Disusun oleh:
1. Duty Volya
2. Kasyful Iman
3. M. ArifLiputo
4. Edi Yuversa
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS JAMBI
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, taufik dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Salawat dan salam senantiasa tercurah
kepada keluarga dan para sahabatnya. Aamiin.
Ungkapan terima kasih penulis hanturkan kepada dosen pengampu mata kuliah
Kebijakan Pendidikan, atas bimbingan dan arahannya, hingga tersusunnya makalah ini.
Semoga makalah yang penulis susun ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Karena
keterbatasan waktu, sumber maupun kemampuan penulis, tentunya ada kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Semoga ke depannya penulis dapat menjelaskan lebih detail tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Tak lupa saran serta kritik yang membangun senantiasa penulis
harapkan dalam perbaikan makalah ini.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa serta agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional yang diatur dengan Undang-undang. Untuk mewujudkan amanat tersebut maka
diperlukan pembangunan nasional di bidang pendidikan sebagai upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan
masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta memungkinkan para warganya
mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah maupun rohaniah berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokraris serta bertanggung jawab. Untuk
mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan
kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya
tujuan pendidikan nasional. Dalam mencapai tujuan Pendidikan nasional ini maka diperlukan
kerja nyata dari semua satuan Pendidikan, oleh sebab itu pada makalah ini kita akan
membahas tentang implementasi Pendidikan nasional berdasarkan Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada saatini.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Sunarya, Pendidikan nasional adalah sistem pendidikan yang berdiri di atas
landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup suatu bangsa dan tujuannya bersifat mengabdi
kepada kepentingan dan cita-cita nasional bangsa tersebut. Dalam Undang-undang RI No. 2
Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I Pasal 2 berbunyi: Pendidikan
Nasional adalah pendidikan yang berakar dari pada kebudayaan bangsa Indonesia dan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dasar ini dapat dilihat dari Pembukaan UUD 1945
alinea 4 batang tubuh UUD 1945 Bab XIII Pasal 316.
Dalam perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara
beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang dipegangnya.
Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik merupakan sesuatu
yang lumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah berfikir manusia dan
bermanfaat untuk pengembangan teori itu sendiri. Tetapi untuk kepentingan kebijakan
nasional, seyogyanya pendidikan dapat dirumuskan secara jelas dan mudah dipahami oleh
semua pihak yang terkait dengan pendidikan, sehingga setiap orang dapat
mengimplementasikan secara tepat dan benar dalam setiap praktik pendidikan.
Untuk mengetahui definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, kita telah
memiliki rumusan formal dan operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun
2003 Tentang SISDIKNAS, yakni: ”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Berdasarkan definisi di atas, ditemukan 3 (tiga) pokok pikiran utama yang
terkandung di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan
(3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
3
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
4
5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.
5
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di
atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik
yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini
meliputi: Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional,
dan Kompetensi Sosial. Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA, SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/MAK, satuan pendidikan Paket A, Paket B
dan Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan. Tenaga kependidikan
meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi,
tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar,
pamong belajar, dan tenaga kebersihan.
e. Standar Sarana dan Prasarana
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai,
serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang
meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang
tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit
produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan
f. Standar Pengelolaan Pendidikan
Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan
pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan
oleh Pemerintah
g. Standar Pembiayaan Pendidikan
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana,
pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal meliputi
biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan
pendidikan meliputi: Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan
yang melekat pada gaji, Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan Biaya
6
operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan
sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain
sebagainya
Pendidikan karakter belakangan ini sering disebut-sebut lagi. Banyak kalangan yang
mensosialisasikannya, seperti sesuatu yang baru. Namun setelah dipahami defenisi
pendidikan dalam UU nomor 20 tahun 2003, pendidikan itu sudah mencakup pendidikan
karakter yang kini kembali disebut-sebut.
