Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata
kuliah “Budaya Melayu”
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Hasnah Faiza AR. M. Hum
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Nur Laila Habibah Ahmad
Mala Kharisa
Muhammad Ramdani
Pertama-tama kami ucapkan puja dan puji syukur atas rahmat dan ridho Allah SWT.
karna tanpa rahmat dan ridho-Nya kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan selesai tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan buku atau sarana lainnya yang
berkaitan dengan Budaya Melayu. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam pembuatan
dan penyusunan makalah ini. Untuk itu sudilah kiranya para pembaca dapat memberikan
kritik, dan saran mengenai penyusunan makalah ini. Untuk ini di harapan berbagi masukan
yang bersifat membangun demi kesempurnannya.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................16
SOAL.................................................................................................................17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Proto-deutero-Melayu
Jejak-jejak Riau dapat dirunut hingga ke zaman dahulu dan juga menunjukkan perjuangan
masyarakat untuk memperbaiki kehidupannya. Hal ini tentunya berawal dari kedatangan
orang-orang di daerah yang sekarang disebut Riau. Buku Sejarah Riau (Muchtar Lutfi, dkk.,
1977) banyak mengungkap asal mula kedatangan orang di daerah itu. Bisa dipastikan
gelombang pertama kedatangan manusia di Riau sama dengan gelombang aslinya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Rantau Kuantan merupakan bagian dari Kabupaten Indragiri Hulu dan terletak di
sepanjang batang Kuantan (Sungai Indragiri bagian hulu). Menurut sejarah, daerah ini
dikenal dengan sebutan Rantau Nan Kurang Oso Duo Pulua”, artinya negeri tempat
perantauan yang mempunyai sembilan belas koto (negeri) atau dua puluh kurang satu
koto. Daerah Kuantan pada bagian barat (hulu) berbatasan dengan Provinsi Sumatera
barat, pada bagian timur (hilir) berbatasan dengan Desa Batu Sawa, pada bagian
selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi, dan bagian utara berbatasan dengan
Kabupaten Kampar.
Ragam budaya Melayu masih cukup banyak dijumpai, mulai dari budaya yang
masih bersifat Animisme-Hinduisme seperti Balian, Jalur, Mebuang Lancang, Sima
(Sema), Menjemput Padi, dan Ratib Berjalan. Sedangkan yang bernafaskan Islam
seperti Randai, Tomat Kaji, Dikir, Ruda (Berdah), dan Kayat. Selain itu masih ada
5
lagi yang lain, seperti Tobo (organisasi tani tradisional), yang biasanya diiringi
dengan kesenian Celempong Onam. Tetapi dari berbagai ragam budaya tersebut ada
satu yang menarik dan cukup khas, yaitu silat.
Silat di perkampungan sepanjang batang Kuantan itu telah bercabang menjadi dua
makna. Pertama untuk pendidikan rohani yang diwujudkan dalam sifat kejujuran,
kerendahan hati dan ketaatan pada ajaran Islam. Kedua, sebagai latihan jasmani untuk
menjalani kehidupan duniawi, yang diwujudkan dalam ketangkasan diri. Silat di
Rantau Kuantan sering juga disebut dengan Silat Pangean. Namun nama silat
Kuantan masih lebih dikenal luas dan masih cukup disegani.
6
terdapat beberapa candi. Saat itu Kandis adalah sebuah kerajaan yang dapat
berdiri dan berkembang dengan sendirinya.Tanah Kandis yang subur
menghasilkan berbagai hasil pertanian, termasuk rempah-rempah. Hanya saja,
bagaikan puncak gunung, Kandis diperkirakan berada di tempat tinggi yang
datarannya telah lebih dahulu terbentuk kelompok masyarakat. Artinya, bukan
mustahil, aktivitas kemasyarakatan dengan sistem tersendiri sudah ada sebelum
Kandis resmi berdiri. Bukankah kerajaan itu sendiri merupakan kesatuan aktivitas
masyarakat yang membentuk suatu sistem?
