammad SAW untuk meminta ditambahkan ilmu
sebagaimana dalam firman Allah, (… dan katakanlah: Ya Rabb ku, tambahkanlah kepadaku
4. Allah mengangkat derajat orang yang berilmu. Sebagaimana firman Allah, (… Allah
mengangkat orang beriman dan memiliki ilmu diantara kalian beberapa derajat dan Allah
5. Orang berilmu adalah orang yang takut Allah SWT, sebagaimana dalam firmannya: (….
sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hambanya hanyalah orang-orangyang berilmu).
6. Ilmu adalah anugerah Allah yang sangat besar, sebagaimana firman-Nya: (Allah
menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Quran dan As-Sunnah) kepada
siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah
dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat
7. Ilmu merupakan tanda kebaikan Allah kepada seseorang ”Barang siapa yang Allah
menghendaki kebaikan padanya, maka Allah akan membuat dia paham dalam agama,” (HR
8. Menuntut ilmu merupakan jalan menuju surga, ”Barang siapa yang menempuh suatu jalan
dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga,” (HR
Muslim)
9. Diperbolehkannya ”hasad” kepada ahli ilmu,”Tidak hasad kecuali dalam dua hal, yaitu
terhadap orang yang Allah beri harta dan ia menggunakannya dalam kebenaran dan orang yang
10. Malaikat akan membentangkan sayap terhadap penuntut ilmu,”Sesungguhnya para malaikat
benar-benar membentangkan sayapnya karena ridho atas apa yang dicarinya,” (HR. Ahmad dan
Ibnu majah).
Tidak samar bagi setiap muslim akan kedudukan ulama dan tokoh agama, serta tingginya
kedudukan, martabat dan kehormatan mereka dalam hal kebaikan mereka sebagai teladan dan
pemimpin yang diikuti jalannya serta dicontoh perbuatan dan pemikiran mereka. Para ulama
bagaikan lentera penerang dalam kegelapan dan menara kebaikan, juga pemimpin yang
membawa petunjuk dengan ilmunya, mereka mencapai kedudukan al-Akhyar (orang-orang yang
َ م
dan mulia kehormatannya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: ون ُ ََست َِوي ال َّ ِذينَ ي َْعل
ْ لي
ْ ه ْ ُق
َ ل
َ م
ون ُ َ وَال َّ ِذينَ ََل ي َْعلKatakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?” (QS. az-Zumar: 9) Dan firman-Nya Azza wa Jalla: َّللا ال َّ ِذينَ آَ َم ُنوا
ُ َّ ِيَر َْفع
tunduk akan ucapan mereka, dan seluruh makhluk hingga ikan yang berada di airpun ikut
memohonkan ampun baginya. Para ulama itu adalah pewaris Nabi, dan sesungguhnya para Nabi
tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyala ilmu, dan pewaris
sama kedudukannya dengan yang mewariskannya, maka bagi pewaris mendapatkan kedudukan
yang sama dengan yang mewariskannya itu. Di dalam hadits Abi Darda radhiyallahu ‘anhu
“Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan
memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhya para malaikat akan membuka sayapnya
untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan
sesungguhnya seorang yang alim akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit
maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang alim atas ahli
Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak
mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa
yang mengambil ilmu itu, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan bagian yang paling
banyak.” (Shahih, HR Ahmad (V/196), Abu Dawud (3641), at-Tirmidzi (2682), Ibnu Majah
Para ulama telah mewarisi ilmu yang telah dibawa oleh para Nabi, dan melanjutkan
peranan dakwah di tengah-tengah umatnya untuk menyeru kepada Allah dan ketaatan kepada-
Nya. Juga melarang dari perbuatan maksiat serta membela agama Allah. Mereka berkedudukan
seperti rasul-rasul antara Allah dan hamba-hamba-Nya dalam memberi nasehat, penjelasan dan
petunjuk, serta untuk menegakkan hujjah, menepis alasan yang tak berdalih dan menerangi jalan.
Muhammad bin al-Munkadir berkata, “Sesungguhnya orang alim itu perantara antara Allah dan
Nya.”
Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Manusia yang paling agung kedudukannya adalah yang
menjadi perantara antara Allah dengan hamba-hamba-Nya, yaitu para Nabi dan ulama.” Sahl bin
Abdullah berkata, “Barangsiapa yang ingin melihat majlisnya para Nabi, maka hendaklah dia
melihat majelisnya para ulama, dimana ada seseorang yang datang kemudian bertanya, ‘Wahai
fulan apa pendapatmu terhadap seorang laki-laki yang bersumpah kepada istrinya demikian dan
demikian?’ Kemudian dia menjawab, ‘Istrinya telah dicerai.’ Kemudian datang orang lain dan
bertanya, ‘Apa pendapatmu tentang seorang laki-laki yang bersumpah pada istrinya demikian-
demikian?’ Maka dia menjawab, ‘Dia telah melanggar sumpahnya dengan ucapannya ini.’ Dan
ini tidak dimiliki kecuali oleh Nabi atau orang alim. (maka cari tahulah tentang mereka itu).”
