Anda di halaman 1dari 26

SUMBER HUKUM ISLAM AL-QUR’AN, AS-SUNNAH DAN IJTIHAD

SERTA GARIS BESAR AJARAN ISLAM, AQIDAH, IBADAH,

AKHLAK DAN MUAMALAH

DOSEN PEMBIMBING

Dr. Ani Aryati, S.Ag., M.Pd.I.

DI SUSUN OLEH

MUCHTAR ARIFIN ( 94221002)

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI MEGISTER TEKNIK KIMIA
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMADIYAH PALEMBANG
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
melimpahkan rahmat serta karunianya sehingga penyusunan makalah “AlQur’an, As-Sunnah
dan Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Islam dan ajaran islam Aqidah, Ibadah, Akhlak dan
Muamalah dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yakni untuk mengenalkan dan membahas
sumber-sumber hukum yang dijadikan pedoman dan landasan oleh umat islam. Dengan
makalah ini diharapkan baik penulis sendiri maupun pembaca dapat memiliki pengetahuan
yang lebih luas mengenai sumber hukum islam.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan
penulis sendiri khususnya.

Palembang, Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………...... 1
1.3 Maksud danTujuan…………………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………. 3
2.1 Macam-macam Sumber Ajaran Islam……………………………………………… 3
2.2 Al-Qur’an…………………………………………………………………………… 3
2.2.1 Pengertian Al-Qur’an………………………………………………………… 3
2.2.2 Struktur Al-Qur’an…………………………………………………………… 3
2.2.3 Isi dan Pesan-pesan Al-Qur’an……………………………………………..... 5
2.2.4 Fungsi dan Tujuan Al-Qur’an………………………………………………… 6
2.2.5 Kedudukan Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Islam……………………….. 7
2.3 As-Sunnah………………………………………………………………………….. 7
2.3.1 Pengertian As-Sunnah………………………………………………………… 7
2.3.2 Etimologi As-Sunnah………………………………………………………… 8
2.3.3 Tingkatan Hadist…………………………………………………………….... 8
2.3.4 Kedudukan A-Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam……………………….. 9
2.4 Ijtihad………………………………………………………………………………… 11
2.4.1 Pengertian Ijtihad…………………………………………………………….. 11
2.4.2 Fungsi Ijtihad………………………………………………………………… 11
2.4.3 Jenis-jenis Ijtihad……………………………………………………………. 11
2.4.4 Tingkatan-tingkatan Ijtihad………………………………………………….. 13
2.4.5 Kedudukan Ijtihad sebagai Sumber Hukum Islam………………………….. 14
2.5 Garis Besar Sumber Ajaran Islam…………………………………………………. 16
2.5.1 Aqidah……………………………………………………………………….. 16
2.5.2 Ibadah………………………………………………………………………... 17
2.5.3 Akhlak……………………………………………………………………….. 18
2.5.4 Muamalah…………………………………………………………………….. 19
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………… 21
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………… 21
3.2 Saran………………………………………………………………………….. 21.
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………… 22
ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala untuk mengatur
hidup umatnya dengan dasar hukum yang jelas melalui Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi
wasallam. Ini lah cara Allah menjadikan agama Islam sebagai pegangan manusia untuk
mencapai tujuan hidup menurut islam. Agar manusia yang ditugaskan sebagai khalifah di
muka bumi bisa menjagadan merawat kehidupan yang selamat dunia dan akirat serta
tercapai tujuan penciptaan manusia dalam Islam. 

Islam berkembang sangat pesat ke seluruh penjuru dunia dengan kecepatan yang
menakjubkan. Banyak sumber-sumber ajaran Islamyang digunakan mulai zaman muncul
pertama kalinya Islam pada masarasulullah sampai pada zaman modern s ekarang ini.
Sumber-sumber yang berasal dari agama Islam merupakan sumber ajaran yang sudah di
buktikan kebenarannya.

Sumber-sumber ajaran Islam merupakan sumber ajaran yang sangatluas dalam


mengatasi berbagai permasalahan seperti bidang akhidah, sosial,ekonomi,sains, teknologi dan
sebagainya. Dengan demikian tujuan dari sumber ajaran tersebut adalah untuk kemaslahatan
umat manusia.

Islam sangat mendukung umatnya untuk mempelajari ilmu pengetahuan,terutama yan
g bersumber dari sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, Qiyas dan juga ijtihad.
Begitu sempurna dan lengkapnya sumber -sumber ajaran Islam. Namun permasalahan disini
adalah banyak umat Islam yang  belum mengetahui  betapa luas dan  lengkapnya sumber-
sumber ajaran islam yang ada di Al-Qur’an,hadist /sunnah dan ijtihad.

1.2 Rumusan Masalah

1.Apa saja macam-macam Sumber hukum islam?


2.Apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an?
3.Bagaimana kedudukan Al-Quran sebagai sumber ajaran Islam?
4.Apa yang dimaksud dengan Sunnah?

1
5.Bagaimana kedudukan Sunnah sebagai sumber ajaran Islam?
6.Apa yang dimaksud dengan Ijtihad?
7.Bagaimana kedudukan Ijtihad sebagai sumber ajaran islam?

