Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN “HALUSINASI”

OLEH :

EKA ANGGRAENI KUSUMA WARDHANY

NIM. P07120115063

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIKKESEHATAN MATARAM
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN

“HALUSINASI”

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi yaitu suatu kondisi individu

menganggap jumlah serta pola stimulus yang datang (baik dari dalam maupun

dari luar) tidak sesuai dengan kenyataan, disertai distorsi dan gangguan respons

terhadap stimulus tersebut baik respons yang berlebihan maupun yang kurang

memadai (Townsend, 2010). Halusinasi adalah satu gejala gangguan jiwa pada

individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi

palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien

merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, Akemat, 2010).

Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2005; Laraia, 2009). Halusinasi

merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang

sebenarnya tidak terjadi.

II. PENYEBAB
Halusinasi merupakan salah satu gejala dalam menentukan diagnosis klien

yang mengalami psikotik, khususnya skizofrenia. Halusinasi dipengaruhi oleh

faktor-faktor penyebab (Stuart dan Laraia:2005) sebagai berikut

A. Factor predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang memengaruhi jenis dan


jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya mengenai faktor
perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor-
faktor yang memengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan
oleh individu untuk mengatasi stres. Beberapa faktor predisposisi yang
berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti pada halusinasi
antara lain:
1. Genetik
Telah diketahui bahwa secara genetik skizofrenia diturunkan melalui
kromosom-kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom yang
keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami skizofrenia, sementara jika dizygote peluangnya sebesar
15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya
skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
2. Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan
kecemasan.
3. Neurobiology
Ditemukan bahwa korteks pre-frontal dan korteks limbic pada klien
dengan skizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga
pada klien skizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmiter juga tidak ditemukan tidak normal,
khusunya dopamine, serotonin dan glutamat.
4. Study neurotransmiter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmiter serta dopamine berlebihan, tidak seimbang dengan
kadar serotinin.
5. Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stres yang berlebihan yang dialami seseorang, maka tubuh akan
menghasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimentytranferase (DMP).
6. Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi
faktor predisposisi skizofrenia.
7. Psikologis
Beberapa kondisi psikologis menjadi faktor predisposisi skizofrenia,
antara lain anak yang diperlakukan oleh ibunya yang pencemas, terlalu
melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang
mengambil jarak dengan anaknya. Sementara itu hubungan
interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang
bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stres
dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi
realitas.
8. Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien
dibesarkan.
B. Factor presipitasi

1. Nature

Enam bulan terakhir terjadi hal-hal berikut ini:

a. Faktor biologis : kurang nutrisi, Ada gangguan kesehatan secara umum

(menderita penyakit jantung, kanker, mengalami trauma kepala atau

sakit panas hingga kejang-kejang), sensitivitas biologi (terpapar obat

halusinogen atau racun, asbestosis, CO)


b. Faktor psikologis : mengalami hambatan atau gangguan dalam

keterampilan komunikasi verbal, ada kepribadian menutup diri, ada

pengalaman masa lalu tidak menyenangkan (misalnya: menjadi korban

aniaya fisik, saksi aniaya fisik maupun sebagai pelaku, konsep diri

yang negatif (harga diri rendah, gambaran citra tubuh, keracuan

identitas, ideal diri tidak realistis, dan gangguan peran), kurangnya

penghargaan, pertahanan psikologis rendah (ambang toleransi terhadap

stres rendah), self control (ada riwayat terpapar stimulus suara, rabaan,

penglihatan, penciuman dan pengecapan, gerakan yang berlebihan dan

klien tidak bisa mengontrolnya

c. Faktor social budaya : usia, gender, pendidikan rendah/putus atau

gagal sekolah, pendapatan rendah, pekerjaan tidak punya, status social

jelek (tidak terlibat dalam kegiatan di masyarakat, latar belakang

budaya, tidak dapat menjalankan agama dan keyakinan, keikutsertaan

dalam politik tidak bisa dilakukan, pengalaman sosial buruk, dan tidak

dapat menjalankan peran sosial.

2. Origin

a. Internal :Persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya, orang lain

dan lingkungannya.

b. Eksternal : Kurangnya dukungan keluarga, masyarakat, dan kurang

dukungan kelompok/teman sebaya

3. Timing: stres terjadi dalam waktu dekat, stress terjadi secara berulang-

ulang/ terus menerus


4. Number: Sumber stres lebih dari satu dan stres dirasakan sebagai

masalah yang sangat berat.

PENILAIAN TERHADAP STRESSOR

a. Kognitif : Tidak dapat berpikir logis, inkoheren, Disorientasi,

Gangguan memori jangka pendek maupun jangka panjang,

Konsentrasi rendah, kekacauan alur pikir, Ketidakmampuan

mengambil keputusan, Fligh of idea, gangguan berbicara dan

perubahan isi pikir

b. Afektif : Tidak spesifik, reaksi kecemasan secara umum,

kegembiraan yang berlebihan, kesedihan yang berlarut dan takut yang

berlebihan, curiga yang berlebihan dan defensif sensitif

c. Fisiologis : pusing, kelelahan, keletihan, denyut jantung meningkat,

keringat dingin, gangguan tidur, muka merah/tegang, frekuensi napas

meningkat, ketidakseimbangan neurotransmitter dopamine dan

serotonine

d. Perilaku : Berperilaku aneh sesuai dengan isi halusinasi, berbicara

dan tertawa sendiri, daya tilik diri kurang, kurang dapat mengontrol

diri, penampilan tidak sesuai, Perilaku yang diulang-ulang, menjadi

agresif, gelisah, negativism, melakukan pekerjaan dengan tidak

tuntas, gerakan katatonia, kaku, gangguan ekstrapiramidal, gerakan

mata abnormal, grimacvin, gaya berjalan abnormal, komat-kamit,

menggerakkan bibir tanpa adanya suara yang keluar


e. Social : Ketidakmampuan untuk berkomunikasi, acuh dengan

lingkungan, penurunan kemampuan bersosialisasi, paranoid, personal

higiene jelek, sulit berinteraksi dengan orang lain, tidak tertarik

dengan kegiatan yang sifatnya menghibur, penyimpangan seksual

dan menarik diri.

