Anda di halaman 1dari 49

PENGENDALIAN

KOROSI PADA SISTEM


PENDINGIN
Pengendalian Korosi Pada Sistem Pendingin

Korosi dapat didefinisikan sebagai kerusakan dari logam akibat reaksi kimia atau
elektrokimia dengan lingkungan. Pada sistem pendingin, korosi menyebabkan dua
permasalahan dasar. Permasalahan pertama dan paling sering adalah kerusakan
peralatan sehingga menambah biaya untuk mengganti alat dan berhentinya
operasi. Permasalahan kedua adalah berkurangnya efisiensi pabrik karena
menurunnya proses perpindahan panas yang disebabkan fouling alat penukar
panas yang ditimbulkan oleh akumulasi deposit produk korosi.
Korosi terjadi pada anoda, dimana terjadi pelarutan logam. Biasanya hal ini terpisah
secara fisik dari katoda, dimana reaksi reduksi terjadi. Perbedaan potensial listrik
yang timbul di antara dua tempat ini, dan arus yang mengalir di dalam larutan dari
anoda menuju katoda. Hal ini diiringi dengan aliran elektron dari anoda dan katoda
melalui logam.
Pada baja, reaksi tipikal dari oksidasi anoda adalah sebagai berikut.
Fe  → Fe2+ + 2e–

Reaksi ini diikuti dengan reaksi berikut.


Fe2+ + 2OH– → Fe(OH)2

Ferro hidrokida kemudian bergabung dengan oksigen dan air membentuk ferri
hidroksida, Fe(OH)3 yang menjadi karat besi umumnya ketika mengalami dehidrasi
menjadi Fe2O3.

Reaksi katoda utama pada sistem pendingin adalah sebagai berikut.


O2 + H2O + 2e– → 2OH–
Produksi ion hidroksida membentuk pH lokal yang tinggi pada bagian katoda, kira-
kira 1-2 di atas pH badan air. Oksigen terlarut mencapai permukaan dengan difusi,
yang diindikasikan dengan garis bergelombang pada Gambar 24.1. Reaksi reduksi
oksigen mengatur laju korosi di dalam sistem pendingin, laju difusi oksigen
biasanya menjadi faktor pembatas.
Reaksi anoda penting lainnya.
2H+ + 2e– → H2
Pada pH netral atau pH yang lebih tinggi, konsentrasi ion H+ terlalu rendah untuk
reaksi ini berkontribusi secara signifikan pada laju korosi keseluruhan. Akan tetapi,
seiring penurunan pH, reaksi ini menjadi lebih penting hingga pH di sekitar
sehingga ia menjadi reaksi katodik yang dominan.
Produksi ion hidroksida membentuk pH lokal yang tinggi pada bagian katoda, kira-kira 1-2 di
atas pH badan air. Oksigen terlarut mencapai permukaan dengan difusi, yang diindikasikan
dengan garis bergelombang pada Gambar 24.1. Reaksi reduksi oksigen mengatur laju korosi
di dalam sistem pendingin, laju difusi oksigen biasanya menjadi faktor pembatas.

Reaksi anoda penting lainnya.


2H+ + 2e– → H2

Pada pH netral atau pH yang lebih tinggi, konsentrasi ion H+ terlalu rendah untuk reaksi ini

berkontribusi secara signifikan pada laju korosi keseluruhan. Akan tetapi, seiring penurunan

pH, reaksi ini menjadi lebih penting hingga pH di sekitar sehingga ia menjadi reaksi katodik