8. Apa saja Garis Besar Ajaran Islam ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah antara lain
1. Untuk memenuhi tugas Al Islam dan Kemuhammadiyahan
2. Untuk membahas Sumber Hukum Islam dan Garis Besar Ajaran Islam ,sehingga
pembaca pada umumnya dan khususnya penulis bisa lebih memahami tentang sumber-
sumber hukum yang dijadikan landasan umat Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Macam-macam sumber ajaran Islam

Sumber adalah tempat pengambilan, rujukan atau acuan dalam penyelenggaraan


ajaran Islam, karena itulah sumber memiliki peranan yang sangat penting bagi pelaksanaan
ajaran islam. Dari sumber inilah umat Islam dapat memiliki pedoman-pedoman tertentu untuk
melaksanakan proses ajaran Islam, tanpa adanya suatu sumber maka umat Islam akan
terombang-ambing dalam menghadapi ideologi dan bisa jadi akan berakhir pada kesesatan
atau kenistaan. Dalam pembahasan disini akan diuraikan macam-macam sumber ajaran Islam
yang diantaranya meliputi :

a) Al-Quran
b) Sunnah
c) Ijtihad

2.2 Al-Qur’an
2.2.1 Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an dan Quran dalam bentuk baku Ejaan bahasa Indonesia, adalah sebuah kitab
suci utama dalam agama Islam, yang umat Muslim percaya bahwa kitab ini diturunkan oleh
Tuhan, yakni Allah, SWT) kepada Nabi Muhammad SAW. Kitab ini terbagi kedalam
beberapa surah (bab) dan setiap surahnya terbagi ke dalam beberapa ayat.
Umat Muslim percaya bahwa Al-Qur'an difirmankan langsung oleh Allah, SWT
kepada Nabi Muhammad, SAW melalui Malaikat Jibril, berangsur-angsur selama 22 tahun, 2
bulan dan 22 hari atau rata-rata selama 23 tahun, dimulai sejak tanggal 17 Ramadan, saat
Nabi Muhammad SAW berumur 40 tahun hingga wafat pada tahun 632. Umat Muslim
menghormati Al-Qur'an sebagai sebuah mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW, sebagai
salah satu tanda dari kenabian, dan merupakan puncak dari seluruh pesan suci (wahyu) yang
diturunkan oleh Allah SWT sejak Nabi Adam dan diakhiri dengan Nabi Muhammad SAW.
Kata "Quran"disebutkan sebanyak 70 kali di dalam Al-Qur'an itu sendiri.

3
2.2.2 Struktur Al-Qur'an

Al-Qur’an terdiri atas 114 surah, 30 juz dan 6236 ayat menurut riwayat Hafsh, 6262
ayat menurut riwayat Ad-Dur, atau 6214 ayat menurut riwayat Warsy. Secara umum, Al-
Qur'an terbagi menjadi 30 bagian yang dikenal dengan nama Juz. Pembagian Juz
memudahkan mereka yang ingin menuntaskan pembacaan Al-Qur'an dalam kurun waktu 30
hari. Terdapat pembagian lain yang disebut manzil, yang membagi Al-Qur'an menjadi 7
bagian.

Setiap surah dalam Al-Qur'an terdiri atas sejumlah ayat, mulai dari surah-surah yang
terdiri atas 3 ayat; yakni surah Al-Kautsar, An- Nasrdan Al-Asr, hingga surah yang mencapai
286 ayat; yakni surah Al-Baqarah. Surah-surah umumnya terbagi ke dalam subbagian
pembahasan yang disebut ruku.'

Lafadz Bismillahirahmanirrahim merupakan ciri di hampir seluruh pembuka surah


di Al-Qur'an selain Surah At-Taubah. Walaupun demikian, terdapat 114 lafadz
Bismillahirahmanirrahim yang setara dengan jumlah 114 surah dalam Al-Qur’an, oleh sebab
lafadz ini disebut dua kali dalam Surah An- Naml, yakni pada bagian pembuka surah serta
pada ayat ke-30 yang berkaitan dengan sebuah surat dari raja Sulaiman kepada ratu Saba.

Menurut tempat diturunkannya, surah-surah dapat dibagi atas golongan Makkiyah


( surat Mekkah ) dan golongan Madaniyyah ( surat Madinah ).

.Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu yang diperkirakan terjadi penurunan
surah maupun ayat tertentu. Di mana surah-surah yang turun sebelum Rasulullah, SAW
hijrah ke Madinah digolongkan sebagai surah Makkiyah sementara surah-surah yang turun
setelahnya tergolong sebagai surah Madaniyah.

Surah yang turun di Mekkah pada umumnya surah-surah dengan jumlah ayat yang
sedikit, berisi prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia.
Sedangkan surah-surah yang turun di Madinah pada umumnya memiliki jumlah ayat yang
banyak, berisi peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang denganTuhan,
ataupun seseorang dengan lainnya (syari'ah) maupun pembahasan-pembahasan lain.
Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini dianggap lebih tepat, sebab terdapat
surah Madaniyah yang turun di Mekkah.