SUMBER KOPING

a. Personal ability : Ketidakmampuan memecahkan masalah, ada

gangguan dari kesehatan fisiknya, ketidakmampuan berhubungan

dengan orang lain, pengetahuan tentang penyakit dan intelegensi

yang rendah, identitas ego yang tidak adekuat.

b. Social support : Hubungan antara individu, keluarga, kelompok,

masyarakat tidak adekuat, komitmen dengan jaringan sosial tidak

adekuat

c. Material asset : Ketidakmampuan mengelola kekayaan, misalnya

boros atau santa pelit, tidak mempunyai uang untuk berobat, tidak

ada tabungan, tidak memiliki kekayaan dalam bentuk barang, tidak

ada pelayanan kesehatan dekat tempat tinggal

d. Positif belief : Distress spiritual, tidak memiliki motivasi, penilaian

negatif terhadap pelayanan kesehatan, tidak menganggap itu suatu

gangguan
MEKANISME KOPING

1. Konstruktif

2. Destruktif

 Regresi

 Proyeksi

 Denial

 Withdrawal

III. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain

Gangguan persepsi sesuai halusinasi

Isolasi sosial atau menarik diri

IV. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta

ungkapan pasien. Tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:

A. Data Obyektif

1. Bicara atau tertawa sendiri.


2. Marah-marah tanpa sebab.

3. Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu

4. Menutup telinga.

5. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.

6. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.

7. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.

8. Menutup hidung.

9. Sering meludah.

10. Muntah.

11. Menggaruk-garuk permukaan kulit.

A. Data Subyektif: Pasien mengatakan :

1. Mendengar suara-suara atau kegaduhan.

2. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.

3. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

4. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat

hantu atau monster.

5. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang

bau itu menyenangkan.

6. Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses

7. Merasa takut atau senang dengan halusinasinya.

8. Mengatakan sering mendengar sesuatu pada waktu tertentu saat

sedang sendirian.

9. Mengatakan sering mengikuti isi perintah halusinasi.


V. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi (dengar, penglihatan, penghidung dan

peraba)

VI. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

A. Intervensi ditujukan ke klien

1. Tujuan

a) Pasien mampu mengenali halusinasi yang dialaminya: isi,

frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon.

b) Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.

c) Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menggunakan

obat.

d) Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap.

e) Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara melakukan

aktifitas.

2. Tindakan Keperawatan

a) Mendiskusikan dengan pasien isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi

pencetus, perasaan, respon terhadap halusinasi.

b) Menjelaskan dan melatih cara mengontrol halusinasi:

1) Menghardik halusinasi

Menjelaskan cara menghardik halusinasi, memperagakan cara

menghardik, meminta pasien memperagakan ulang, memantau

penerapan cara ini, dan menguatkan perilaku pasien.


2) Menggunakan obat secara teratur

Menjelaskan pentingnya penggunaan obat, jelaskan bila obat tidak

digunakan sesuai program, jelaskan akibat bila putus obat, jelaskan

cara mendapat obat/ berobat, jelaskan cara menggunakan obat

dengan prinsip 6 benar (benar jenis, guna, frekuensi, cara,

kontinuitas minum obat).

3) Bercakap –cakap dengan orang lain.

4) Melakukan aktifitas yang terjadual.

Menjelaskan pentingnya aktifitas yang teratur, mendiskusikan

aktifitas yang biasa dilakukan oleh pasien, melatih pasien

melakukan aktifitas, menyusun jadual aktifitas sehari–hari sesuai

dengan jadualyang telah dilatih, memantau jadual pelaksanaan

kegiatan, memberikan reinforcement.

B. Tindakan Keperawatan Halusinasi (Keluarga)

1. Tujuan

a) Keluarga mampu mengenal masalah merawat pasien dirumah.

b) Keluarga mampu menjelaskan halusinasi (pengertian, jenis, tanda dan

gejala halusinasi dan proses terjadinya).

c) Keluarga mampu merawat pasien dengan halusinasi.

d) Keluarga mampu menciptakan lingkungan

e) Keluarga mampu mengenal tanda dan gejala kambuh ulang.

f) Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow-up

pasien dengan halusinasi.


2. Tindakan keperawatan

a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.

b) Berikan penjelasan kesehatan meliputi : pengertian halusinasi, jenis

halusinasi yang dialami, tanda dan gejala halusinasi, prosesterjadinya

halusinasi.

c) Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami

halusinasi: menghardik, minum obat, bercakap- cakap,melakukan

aktivitas.

d) Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah terjadinya

halusinasi.

e) Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan.

f) Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk

follow-up anggota keluarga dengan halusinasi.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E, Townsend, M.C dan Moorhouse, M.F. (2007). Rencana Asuhan

Keperawatan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Keliat, B.A dan Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.

Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

NANDA, (2011). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.

Cetakan 2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Townsend. M.C, (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri Rencana

Asuhan & Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC

Anda mungkin juga menyukai