Maimun bin Mahran berkata, “Perumpamaan seorang alim disuatu negeri itu, bagaikan mata air
Jikalau para ulama memiliki kedudukan dan martabat yang tinggi seperti itu, maka wajib
atas orang-orang yang awam untuk menjaga kehormatan serta kemuliaannya. Dari Ubadah bin
Ashomit radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
“Bukan termasuk umatku orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, tidak menyayangi
yang lebih muda, dan tidak tahu kedudukan ulama.” Dan di antara hak para ulama adalah mereka
tidak diremehkan dalam hal keahlian dan kemampuannya, yaitu menjelaskan tentang agama
Allah, serta penetapan hukum-hukum dan yang semisalnya dengan mendahului mereka, atau
manusia darinya atau perbuatan-perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang-orang jahil yang
Satu hal yang sudah maklum bagi setiap orang, bahwa mempercayakan setiap cabang-
cabang ilmu tidak dilakukan kecuali kepada para ahli dalam bidangnya. Jangan meminta
pendapat tentang kedokteran kepada makanik, dan jangan pula meminta pendapat tentang
senibena kepada para dokter, maka janganlah meminta pendapat dalam suatu ilmu kecuali
kepada para ahlinya. Maka bagaimana dengan ilmu syariah, pengetahuan tentang hukum-hukum
dan fiqh kontemporer? Bagaimana kita meminta pendapat kepada orang yang tidak terkenal alim
mengenainya dan tidak pula punya kemampuan memahaminya jauh sekali sebagai ulama yang
mujtahid dan para imam yang kukuh ilmunya serta ahli fiqh yang memiliki keupayaan sebagai
ahli istimbath? Allah Ta’ala berfirman: "Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita
mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang
yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka
(Rasul dan ulil amri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah
kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu). (QS. an-Nisa`: 83)
Dan yang dimaksud dengan Ulil Amri dalam ayat ini adalah para ulama yang 'Alim dan
cermat dalam beristimbath hukum-hukum syariat baik dari kitab maupun sunnah, karena nash-
nash yang jelas tidaklah cukup untuk menjelaskan seluruh permasalahan kontemporer dan
hukum-hukum terkini, dan tidaklah begitu mahir untuk beristimbath serta mengerluarkan
hukum-hukum dari nash-nash kecuali para ulama yang berkelayakan. Abul ‘aliyah mengatakan
tentang makna “Ulil Amri” dalam ayat ini, “Mereka adalah para ulama, tidakkah kamu tahu
Allah berfirman, ‘(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di
antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)’.” Dari Qatadah, “(Padahal)
apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka”, dia
(akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).”, tentulah orang-
orang yang membahas dan menyelidikinya mengetahui akan hal itu. Dan dari Ibu Juraij,
“(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul” sehingga beliaulah yang akan
memberitakannya “dan kepada Ulil Amri” orang yang faqih dan faham agama. Al-Hafidz Ibnu
Hajar mengatakan dalam Fath al-Bari: Ibnu Attin menukil dari ad-Dawudi, bahwasanya beliau
menafsirkan firman Allah Ta’ala “Dan Kami turunkan az-Zikir (al-Qur`an) kepadamu, agar
engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” An-Nahl : 44,
berkata: Allah Ta’ala banyak menurunkan perkara-perkara yang masih bersifat global, kemudian
ditafsirkan oleh Nabi-Nya apa-apa yang diperlukan pada waktu itu, sedangkan apa-apa yang
belum terjadi pada saat itu, penafsirannya di wakilkan kepada para ulama. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala : (padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara
Sa’di rahimahullahu menafsirkan ayat ini: Ini merupakan pelajaran tentang adab dari Allah untuk
para hamba-Nya, bahwa perbuatan mereka tidak layak, maka sewajarnya bagi mereka, apabila
ada urusan yang penting, juga untuk kemaslahatan umum, yang berkaitan dengan keamanan dan
kebahagiaan kaum mukminin, atau ketakutan yang timbul dari suatu musibah, maka wajib bagi
mereka untuk memperjelas dan tidak tergesa-gesa untuk menyebarkan berita itu, bahkan mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri dikalangan mereka, yang ahli dalam hal pemikiran
ilmu, dan nasehat , yang faham akan permasalahan, kemaslahatan dan mafsadatnya.
