Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH DIASPORA MASYARAKAT DEUTRO MELAYU

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata
kuliah “Budaya Melayu”
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Hasnah Faiza AR. M. Hum

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Nur Laila Habibah Ahmad
Mala Kharisa
Muhammad Ramdani

Program Studi Bimbingan dan Konseling


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau
Pekanbaru
2023
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami ucapkan puja dan puji syukur atas rahmat dan ridho Allah SWT.
karna tanpa rahmat dan ridho-Nya kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan selesai tepat waktu.

Tim pemakalah mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu Budaya Melayu


yaitu Ibunda Prof. Dr. Hasnah Faiza AR. M. Hum. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan data-data dalam
makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan buku atau sarana lainnya yang
berkaitan dengan Budaya Melayu. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam pembuatan
dan penyusunan makalah ini. Untuk itu sudilah kiranya para pembaca dapat memberikan
kritik, dan saran mengenai penyusunan makalah ini. Untuk ini di harapan berbagi masukan
yang bersifat membangun demi kesempurnannya.

Pekanbaru, 18 Februari 2023

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Diaspora Masyarakat Deutro Melayu............................................................2


2.2 Masyarakat Adat............................................................................................3
2.3 Masyarakat Kerajaan.....................................................................................5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..................................................................................................15
3.2 Saran............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................16
SOAL.................................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suku Melayu (Bahasa Melayu) adalah suku-suku bangsa Austronesia yang mendiami
Semenanjung Malaya, seluruh Sumatera, Thailand Selatan, pesisir selatan Burma, pulau
Singapura, pesisir Kalimantan, termasuk Brunei, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah
Kalimantan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan. Pesisir selatan Sarawak dan
Sabah, Filipina barat dan selatan dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, secara kolektif dikenal
sebagai "Dunia Melayu". 

Proto-deutero-Melayu
Jejak-jejak Riau dapat dirunut hingga ke zaman dahulu dan juga menunjukkan perjuangan
masyarakat untuk memperbaiki kehidupannya. Hal ini tentunya berawal dari kedatangan
orang-orang di daerah yang sekarang disebut Riau. Buku Sejarah Riau (Muchtar Lutfi, dkk.,
1977) banyak mengungkap asal mula kedatangan orang di daerah itu. Bisa dipastikan
gelombang pertama kedatangan manusia di Riau sama dengan gelombang aslinya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan Diaspora Masyarakat Deutro melayu?
2. Jelaskan Mengenai Masyarakat Adat Rantau Kuantan, Rantau Kampar dan Tiga Lorong?
3. Bagaimana Masyarakat Kerajaan Masa Kuno, Masa Islam, dan Masa Modren?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui mengenai diaspora masyarakat Deutro melayu
2. Mahasiswa dapat mengenal Masyarakat Adat Rantau Kuantan, Rantau Kampar dan Tiga
Lorong
3. Mahasiswa dapat mengenal Masyarakat Kerajaan Masa Kuno, Masa Islam, dan Masa
Modren

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Diaspora Masyarakat Deutro Melayu


Diaspora adalah perantau atau orang yang meninggalkan Negara asalnya untuk pergi ke
negara lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik daripada wilayah atau di negaranya sendiri.
Pembagian bangsa Melayu Indonesia Mengutip Kemdikbud RI, berdasarkan waktu kedatangan
serta daerah yang pertama kali ditempati bangsa Melayu Indonesia ini dapat dibedakan menjadi
tiga subbangsa, yaitu bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) bangsa Deutro Melayu (Melayu Muda)
dan bangsa Primitif
Mulai dari tahun 2500 SM hingga tahun 300 SM, terjadi dua gelombang kedatangan
manusia yang disebut proto-Melayu dan deutro-Melayu. Proto maupun deutro-Melayu masing-
masing memiliki kelebihan dibandingkan Weddoide. Proto-Melayu sudah memiliki kemampuan
bercocok tanam yang lebih baik. Kecenderungan proto-Melayu tidak berpindah- pindah,
menyebabkan muncul pemukiman- pemukiman baru. Hal ini terlihat pada kehidupan Suku
Talangmamak, Laut, dan Akit. Seperti Suku Sakai mereka masih disebut sebagai orang asli.
Di sisi lain deutro-Melayu sudah dapat mengembangkan dirinya pada tahap yang belum
tercapai oleh proto-Melayu. Kecenderungan proto- Melayu yang mulai menetap dalam suatu
kawasan adalah juga kecenderungan utama deutro-Melayu, memungkinkan terjadinya
perkongsian hidup di antara mereka, meskipun tidak sedikit manusia dari kalangan proto-
Melayu, harus mengasingkan diri. Deutro-Melayu berkomunikasi dengan luar, sehingga tatanan
hidup mereka lebih bervariasi. Jejak deutro-Melayu ini antara lain dapat ditemui di Bangkinang,
Kuantanmudik, dan Rokan melalui penemuan arca serta perhiasan dari bahan perunggu.
Kenyataan di atas memperlihatkan, deutro- Melayu yang sudah berbaur dengan penduduk
sebelumnya dan melakukan kontak dengan kawasan di sekitarnya, sudah pasti memunculkan
pemukiman-pemukiman. Sekilas dapat dibayangkan, perhiasan dan arca yang ditemukan di
sejumlah tempat sebagaimana disebutkan di atas, merupakan bagian dari sikap individu terhadap
sesamanya.