yang dominan.
TIPE KOROSI

Pembentukan sisi anoda dan katoda, penting untuk proses korosi, dapat terjadi
karena beberapa alasan: pengotor pada logam, tekanan lokal, perbedaan ukuran
butir logam atau material, diskontiniuitas pada permukaan, dan perbedaan di dalam
lingkungan lokal (contoh: temperatur, oksigen, dan konsentrasi garam). Ketika
perbedaan lokal ini tidak besar, sisi katoda dan anoda dapat berpindah di berbagai
permukaan logam, sehingga korosi menjadi seragam (uniform corrosion).
Korosi lokal, yang terjadi pada sisi anoda yang bersifat tetap, merupakan
permasalahan industri yang lebih serius. Bentuk korosi lokal berupa pitting,
selective leaching (contoh: dezincification), korosi galvanik, korosi retak atau korosi
di bawah deposit, korosi intergranular, stress corrosion cracking, dan korosi yang
dipengaruhi mikroba.
Pitting
Pitting  merupakan salah satu bentuk korosi paling destruktif dan sulit diprediksi di
dalam pengujian laboratorium. Pitting terjadi ketika sisi anoda dan katoda tetap di
titik tertentu karena perbedaan kondisi permukaan yang besar. Hal ini biasanya
didukung oleh kecepatan yang rendah atau kondisi stagnan (seperti kondisi di shell
alat penukar panas) dan adanya ion klorin. Ketika pit sudah terbentuk, larutan di
dalamnya terisolir dari kondisi lingkungan sebagian besar dan menjadi peningkatan
korosi seiring waktu. Laju korosi yang tinggi di dalam pit menghasilkan kation
logam yang berlebih, yang menarik ion klorida.
Selective Leaching
Selective leaching merupakan korosi pada salah satu unsur dari paduan logam. Contoh
paling umum di dalam sistem pendingin adalah dezincification, yang merupakan
penghilangan selektif dari unsur seng dari paduan logam seng dan tembaga. Kondisi yang
mendukung pitting pada baja juga mendukung pitting pada kuningan, yang mana terjadi di
dalam sistem pendingin biasanya timbul akibat dezincification. Kondisi pH rendah (<6) dan
kandungan klorin residual yang tinggi (>1 ppm) merupakan kondisi agresif yang
menimbulkan dezincification. Resistansi terhadap dezincification bervariasi dengan tipe
paduan logam. Sebagai contoh, kuningan dengan 70-30 kurang resistan dibandingkan
kuningan admiral (70-30 ditambah 1% timah), yang kurang resisten dibandingkan kuningan
mulia yang diinhibisi (kuningan admiral ditambah sedikit arsen, antimoni atau fosfor).
Korosi Galvanik

Korosi galvanik terjadi ketika dua logam berbeda digabungkan di dalam sebuah
larutan. Kontak harus cukup baik untuk menghasilkan elektrisitas, dan kedua logam
harus terpapar pada larutan. Gaya penggerak dari korosi ini yaitu perbedaan
potensial listrik diantara dua logam. Perbedaan ini meningkat seiring dengan jarak
antara logam di dalam deret galvanik meningkat.

Tabel 24.1 Deret galvanik dari logam dan paduan logam


CORRODED END

(anodic, or least noble) 18-8-3-Cr-Ni-Mo-Fe (active) Copper-nickel alloys


Magnesium Hastelloy C Titanium
Magnesium alloys Lead-tin Solders Monel
Zinc Lead Silver Solder
Aluminum 2S Tin Nickel (passive)
Cadmium Nickel (active) Inconel (passive)
Aluminum 17ST Inconel (active) Chromium-iron (passive)
Steel or Iron Hastelloy A 18-8-Cr-Ni-Fe (passive)
Cast Iron Hastelloy B 18-8-3-Cr-Ni-Mo-Fe (passive)
Chromium-iron (active) Brasses Silver
Ni-Resist Copper Graphite
18-8-Cr-Ni-Fe (active) Bronzes
PROTECTED END
(cathodic, or most noble)

Korosi galvanik dapat dikontrol dengan penggunaan anoda yang dikorbankan


(sacrificial anodes). Hal ini merupakan metode umum untuk mengendalikan korosi
pada alat penukar panas dengan admiralty tube dan lembaran tube baja karbon dan
channel head. Anoda dibaut langsung pada baja dan melindungi daerah terbatas di
sekitar anoda. ).
Bentuk korosi galvanik yang paling parah terjadi pada sistem pendingin yang
mengandung tembaga dan baja. Hal ini menimbulkan penempelan tembaga yang
awalnya larut pada permukaan baja dan menginduksi serangan galvanik yang cepat
pada baja. Jumlah tembaga yang larut yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek
ini sangat sedikit dan peningkatan korosi sangat sulit dihambat ketika sudah
terjadi.
Korosi Crevice

