Dosen Pengampu:
Al-Ustadz Abdul Wahid, M.Ag.
Oleh:
442023611088 / Fayshal Karan Athilla
422021611008 / Akhmad Furqon Mubarok
.
KELAS AI
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
TAHUN 2023 – 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Al-Ustadz Abdul Wahid,
M.Ag. sebagai dosen pengampu mata kuliah Worldview Islam Syari’ah yang
telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
2
DAFTAR ISI
Hlm
COVER…………………………………………………………………… 1
KATA PENGANTAR……………………………………………………. 2
BAB I: PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 4
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 4
1.4 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 5
BAB II: PEMBAHASAN 6
2.1 Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam……….................................... 6
2.2 Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam....….…………………................. 8
2.3 Ijma’ Sebagai Sumber Hukum Islam ….……………………………….. 10
2.4 Qiyas Sebagai Sumber Hukum Islam…………………………………... 12
BAB III: PENUTUP 16
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 16
3.2 Saran……………………………………………………………………. 16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 17
3
BAB I PENDAHULUAN
4
d. Bagaimana penerapan qiyas (analogi) dalam menanggapi
isu-isu kontemporer?
5
BAB II PEMBAHASAN
6
dari kata kerja qara'a yang memiliki arti membaca. Hal ini sejalan dengan pendapat
Subhi Al-Salih bahwa al- Qur’an itu artinya “bacaan”, asal kata “qara‟a”. Kata al-
Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf‟ul yaitu maqru‟ (dibaca)
(Soenarjo,dkk., 1971).
7
suci, tetapi tidak dikebiri. Manusia harus berbakti kepada Allah ta‟ala, tetapi
tidaklah menjadi rahib atau pertapa. Manuasia harus berendah hati, tetapi jangan
melupakan harga diri. Manusia dapat menggunakan hal-haknya, tanpa mengganggu
hak-hak orang lain. Manusia diwajibkan mendakwahkan agama dengan jalan
hikmah dan kebijaksanaan.
Demikian hal di atas merupakan sekedar contoh ajaran-ajaran Islam yang
termuat dalam al-Qur’an. Kesemuanya diatur dalam ayatayat al-Qur’an secara rinci
dan jelas. Untuk itu hendaklah umat Islam berusaha untuk memahaminya. Al-
Qur’an menjadi petunjuk bagi manusia yang bertakwa, yaitu mereka yang
memelihara diri dari siksaan Allah ta‟ala dengan mengikuti segala perintah-Nya,
serta menjauhi segala larangan-Nya.
8
B. Hadist Sebagai Sumber Hukum
Hadits atau Sunnah merupakan sumber hukum Islam kedua memiliki
peranan yang penting setelah al-Qur’an. Hadits merinci keumuman paparan
ayatayat al-Qur’an, karena al-Qur’an sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat
Islam
diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih
lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan. Hadits juga berfungsi antara lain
menjadi penjelas terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang belum jelas atau menjadi
penentu hukum yang tidak ada dalam al-Qur’an. Adapun al-Sunnah dibagi dalam
empat macam, yakni:
C. Fungsi Hadits
Hadits sebagai salah satu sumber hukum Islam memiliki fungsi sebagai
berikut:
1. Menegaskan atau menjelaskan lebih jauh ketentuan yang dijelaskan
dalam al-Qur’an. Contohnya dalam al-Qur’an menjelaskan ayat
berkaitan dengan shalat tetapi tata cara dalam pelaksanaanya
diuraikan dalam Sunnah.
2. Sebagai penjelas dari isi al-Qur’an. Dalam al-Qur’an manusia
diperintahkan oleh Allah mendirikan shalat. Namun tidak dijelaskan
tentang jumlah raka’at, cara pelaksanaannya, rukun, dan syarat
9
dalam mendirikan shalat. Maka fungsi Sunnah menjelaskan dan
memberikan contoh jumlah raka’at dalam setiap shalat, cara dan
rukun sampai pada syarat syah mendirikan shalat.