Apalagi seangkatan dengan Kandis ini, dalam kawasan yang sama,
ditemui pula beberapa kerajaan. Di antara kerajaan yang dimaksud adalah Koto
Alang. Kerajaan ini diperkirakan berdiri sebelum masehi sampai abad ke-2.
Diperlukan waktu dua hari berjalan kaki untuk menempuh pusatnya yang sudah
tertimbun tanah. Diduga, Koto Alang memiliki peradaban tinggi, sehingga sampai
ada yang mengaitkannya dengan kerajaan Atlantis yang dikemukakan filosof dan
sejarawan terkemuka dunia, Plato, sebagai negara adidaya masa lalu. Sebaliknya,
ada juga yang mengatakan, pada akhirnya Koto Alang tunduk pada Kandis,
bahkan Koto Alang dikenang sebagai bagian dari Kandis. Penelitian untuk Koto
Alang hampirla belum pernah dilakukan secara mendalam.
B. Katangka
kemungkinan besar pernah ada sebuah kerajaan bernama katangka
didekat muara takus, Tetapi sistem pemerintahannya belum dapat diuraikan.
Sebutan "katangka" itu sendiri dapat bermakna sebagai bangunan yang berbentuk
stupa, berasal dari kata "katanko" atau "kelangko". Dari kata "kelangko" dapat
juga bermakna tempat suci. Dalam kaitan ini, motif bangunan dituangkan dalam
bentuk anyaman dan disimpan di katang atau katang- katang (Muchtar Lutfi, ed.,
1977).
Masih ada dua lagi pemaknaan terhadap sebutan katangka yang patut
disebutkan. Pertama, "katangka" disebut berasal dari kata "kalangka", gabungan
dari dari dua kata yakni "kala" dan "anka". Kata "kala" mengacu pengertian pada
waktu tengah hari, sedangkan "anka", setidak- tidaknya mengacu kepada makna
liku, ukiran, dan tanda. Pemaknaan ketiga, "katangka" disebut berasal dari kata
"karangko", artinya tempat tinggi sebagai tempat pengintaian. Ini sejalan dengan
keberadaan Katangka di suatu tempat yang tinggi dibandingkan dengan
sekitarnya. Dari tempat ini, jelas terlihat tempat-tempat lain seperti Batu Bersurat,
Tanjung Alai, Muara Mahat, Koto Dalam, Shindu, dan Kota Tengah. Selain itu
nama Koto Tuo dan Muara Takus. Paling menyeramkan, a di samping Katangka,
terdapat banyak gundukan tanah yang disebut sebagai kuburan jin.
C. Sriwijaya
Pusat Kerajaan Sriwijaya sebenarnya masih diperdebatkan banyak sarjana.
Ada yang menyebutkan di Thailand, Jawa, Palembang, dan Muara Takus yang
7
kini termasuk dalam administratif Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Salah
seorang pakar yakni J.L. Moens, menyebutkan semula Sriwijaya berada di pantai
timur Semenanjung Melayu (Malaysia sekarang), kemudian pindah ke Muara
Takus (ibid). Dua faktor utama yang memperkuat Muara Takus sebagai pusat
Sriwijaya. Pertama, adalah posisinya yang terletak di pinggir sungai yakni Sungai
Kampar yang pada waktu dahulu dapat dilayari kapal sampai ke hulu, dengan
muaranya di Selat Melaka. Kedua adalah banyak ditemui bangunan besar dan
peninggalan-peninggalanlain. Hal terakhir ini sulit ditemui di kawasan yang juga
disebut- sebut sebagai pusat Sriwijaya semacam Palembang yang hanya ditemui
stupa kecil, meskipun daerah inilah yang paling gencar menyebutkan wilayahnya
sebagai pusat Sriwijaya.