4
Dari segi jumlah ayat, surah-surah yang ada di dalam Al-Qur'an terbagi menjadi
empat bagian:

a) Al-Sab' al-ṭiwāl (tujuh surah yang panjang), enam di antaranya surah Al-


Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa', Al-A'raaf, Al-An'aam, dan  Al Maa-idah.  Surah yang
ketujuh adalah  Surah  Al-Anfal dan Surah At-Taubah sekaligus.
b) Al-Mi'ūn (seratus ayat lebih), seperti Syu'ara, Hud, Yusuf, Al-Mu'min, As-Saffat, Ta
Ha, An-Nahl, Al-Anbiya, Al-Isradan Al-Kahfi.
c) Al-Maṡānī  (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti  Al-Anfaal , Al-
Hijr. Maryam, Al-Waqi'ah, An-Naml, Az-Zukhruf, Al-Qasas, Shaad, Al-Mu’minum,
,Yasin dan sebagainya.
d) Al-Mufaṣṣal (surah-surah singkat),  seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas
dan sebagainya.

2.2.3 Isi dan pesan-pesan Al-Qur’an

Alqur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad, SAW kurang lebih selama 23 tahun,
dalam dua fase yaitu 13 tahun pada fase sebelum beliau hijrah ke Madinah (Makiyah) dan 10
tahun pada fase sesudah hijrah ke Madinah (Madaniyah). Isi Al-Qur’an terdiri dari 114 surat,
6236 ayat, 74437 kalimat, dan 325345 huruf. Proporsi masing-masing fase tersebut adalah 86
surat untuk ayat-ayat Makiyah dan 28 surat untuk ayat-ayat Madaniyah. Dari keseluruhan isi
Al-Qur’an itu, pada dasarnya mengandung pesan sebagai berikut masalah tauhid, termasuk
didalamnya masalah kepercayaaan pada yang gaib; masalah ibadah, yaitu kegiatan-kegiatan
dan perbuatan-perbuatan yang mewujudkan dan menghidupkan didalam hati dan jiwa;
masalah janji dan ancaman yaitu janji dengan balasan baik bagi mereka yang berbuat baik
dan sebaliknya ancaman siksa bagi mereka yang berbuat jahat; jalan menuju kebahagiaan
dunia akhirat, berupa ketentuan-ketentuan yang hendaknya dipenuhi untuk mencapai
keridhaan Allah SWT; riwayatdan cerita, yaitu sejarah orang-orang terdahulu baik sejarah
bangsa-bangsa, tokoh-tokoh maupun Nabi dan Rosul. Selanjutnya Abdul Wahab Khalaf lebih
memerinci pokok- pokok kandungan Al-Qur’an ke dalam 3 ktegori, yaitu:

a. Masalah kepercayaan (I’tiqadiyah), yang berhubungan dengan rukun iman kepada Allah,
malaikat, kitabullah, rasulullah, hari kebangkitan dan taqdir.

b. Masalah etika (khuluqiyah) berkaitan dengan hal-hal yang dijadikan perhisan bagi
seseorang untuk berbuat keutamaan dan meninggalkan kehinaan.

5
c. Masalah perbuatan dan ucapan (‘amaliyah) yang terbagi dalam dua macam yaitu ibadah
dan muamalah. Ibadah berkaitan dengan rukun Islam, nazar, sumpah dan ibadah-ibadah
yanglain yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT. Mu’amalah berkaitan
dengan akad, pembelanjaan, hukuman, jual-beli dan lainnnya yang mengatur hubungan
manusia dengan sesama.

2.2.4 Fungsi dan tujuan Al-Qur’an

Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam merupakan kumpulan firman Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang mengandung petunjuk petunjuk bagi
umat manusia. Menurut Dr. M. Qur aish Shihab dalam “wawasan Al-Qur’an menyebutkan
delapan tujuan diturunkannya Al-Qur’an:

a. Untuk membersihkan dan menyucikan jiwa dari segala bentuk syirik serta mementapkan
keyakinan tentang keesaan yang sempurna bagi tuhan semesta alam. 
b. Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni  bahwa  umat  manusia
merupakan   umat  yang  seharusnya dapat  bekerja  sama dalam  pengabdian  kepada
Allah  dan  pelaksanaan tugas kekhalifahan.
c. Untuk menciptakan persauan dan kesatuan.
d. Untuk mengajak manusia berfikir dan bekerja sama dalam bidang kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
e. Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual, kebodohan, penyakit dan
penderitaan hidup, serta pemerasan  manusia  atas  manusia dalam  bidang 
sosial, ekonomi, politik, dan  juga agama.
f. Untuk memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat dan kasih sayang.
g. Untuk memberikan jalan tengah antara falsafah monopolikapitalisme dengan falsafah
kolektif komunisme, menciptakan ummatan wasathan yang menyeru kepada kebaikan
dan mencegah kemungkaran.
h. Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan suatu peradaban yang
sejalan dengan jati diri manusia dengan panduan dan panduan Nur Ilahi.

Berikut adalah fungsi al-quran menurut nama-namanya:

a. Al-Huda (petunjuk). Dalam Al-Qur’an terdapat 3 kategori tentang posisi Al-Qur’an


sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secaraumum. Kedua, Al-Qur’an

6
adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Ketiga, petunjuk bagi orang-
orang beriman.
b. Al-Furqan (pemisah). Dalam al-quran dikatakan bahwa ia adalah ugeran untuk
membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak dan batil.
c. Asy-Syifa (obat). Al-Qur’an dikatakan berfungsi sebagai obat bagi penyakit-
penyakit dalam dada. Yang dimaksud penyakit dalam dada adalah penyakit-penyakit
psikologis.
d. Al-Mauizhah (nasihat). Al-Qur’an berfungsi sebagai nasihat orang-orang yang
bertakwa.