Korosi crevice merupakan korosi lokal yang intens yang terjadi di dalam retakan
atau daerah yang terlindung dari lingkungan rata-rata. Larutan di dalam retakan
mirip dengan larutan di dalam pit yang bersifat sangat pekat dan asam. Karena
mekanisme korosi di dalam dua proses ini indentik secara virtual, kondisi yang
mendukung pitting juga akan mendukung korosi crevice. Paduan logam yang
bergantung pada perlindungan lapisan oksida dihancurkan dengan konsentrasi
klorida yang tinggi dan pH yang rendah.
Cara terbaik untuk mencegah korosi crevice adalah mencegah keretakan. Dilihat
dari aspek air pendingin, dibutuhkan pencegahan deposit pada permukaan logam.
Deposit dapat terbentuk oleh padatan tersuspensi (seperti tanah, silika) atau
pengendapan senyawa seperti garam kalsium.
Korosi Intergranular

Korosi intergranular adalah serangan lokal yang terjadi pada batas butir logam. Hal
ini paling sering ditemui pada stainless stell yang telah ditingkatkan dengan heat-
treated yang tidak tepat. Pada logam ini, daerah batas butir hilang pada bagian
kromium sehingga logam tidak tahan terhadap korosi. korosi intergranular juga
terjadi pada paduan logam kuat alumunium tertentu. Secara umum, korosi ini tidak
signifikan di dalam sistem pendingin.
Stress Corrosion Cracking

Stress corrosion cracking (SCC) merupakan kerusakan rapuh dari sebuah logam karena
kerusakan pada kondisi dibawah tekanan di dalam kondisi korosif. Kerusakan cenderung
bersifat transgranular, meski intergranular juga ditemui. Paduan logam yang umumnya
digunakan pada sistem pendingin dapat mengalami keretakan akibat tekanan termasuk
austenitic stainless steel (seri 300) dan kuningan. Kerentanan dari stainless steel
terhadap SCC meningkat seiring peningkatan temperatur. Kebanyakan pengujian
laboratorium SCC dari stainless steel dilakukan pada temperatur sekitar 300oF, karena
sangat sulit untuk menimbulkan keretakan pada temperatur di bawah 200oF. Karena
alasan ini, SCC stainless steel belum diamati secara luas pada sistem pendingin.
Klorida merupakan kontributor utama dari SCC dari stainlees steel. Konsentrasi
klorida yang tinggi, dihasilkan dari kandungan klorida yang tinggi dari air make up
dan/atau siklus konsentrasi yang tinggi,akan meningkatkan kerentanan. Meski air
bertemperatur rendah tidak menimbulkan keretakan, SCC dari stainless steel juga
dapat terjadi di dalam sistem pendingin.

Pada kuningan, ion amonium merupakan penyebab utama pada SCC. Sangat
sedikit kerusakan alat yang dilaporkan ketika amonia tidak ada.
Tempat paling mudah terjadi inisiasi SCC adalah keretakan atau daerah dimana aliran air
terbatas. Hal ini dikarenakan akumulasi dari konsentrasi senyawa penyebab korosi pada
area ini. Sebagai contoh, klorida dapat mengalami pemekatan dari 100 ppm didalam
sebagian besar air hingga naik menjadi 10.000 ppm (1%) di dalam keretakan. Deposit
merupakan tempat inisiasi karena keretakan terjadi di bawahnya.

Cara paling efektif untuk mencegah SCC pada sistem stainless steel dan kuningan
adalah menjaga sistem tetap bersih dan bebas dari deposit. Treatment deposit yang
efektif merupakan hal yang penting. Inhibitor korosi yang baik juga berguna mengatasi
masalah ini. Inhibitor berbasis fosfat dan kromat telah sukses digunakan untuk
mencegah SCC pada stainless steel di dalam larutan klorida.
Microbioligically Influenced Corrosion (MIC)

Mikroba di dalam air pendingin membentuk biofilm pada permukaan sistem air
pendingin. Biofilm terdiri dari organisme sesil dan sekresi polimer terhidrasinya.
Berbagai tipe organisme dapat hadir di berbagai biofilm, mulai dari bakteri anaerob
pada batas permukaan air hingga bakteri anaerob seperti sulfat-reducing bacteriai
(SRB) pada permukaan logam yang tidak kehabisan oksigen.
Deposit dapat mempercepat korosi lokal dengan menciptakan aerasi sel yang
berbeda. Fenomena ini juga terjadi di dalam sebuah biofilm. Kondisi yang tidak
merata dari pembentukan biofilm menciptakan perbedaan inferensial, yang
meningkatkan konsumsi oksigen oleh mikroba di dalam biofilm.