Sebagai gambaran umum mengenai peninggalan di Muara Takus dapat
digambarkan tentang setidak-tidaknya ada sepuluh tempat yang memperlihatkan
bukti pencapaian peradaban pada abad ke-7. Paling terkenal adalah Muara Takus
itu sendiri yang memiliki gugusan candi dalam areal 74 x 74 meter. Ada pula sisa-
sisa tembok berukuran 1,5 meter x 2 km yang mengelilingi areal candi.
Keberadaan tembok dapat dikesani sepanjang 19 km yang menghubungkan antara
Muara Takus dengan Batu Bersurat.
Di seberang Muara Takus, disebut sungai Takus, terdapat apa yang
dinamakan Perahu Bergerai. Melihat dari makna salah satu gabungan kata
tersebut yakni "bergerai", besar kemungkinan kawasan ini sempat menjadi tempat
penting bagi penguasa waktu itu. Sebab "gerai" artinya an singgasana bertingkat,
sehingga makna "bergerai" bisa jadi mengacu pada pengertian kepemilikan
singgasana dimaksud. Di Sungai Takus, juga ditemui apa yang disebut Lubuk
Tempayan. Dua tempat yang didapati prasasti adalah Batu Bersurat dan Muara
Mahat. Tetapi prasasti ini belum dapat diteliti secara akademis karena terbenam di
Sungai Kampar. Namun keduanya dipastikan menyimpan informasi yang penting
bagi pencapaian suatu peradaban. Prasasti di Muara Mahat misalnya, diperkirakan
berisi undang-undang sebuah negeri. Lokasi prasasti itu sendiri dinamakan Batu
Undang. keramik maupun porselin, juga ditemukan sejumlah senjata kuno.
8
E. Kuantan
Kerajaan Kuantan pada dasarnya merupakan kelanjutan dari kerajaan
Kandis itu sendiri. Pada masa kerajaan Kuantan, ibu kota dipindahkan dari
Padang Candi ke Sintuo, yaitu: suatu tempat di seberang kota Teluk Kuantan
sekarang. Tidak dapat pula diketahui secara pasti kapan berdirinya kerajaan
Kuantan. Suatu ketika Kuantan tidak memiliki raja. Maka kebetulan pada waktu
itu datang rombongan raja dari Bintan yang bernama Sang Sapurba. Kedatangan
Sang Sapurba sangat dielu-elukan oleh rakyat Kuantan. Sang Sapurba kemudian
diangkat menjadi Raja Kuantan, dengan gelar Tri Murti Buana.
F. Keritang
Kerajaan Keritang terpusat di pinggir Sungai Gangsal. Kata Keritang
diperkirakan berasal dari kata "itang". Itang adalah sejenis tumbuh- tumbuhan
yang banyak terdapat di sekitar sungai Gangsal. Seperti Kandis, nama kerajaan
Keritang juga termaktub dalam kitab Negara Kertagama. Keritang, pada waktu itu
merupakan sebuah kerajaan yang cukup besar, sehingga Majapahit sangat
menganggap penting kerajaan tersebut. Menurut petunjuk yang ada, berakhirnya
kerajaan Keritang disebabkan oleh karena rajanya yang bernama Raja Merlang,
ditawan oleh Melaka. Raja Merlang ini kemudian menikah dengan anak raja
Melaka, Sultan Mansyur Syah, dan memiliki seorang anak yang bernama Nara
Singa. Nara Singa inilah yang nantinya menjadi Raja di Indragiri.
G. Gasib
Kerajaan Gasib atau Siak Gasib, diperkirakan telah berdiri pada abad ke-
14 atau 15 Masehi. Pusat kerajaan Gasib terletak di tepi sebuah anak sungai yang
bernama Gasib. Tempat ini berada di Hulu Kuala Mandau sekarang ini. Kerajaan
Gasib menguasai wilayah sepanjang sungai Siak, mulai dari paling hulu, yaitu di
Bukit Seligi Tapung sampai Bukit Langa, Tapung Kanan.