2.2.5. Kedudukan Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam


Sebagai sumber hukum Islam, al-Qur’ān memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Al-
Qur’ān merupakan sumber utama dan pertama sehingga semua persoalan harus merujuk dan
berpedoman kepadanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. dalam Al-Qur’ān :

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah SWT dan Ta’atilah Rasul-Nya
(Muhammad SAW), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika
kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah SWT. (Al-
Qur’ān) dan Rasu-Nyal (sunnah), jika kamu beriman kepada Allah SWT dan hari kemudian.

Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik


akibatnya.”(Q.S.An-Nisā’/4:59)

2.3 As-Sunnah

2.3.1 Pengertian Sunnah

Sunnah artinya "arus yang lancar dan mudah"atau "jalur aliran langsung")
dalam Islam mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara  rasulullah menjalani
hidupnya atau garis-garis perjuangan (tradisi) yang dilaksanakan oleh rasulullah. Sunnah
merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Qur’an. Narasi atau informasi yang
7
disampaikan oleh para sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara rasulullah disebut
sebagai hadis. Sunnah yang diperintahkan oleh Allah disebut sunnatullah (hukum alam).

2.3.2 Etimologi

Sunnah adalah kata Arab yang berarti "kebiasaan" atau "biasa dilakukan".Secara istilah
sunnah adalah jalan yang di tempuh oleh rasulullah dan para sahabatnya, baik ilmu,
keyakinan, ucapan, perbuatan, maupun penetapan. Para penganut Sunni juga disebut sebagai
Ahl as-Sunnah wa'l-Jamā'ah ("orang-orang dari tradisi dan pengikut (dari Muhammad)") atau
Ahlussunnah untuk singkatnya saja.

2.3.3 Tingkatan As-Sunnah

1) Sunnah Mu’akkad.
Yaitu ibadah yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihiwa sallam secara rutin dan
kontinyu, dan diiringi dengan adanya motivasi langsung dari lisan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Misalnya, shalat sunnah dua raka’at qabliyah subuh. Diriwayatkan dari ibunda
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,“Tidak ada shalat sunnah yang lebih Nabi
shallallahu‘alaihi wa sallam tekuni dari pada dua raka’at fajar (shalat sunnahqabliyah
subuh).” (HR. Bukhari no. 1163 dan Muslim no. 724) Juga diriwayatkan dari ibunda
‘Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata, “Dua raka’at fajar itu lebih baik dari dunia
seisinya.”(HR. Muslim no. 725)
2) Sunnah Ghairu Mu’akkad.
Yaitu ibadah sunnah yang tidak dirutinkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,misalnya shalat empat raka’at sebelum shalat ashar. Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam memotivasi untuk mengerjakannya, namun beliau tidak merutinkannya.
Termasuk dalam ibadah sunnah ghairu mu’akkad adalah semua ibadah yang terdapat
motivasi secara lisan dari Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam, namun tidak dinukil dari
beliau hallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau merutinkannya.Misalnya, hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Lakukanlah haji dan umrah dalam waktu yang berdekatan, karena keduanya dapat
menghilangkan kemiskinan dan menghapus dosa, sebagaimana al-kiir (alat yang dipakai
oleh pandai besi) menghilangkan karat besi, emas, dan perak. Tidak ada balasan bagi haji
yang mabrur kecuali surga.”(HR. Tirmidzi no. 810, An-Nasa’ino. 2630, Ibnu Majah no.
2887, Ahmad no. 3660, dinilai shahiholeh Al-Albani)

8
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memotivasi untuk umrah di bulan
Ramadhan. Meskipun demikian, beliau tidaklah melaksanakan umrah sepanjang hidup
beliau kecuali empat kali umrah saja, dan satu kali melaksanakan ibadah haji.
2.3.4 Kedudukan Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam
Umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-
Qur’an. Dan tidak boleh seorang muslim hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari
kedua sumber Islam tersebut. Al-Qur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum Islam
yang tetap. Umat Islam tidak mungkin dapat memahami tentang syari’at Islam dengan benar
sesuai dengan tanpa Al Qur’an dan Hadits. Banyak dari ayat Al-Qur’an yang menerangkan
bahwa hadits merupakan sumber hukum Islam selain Al-Qur’an yang wajib diikuti.
Baik itu dalam hal perintah ataupun larangan. Al-Syatibiy dalam kaitan ini
mengajukan tiga argumen. Pertama, sunnah merupakan penjabaran dari Al-Qur’an. Secara
rasional, sunnah sebagai penjabaran (bayan) harus menempati posisi lebih rendah dariyang
dijabarkan (mubayyan) yakni Al-Qur’an. Apabila Al-Qur’an sebagai mubay yang tidak ada,
maka hadits sebagai bayyan tidak diperlukan. Akan tetapi jika tidak ada bayyan, maka
mubayyan tidak hilang. Kedua, Al-Qur’an bersifat qat’iyal-subut, sedangkan sunnah bersifat
zanniy al-subut. Ketiga, secara tekstual terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan
kedudukan sunnah setelah Al-Qur’an seperti hadits yang sangat popular mengenai
pengutusan Mu’az Ibn Jabal menjadi hakim di Yaman. Semuanya menunjukan subordinasi
sunnah sebagai dalil terhadap Al-Qur’an.