2.1.1 Rantau Kuantan

Rantau Kuantan merupakan bagian dari Kabupaten Indragiri Hulu dan terletak di
sepanjang batang Kuantan (Sungai Indragiri bagian hulu). Menurut sejarah, daerah ini
dikenal dengan sebutan Rantau Nan Kurang Oso Duo Pulua”, artinya negeri tempat
perantauan yang mempunyai sembilan belas koto (negeri) atau dua puluh kurang satu
koto. Daerah Kuantan pada bagian barat (hulu) berbatasan dengan Provinsi Sumatera
barat, pada bagian timur (hilir) berbatasan dengan Desa Batu Sawa, pada bagian
selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi, dan bagian utara berbatasan dengan
Kabupaten Kampar.
Ragam budaya Melayu masih cukup banyak dijumpai, mulai dari budaya yang
masih bersifat Animisme-Hinduisme seperti Balian, Jalur, Mebuang Lancang, Sima
(Sema), Menjemput Padi, dan Ratib Berjalan. Sedangkan yang bernafaskan Islam
seperti Randai, Tomat Kaji, Dikir, Ruda (Berdah), dan Kayat. Selain itu masih ada

5
lagi yang lain, seperti Tobo (organisasi tani tradisional), yang biasanya diiringi
dengan kesenian Celempong Onam. Tetapi dari berbagai ragam budaya tersebut ada
satu yang menarik dan cukup khas, yaitu silat.
Silat di perkampungan sepanjang batang Kuantan itu telah bercabang menjadi dua
makna. Pertama untuk pendidikan rohani yang diwujudkan dalam sifat kejujuran,
kerendahan hati dan ketaatan pada ajaran Islam. Kedua, sebagai latihan jasmani untuk
menjalani kehidupan duniawi, yang diwujudkan dalam ketangkasan diri. Silat di
Rantau Kuantan sering juga disebut dengan Silat Pangean. Namun nama silat
Kuantan masih lebih dikenal luas dan masih cukup disegani.

2.1.2 Rantau Kampar

Orang Minangkabau terkenal dengan kecenderungannya berpindah (merantau).


Keinginan membawa hasil bumi yang berlimpah dan keinginan mengenal daerah luar
mendorong mereka merantau lebih jauh ke hilir. Mereka meneroka hutan, melintasi
banjaran Bukit Barisan, dan menghiliri sungai-sungai yang membelah bagian
kawasan timur Sumatera Tengah seperti Sungai Rokan, Siak, Kampar, Indragiri, dan
Batang Hari. Mereka mengarungi sungai itu untuk berniaga lebih jauh ke timur dan
menyebarangi Selat Malaka menuju Semenanjung Tanah Melayu.
Patapahan Kabupaten Kampar dan Rokan Ampek Koto Kabupaten Rokan Hulu
Riau disebut dalam catatan sejarah termasuk daerah laluan dan persinggahan yang
kemudian berkembang pula menjadi kampung para perantau.

2.1.3 Tiga Lorong


Tiga Lorong adalah kawasan kekuasaan yang otonom di bawah Kerajaan
Inderagiri yang berbatasan dengan Rantau Kuantan. Kawasan ini merupakan anugerah
yang diberikan oleh Yang Dipertuan Besar Raja Inderagiri kepada Tiga Beradik karena
dengan gemilang menjaga marwah dan martabat Kerajaan Inderagiri. Kawasan ini dihuni
masyarakat hukum adat yang kini ditempati dua kecamatan, yakni Kecamatan Peranap
dan Kecamatan Batang Peranap Kabupaten Inderagiri Hulu, Riau, Indonesia.