Banyak produk samping dari metabolisme mikroba, meliputi asam organik dan
hidrogen sulfida, merupakan senyawa yang bersifat korosif. Konsentrasi senyawa
ini akan meningkat di dalam biofilm menyebabkan peningkatan serangan pada
logam.
Korosi cenderung bersifat terbatas karean akumulasi dari produk reaksi korosi.
Akan tetapi, mikroba dapat menyerapa beberapa senyawa ini di dalam
metabolisme mereka sehingga mengurangi senyawa ini di bagain anoda ataupun
katoda. Pengurangan produk reaksi korosi disebut sebagai depolarisasi yang
menimbulkan korosi lebih lanjut.
PENGENDALIAN KOROSI

Pengendalian korosi membutuhkan sebuah perubahan baik itu logam (material)


atau lingkungan. Pendekatan pertama, perubahan material memiliki biaya yang
mahal. Material paduan logam yang bagus yang sangat terhadap korosi umum,
lebih rentan terhadap kerusakan akibat mekanisme korosi lokal seperti SCC.

Pendekatan ke dua, mengubah lingkungan, merupakan metode yang paling sering


digunakan, metode praktis untuk mencegah korosi. Pada sistem larutan, ada tiga
cara efek dari perubahan lingkungan menghambat korosi.
Membentuk sebuah film pelindung dari kalsium karbonat pada permukaan logam
menggunakan kalsium dan alkalinitas natural di dalam air.

• Menghilangkan oksigen korosif dari air, baik melalui deaerasi mekanik atau kimia.

• Penambahan inhibitor korosi.

• Kerak Pelindung Kalsium Karbonat


Langelier Saturation Index (LSI) merupakan alat yang berguna untuk memprediksi
kecenderungan sebuah kalsium karbonat di dalam air mengalami deposisi atau
larut (lihat bab 25 untuk diskusi lebih lanjut dari LSI). Pelapisan yang merata dari
kalsium karbonat, terdeposisi pada permukaan logam, secara fisik memisahkan
logam dari lingkungan yang korosif. Untuk menghasilkan LSI yang positif agar
terjadi deposisi kalsium karbonat, biasanya membutuhkan pengaturan pH,
alkalinitas, kadar kalsium di dalam air. Soda abu, soda kaustik, atau kapur (kalsium
hidroksida) dapat digunakan untuk mengatur pH.
Secara teori, pengendalian deposisi kerak kalsium karbonat dapat memberikan
ketebalan film yang cukup untuk melindungi logam dan masih cukup tipis agar
proses perpindahan panas masih bisa terjadi. Akan tetapi, daerah bertemperatur
rendah tidak mengalami pembentukan kerak yang cukup untuk perlindungan korosi
dan kerak yang berlebih akan terjadi pada daerah bertemperatur tinggi sehingga
menghalangi proses perpindahan panas. Oleh karena itu, pendekatan ini tidak
digunakan pada sistem pendingin industri.
Aerasi Mekanik dan Aerasi Kimia
Kecenderungan korosif air dapat dikurangi dengan deaerasi. Deaerasi vakum telah
sukses digunakan didalam sistem pendingin sekali lewat. Ketika semua oksigen
tidak disingkirkan, natrium sulfit terkatalisasi dapat digunakan untuk
menghilangkan sisa oksigen. Reaksi sulfit dengan oksigen terlarut adalah sebagai
berikut

Na2SO3               +   1/2O2    →  Na2SO4

Natrium sulfit           Oksigen      Natrium sulfat


Penggunaan natrium sulfit terkatalisasi untuk deaerasi secara kimia membutuhkan
8 bagian natrium sulfit terkatalisasi untuk satu bagian oksigen terlarut. Pada
sistem tertentu dimana sistem deaerasi telah digunakan, penggunaan natrium sulfit
terkatalisasi dapat dijustifikasi ekonomis untuk menghilangkan sisa oksigen
terlarut.

Pada sistem pendingin resirkulasi terbuka, pelarutan oksigen terus terjadi seiring
air melewati cooling tower sehingga deaerasi tidak mungkin digunakan.
Inhibitor Korosi

Sebuah inhibitor korosi merupakan senyawa yang efektif mengurangi laju korosi
ketika ditambahkan pada sebuah lingkungan. Sebuah inhibitor dapat diidentifikasi
paling akurat di dalam hubungan terhadap fungsinya: menghilangkan senyawa
korosif, passivasi, presipitasi, atau adsorbsi.
Deaerasi (mekanis atau kimia) menghilangkan
senyawa korosif (oksigen)

Inhibitor pasivasi (anoda) membentuk lapisan oksida pelindung pada permukaan


logam. Metode ini merupakan inhibitor terbaik yang digunakan karena mereka dapat
digunakan pada konsentrasi yang ekonomis, dan film pelindungnya kuat dan
cenderung dapat diperbaiki secara cepat jika mengalami kerusakan.