 Berikut uraian sedikit tentang kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam:
a. Dalil Al-Qur’an
Banyak dari ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban untuk dapat
mempercayai dan menerima apa saja yang telah disampaikan oleh Rasul kepada umat beliau
untuk dijadikan sebuah pedoman hidup. Selain Allah SWT memerintahkan agar umatnya
percaya kepada Rasul juga dapat menaati semua perintah atau peraturan yang telah ditetapkan
atau dibawa oleh beliau. Taat kepada Rasul sama dengan taat kepada Allah, SWT.
Sebagaimana firman Allah QS. Al-‘Imran:32 yang berbunyi

9
Artinya: “"Katakanlah: 'Taatilah Allah dan Rasul-Nya; Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya, Allah SWT tidak menyukai orang-orang kafir'." – (QS. Al-‘Imran 3:32).

Dari banyaknya ayat Al-Qur’an ini membuktikan bahwa dimana setiap ada perintah
taat kepada Allah SWT, pasti ada perintah taat kepada Rasulullah SAW.

Demikian pula mengenai ancaman. Ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan


dalam penetapan untuk taat kepada semua yang diperintah Rasulullah SAW.

b. Dalil Al-Hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW. Berkenaan dengan keharusan menjadikan
hadits sebagai pedoman hidup, disamping Al-Qur;an sebagai pedoman utamanya.

Rasulullah SAW bersabda: “Telah ku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian
tidak akan tersesat selama berpegang teguh dengan dua perkara ini, yaitu Kitab Allah (Al-
Qur’an) dan Sunnah Nabi SAW (Al -Hadist) Masih banyak lagi hadits-hadits yang
menerangkan tentang pedoman hidup maupun penetapan hukum. Hadits-hadits tersebut
menunjukkan terhadap kita bahwa berpegang teguh kepada hadits sebagai pedoman hidupi
itu wajib, sebagaimana wajib pada Al-Qur’an.

c. Kesepakatan ulama (ijma)

Banyak peristiwa yang menunjukan adanya kesepakatan menggunakan hadits sebagai


sumber hukum Islam, antara lain :

a) Ketika abu bakar di baiat menjadi kholifah, ia pernah berkata “saya tidak
meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan/dilaksanakan oleh Rasulullah,
sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya”.

b) Saat umar berada di hajar aswad ia berkata: “saya tahu bahwa engkau adalah batu.
Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu”.

c) Diceritakan dari Sa’i bin Musayyab bahwa ‘usman bin ‘affan berkata: ”saya duduk
sebagaimana duduknya Rasulullah, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah
dan saya sholat sebagaimana Sholatnya Rasulullah Untuk mengukuhkan validitas
sunnah sebagai otoritatif hukum Islam.Al-Syafi’I mengajukan analisis terhadap kata
al-hikmah dalam Al-Qur’an.

10
2.4 Ijtihad
2.4.1 Pengertian Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa
dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu
perkara yang tidak dibahas dalam Al Qur’an maupun hadis dengan syarat menggunakan akal
sehat dan pertimbangan matang. Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa
ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam. Tujuan ijtihad adalah untuk
memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah,
SWT di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu. Orang yang melakukan ijtihad
disebut mujtahid.

2.4.2 Fungsi Ijtihad

Meski Al-Qur’an sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua
hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al-Qur’an maupun Al Hadist. Selain
itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al-Qur’an dengan kehidupan modern.
Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan
turunan dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.

Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di
suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan
itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al-Qur’an atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada
maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam
Al-Qur’an atau Al-Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak
jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist, pada saat itulah maka umat
Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang
mengerti dan paham Al-Qur’an dan Al-Hadist.

2.4.3 Jenis-jenis Ijtihad

a) Ijmak

Ijmak artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu
hukum-hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang
terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad
untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu

11
keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh
umat.

b) Qiyâs

Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum atau
suatu perkara yang baru yang belumada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan
dalam sebab,manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga
dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal-
hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya. Beberapa definisi qiyâs
(analogi) :

1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik
persamaan di antara keduanya.
2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan di
antaranya.
3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan didalam [Al-Qur'an] atau
[Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).
4. Menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yang belum diterangkan oleh Al-
Qur'an dan hadits.
c) Istihsân

Beberapa definisi Istihsân :

1. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal
itu adalah benar.

2. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan
olehnya

3. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.

4. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.

5. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada


sebelumnya..

12
d) Maslahah Murshalah

Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskahnya dengan pertimbangan
kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari
kemudharatan.

e) Sududz Dzariah

Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi
kepentingan umat.

f) Istishab

Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa
mengubahnya, contohnya apabila ada pertanyaan bolehkah seorang perempuan menikah
lagi apabila yang bersangkutan ditinggal suaminya bekerja di perantauan dan tidak jelas
kabarnya? maka dalam hal ini yang berlaku adalah keadaan semula bahwa perempuan
tersebut statusnya adalah istri orang sehingga tidak boleh menikah lagi kecuali sudah jelas
kematian suaminya atau jelas perceraian keduanya.

g) Urf

Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan


masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan
prinsipal dalam Al-Qur’an dan Hadis.