2.2 Masyarakat Kerajaan


2.2.1 Masa Kuno
A. Kandis dan Koto Alang
Kerajaan Kandis adalah salah satu kerajaan tua yang pernah ada di Riau.
Tahun berapa kerajaan ini didirikan tidak diketahui seacra pasti. Catatan kerajaan
Kandis tedapat dalam kitab Negara Kertagama yang menyatakan bahwa Kandis
adalah salah satu kerajaan di bawah penaklukkan Majapahit.wilayah kerajaan
Kandis diperkirakan meliputi Kuantan saat ini, mulai dari hulu Batang kuantan,
Negeri Lubuk Ambacang hingga cerenti Ibukota kerajaan Kandis adalah Padang
Candi,sebuah tempat di pinggiran Batang Kuantan disebut Padang Candi karena

6
terdapat beberapa candi. Saat itu Kandis adalah sebuah kerajaan yang dapat
berdiri dan berkembang dengan sendirinya.Tanah Kandis yang subur
menghasilkan berbagai hasil pertanian, termasuk rempah-rempah. Hanya saja,
bagaikan puncak gunung, Kandis diperkirakan berada di tempat tinggi yang
datarannya telah lebih dahulu terbentuk kelompok masyarakat. Artinya, bukan
mustahil, aktivitas kemasyarakatan dengan sistem tersendiri sudah ada sebelum
Kandis resmi berdiri. Bukankah kerajaan itu sendiri merupakan kesatuan aktivitas
masyarakat yang membentuk suatu sistem?
Apalagi seangkatan dengan Kandis ini, dalam kawasan yang sama,
ditemui pula beberapa kerajaan. Di antara kerajaan yang dimaksud adalah Koto
Alang. Kerajaan ini diperkirakan berdiri sebelum masehi sampai abad ke-2.
Diperlukan waktu dua hari berjalan kaki untuk menempuh pusatnya yang sudah
tertimbun tanah. Diduga, Koto Alang memiliki peradaban tinggi, sehingga sampai
ada yang mengaitkannya dengan kerajaan Atlantis yang dikemukakan filosof dan
sejarawan terkemuka dunia, Plato, sebagai negara adidaya masa lalu. Sebaliknya,
ada juga yang mengatakan, pada akhirnya Koto Alang tunduk pada Kandis,
bahkan Koto Alang dikenang sebagai bagian dari Kandis. Penelitian untuk Koto
Alang hampirla belum pernah dilakukan secara mendalam.
B. Katangka
kemungkinan besar pernah ada sebuah kerajaan bernama katangka
didekat muara takus, Tetapi sistem pemerintahannya belum dapat diuraikan.
Sebutan "katangka" itu sendiri dapat bermakna sebagai bangunan yang berbentuk
stupa, berasal dari kata "katanko" atau "kelangko". Dari kata "kelangko" dapat
juga bermakna tempat suci. Dalam kaitan ini, motif bangunan dituangkan dalam
bentuk anyaman dan disimpan di katang atau katang- katang (Muchtar Lutfi, ed.,
1977).
Masih ada dua lagi pemaknaan terhadap sebutan katangka yang patut
disebutkan. Pertama, "katangka" disebut berasal dari kata "kalangka", gabungan
dari dari dua kata yakni "kala" dan "anka". Kata "kala" mengacu pengertian pada
waktu tengah hari, sedangkan "anka", setidak- tidaknya mengacu kepada makna
liku, ukiran, dan tanda. Pemaknaan ketiga, "katangka" disebut berasal dari kata
"karangko", artinya tempat tinggi sebagai tempat pengintaian. Ini sejalan dengan
keberadaan Katangka di suatu tempat yang tinggi dibandingkan dengan
sekitarnya. Dari tempat ini, jelas terlihat tempat-tempat lain seperti Batu Bersurat,
Tanjung Alai, Muara Mahat, Koto Dalam, Shindu, dan Kota Tengah. Selain itu
nama Koto Tuo dan Muara Takus. Paling menyeramkan, a di samping Katangka,
terdapat banyak gundukan tanah yang disebut sebagai kuburan jin.