3. Menambahkan atau mengembangkan suatu yang tak ada atau masih
samar-samar mengenai ketentuannya dalam al-Qur’an. Misalnya
larangan Nabi untuk mengawini seorang perempuan dengan
bibinya.
Larangan sebagian itu tidak ada dalam al-Qur’an. Tetapi jika dilihat
hikmah dari larangannya jelas bahwa mencegah rusaknya bahkan
terputusnya hubungan silaturahim kerabat dekat yang merupakan
perbuatan tak disukai dalam agama Islam.
Pada prinsipnya posisi hadits terhadap al-Qur’an berfungsi sebagai
penjelas, penafsir, dan perinci terhadap hal-hal yang masih bersifat global. Namun
demikian, hadits juga bisa membentuk hukum tersendiri mengenai hal yang tidak
ada dalam al-Qur’an.
3 Syafi’ie, Drs. Zakaria. “IJMA SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Kajian tentang Kehujjahan Ijma'
dan
Pengingkarannya)” Journal of Islamic Studies, 1997, hlm. 29-33
10
3. Terjadi pada masa tertentu
Dengan demikian, ijma’ dipandang tidak sah, jika:
1. Ada yang tidak menyutujui
2. Hanya ada seorang mujtahid
3. Tidak ada kebulatan yang nyata
4. Sudah jelas terdapat dalam nash
11
Artinya: “Tidaklah berkumpul ummatku untuk melakukan kesalahan”
Jika ijma' itu diwujudkan, maka ia harus disandarkan kepada dalil. Dan bila
dalil yang menjadi sandaran itu qoth'i, maka hal yang mustahil menurut adat, jika
dalil itu disembunyikan. Karena bagi ummat Islam tidaklah tersembunyi bagi
mereka dalil syar'i yang qoth'i sampai mereka memerlukan kembali kepada
mujtahid. Dan jika ijma'nya adalah berupa dalil dzonni, tentu mustahil menurut
adat (kebiasaan).
Ijma', karena dalil dzonni tidak bisa tidak, tentu menjadi objek
pertentangan. Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan: “Siapa yang mengaku adanya
ijma', dia itu adalah pendusta” (Khalaf, 1994 : 70-71).
4 Muslimin, E. “QIYAS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM” Journal of Islamic Studies, 2019, hlm.
244-
249
12
Sedang mengenai definisinya menurut ulama ushul fiqh, qiyas berarti
menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada nashnya kepada kejadian lain yang
ada nashnya, dalam hukum yang telah ditetapkan oleh nash karena adanya
kesamaan dua kejadian itu dalam illat hukumnya (Abdul Wahab Khallaf, 2002:
74). Para ulama Hanabilah berpendapat bahwa illat merupakan suatu sifat yang
berfungsi sebagai pengenal suatu hukum. Sifat pengenal dalam rumusan definisi
tersebut menurut mereka sebagai suatu tanda atau indikasi keberadaan suatu
hukum. Misalnya, khamer itu diharamkan karena ada sifat memabukkan yang
terdapat dalam khamer.
13
yang tidak terlihat kesamaan illat diantara keduanya, bahkan menerapkan qiyas
sebagai pembatas keumuman alQur’an dan hadits.
C. Rukun Qiyas
1. Ashl, menurut ahli ushul fiqh, merupakan obyek yang telah
ditetapkan hukumnya oleh ayat al-Qur‟an, hadits Rasulullah atau
Ijma‟.
2. Far’u (cabang), adalah sesuatu yang tidak ada nashnya menurut
Muhammad Abu Zahrah seperti wisky dalam kasus diatas.
3. Hukum Ashl, hukum syara’ yang ditetapkan oleh suatu nash atau
ijma‟ yang akan diberlakukan kepada far’u
4. Illat, suatu sifat yang menjadi motif dalam menentukan hukum
D. Syarat Qiyas
1. Hendaklah hukum asalnya tidak berubah-ubah atau belum
dinasakhkan artinya hukum yang tetap berlaku
2. Asal serta hukumnya sudah ada ketentuannya menurut agama
artinya sudah ada menurut ketegasan al-Qur‟an dan hadits.