2.4.4 Tingkatan-tingkatan Ijtihad

a) Ijtihad Muthlaq

Adalah kegiatan seorang mujtahid yang bersifat mandiridalam berijtihad dan


menemukan 'illah-'illah hukum dan ketentuanhukumnya dari nash Al-Qur'andan sunnah,
dengan menggunakanrumusan kaidah-kaidah dan tujuan-tujuan syara', serta setelah
lebihdahulu mendalami persoalan hukum, dengan bantuan disiplin-disiplin ilmu.

b) Ijtihad fi al-Madzhab

Adalah suatu kegiatan ijtihad yang dilakukan seorang ulama mengenai hukum syara',
dengan menggunakan metode istinbath hukum yang telah dirumuskan oleh imam mazhab,
baik yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum syara' yang tidak terdapat dalam kitab

13
imam mazhabnya, meneliti pendapat paling kuat yang terdapat di dalam mazhab tersebut,
maupun untuk memfatwakan hukum yang diperlukan masyarakat. Secara lebih sempit, ijtihad
tingkat ini dikelompokkan menjadi tiga tingkatan ini:

1) Ijtihad at-Takhrij

Yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam mazhab tertentu untuk
melahirkan hukum syara' yang tidakterdapat dalam kumpulan hasil ijtihad imam
mazhabnya, dengan berpegang kepada kaidah-kaidah atau rumusan-rumusan hukum
imam mazhabnya. Pada tingkatan ini kegiatan ijtihad terbatas hanya pada masalah-
masalah yang belum pernah difatwakan imam mazhabnya, ataupun yang belum
pernah difatwakan oleh murid-murid imam mazhabnya.

2) Ijtihad at-Tarjih
Yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan untuk memilah pendapat yang dipandang lebih
kuat di antara pendapat-pendapat imam mazhabnya, atau antara pendapat imam dan
pendapat murid-murid imam mazhab, atau antara pendapat imam mazhabnya dan
pendapat imam mazhab lainnya. Kegiatan ulama pada tingkatan inihanya melakukan
pemilahan pendapat, dan tidak melakukan istinbath hukum syara'.

3) Ijtihad al-Futya
Yaitu kegiatan ijtihad dalam bentuk menguasai seluk-beluk pendapat-pendapat hukum
imam mazhab dan ulama mazhab yang dianutnya, dan memfatwakan pendapat-
pendapat terebut kepada masyarakat. Kegiatan yang dilakukan ulama pada tingkatan
initerbatas hanya pada memfatwakan pendapat-pendapat hukum mazhab yang
dianutnya, dan sama sekali tidak melakukan istinbath hukum dan tidak pula memilah
pendapat yang ada di dalamnya.

2.4.5 Kedudukan Ijtihad sebagai Sumber Hukum Islam

Ijtihad menempati kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan
Hadits. Dalilnya adalah

1) QS An-Nahl 16:43 dan Al-Anbiya' 21:7


Artinya: : maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui
2) Hadits muttafaq alaih (Bukhari Muslim) dan Ahmad

14
Artinya: Apabila seorang hakim membuat keputusan apabila dia beri ijtihad dan
benar maka dia mendapat dua pahala apabila salah maka ia mendapat satu pahala.
3) Hadits riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi tentang dialog antara Nabi
Muhammad SAW dengan Muadz bin Jabbal ketika akan diutus jadi gubernur di
Yaman

Ijtihad dilakukan jika suatu persoalan hukumnya tidak ditemukan dalam Al-Qur’an
dan Hadis.Namun demikian, hukum yang dihasilkan dari ijtihad tidak boleh bertentangan
dengan Al-Qur’an maupun hadis. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.: Artinya:
“Dari Mu’az, bahwasanya Nabi Muhammad SAW. ketika mengutusnya ke Yaman, ia
bersabda, “Bagaimana engkau akan memutuskan suatu perkara yang dibawa orang
kepadamu?” Muaz berkata, “Saya akan memutuskan menurut Kitabullah (Al-Qur’an).” Lalu
Nabi berkata,“ Dan jika di dalam Kitabullah engkau tidak menemukan sesuatu mengenai soal
itu?” Muaz menjawab, “Jika begitu saya akan memutuskan menurut Sunnah Rasulullah
SAW.” Kemudian, Nabi bertanya lagi, “Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu hal itu
didalam sunnah?” Muaz menjawab, “Saya akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran
sendiri (ijtihadu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikitpun.”
Kemudian, Nabi bersabda, “Maha suci Allah SWT. Yang memberikan bimbingan
kepada utusan Rasul-Nya dengan suatu sikap yang disetujui Rasul-Nya.” (H.R. Darami)
Rasulullah saw. Juga mengatakan bahwa seorang yang berijtihad “sesuai dengan kemampuan
dan ilmunya”, kemudian ijtihadnya benar, maka ia akan mendapatkan dua pahala, dan jika
kemudian ijtihadnya itu salah maka ia akan mendapatkan satu pahala. Hal tersebut ditegaskan
melalui sebuah hadis yang artinya:“Dari Amr bin Ash, sesungguhnya Rasulullah saw.
Bersabda,“Apabila seorang hakim berijtihad dalam memutuskan suatu persoalan, ternyata
ijtihadnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala, dan apabila dia berijtihad, kemudian
ijtihadnya salah, maka ia mendapat satu pahala.”(H.R. Bukhari dan Muslim) Hukum ijtihad
adalah wajib bagi yang mampu dan memenuhi syarat untuk melakukannya. Para ulama
sepakat bahwa ijtihad boleh dilakukan oleh ahlinya yang memenuhi persyaratan keilmuan
seorang mujtahid. Beberapa persyaratan keilmuan seorang mujtahid yang tersebut dalam
kitab-kitab ushul adalah sebagai berikut:
a. Islam, berakal sehat, dewasa (baligh).
b. Menguasai nash (teks) Al-Quran yang berkaitan dengan hukum yangsering disebut
ayat ahkam. Jumlahnya sekitar 500 ayat.
c. Mengetahui hadits-hadits yang terkait dengan hukum