C. Sriwijaya
Pusat Kerajaan Sriwijaya sebenarnya masih diperdebatkan banyak sarjana.
Ada yang menyebutkan di Thailand, Jawa, Palembang, dan Muara Takus yang

7
kini termasuk dalam administratif Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Salah
seorang pakar yakni J.L. Moens, menyebutkan semula Sriwijaya berada di pantai
timur Semenanjung Melayu (Malaysia sekarang), kemudian pindah ke Muara
Takus (ibid). Dua faktor utama yang memperkuat Muara Takus sebagai pusat
Sriwijaya. Pertama, adalah posisinya yang terletak di pinggir sungai yakni Sungai
Kampar yang pada waktu dahulu dapat dilayari kapal sampai ke hulu, dengan
muaranya di Selat Melaka. Kedua adalah banyak ditemui bangunan besar dan
peninggalan-peninggalanlain. Hal terakhir ini sulit ditemui di kawasan yang juga
disebut- sebut sebagai pusat Sriwijaya semacam Palembang yang hanya ditemui
stupa kecil, meskipun daerah inilah yang paling gencar menyebutkan wilayahnya
sebagai pusat Sriwijaya.
Sebagai gambaran umum mengenai peninggalan di Muara Takus dapat
digambarkan tentang setidak-tidaknya ada sepuluh tempat yang memperlihatkan
bukti pencapaian peradaban pada abad ke-7. Paling terkenal adalah Muara Takus
itu sendiri yang memiliki gugusan candi dalam areal 74 x 74 meter. Ada pula sisa-
sisa tembok berukuran 1,5 meter x 2 km yang mengelilingi areal candi.
Keberadaan tembok dapat dikesani sepanjang 19 km yang menghubungkan antara
Muara Takus dengan Batu Bersurat.
Di seberang Muara Takus, disebut sungai Takus, terdapat apa yang
dinamakan Perahu Bergerai. Melihat dari makna salah satu gabungan kata
tersebut yakni "bergerai", besar kemungkinan kawasan ini sempat menjadi tempat
penting bagi penguasa waktu itu. Sebab "gerai" artinya an singgasana bertingkat,
sehingga makna "bergerai" bisa jadi mengacu pada pengertian kepemilikan
singgasana dimaksud. Di Sungai Takus, juga ditemui apa yang disebut Lubuk
Tempayan. Dua tempat yang didapati prasasti adalah Batu Bersurat dan Muara
Mahat. Tetapi prasasti ini belum dapat diteliti secara akademis karena terbenam di
Sungai Kampar. Namun keduanya dipastikan menyimpan informasi yang penting
bagi pencapaian suatu peradaban. Prasasti di Muara Mahat misalnya, diperkirakan
berisi undang-undang sebuah negeri. Lokasi prasasti itu sendiri dinamakan Batu
Undang. keramik maupun porselin, juga ditemukan sejumlah senjata kuno.

D. Sintong dan Siarang-arang


Selain Muara Takus, penemuan-penemuanbenda yang tergolong kuno di
Riau, sekaligus menunjukkan suatu kedaulatan, adalah di Sintong dan Siarang-
arang, sekarang masuk ke dalam administratif Kabupaten Rokan Hilir. Cuma
sayangnya, dua tempat ini belum "seberuntung" Muara Takus, karena kajian
terhadapnya masih amat terbatas padahal penelitian di Muara Takus sendiri pun
amatlah kurang. Di sisi lain banyak benda-benda peninggalannya sudah beralih
fungsi bahkan dilaporkan sempat menjadi tiang panggung rumah penduduk.
Cuma saja, dari peninggalan yang sempat ditemui, memperlihatkan bahwa dua
wilayah ini pernah terdapat suatu sistem pengaturan masyarakat secara terpadu.

8
E. Kuantan
Kerajaan Kuantan pada dasarnya merupakan kelanjutan dari kerajaan
Kandis itu sendiri. Pada masa kerajaan Kuantan, ibu kota dipindahkan dari
Padang Candi ke Sintuo, yaitu: suatu tempat di seberang kota Teluk Kuantan
sekarang. Tidak dapat pula diketahui secara pasti kapan berdirinya kerajaan
Kuantan. Suatu ketika Kuantan tidak memiliki raja. Maka kebetulan pada waktu
itu datang rombongan raja dari Bintan yang bernama Sang Sapurba. Kedatangan
Sang Sapurba sangat dielu-elukan oleh rakyat Kuantan. Sang Sapurba kemudian
diangkat menjadi Raja Kuantan, dengan gelar Tri Murti Buana.

