Disusun Oleh:
NIM : B011221240
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan tak kurang dari 13.466 pulau terdapat
di wilayah Indonesia. Luas wilayah luas wilayah daratannya adalah 1.826.440 km2 sedangkan
luas perairan Indonesia meliputi kawasan laut seluas 3,1 km2 yang terdiri dari 2,8 juta km2
perairan kepulauan (termasuk 92,877 km2 perairan darat). Bahkan jumlah luas keseluruhan
wilayah perairan Indonesia bisa mencapai 7,9 juta kilometer persegi apabila ditambah dengan
luas kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE),
Mengingat negara Indonesia memiliki perairan dengan wilayah yang sangat luas,
mayoritas penduduknya tersebar di berbagai kawasan pesisir dengan perkiraan ada sekitar 40
(empat puluh) juta orang penduduk tersebar di 4.735 desa pesisir. Desa-desa pesisir tersebut
terpusat di wilayah Selat Makassar, Laut Jawa, Laut Cina Selatan dan pantai Selat Malaka.
Banyak dari penduduk di desa-desa pesisir tersebut masih merupakan masyarakat yang bersifat
tradisional, dengan kecenderungan ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah. Penduduk di
desa-desar pesisir tersebut terdiri dari berbagai etnis atau suku yang mayoritas
menggantungkan hajat hidupnya pada laut. Selain sebagai sumber penghidupan, bagi mereka
laut bukanlah pemisah antara satu wilayah dengan wilayah lain dan justru dianggap sebagai
penghubung diantara mereka dengan antar satu etnis dengan etnis lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Apabila ditelusuri asal muasalnya dari segi kelompok etnik (suku bangsa) masyarakat
maritim Indonesia, banyak diantara mereka yang berprofesi sebagai nelayan dan pelayar.
Adapun kelompok etnik (suku-bangsa) sebagai asal muasal masyarakat maritim pedesaan di
Indonesia antara lain :
Etnis-etnis Bajo (Sea Gypsies); Bugis (bermula di Teluk Bone); Makassar (bermula di
Galesong); Mandar (Sulawesi Barat); Buton (dalam wilayah Sulawesi Tenggara); dan Madura
(dalam wilayah Jawa Timur)
Masyarakat maritim sejak beberapa dekade belakangan, mulai dari semua komunitas
pulau-pulau dan pesisir dari Sabang dan Merauke, tak hanya dianggap sebagai masyarakat
pendukung dan pewaris kebudayaan maritim di Indonesia namun juga dianggap
mengembangkan dan menggagas sektor ekonomi yang berkaitan dengan kemaritiman. Adapun
kelompok-kelompok sub-etnik pewaris kebudayaan maritim pedesaan berikutnya antara lain:
Pelayar dan nelayan pulau Bawean; Pelayar dan nelayan di Masalembo dan Sapudi (Jawa);
Pedagang-pedagang Bonerate; Nelayan di Pulau Polu’e di Laut Flores; Pemburu paus dari
Lamalera (Lomblen di Selat Timor, Orang Luang di sebelah barat dayanya); dan Pelaut di
daerah koloni Bugis (di Flores, Bima, Riau, Lampung) yang menguasai jaringan perdagangan
luas dari berbagai jenis komoditi ekspor dan impor
Terdapat dua tipe sosial-ekonomi masyarakat maritim (pada kasus nelayan dan
pelayar/pekerja transportasi dan perdagangan): tipe pedesaan lokal-tradisional yang sedang
berkembang, dan tipe modern perkotaan berskala besar yang kapitalis-industrial.
Yang dimaksud dengan tipe pertama yaitu, Masyarakat ekonomi maritim memiliki
struktur sosial tidak tajam, dan kurang berkelas/stratifikasi. Cara membedakan peran dan status
antara para pemimpin kelompok dengan Anak Buah Kapal (ABK) atau anggota kelompok
seringkali sulit dibedakan atau tidak jelas sebab mereka dalam pembagian kerjanya atau dalam
hubungan sosial di antara mereka bersifat santai, akrab, dan penuh persaudaraan,
pertemanan/persahabatan dan tolong-menolong. Makanya pada kelompok tipe ini umumnya
diterapkan pemerataan diantara mereka dengan sistem bagi hasil.
Sedangkan yang dimaksud dengan tipe kedua yaitu, Masyarakat maritim yang justru
memiliki struktur sosial berkelas/berstratifikasi dengan contohnya adanya perbedaan peran dan
status yang tajam dalam organisasi mereka serta hubungan sosial yang dibangun bersifat
resmi/formal. kelompok kerja masyarakat maritim (nelayan atau pelayar) seperti ini
menerapkan sistem pengupahan dengan porsi pendapatan yang berbeda-beda dan memiliki
hierarki sesuai dengan peranan dan statusnya. Namun, jika dibandingkan antara kelompok
masyarakat ini dengan tipe pertama, ternyata sikap dan semangat kolektivitas/berkehidupan
lebih tampak pada masyarakat tipe pertama.
BAB III
PENUTUP
Masyarakat maritim sejak beberapa dekade belakangan, mulai dari semua komunitas
pulau-pulau dan pesisir dari Sabang dan Merauke, tak hanya dianggap sebagai masyarakat
pendukung dan pewaris kebudayaan maritim di Indonesia namun juga dianggap
mengembangkan dan menggagas sektor ekonomi yang berkaitan dengan kemaritiman.
Terdapat dua tipe sosial-ekonomi masyarakat maritim (pada kasus nelayan dan pelayar/pekerja
transportasi dan perdagangan): tipe pedesaan lokal-tradisional yang sedang berkembang, dan
tipe modern perkotaan berskala besar yang kapitalis-industrial.
DAFTAR PUSTAKA
Lewaherilla, N., E. 2002. Pariwisata Bahari; Pemanfaatan Potensi Wilayah Pesisir dan Lautan.
Makalah Program Pasca Sarjana S3. Bogor: Institut Pertanian Bogor