15
d. Mengetahui masalah hukum yang sudah menjadi ijmak (kesepakatan) ulama dan yang
masih terjadi khilaf/ikhtilaf (perbedaan) di antara fuqoha (ulama fiqih). Tujuannya
agar tidak mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan ijmak atau mengaku ijmak
pada hukum yang bukan ijmak atau mengeluarkan pendapat baru yang belum terjadi.
e. Mengetahui qiyas karena qiyah adalah rujukan ijtihad dan awal dari pendapat. Dari
qiyas muncul produk hukum. Orang yang tidak mengetahui qiyas tidak
memungkinkan melakukan pengambilan hukum (instinbt al-hukmi).
f. Harus menguasai bahasa Arab dan konteks pembicaraannya sehingga dapat
membedakan antara hukum-hukum yang pemahamannya harus merujuk pada bahasa,
seperti kalam sharih (teks eksplisit) dan teksfaktual (dzahirul kalam), ringkasan
(mujmal) dan detail, umum dan khusus, pengertian hakikat dan majaz (kiasan).
g. Mengetahui nasikh dan mansukh baik yang terdapat dalam Quran maupun hadits
sehingga tidak membuat produk hukum berdasar pada nash (teks) yang sudah
dimansukh.
h. Mengetahui keadaan perawi hadits dalam segi kekuatan dan kelemahannya.
Membedakan hadits sahih dari yang dhaif atau maudhu’, yang maqbul (diterima) dari
yang mardud (tertolak).
i. Memiliki kecerdasan dan kemampuan dalam bidang pengembilan hukum yang
dihasilkan dari pembelajaran dan pendalaman dalam masalah dan studi hukum
syariah.
j. Adil. Dalam arti bukan fasiq. Fasiq adalah orang yang pernah melakukan dosa besar
atau terus-menerus melakukan dosa kecil.
k. Bidang yang dapat diijtihadi adalah hukum syariah praktis yang tidak terdapat hukum
yang pasti dalam Quran dan hadits. Sedangkan masalah yang pasti tidak berada dalam
domain ijtihad seperti wajibnya shalat dan jumlah rakaatnya. Dan perkara yang
diharamkan yang sudah tetap berdasarkan dalil yang pasti seperti haramnya riba dan
membunuh tanpa hak.
2.5. Garis Besar Ajaran Islam
2.5.1 Aqidah
Pengertian Aqidah secara etimologi; Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti
pengikatan. Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan “Dia mempunyai
aqidah yang benar” berarti aqidahnya bebas dari keraguan. Aqidah merupakan perbuatan hati
yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya.

16
Aqidah secara syara’ yaitu iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-kitabNya,
Para RasulNya dan kepada hari akhir serta kepada qadar yang baik mupun yang buruk. Hal
ini disebut juga sebagai rukun iman.

Allah SWT Berfirman dalam surat Yunus Ayat 3, yang artinya :

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada
seorangpun yang akan memberi syafa`at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian
itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil
pelajaran?

Aqidah Islamiyyah adalah aqidah tiga generasi pertama yang dimuliakan yaitu generasi
sahabat, Tabi’in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik. Menurut Ahlus Sunnah wal
Jama’ah, sinonimnya aqidah Islamiyyah mempunyai nama lain, di antaranya, at-Tauhid, as-
Sunnah, Ushuluddiin, al-Fiqbul Akbar, Asy-Syari’iah dan al-Iman. Nama-nama itulah yang
terkenal menurut Ahli Sunnah dalam ilmu ‘aqidah.

Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup
inidiperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya sebagai
mahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari seluruh bangunan
aktifitas manusia.

Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat : 186

Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia
memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.

Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah :

a. Ilahiah, yaitu pembahasan tentang sesuatu yang berhubungan dengan ilah (Tuhan) seperti
wujud Allah SWT., nama-nama Allah SWT., dan sifat-sifat Allah SWT., dan lain-lain.
b. Nubuwah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi dan
rasul termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah SWT., mukjizat dan sebagainya.
c. Ruhaniah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, setan dan roh.
d. Sam’iyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui melalui
sam’i yakni dalil naqli berupa alquran dan as-Sunnah, seperti alam barzakh, akhirat, azab
kubur, dan sebagainya.

2.5.2 Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan
maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:

17
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para
Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza
wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang
ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:

Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-
lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat :
56-58].

Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah
(takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji,
dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-
macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.

Allah memberitahukan,hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka


melaksanakan ibadah kepada Allah . Dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah
mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya. Karena ketergantungan mereka
kepada Allah , maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari’at-Nya. Maka siapa
yang menolak beribadah kepada Allah , ia adalah sombong. Siapa yang menyembah-Nya
tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah).
Dan siapa yang hanya menyembah-Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia adalah mukmin
muwahhid (yang mengesakan Allah ).