F. Keritang
Kerajaan Keritang terpusat di pinggir Sungai Gangsal. Kata Keritang
diperkirakan berasal dari kata "itang". Itang adalah sejenis tumbuh- tumbuhan
yang banyak terdapat di sekitar sungai Gangsal. Seperti Kandis, nama kerajaan
Keritang juga termaktub dalam kitab Negara Kertagama. Keritang, pada waktu itu
merupakan sebuah kerajaan yang cukup besar, sehingga Majapahit sangat
menganggap penting kerajaan tersebut. Menurut petunjuk yang ada, berakhirnya
kerajaan Keritang disebabkan oleh karena rajanya yang bernama Raja Merlang,
ditawan oleh Melaka. Raja Merlang ini kemudian menikah dengan anak raja
Melaka, Sultan Mansyur Syah, dan memiliki seorang anak yang bernama Nara
Singa. Nara Singa inilah yang nantinya menjadi Raja di Indragiri.

G. Gasib
Kerajaan Gasib atau Siak Gasib, diperkirakan telah berdiri pada abad ke-
14 atau 15 Masehi. Pusat kerajaan Gasib terletak di tepi sebuah anak sungai yang
bernama Gasib. Tempat ini berada di Hulu Kuala Mandau sekarang ini. Kerajaan
Gasib menguasai wilayah sepanjang sungai Siak, mulai dari paling hulu, yaitu di
Bukit Seligi Tapung sampai Bukit Langa, Tapung Kanan.
Tidak diketahui secara jelas tentang jumlah raja yang memerintah Gasib,
khususnya pada periode Hindu/Budha. Hanya ada dua catatan singkat yang
menyebut tentang Raja Gasib. Catatan pertama menyebutkan, bahwa berdasarkan
catatan Cina, pada tahun 1433, Raja Bedagai dari Gasib, bersama- sama dengan
Raja Indragiri dan Siantan datang untuk meminta perlindungan kepada Cina.
Catatan kedua menyebutkan bahwa pada tahun 1444- 1447, Melaka mengalahkan
Gasib dan menawan rajanya, yaitu Permaisura
Setelah ditaklukkan Melaka, Gasib memasuki era kepemimpinan yang
beragama Islam. Sultan Mansyur Syah, kemudian mengangkat anak raja Gasib
yang ditaklukkan [Raja Permaisura] yang bernama Megat Kudu, untuk menjadi
Raja Gasib di bawah perlindungan Melaka. Megat Kudu kemudian memeluk
agama Islam dan menjadi menantu raja Melaka, bergelar Sultan Ibrahim.

9
Saat Melaka diperintah oleh Sultan Alauddin Riayat Syah [1477-1488], diangkat
Raja Abdullah, menggantikan ayahnya, Sultan Ibrahim, sebagai raja Gasib. Pada
masa Sultan Mahmud Syah menjadi Raja Melaka [1488-1511] diangkat pula
Sultan Husin menjadi raja Gasib, menggantikan Sultan Abdullah..

H. Segati
Kerajaan ini terletak di Hulu Sungai Se di tepi sungai Kampar. Kerajaan
Segati didirikan oleh Tuk Jayo Sati, keturunan Maharaja Olang. Pusat kerajaan
pertama kali terletak di Tanjung Bungo, tapi kemudian atas prakarsa putranya
yang bernama Tuk Jayo Tunggal, pusat kerajaan dipindahkan ke Ranah Gunung
Setawar, di hulu Sungai Segati. Setelah Tuk Jayo Tunggal meninggal dunia,
diangkatlah Tuk Jayo Alam, puteranya, sebagai raja. Kerajaan Segati ini pada
masa Tuk Jayo Alam pernah diserang oleh kerajaan Siak Gasib, dan pusat
pemerintahan di Gunung Setawar jatuh ke tangan Gasib. Tapi dengan
kemampuannya, Tuk Jayo Alam berhasil membangun kekuatan dan kemudian
merebut kembali kerajaannya dari tangan Gasib
Kerajaan Segati mencapai puncak pada masa kekuasaan Tuk Jayo Alam.
Setelah meninggal, ia digantikan puteranya Tuk Jayo Laut. Setelah Tuk Jayo Laut
meninggal, ia digantikan oleh Tuk Jayo Tinggi. Tuk Jayo Tinggi kemudian
digantikan oleh Tuk Jayo Gagah. Pemerintahan Tuk Jayo Gagah dilanjutkan oleh
puteranya Tuk Jayo Kolombai dan Tuk Jayo Kolombai digantikan oleh Tuk Jayo
Bedil. Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Bedil, kerajaan Segati pernah melawan
Portugis di Melaka. Kerajaan Segati mengalami kemunduran dan bahkan hancur
ketika tidak mampu melawan serangan Aceh. Setelah kalah, Tuk Jayo Bedil
melarikan diri ke Petalangan Rapuh, dan kemudian terus ke Kuantan. Pada masa
berikutnya, wilayah kekuasaan Segati, menjadi bagian dari kerajaan Pelalawan.