Inhibitor presipitasi (katoda) merupakan bahan kimia sederhana yang membentuk


presipitasi yang larut dan dapat melapisi dan melindungi permukaan logam. Film
presipitasi tidak sekuat film pasivasi dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
diperbaiki jika mengalami kerusakan.
Polarisasi merupakan diagram yang menunjukkan beda potensial vs arus korosi. Nilai
logaritma arus merupakan laju reaksi elektrokimia dan plot menunjukkan bagaimana laju
reaksi di anoda dan katoda berubah sebagai fungsi dari potensial permukaan. Potensial
korosi, Ecorr, dan arus korosi, Icorr, ditunjukkan oleh titik pada kondisi dimana laju korosi
anoda sama dengan laju korosi di katoda. Icorr, merupakan laju aktual dari pelarutan logam.

Inhibitor Pasivasi. Contoh daro pasivasi (inhibitor anoda) meliputi kromat, nitrit, molibdat,
dan ortofosfat. Semua senyawa ini merupakan oksidator dan mendukung pasivasi dengan
meningkatkan potensial elektrik dari besi. Kromat dan nitrit tidak membutuhkan oksigen
sehingga senyawa dapat menjadi sangat efektif. Kromat merupakan sebuah larutan inhibitor
yang sempurna, dari perspektif biaya.
Molibdat maupun ortofosfat merupakan pasivator yang sempurna dengan adanya
oksigen. Molibdat dapat menjadi inhibitor yang sangat efektif, khususnya ketika
dikombinasikan dengan bahan kimia lainnya. Inhibitor ini memiliki biaya yang
mahal. Ortofosfat bukanlah oksidator sebenarnya, tetapi menjadi oksidator ketika
oksigen hadir. Jika besi ditempatkan pada larutan fosfat tanpa adanya oksigen,
potensial korosi tetap ada dan laju korosi tidak berkurang. Akan tetapi, jika terdapat
oksigen, potensial korosi akan meningkat menuju lebih positif dan laju korosi
berkurang secara signifikan.
Dampak negatif dari ortofosfat adalah kecenderungannya mengendap dengan kesadahan kalsium

yang ada di dalam air. Pada beberapa tahun ke belakang, agen pengendali deposit yang mencegah

deposisi ini telah dikembangkan. Kareana biayanya yang relatif murah, ortofosfat banyak digunakan

sebagai inhibitor korosi di industri.

Inhibitor Presipitasi. seperti yang dibahas sebelumnya, pH terlokalisasi pada sel korosi di katoda

meningkat karena pembentukan ion hidroksida. Inhibitor presipitasi membentuk komplek yang tidak

larut pada pH tinggi (1-2) di atas pH air lingkungan, tetapi deposisi ini dapat dikontrol pada pH air

lingkungan (tipikalnya 7-9). Contoh yang cocok yaitu seng, yang dapat mengendap sebagai

hidroksida, karbonat, atau fosfat. Kalsium karbonat dan kalsium ortofosfat juga inhibitor presipitasi.