Menurut UU nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jika dipahami lebih jauh, dalam UU ini sudah
mencakup pendidikan karekter. Misalnya pada bagian kalimat terakhir dari defenisi
pendidikan dalam UU tentang SISDIKNAS ini, yaitu memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Selain bagian dari defenisi pendidikan di Indonesia, bagian kalimat tersebut juga
menggambarkan tujuan pendidikan yang mencakup tiga dimensi. Yaitu dimensi ketuhanan,
pribadi dan sosial. Artinya, pendidikan bukan diarahkan pada pendidikan yang sekuler, bukan
pada pendidikan individualistik, dan bukan pula pada pendidikan sosialistik. Tapi dari
defenisi pendidikan ini, pendidikan yang diarahkan di Indonesia itu adalah pendidikan
mencari keseimbangan antara ketuhanan, individu dan sosial. Dimesi ketuhanan yang
menjadi tujuan pendidikan ini tak menjadikan pendidikan menjadi pendidikan yang sekuler.
Karena dalam pendidikan sekuler, agama hanya akan dijadikan sebagai salah satu mata
pelajaran tanpa menjadikannya dasar dari ilmu yang dipelajari.
Namun terkadang kita bangga melihat corak dan karakteristik pendidikan Barat yang
unik dan maju. Tetapi tidak bisa mengesampingkan kebobrokan moral dan etika yang
menghancurkan sendi-sendi kehidupan sosial manusia yang agung. Dan juga menghilangkan
fitrah asal manusia itu sendiri. Seperti teori Darwin. Jadi pendidikan di Indonesia tidak
7
memisahkan antara agama dan pendidikan, namun keduanya disandingkan untuk mencapai
generasi yang berotak Jerman dan berhati Mekkah. Sehingga generasi yang terbentuk itu
tidak menjunjung tinggi nilai-nilai materialistik saja. Dengan menjadikan agama sebagai
landasasan, generasi Indonesia menjadi generasi mempunyai karakterisitik sendiri
sebagaimana yang sering disebut dalam pendidikan karakter.
Sesuai Undang-Undang 20/2003 tentang Sisdiknas, ada 6 (enam) prinsip. Ketentuan ini,
diatur pada bab II pasal 4yang diuraikan dalam 6 ayat. Berikut isi undang-Undang 20/2003,
pasal 4
9
Merupakan suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan
tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran ( UU RI
No. 2 Tahun 1989 Bab 1 Pasal 1 Ayat 5 ).
Pasal 24
Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak berikut:
10
1. mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
2. mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan
berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk
memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan;
3. mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan
persyaratan yang berlaku;
4. pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi sesuai
dengan persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan yang
hendak dimasuki;
5. memperoleh penilaian hasil belajarnya;
6. menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan;
7. mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat.
Pasal 25
Pasal 26
b. Pendidik
Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 dan Undang Undang No. 14 Tahun
2005 peran guru adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai
dan pengevaluasi dari peserta didik.
1. Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta
didik dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus mempunyai standar kualitas pribadi
11
tertentu, yang mencakup tanggungjawab, wibawa, mandiri dan disiplin.
Guru harus memahami nilai-nilai, norma moral dan sosial, serta berusaha berperilaku dan
berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab
terhadap tindakannya dalam proses pembelajaran di sekolah.
Sebagai pendidik guru harus berani mengambil keputusan secara mandiri berkaitan
dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan
kondisi peserta didik dan lingkungan.
2. Di dalam tugasnya, guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk
mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami
materi standar yang dipelajari. Guru sebagai pengajar, harus terus mengikuti
perkembangan teknologi, sehinga apa yang disampaikan kepada peserta didik merupakan
hal-hal yang uptodate dan tidak ketinggalan jaman. Perkembangan teknologi mengubah
peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi
fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar. Hal itu dimungkinkan karena
perkembangan teknologi menimbulkan banyak buku dengan harga relatif murah dan
peserta didik dapat belajar melalui internet dengan tanpa batasan waktu dan ruang, belajar
melalui televisi, radio dan surat kabar yang setiap saat hadir di hadapan kita. Derasnya
arus informasi, serta cepatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan telah
memunculkan pertanyaan terhadap tugas guru sebagai pengajar. Masihkah guru
diperlukan mengajar di depan kelas seorang diri ?, menginformasikan, menerangkan dan
menjelaskan. Untuk itu guru harus senantiasa mengembangkan profesinya secara
profesional, sehingga tugas dan peran guru sebagai pengajar masih tetap diperlukan
sepanjang hayat.