Tidak diketahui secara jelas tentang jumlah raja yang memerintah Gasib,
khususnya pada periode Hindu/Budha. Hanya ada dua catatan singkat yang
menyebut tentang Raja Gasib. Catatan pertama menyebutkan, bahwa berdasarkan
catatan Cina, pada tahun 1433, Raja Bedagai dari Gasib, bersama- sama dengan
Raja Indragiri dan Siantan datang untuk meminta perlindungan kepada Cina.
Catatan kedua menyebutkan bahwa pada tahun 1444- 1447, Melaka mengalahkan
Gasib dan menawan rajanya, yaitu Permaisura
Setelah ditaklukkan Melaka, Gasib memasuki era kepemimpinan yang
beragama Islam. Sultan Mansyur Syah, kemudian mengangkat anak raja Gasib
yang ditaklukkan [Raja Permaisura] yang bernama Megat Kudu, untuk menjadi
Raja Gasib di bawah perlindungan Melaka. Megat Kudu kemudian memeluk
agama Islam dan menjadi menantu raja Melaka, bergelar Sultan Ibrahim.
9
Saat Melaka diperintah oleh Sultan Alauddin Riayat Syah [1477-1488], diangkat
Raja Abdullah, menggantikan ayahnya, Sultan Ibrahim, sebagai raja Gasib. Pada
masa Sultan Mahmud Syah menjadi Raja Melaka [1488-1511] diangkat pula
Sultan Husin menjadi raja Gasib, menggantikan Sultan Abdullah..
H. Segati
Kerajaan ini terletak di Hulu Sungai Se di tepi sungai Kampar. Kerajaan
Segati didirikan oleh Tuk Jayo Sati, keturunan Maharaja Olang. Pusat kerajaan
pertama kali terletak di Tanjung Bungo, tapi kemudian atas prakarsa putranya
yang bernama Tuk Jayo Tunggal, pusat kerajaan dipindahkan ke Ranah Gunung
Setawar, di hulu Sungai Segati. Setelah Tuk Jayo Tunggal meninggal dunia,
diangkatlah Tuk Jayo Alam, puteranya, sebagai raja. Kerajaan Segati ini pada
masa Tuk Jayo Alam pernah diserang oleh kerajaan Siak Gasib, dan pusat
pemerintahan di Gunung Setawar jatuh ke tangan Gasib. Tapi dengan
kemampuannya, Tuk Jayo Alam berhasil membangun kekuatan dan kemudian
merebut kembali kerajaannya dari tangan Gasib
Kerajaan Segati mencapai puncak pada masa kekuasaan Tuk Jayo Alam.
Setelah meninggal, ia digantikan puteranya Tuk Jayo Laut. Setelah Tuk Jayo Laut
meninggal, ia digantikan oleh Tuk Jayo Tinggi. Tuk Jayo Tinggi kemudian
digantikan oleh Tuk Jayo Gagah. Pemerintahan Tuk Jayo Gagah dilanjutkan oleh
puteranya Tuk Jayo Kolombai dan Tuk Jayo Kolombai digantikan oleh Tuk Jayo
Bedil. Pada masa pemerintahan Tuk Jayo Bedil, kerajaan Segati pernah melawan
Portugis di Melaka. Kerajaan Segati mengalami kemunduran dan bahkan hancur
ketika tidak mampu melawan serangan Aceh. Setelah kalah, Tuk Jayo Bedil
melarikan diri ke Petalangan Rapuh, dan kemudian terus ke Kuantan. Pada masa
berikutnya, wilayah kekuasaan Segati, menjadi bagian dari kerajaan Pelalawan.