Ortofosfat yang menunjukkan dua mekanisme, sebagai pasivator anoda dan presipitator katoda.
Inhibitor Korosi pada Tembaga. Inhibitor korosi yang paling efektif untuk material
tembaga dan paduan logamnya adalah senyawa triazol aromatik, seperti benzotriazol
(BZT) dan tolitriazol (TTA). Senyawa ini berikatan langsung dengan cupro oksida (Cu2O)
pada permukaan logam, membentuk film “chemisorbed’. Bidang senyawa triazol
membentang sejajar dengan permukaan logam, sehingga setiap molekul menutupi area
permukaan yang relatif besar. Mekanisme pasti dari inhibisi ini masih belum diketahui.
Berbagai studi mengindikasikan adanya inhibisi anoda, inhibisi katoda, atau sebuah
kombinasi dari keduanya. Studi lainnya mengindikasikan adanya pembentukan dari
sebuah lapisan insulasi antara permukaan air dan permukaan logam. Studi terbaru
mendukung ide bahwa sebuah mekanisme stabilisasi elektronik.
Untuk membentuk ikatan dengan permukaan logam, triazol berikatan dengan ion
tembaga di dalam larutan. Oleh karena itu, tembaga yang larut merepresentasikan
dari kebutuhan dari triazol, yang harus dipenuhi sebelum terjadinya pembentukan
film di permukaan logam. Meski kebutuhan akan pembentukan film triazol
dipermukaan umunya sangat sedikit, produk korosi tembaga dapat mengonsumsi
bahan kimia treatment dalam jumlah yang banyak. Kelebihan klorinasi akan
menonaktifkan triazol dan akan meningkatkan laju korosi tembaga secara
signifikan. Karena semua faktor ini, treatment menggunakan triazol merupakan
proses yang rumit.
Inhibitor Adsorpsi. Inhibitor adsorpsi harus memiliki sifat yang polar agar dapat diserap
dan menahan permukaan dari adsorpsi lebih lanjut. Umumnya, inhibitor ini merupakan
senyawa yang mengandung gugus nitrogen seperti amina, dan senyawa organik yang
memiliki gugus sulfur atau hidroksil. Ukuran, orientasi, bentuk, dan distribusi muatan
listrik dari senyawa merupakan faktor yang penting.

Senyawa turunan gliserin dan sulfonat alifatik merupakan contoh dari senyawa yang
dapat berperan dengan cara ini. Penggunaan inhibitor ini pada sistem pendingin
biasanya dibatasi dengan sifat biodegradabilty dan toxicity mereka pada ikan. Senyawa
ini dapat membentuk film yang berminyak dan tebal yang akan memperparah hambatan
perpindahan panas.
Silikat. Untuk waktu yang lama, silikat telah digunakan untuk menghambat korosi pada fasa larutan,

terkhusus pada sistem air potable. Mungkin karena sifat kimianya yang rumit, mekanisme inhibisi

mereka belum dapat ditentukan secara pasti. Senyawa ini merupakan senyawa non-oksidator dan

membutuhkan oksigen untuk menghambat korosi, sehingga senyawa ini bukan merupakan golongan

pasivator pandahangan klasik. Meski mereka tidak membentuk endapan yang dapat dilihat pada

permukaan logam, mereka menghambat laju korosi dengan mekanisme adsorpsi. Hal ini dipandang

sebagai hasil interaksi antara silika dan produk korosi besi. Akan tetapi, penelitian baru-baru ini

menunjukkan bahwa interaksi ini tidak penting. Silikat menghambat laju korosi dengan tahap yang

lambat, di dalam beberap kasus, dua hingga tiga minggu dibutuhkan untuk memperoleh perlindungan

secara penuh
Dari pengendapan kalsium karbonat meningkat pada pH dan alkanilitas yang tinggi
sehingga laju korosi berkuran sedikit seiring peningkatan pH di dalam rentang 4-10.
Pada pH di atas 10, pasivasi besi menigkat.

Laju korosi terhadap temperatur pada konsentrasi oksigen tertentu di sebabkan


difusi oksigen yang cepat terjadi pada temperatur yang lebih tinggi.
Pertimbangan Praktik

Kesuksesan dari program inhibitor korosi dipengaruhi oleh faktor berikut ini:

• Karakterisitik Air. Kalsium, alkalinitas, pH air merupakan faktor penting.

• Pertimbangan Desain. Kecepatan air yang rendah, yang terjadi pada bagian sisi shell
pendingin, meningkatkan deposisi. Faktor ini harus dipertimbangkan di dalam desain sistem.

• Pengendalian Mikrobiologi. Sebuah program pengendalian mikrobiologi yang efektif


dibutuhkan untuk mencegah permasalahan fouling yang parah. Fouling yang disebabkan
pertumbuhan biologi yang tak terkendali dapat berkontribusi pada laju korosi dengan satu
atau lebih mekanisme.
• Pengendalian Sistem. Bahkan teknologi treatment terbaik yang ada akan gagal
tanpa adanya level kontrol yang logis. Oleh karena itu, pertimbangan yang hati-
hati harus diberikan pada keakuratan pengendalian sistem berupa pH, kadar
inhibitor, dan karakteristik air lainnya yang dijaga.