I. Pekantua
Kerajaan ini berlokasi di hulu sungai Pekantua, Pelalawan. Kerajaan ini
didirikan oleh Maharaja Indera dari Kerajaan Tumasik (Singapura). Di Pekantua,
Maharaja Indera a membangun istananya di Pematang Tua. Dibangunnya pula
sebuah candi, sebagai ungkapan rasa syukur atas selamatnya beliau ketika
Singosari menyerang Tumasik sekitar tahun 1380. Diperkirakan, kerajaan
Pekantua didirikan pada penghujung abat ke-14 M, lebih kurang sezaman dengan
kerajaan Melaka. Setelah Maharaja Indera mangkat, ia digantikan oleh puteranya
Maharaja Pura. Setelah era Maharaja Pura, pemerintahan dilanjutkan oleh
Maharaja Laka, dan kemudian dilanjutkan lagi oleh Maharaja Syisya. Pada masa
Maharaja Syisya ini, dibangun sebuah bandar baru di seberang Pekantua, yang
dinamakan Bandar Nasi. Setelah memerintah beberapa lama, Maharaja Syisya
kemudian digantikan oleh puteranya Maharaja Jaya . digantikan oleh puteranya
Maharaja Jaya.

10
Pada masa Maharaja Jaya, kerajaan Pekantua diserang oleh Melaka.
Dipimpin oleh panglima Sri Nara Diraja, Melaka menaklukkan Pekantua. Melaka
kemudian mengangkat Munawar Syah sebagai raja. Setelah Munawar Syah
mangkat, beliau digantikan oleh Raja Abdullah. Pada masa ini Pekantua diperangi
oleh Portugis. Raja Abdullah ditawan dan kemudian dibuang ke Goa.

2.2.2 Masa Islam


islam masuk ke tanah Melayu Riau beriringan dengan adanya hubungan niaga
timur tengah dengan kawasan ini terutama kampar pada abad ke-7. Kehadiran islam di
dunia melayu merupakan petanda dimulainya babak baru, karena agama ini di samping
menjadi sumber bagi adat melayu, juga dijadikan sebagai pelurus berbagai segi
kebudayaan melayu yang dianggap bersalahan dengan ajaran islam.Pengaruh islam
memuncak pada abad ke-14, diiringi oleh mencengkeramnya pengaruh kolonial asing.
1. Kedaulatan Melayu Islam di Riau.
A. Rantau Nan Oso Kurang Duapuluh.
Pada suatu masa kemudian, pengaturan kehidupan masyarakat di Kuantan
dan Sengingi dikendalikan oleh konfederasi negeri (KOTO) yang dinamakan
Rantau Nan Oso Kurang Duapuluh (rantau kurang satu duapuluh). Meskipun
masing- masing negeri (koto) memiliki daerah otonomi sendiri. Permasalahan
antarkoto dilaksakan melalui musyawarah orang gedang di Taluk Kuantan yang
dipimpin Datuk Bisai.

B. Andiko Nan 44.


Pemerintahan Andiko 44 meliputi negeri-negeri yang terdapat di Kampar
Kiri, Kampar Kanan, Tapung Kanan, serta Rokan, yang semuanya berjumlah 44
negeri. Diperkirakan berdiri pada tahun 1347, pusat pemerintahan berada di
Muara Takus, pucuk pemerintahan diepang oleh datuk dan dibantu lembaga
kerapatan dari 4 suku : 1)Datuk Raja Ampuni dari suku Peliangtahan, 2)Datuk
Mojolelo dari suku Domo, 3)Datuk malingtang dari suku Caniago, 4)Datuk
Paduko dari duku Melayu. Untuk kepala pemerintahan di setiap negeri, ditunjuk
seorang penghulu pucuk sebagai kepala kerapatan, penghulu pucuk dibantu oleh
seorang Monti dan Pendito.