I. Pekantua
Kerajaan ini berlokasi di hulu sungai Pekantua, Pelalawan. Kerajaan ini
didirikan oleh Maharaja Indera dari Kerajaan Tumasik (Singapura). Di Pekantua,
Maharaja Indera a membangun istananya di Pematang Tua. Dibangunnya pula
sebuah candi, sebagai ungkapan rasa syukur atas selamatnya beliau ketika
Singosari menyerang Tumasik sekitar tahun 1380. Diperkirakan, kerajaan
Pekantua didirikan pada penghujung abat ke-14 M, lebih kurang sezaman dengan
kerajaan Melaka. Setelah Maharaja Indera mangkat, ia digantikan oleh puteranya
Maharaja Pura. Setelah era Maharaja Pura, pemerintahan dilanjutkan oleh
Maharaja Laka, dan kemudian dilanjutkan lagi oleh Maharaja Syisya. Pada masa
Maharaja Syisya ini, dibangun sebuah bandar baru di seberang Pekantua, yang
dinamakan Bandar Nasi. Setelah memerintah beberapa lama, Maharaja Syisya
kemudian digantikan oleh puteranya Maharaja Jaya . digantikan oleh puteranya
Maharaja Jaya.
10
Pada masa Maharaja Jaya, kerajaan Pekantua diserang oleh Melaka.
Dipimpin oleh panglima Sri Nara Diraja, Melaka menaklukkan Pekantua. Melaka
kemudian mengangkat Munawar Syah sebagai raja. Setelah Munawar Syah
mangkat, beliau digantikan oleh Raja Abdullah. Pada masa ini Pekantua diperangi
oleh Portugis. Raja Abdullah ditawan dan kemudian dibuang ke Goa.
C. Gunung Sahilan.
Kerajaan Gunung Sahilan diperkirakan berdiri pada abad ke-16.
Wilayahnya diabagi menjadi tiga rantau. Pertama Rantau Daulat, kedua Rantau
Indo Ajo, ketiga Rantau Andiko.di kerajaan Gunung Sahilan, pemerintahan
tertinggi berada ditangan raja yang mengusai adat dan ibadat. Kerajaan gunung
11
Sahilan berdiri selama lebih kurang 300 tahun, selama itu Gunung sahilan
diprintah oleh sembilan orang raja dan satu putra mahkota yang akan dinobatkan
sultan apabila raja terakhir wafat.
D. Kerajaan Tambusai
Merupakan salah satu kerajaan yang tua di tanah Rokan. Ibu negerinya
terletak di dalu-dalu.tidak diketahui secara pasti tahun berdirinya, namun
diperkirakan setelah masuknya islam di daerah ini. Raja pertama kerajaan
tambusai adalah Sultan mahyudin, dalam pemerintahannya ia dibantu oleh Datuk
Srimaharajo, Datuk Paduko Tuan, Datuk Temenggung, dan Datuk Paduko Rajo.
Pada masa Sultan Abdullah, diadakan perpindahan pusat pemerintahan dari
Karang Besar ke Kuala Tambusai. Dalam Terembo Siri pegangan Raja Tambusai,
dijelaskan bahwa kerajaan tambusai sejak berdiri, telah diperintah oleh 19 orang
raja.
E. Indragiri
Kerajaan Indragiri dapat dikatakan merupakan kelanjutan dari kerajaan
Keritang. Raja pertama indragiri adalah nara Singa. Ia adalah anak dari raja
Keritang terakhir yang ditawan oleh melaka. Menurut suatu pendapat nama
indragiri berasal dari nama anak sungai tempat didirikannya kerajaan ini, yaitu
sungai pangandalandiri. Daerah kekuasaannya ialah Baturijsl, sepanjang sungai
Indargiri, sungai Gangsal, dan Keritang. Adapun nama raja-raja yang pemah
memerintah Inrdragiri sebanyak 25 orang, dimulai dari Raja iskandar alias Nara
Singa I (1337-1400), ditutup oleh Tengku Mahmud bergelar sultan mahmudsyah
(1912-19630), kemudian Sultan Mahmudsyah menyatakn bergabung dengan
Indonesia.