• Pretreatment. Grease dan/atau produk korosi dari program treatment proses


sebelumnya harus dibersihkan dan sistem harus ditangani dengan kadar inhibitor
yang baik sebelum operasi normal.
• Kontaminasi. Kontaminasi dapat juga menjadi masalah. Sulfida, amonia, dan
hidrokarbon merupakan kontaminan paling berbahaya. Sulfida bersifat korosif pada
baja atau paduan logam tembaga. Amonia bersifat korosif pada material admiral dan
mendukung pertumbuhan biologi. Hidrokarbon mendukung fouling dan pertumbuhan
biologi.

• Dalam menentukan kadar treatment, data kelarutan merupakan hal penting. Langlier
Saturation Index, yang menentukan kelarutan kalsium karbonat, umumnya digunakan.
Data kelarutan kalsium ortofosfat dan seng ortofosfat dibutuhkan jika treatment
mengandung fosfat dan seng.
Monitoring

Setiap sistem air pendingin harus mencakup sebuah metode monitoring korosi di
dalam sistem. Peralatan yang umumnya digunakan untuk tujuan ini meliputi

kupon korosi, instantaneous corrosion rate meters, dan permukaan yang menerima
panas seperti pengujian pada alat penukar panas. Data yang diperoleh dari
peralatan ini dapat digunakan untuk mengoptimalkan program treatment inhibitor
untuk menjaga peralatan pabrik berada pada kondisi terbaik.
Kupon Korosi. Preweighed metal coupon masih digunakan sebagai metode yang
dapat diandalkan untuk memonitoring korosi pada sistem pendingin. Kehilangan
berat kupon memberikan pengukuran kuantitatif dari laju korosi, dan penampilan
visual dari kupon memberikan pengujian dari tipe korosi dan jumlah deposisi pada
sistem.
Kupon harus dipasang dengan baik di dalam sebuah rak bypass kupon dengan
aliran air yang kontiniu dan diatur melewati kupon. Metalurgi material harus sesuai
dengan sistem. Kekurangan dari penggunaan kupon adalah tidak adanya
perpindahan  panas pada kupon sehingga temperatur kupon lebih rendah
dibandingkan temperatur aktual tube alat penukar panas. Metode ini hanya
memperoleh sebuah laju korosi rata-rata.
Corrosion Rate Meter. Peralatan monitoring korosi tambahan telah dikembangkan
oleh berbagai pembuat instrumen dan perusahaan water treatment. Instantaneous
corrosion rate meter dapat mengukur laju  korosi pada titik manapun pada suatu
waktu.

Metode pengukuran dibagi dua kategori umum: hambatan listrik dan polarisasi
linear. Dengan teknik ini, pengukuran laju korosi dibuat menjadi cepat tanpa
memisahkan alat pendeteksi.
Metode hambatan listrik berdasarkan pada pengukuran dari peningkatan hambatan
listrik dari elektroda tes seiring dia mengalami penipisan akibat korosi. Metode ini
diinginkan karena probe dapat dipasang baik pada aliran cair maupun tidak. Akan tetapi.

Metode berdasarkan polarisasi linear pada penggunaan potensial rendah memberikan


laju data korosif instan yang dapat dibaca langsung dari alat ukur did alam satuan laju
korosi (mils per year). Sistem yang mengguankan dua atau tiga elektroda telah tersedia.
Metode ini memberikan performa yang maksimum, sederhana, dan dapat diandalkan.
Corrosion rate meter dapat digunakan untuk menguji perubahan pada laju korosi
sebagai fungsi waktu. Mereka mampu merespon perubahan tiba-tiba pada kondisi
sistem, seperti tumpahnya asam, kadar klorin, dan kadar treatment inhibitor.
Dipasangkan dengan alat ukur perekam, mereka merupakan alat ukur yang luar
biasa didalam mendiagnosis penyebab korosi atau mengoptimalkan program
treatment.
Alat Penukar Panas Uji Coba. Alat penukar panas coba merupakan alat penukar
panas berukuran kecil yang dapat diatur untuk menyimulasikan kondisi operasi di
dalam parbrik. Mereka cara yang menyenangkan untuk mengevaluasi
kecenderungan korosi dan fouling pada permukaan perpindahan panas dan
mengukur perubahan pada perubahan efisiensi perpindahan panas. Sebuah desain
tipikal menggunakan air pendingin pada sisi tube dan condensing steam sebagai
sumber panas pada sisi shell. 

Anda mungkin juga menyukai