2.5.3 Akhlak

Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak”


berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat
diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-
segi persesuain dengan perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan ”
Khaliq” yang berarti Pencipta dan “Makhluk” yang berarti yang diciptakan.

Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka
kebiasaannya itu disebut akhlak .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengerti
benar akan kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat kepada
Allah dan tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak
maka dalam bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran,

18
perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan
akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian.
Allah SWT berfirman Surah Al-Maidah, ayat 8 :

Artinya“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlakutidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Akhlak sifatnya universal dan abadi. Akhlak dalam islam merupakan refleksi internal
dari dalam jiwa manusia yang dieksternalisasikan secara kongrit dalam bentuk perilaku dan
tindakan nyata. Akhlak seseorang terkait erat dengan perspektif keimanannya, tentang
eksistensi dirinya sebagai khalifah Allah. Akhlak yang lahir dari kualitas internalisasi nilai-
nilai iman sudah barang tentu akan memancarkan kualitas yang lebih baik. Demikian pula
sebaliknya, akhlak yang buruk merefleksikan kadar keimanan seseorangyang masih labil.
Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam Islam. Namun
sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang
dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memahami
akhlak dan menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu selalu diulang –
ulang dengan kecenderungan hati (sadar).
Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani,
pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan
tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah
dilakukan itu akan melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri
sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana
yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.

2.5.4 Muamalah
Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang berarti
perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Kata-kata semacam ini
adalah kata kerja aktif yang harus mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain
saling melakukan pekerjaan secara aktif, sehingga kedua pelaku tersebut saling menderita
dari satu terhadap yang lainnya.

19
Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat diartikan dengan arti yang luas dan dapat
pula dengan arti yang sempit. Di bawah ini dikemukakan beberapa pengertian muamlah;
Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan
dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain
sebagainya. Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah
peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti
perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi, peradilan
dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang
telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau global dan terperinci untuk dijadikan
petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat di antara mereka.
Sedangkan dalam arti yang sempit adalah pengertian muamalah yaitu muamalah
adalah semua transaksi atau perjanjian yang dilakukan oleh manusia dalam hal tukar menukar
maupun dalam hal utang piutang.

Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah Ayat 280 yang artinya : Dan jika (orang
berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

Dari berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami bahwa muamalah adalah segala
peraturan yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama maupun tidak
seagama, antara manusia dengan kehidupannya, dan antara manusia dengan alam sekitarnya.
Dan Allah SWT juga memerintahkan manusia untuk berinterksi dan bermuamalah dengan
cara bertebaran di muka bumi untuk mencari rezki Allah. Sebagaiman Allah SWT berfirman
dalam surat Al Jumah ayat : 10 yang Artinya : Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyak supaya kamu beruntung.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber ajaran islam ada tiga
macam, yaitu Al-Qur’an, hadits dan ijtihad. Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang
pertama yaitu Al-Qur’an berisi tentang semua kehidupan yang ada di alam, perintah, agidah
, ibadah, muamalah dan kepercayaan, akhlak yang murni, mengenai syari’at dan hukum dan
sebagai petunjuk umat Islam. Sedangkan Hadits itu sebagai sumber ajaran islam karena
dalam Dalil Al-Qur’an mengajarkan kita untuk mempercayai dan menerima apa yang telah
disampaikan oleh Rasul untuk dijadikan sebagai pedoman hidup. Selain itu dalam hadits juga
terdapat pernyataan bahwa berpedoman pada hadits itu wajib, bahkan juga terdapat dalam
salah satu pesan Rasulullah berkenaan menjadikan hadist sebagai pedoman hidup setelah Al-
Qur’an sebagai sumber yang pertama. Ijtihad sebagai sumber ajaran karena melalui konsep
ijtihad, setiap peristiwa baru akan didapatkan ketentuan hukumnya.

3.2 Saran

Begitu lengkap dan jelasnya sumber hukum islam serta ajaran islam. Sungguh luar
biasa mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw, dimana dengan mukjizat
tersebut terdapat segala solusi dari setiap permasalahan didunia ini. Oleh karena itu, umat
islam diharapkan dan diharuskan menjadikan ketiganya sebagai pedoman hidup. Dengan
demikian hidup kita akan senantiasa terarahdan tidak ada kekacauan yang lebih.

21
DAFTAR PUSTAKA

http://irmansiswantoaceh.blogspot.com/2018/02/sumber-sumber-hukum-islam-al-quran.html

https://dalamislam.com/landasan-agama/dasar-hukum-islam

https://www.academia.edu/35816109/MAKALAH_SUMBER_HUKUM_ISLAM

http://sansantisusanti.blogspot.com/2015/03/al-quran-hadits-dan-ijtihad-sebagai.html

https://kumpulanmakalah4.blogspot.com/2016/10/makalah-tentang-sunna-dan-ijtihad.html

http://mymakalahku.blogspot.com/https://www.pelajaran.co.id/2016/26/ijtihad-sebagai-
sumber-hukum-islam.html#kedudukan-dan-fungsi-ijtihad

https://id.wikipedia.org/wiki/Hadis https://id.wikipedia.org/wiki/Ijtihad

22

Anda mungkin juga menyukai