Jikalau mereka memandang pada penyebaran berita itu ada maslahat dan sebagai
penyemangat bagi kaum mukminin, yang membahagiakan mereka, serta dapat melindungi dari
musuh-musuhnya maka hal itu dilakukan, dan apabila mereka memandang hal itu tidak
bermanfaat, atau ada manfaatnya akan tetapi mudhorotnya lebih besar dari manfaatnya maka
tidak menyebarkan berita itu, oleh karena itu Allah berfirman : “tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka.” Yaitu:
mengerahkan pikiran dan pandangannya yang lurus serta ilmunya yang benar. Dan dalam hal ini
ada kaidah tentang etika (adab) yaitu: apabila ada pembahasan dalam suatu masalah hendaknya
di berikan kepada ahlinya dan tidak mendahului mereka, karena itu lebih dekat dengan
kebenaran dan lebih selamat dari kesalahan. Juga ada larangan untuk tergesa-gesa menyebarkan
berita tatkala mendengarnya, yang patut adalah dengan memperhatikan dan merenungi sebelum
berbicara, apakah ada maslahat maka disebarkan atau mudharat maka dicegah. Selesai ucapan
syaikh rahimahullahu.
Dengan penjelasan ini diketahui wahai teman-teman semua, bahwa perkara yang sulit dan
hukum-hukum yang kontemporer serta penjelasan hukum-hukum syariatnya tidak semua orang
boleh campur tangan dalam masalah itu, kecuali para ulama yang memiliki bashirah dalam
agama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata, “Jabatan dan kedudukan tidaklah
menjadikan orang yang bukan alim menjadi orang yang alim, kalau seandainya ucapan dalam
ilmu dan agama itu berdasarkan kedudukan dan jabatan niscaya khalifah dan sulthan (pemimpin
negara) lebih berhak untuk berpendapat dalam ilmu dan agama. Juga dimintai fatwa oleh
manusia, dan mereka kembali kepadanya pada permasalahan yang sulit difahami baik dalam
Apabila pemimpin negara saja tidak mengaku akan kemampuan itu pada dirinya, dan
tidak memerintahkan rakyatnya untuk mengikuti suatu hukum dalam satu pendapat tanpa
mengambil pendapat yang lain, kecuali dengan al-Qur`an dan as-Sunnah, maka orang yang tidak
memiliki jabatan dan kedudukan lebih tidak dianggap pendapatnya.” Selesai ucapan Ibnu
Taimiyah. Dan kita memohon kepada Allah Ta’ala agar memberkati kita, dengan adanya para
ulama, juga memberikan kita manfaat dengan ilmu mereka, serta membalas mereka dengan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesungguhnya Islam adalah syarat keselamatan di sisi Allah. Islam tidak tegak dan tidak
akan ada kecuali dengan ilmu. . Tidak ada cara dan jalan untuk mengenal Allah dan sampai
kepada-Nya kecuali dengan ilmu. Allah lah yang telah menunjukan jalan yang paling dekat dan
mudah untuk sampai kepada-Nya. Barangsiapa yang menempuh jalan tersebut, tidak akan
menyimpang dari tujuan yang dicita-citakannya. Menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib
(fardhu). Para ahli fiqih mengelompokannya dua bagian, yaitu 1). Fardhu ‘ain; dan 2). Fardhu
kifayah.
3. Allah memerintahkan kepada nabinya Muhammad SAW untuk meminta ditambahkan ilmu.
Tidak samar bagi setiap muslim akan kedudukan ulama dan tokoh agama, serta tingginya
kedudukan, martabat dan kehormatan mereka dalam hal kebaikan mereka sebagai teladan dan
pemimpin yang diikuti jalannya serta dicontoh perbuatan dan pemikiran mereka. Para ulama
bagaikan lentera penerang dalam kegelapan dan menara kebaikan, juga pemimpin yang
membawa petunjuk dengan ilmunya, mereka mencapai kedudukan al-Akhyar (orang-orang yang
penuh dengan kebaikan) serta derajat orang-orang yang bertaqwa. Dengan ilmunya para ulama
menjadi tinggi kedudukan dan martabatnya, menjadi agung dan mulia kehormatannya.
B. Saran
ilmu, karena dalam islam orang yang berilmu itu sangat di muliakan dan akan diangkat
derajatnya oleh Allah SWT. Selain dari itu, ilmu juga memiliki banyak keutamaan. Maka dari
itu, setelah kta memahami tentang perintah menuntut ilmu dalam islam, keutamaan ilmu dan
kedudukan orang yang berilmu, kita sebagai ummat muslim diharapkan dapat mengamalkannya
DAFTAR PUSTAKA
Riyanto, Prof. 2010. Ceramah Kultum. Diakses pada tanggal13 Maret 2015.
Admin. 2013. Al-qur’an dan Hadits. Diakses pada tanggal 13 Maret 2015
Indra, Dodi. 2013. Keutamaan Ilmu. Diakses pada tanggal 14 Maret 2015.
Monica. 2014. Kedudukan Ulama dalam Islam. Diakses pada tanggal 14 Maret
2015.