F. Rambah
Kerajaan Rambah didirikan di daerah Pasir Pengaraiyan. Raja pertama
kerajaan Rambah merupakan saudar dari Sultan Tambusai. Nama raja tersebut
adalah Tengku Muda. Beberapa Raja yang pernah memimpin kerajaan Rambah di
antaranya yaitu Tengku Muda. Yang Dipertuan Djumadil Alam Sari, Mohamad
Syarif Yang Dipertuan Besar, Sultan Zainal Puan Kerajaan Rambah, Sultan
Mahmud Manjang, dan Tengku Saleh yang dipertuan Besar Rambah.
G. Kunto Darussalam
Kerajaan Kunto Darussalam berdiri setelah kerajaan Tambusai. Pusat
kekuasaannya terletak di Kota Lama. Menurut silsilah raja-raja, sejak berdiri
12
sampai berakhir tahun 1942, tercatat 8 orang raja yang pernah memerintah yaitu
Tengku Panglima Besar Kahar Yang Dipertuan Besar (1878-1885), Tengku Syarif
Yang Dipertuan Besar (1885-1895), Tengku Ali Kasim Yang Dipertuan Besar
(1895-1905), Tengku Ali Tandun (1905-19100, Tengku Ishak Yang Dipertuan
Besar (1910-1921), Tengku Ali Momad Tengku Panglima Besar (1921-1925),
Tengku Kamaruddin Tengku Sultan Machmud 1925-1935), Tengku Maali
Tengku Sultan Pangeran (1935-1942).
H. Kepenuhan
Kerajaan Kepenuhan didirikan setelah kerajaan Tambusai Berkembang
dengan Pesat. Ibu negerinya terletak di kota Tengah, tidak ada catatan pasti kapan
didirikannya, diperkirakan kerajaan Kepenuhan berdiri pada Penghujung abad-19.
Menurut silsilah Kerajaan Kepenuhan, tercatat beberapa raja yang pernah
memerintah antara lain Sultan Sulaiman Yang Dipertuan Muda, Yang Dipertuan
Besar, Datuk Maruhum Merah Dada, Tengku Muda Sahak, Montuo Muda,
Tengku Sultan Sulaiman.
I. Rokan IV Koto
Pada sekitar abad-14, terdapat sebuah kerajaan yang berpusat di Kota
lama, Kerajaan Rokan berasal dari rekana yang artinya rukun dan damai
(widyastuti 2013)
Kerajaan Rokan memilih banyak sumber daya alam dan karenanya
kerajaan ini menjadi makmur. Kerajaan Rokan mengalami kemunduran pada abad
ke-16, selain disebabkan oleh kekalahan Melaka melawan Portugis, juga
disebabkan oleh ancaman dari Aru dan Aceh. Adapun raja-raja yang memerintah
di antaranya Yang Dipertuan Sakti Ahmad (1837-1859), Yang Dipertuan Sakti
Husin (1856-1880), Tengku Sultan Zainal (1880-1903), Yang Dipertuan Sakti
Ibrahim (1903-1942).
K. Pelalawan
13
Kerajaan Pelalawan merupakan kelanjutan dari kerajaan Pekantua.
Pelalawan berasal dari kata "lalau" yang berarti tempat yang dicadangkan. Raja
Pekantua kampar maharaja Dinda II mengumumkan pemindahan pusat
pemerintahan ke Sungai Rasau, setelah itu Pelalawan resmi menggantikan nama
Pekantua Kampar. Menggantikan ayahnya, Maharaja Lela Bungsu (1750-1775)
membuat kerajaan semakin berkembang, ia membuka hubungan perdagangan
dengan Indragiri, Jambi melalui sungai Kerumutan, Nilo, dan Panduk. Penguasa
terakhirnya adalah syarif harun/ tengku Said Harun (1941-1946).
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
16