C. Gunung Sahilan.
Kerajaan Gunung Sahilan diperkirakan berdiri pada abad ke-16.
Wilayahnya diabagi menjadi tiga rantau. Pertama Rantau Daulat, kedua Rantau
Indo Ajo, ketiga Rantau Andiko.di kerajaan Gunung Sahilan, pemerintahan
tertinggi berada ditangan raja yang mengusai adat dan ibadat. Kerajaan gunung

11
Sahilan berdiri selama lebih kurang 300 tahun, selama itu Gunung sahilan
diprintah oleh sembilan orang raja dan satu putra mahkota yang akan dinobatkan
sultan apabila raja terakhir wafat.

D. Kerajaan Tambusai
Merupakan salah satu kerajaan yang tua di tanah Rokan. Ibu negerinya
terletak di dalu-dalu.tidak diketahui secara pasti tahun berdirinya, namun
diperkirakan setelah masuknya islam di daerah ini. Raja pertama kerajaan
tambusai adalah Sultan mahyudin, dalam pemerintahannya ia dibantu oleh Datuk
Srimaharajo, Datuk Paduko Tuan, Datuk Temenggung, dan Datuk Paduko Rajo.
Pada masa Sultan Abdullah, diadakan perpindahan pusat pemerintahan dari
Karang Besar ke Kuala Tambusai. Dalam Terembo Siri pegangan Raja Tambusai,
dijelaskan bahwa kerajaan tambusai sejak berdiri, telah diperintah oleh 19 orang
raja.

E. Indragiri
Kerajaan Indragiri dapat dikatakan merupakan kelanjutan dari kerajaan
Keritang. Raja pertama indragiri adalah nara Singa. Ia adalah anak dari raja
Keritang terakhir yang ditawan oleh melaka. Menurut suatu pendapat nama
indragiri berasal dari nama anak sungai tempat didirikannya kerajaan ini, yaitu
sungai pangandalandiri. Daerah kekuasaannya ialah Baturijsl, sepanjang sungai
Indargiri, sungai Gangsal, dan Keritang. Adapun nama raja-raja yang pemah
memerintah Inrdragiri sebanyak 25 orang, dimulai dari Raja iskandar alias Nara
Singa I (1337-1400), ditutup oleh Tengku Mahmud bergelar sultan mahmudsyah
(1912-19630), kemudian Sultan Mahmudsyah menyatakn bergabung dengan
Indonesia.

F. Rambah
Kerajaan Rambah didirikan di daerah Pasir Pengaraiyan. Raja pertama
kerajaan Rambah merupakan saudar dari Sultan Tambusai. Nama raja tersebut
adalah Tengku Muda. Beberapa Raja yang pernah memimpin kerajaan Rambah di
antaranya yaitu Tengku Muda. Yang Dipertuan Djumadil Alam Sari, Mohamad
Syarif Yang Dipertuan Besar, Sultan Zainal Puan Kerajaan Rambah, Sultan
Mahmud Manjang, dan Tengku Saleh yang dipertuan Besar Rambah.

G. Kunto Darussalam
Kerajaan Kunto Darussalam berdiri setelah kerajaan Tambusai. Pusat
kekuasaannya terletak di Kota Lama. Menurut silsilah raja-raja, sejak berdiri

12
sampai berakhir tahun 1942, tercatat 8 orang raja yang pernah memerintah yaitu
Tengku Panglima Besar Kahar Yang Dipertuan Besar (1878-1885), Tengku Syarif
Yang Dipertuan Besar (1885-1895), Tengku Ali Kasim Yang Dipertuan Besar
(1895-1905), Tengku Ali Tandun (1905-19100, Tengku Ishak Yang Dipertuan
Besar (1910-1921), Tengku Ali Momad Tengku Panglima Besar (1921-1925),
Tengku Kamaruddin Tengku Sultan Machmud 1925-1935), Tengku Maali
Tengku Sultan Pangeran (1935-1942).