3. Hendaklah hukum yang berlaku pada asal berlaku pula pada qiyas,
artinya hukum asal itu dapat diberlakukan pada qiyas.
4. Tidak boleh hukum furu‟ (cabang) terdahulu dari hukum asal,
karena untuk menetapkan hukum berdasarkan kepada illatnya
(sebab).
5. Hendaklah sama illat yang ada pada furu‟ dengan illat yang ada
pada asal.
6. Hukum yang ada pada furu‟ hendaklah sama dengan hukum yang
pada asal. Artinya tidak boleh hukum furu‟ menyalahi hukum asal.
14
7. Tiap-tiap ada illat ada hukum dan tidak ada illat tidak ada hukum,
artinya illat itu selalu ada.
8. Tidak boleh illat itu bertentangan menurut ketentuan-ketentuan
agama, artinya tidak boleh menyalahi kitab dan sunnah.
E. Macam-Macam Qiyas
Qiyas dapat dibagi menjadi beberapa segi dalam hal ini dapat dibagi tiga
yaitu sebagai berikut:
1. Qiyas Awlawi, qiyas yang berlakunya hukum pada furu‟ lebih kuat
dari pemberlakuan hukum pada ashal karena kekuatan illat pada
furu‟. Sebagai contoh meng-qiyas-kan keharaman memukul orang
tua kepada ucapan “uf” (berkata kasar) terhadap orang tua dengan
illat menyakiti. Ditegaskan Allah dalam firman-Nya:
15
tindakantindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang
besar.” Baik membakar harta anak yatim atau memakannya secara
tidak patut adalah sama-sama merusak harta anak yatim.
3. Qiyas Adwan, qiyas yang berlakunya hukum pada furu‟ lebih lemah
dibandingkan dengan berlakunya hukum pada ashal meskipun qiyas
tersebut memenuhi persyaratan. Umpamanya meng-qiyas-kan apel
kepada gandum dalam menetapkan berlakunya riba bila
dipertukarkan dengan barang yang sejenis. Illatnya bahwa ia adalah
makanan. Memberlakukan hukum riba pada apel lebih rendah
daripada berlakunya hukum riba pada gandum karena illatnya lebih
kuat.
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kesimpulan dari pembahasan mengenai sumber hukum Islam menunjukkan
kompleksitas dan kedalaman dalam konstruksi hukum Islam yang mencakup
AlQur'an, Hadis, Ijma', dan Qiyas. Al-Qur'an, sebagai sumber utama, memberikan
panduan utama bagi umat Muslim, sementara Hadis memberikan konteks dan
interpretasi lebih lanjut. Kesepakatan umat Islam (Ijma') dan analogi (Qiyas)
memperkaya kerangka hukum Islam dengan respons fleksibel terhadap isu-isu
baru. Mazhab-mazhab hukum memberikan kerangka interpretatif yang beragam,
mencerminkan adanya pluralitas dalam pandangan hukum Islam. Sejarah sumber
hukum Islam mencerminkan adaptabilitasnya terhadap perubahan zaman, dan
ijtihad sebagai upaya pemikiran kritis terus memainkan peran penting. Dalam
keseluruhan, sumber-sumber hukum Islam bukan hanya mengatur aspek hukum,
16
tetapi juga mencerminkan nilai-nilai, etika, dan moralitas Islam yang mendalam,
menciptakan landasan hukum yang holistik bagi umat Muslim.
3.2 SARAN
1. Perdalam pemahaman tentang metode ijtihad dalam konteks perkembangan
hukum Islam kontemporer.
2. Telusuri perbandingan antara hukum Islam dan hukum positif dalam hal
hak asasi manusia.
3. Kaji prinsip-prinsip hukuman dalam hukum pidana Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Karim
Ridwan M, Umar M.H, Ghafar A. “SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM DAN
IMPLEMENTASINYA (Kajian Deskriptif Kualitatif Tentang Al-Qur’an,
Sunnah, dan Ijma’)” Journal of Islamic Studies, 2021
17
18