3. Guru sebagai pembimbing dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan yang
berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya yang bertanggungjawab. Sebagai
pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan,
menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan serta menilai
kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
Sebagai pembimbing semua kegiatan yang dilakukan oleh guru harus berdasarkan
kerjasama yang baik antara guru dengan peserta didik. Guru memiliki hak dan
tanggungjawab dalam setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya.
4. Guru adalah seorang pengarah bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua. Sebagai
pengarah guru harus mampu mengarkan peserta didik dalam memecahkan permasalahan-
permasalahan yang dihadapi, mengarahkan peserta didik dalam mengambil suatu
12
keputusan dan menemukan jati dirinya. Guru juga dituntut untuk mengarahkan peserta
didik dalam mengembangkan potensi dirinya, sehingga peserta didik dapat membangun
karakter yang baik bagi dirinya dalam menghadapi kehidupan nyata di masyarakat.
5. Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan ketrampilan, baik intelektual
maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih, yang bertugas
melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai dengan potensi
masing-masing peserta didik. Pelatihan yang dilakukan, disamping harus memperhatikan
kompetensi dasar dan materi standar, juga harus mampu memperhatikan perbedaan
individual peserta didik dan lingkungannya. Untuk itu guru harus banyak tahu, meskipun
tidak mencakup semua hal dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah
mungkin.
6. Penilaian atau evalusi merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena
melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti
apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan
dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian
merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan
tingkat pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik. Sebagai suatu proses, penilaian
dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang sesuai, mungkin tes atau non
tes. Teknik apapun yang dipilih, penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas,
yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut. Mengingat
kompleksnya proses penilaian, maka guru perlu memiliki pengetahuan, ketrampilan dan
sikap yang memadai. Guru harus memahami teknik evaluasi, baik tes maupun non tes
yang meliputi jenis masing-masing teknik, karakteristik, prosedur pengembangan, serta
cara menentukan baik atau tidaknya ditinjau dari berbagai segi, validitas, reliabilitas, daya
beda dan tingkat kesukaran soal.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem Penyelenggaran pendidIkan merupakan satu kesatuan yang terdiri dari
beberapa eleman untuk mengatur dan pengelolaan pendidikan yang mencakup seluruh
kegiatan pendidikan formal, nonformal, dan informal sesuai dengan kewenangan Pemerintah.
Integrasi adalah suatu proses menyatukan berbagai kelompok agar tidak saling bercerai berai
atau menjadi suatu yang utuh.
Proses integrasi nasional biasanya akan dipengaruhi oleh aspek-aspek sosiolagis dan
antropologis. Dalam prosesnya, integrasi dituntut adanya kesepakatan terhadap nilai-nilai
umum yang ada dalam masyarakat melalui proses sosilasi, alkurtrasi asmilasi, ekultrasi
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, ke depanya penulis akan
lebih detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih
banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan. Semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca dalam mengembangkan pengetahuan tentang Sistem Pendidikan Nasional menurut
Undang-Undang No 20 tahun 2003. Kami harapkan saran dan kritik yang membangun dalam
perbaikan makalah ini.
14
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia, P. R., Rahmat, D., Yang, T., & Esa, M. (1989). Presiden republik indonesia,
dengan rahmat tuhan yang maha esa. 1, 1–17.
Pendidikan, K. D., Pendidikan, M., Dalam, N., & Cipta, P. R. (2016). No Title. 2(1), 53–64.
15