H. Kepenuhan
Kerajaan Kepenuhan didirikan setelah kerajaan Tambusai Berkembang
dengan Pesat. Ibu negerinya terletak di kota Tengah, tidak ada catatan pasti kapan
didirikannya, diperkirakan kerajaan Kepenuhan berdiri pada Penghujung abad-19.
Menurut silsilah Kerajaan Kepenuhan, tercatat beberapa raja yang pernah
memerintah antara lain Sultan Sulaiman Yang Dipertuan Muda, Yang Dipertuan
Besar, Datuk Maruhum Merah Dada, Tengku Muda Sahak, Montuo Muda,
Tengku Sultan Sulaiman.
I. Rokan IV Koto
Pada sekitar abad-14, terdapat sebuah kerajaan yang berpusat di Kota
lama, Kerajaan Rokan berasal dari rekana yang artinya rukun dan damai
(widyastuti 2013)
Kerajaan Rokan memilih banyak sumber daya alam dan karenanya
kerajaan ini menjadi makmur. Kerajaan Rokan mengalami kemunduran pada abad
ke-16, selain disebabkan oleh kekalahan Melaka melawan Portugis, juga
disebabkan oleh ancaman dari Aru dan Aceh. Adapun raja-raja yang memerintah
di antaranya Yang Dipertuan Sakti Ahmad (1837-1859), Yang Dipertuan Sakti
Husin (1856-1880), Tengku Sultan Zainal (1880-1903), Yang Dipertuan Sakti
Ibrahim (1903-1942).

J. Siak Sri Indrapura


Siak Sri Indrapura merupakan sebutan bagi kerajaan yang terletak di tepi
sungai siak. Kerajaan ini didirikan oleh raja Kecik pada tahun 1923, raja Kecik
merupakan anak dari Sultan Johor, yaitu Sultan Mahmud Syah II. Pada masa
kerajaan Siak inilah Pekanbaru mulai dikembangkan. Sultan Assyaidis Syarif
Kasim Sani Abdul Jalil Syaifuddin, merupakan sultan terakhir Siak Sri Indrapura
atau yang lebih dikena dengan Sultan Syarif Kasim II (1908-1945).

K. Pelalawan

13
Kerajaan Pelalawan merupakan kelanjutan dari kerajaan Pekantua.
Pelalawan berasal dari kata "lalau" yang berarti tempat yang dicadangkan. Raja
Pekantua kampar maharaja Dinda II mengumumkan pemindahan pusat
pemerintahan ke Sungai Rasau, setelah itu Pelalawan resmi menggantikan nama
Pekantua Kampar. Menggantikan ayahnya, Maharaja Lela Bungsu (1750-1775)
membuat kerajaan semakin berkembang, ia membuka hubungan perdagangan
dengan Indragiri, Jambi melalui sungai Kerumutan, Nilo, dan Panduk. Penguasa
terakhirnya adalah syarif harun/ tengku Said Harun (1941-1946).

L. Batu Hampar, Pekaitan, Kemuning, Cerenti.


Selain kerajaan-kerajaan maupun kelompok masyarakat di atas, ada
beberapa kawasan yang disebut-sebut memiliki kedaulatan tersendiri yakni Batu
Hampar, Pekaitan, Kemuning, dan Cerenti. Tetapi kesemuanya belum
teridentifikasi secara mendalam.

2.2.3 Masa Modern


Ras deutro sudah memiliki kemampuan pembuatan logam sejak mereka tinggal di
wilayah Dongson. Oleh karena itu, sesampainya di Nusantara, ras ini mampu membuat
beragam alat untuk kegiatan berburu atau sekadar hiasan. Ras deutro melayu inilah yang
menjadi pemrakarsa masa perundagian di Indonesia. Merekalah yang membawa
kebudayaan pengolahan logam dan zaman logam ke Indonesia yang masih berada di
zaman batu. kebudayaan deutro melayu ini lebih mudah jika dibandingkan dengan proto
melayu. Ras ini hidup pada masa dimana pengolahan logam sudah ditemukan.
Oleh karena itu, kebanyakan artefak dan peninggalan dari deutro melayu adalah
peninggalan-peninggalan logam baik itu perunggu maupun besi. Berikut ini adalah
beberapa artefak peninggalan ras deutro melayu Bejana logam, Moko, Nekara, Kapak
corong Artefak-artefak tersebut dibuat dari perunggu maupun dari logam besi, tergantung
zamannya. Pada awalnya, mereka dibuat dari perunggu terlebih dahulu, seiring dengan
berkembangnya teknologi, mereka membentuk metode-metode khusus untuk mengolah
besi. Salah satu teknik pengolahan logam yang cukup terkenal adalah a cire perdue dan
juga bivalve.

14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

15
DAFTAR PUSTAKA

16

Anda mungkin juga menyukai