Dosen Pengampu;
Dr. Muhammad Faisal Azmi, S.H., M.A.
Oleh:
SAFIRA HANUM
NIM : 220101052
UNIT: 4
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SAMUDRA LANGSA
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan
rahmatnya dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang
berarti sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada bapak Dr. Muhammad Faisal Azmi,
S.H., M.A. sebagai dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama yang telah
membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Safira Hanum
2
DAFTAR ISI
Hlm
COVER…………………………………………………………………………………………… 1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….. 2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………… 3
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………… 4
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………… 5
1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………………................................ 5
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Syariat……………………………………………………………………………………… 6
2.2 Fiqih………………………………………………………………………………………… 9
2.3 Tujuan Allah SWT menurunkannya……………………………………………. 13
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………............................ 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Tetapi ini juga tidak berarti bahwa hukum Islam sama sekali berbeda
dengan Syariah dan Fiqh. Yang dapat dikatakan adalah bahwa konsep hukum
Islam mencakup konsep syariah dan fiqh, karena hukum Islam yang dipahami
di Indonesia kadang-kadang dalam bentuk syariah dan kadang-kadang dalam
bentuk fiqh, jadi jika seseorang mengatakan hukum Islam, seseorang harus
terlebih dahulu mengatakannya. mencari kepastian apa yang dia maksud,
apakah itu dalam bentuk Syariah atau tidak, dalam bentuk fikih.
4
1.2Rumusan Masalah
a) Apa pengertian dari Syariat dan Fiqih?, Jelaskan secara bahasa dan istilah
bersamaan dengan dalilnya.
b) Apa Tujuan dan fungsinya bagi umat islam?
1.3Tujuan Penulisan
a) Untuk mengetahui tentang Syariat dan Fiqih.
b) Untuk memahami tentang tujuan dan fungsinya bagi umat islam.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Syariah
6
Diperjelas oleh pendapat Manna’ al-Qhaththan, bahwa syarî’at berarti
“segala ketentuan Allah yang disyariatkan bagi hamba-hamba-Nya, baik
menyangkut akidah,ibadah, akhlak, maupun muamalah”. 3Ulama-ulama
Islam juga mendefinisikan Syariat sebagaimana dikutip dalam buku
Pengantar dan Sejarah Hukum Islam berikut:“Syariat ialah apa (hukum-
hukum) yang diadakan oleh Tuhan untuk hamba-hamba-Nya, yang dibawa
oleh salah seorang Nabi-Nya s.a.w, baik hukum-hukum tersebut
berhubungan dengan cara mengadakan perbuatan yaitu yang disebut
sebagai hukum-hukum cabang dan amalan, dan untuknya maka
dihimpunlah ilmu fiqih; atau berhubungan dengan cara mengadakan
kepercayaan (i’tiqâd), yaitu yang disebut hukum-hukum pokok dan
kepercayaan, dan untuknya maka dihimpunlah ilmu kalam.Syariat (syarâ’)
disebut juga agama ُ اَال ِّديْن اَ ْل ِملَّةad-dîn dan almillah).
3
Manna’ Khalil al-Qhattan, At-Tasyri’ wa al-Fiqh fi al-Islam: Tarikhan wa Manhajan, (ttt:
Maktabah Wahbah, 1976), hlm. 9.
7
Syariah pada mulanya diartikan dengan agama, namun kemudian lebih
dispesifikkan untuk hukum amaliah saja. Pengkhususan makna syariah
dimaksudkan untuk memberikan pemahaman bahwa sejatinya Agama
hanya satu dan cakupannya lebih luas(universal), sedangkan Syariah dapat
berbeda-beda antar satu umat dengan umat lainnya. Syariat merupakan
norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, dan kemudian wajib diikuti
oleh umat Islam berdasar keyakinan dan disertai akhlak, baik dalam
hubungannya dengan Allah ( َح ْب ٌل ِمنَ هَّللا/ hablun min Allâh), dengan sesama
manusia hablun min an-nâs, dan juga alam semesta hablun min al=‘âlam).
Syariat sebagai norma hukum yang disyariatkan oleh Allah ini kemudian
diperinci oleh Muhammad, sehingga selain terdapat di dalam al-Quran,
syariat juga terdapat dalam as-Sunnah (qauliyyah, fi’liyyah, dan
taqrîriyyah). Hadits Nabi juga menjelaskan bahwa “Umat Islam tidak akan
pernah tersesat dalam perjalanan hidupnya di dunia ini selama mereka
berpegang teguh atau berpedoman kepada al-Quran dan sunah
Rasulullah”.Posisi syariat adalah sebagai pedoman dan tolok ukur
bagaimana
manusia dapat hidup di jalan yang benar atau tidak. Selama di dalam hidup
tetap berpatokan kepada ketentuan al-Quran dan Hadits Nabi maka
hidupnya akan menjadi terarah.
8
sesama muslim, berhubungan dengan saudaranya sesama manusia,
berhubungan dengan alam semesta, dan berhubungan dengan kehidupan.
2.2 Fiqih
9
Secara ringkas fiqih adalah dugaan kuat yang dicapai oleh seorang
mujtahid dalam usahanya menemukan hukum Tuhan. 4 Fiqih memiliki
keterkaitan dengan hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang
bersumberkan kepada dalil-dalil terperinci. Hukumhukum
4
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997), hlm. 7-9.
10
2. Syariat bersifat fundamental serta memiliki cakupan ruang
lingkup yang lebih luas, meliputi juga akhlak dan akidah.Sedang fikih
hanya bersifat instrumental, terbatas pada
12
2.3 Tujuan
Dari segi bahasa maqasid al-syari’ah berarti maksud atau tujuan
disyari’atkan hukum Islam. Karena itu, yang menjadi bahasan utama di
dalamnya adalah mengenai masalah hikmah dan ‘illat ditetapkannya
hukum. Kajian tentang tujuan ditetapkannya hukum dalam Islam
merupakan kajian yang menarik dalam bidang usul fiqh. Dalam
perkembangan berikutnya, kajian ini merupakan kajian utama dalam
filsafat hukum Islam. Sehingga dapat dikatakan bahwa istilah maqasid al-
syari’ah identik dengan istilah filsafat hukum Islam. Istilah yang disebut
terakhir ini melibatkan pertanyaan-pertanyaan kritis tentang tujuan
ditetapkan suatu hukum.
13
Yang dimaksud dengan memelihara kelompok daruriyyat adalah
memelihara kebutuhan-kebutuhan yang bersifat esensial bagi
kehidupan manusia. Kebutuhan yang esesnsial itu adalah memelihara
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, dalam batas jangan sampai
eksistensi kelima pokok itu terancam. Tidak terpenuhinya atau tidak
terpeliharanya kebutuhan-kebutuhan itu akan berakibat terancamnya
eksistensi kelima pokok di atas. Berbeda dengan kelompok daruriyyat,
kebutuhan dalam kelompok hajiyyat, tidak termasuk kebutuhan yang
esensial, melainkan kebutuhan yang dapat menghindarkan manusia
dari kesulitan hidupnya. Tidak terpeliharanyaa kelompok ini tidak
mengancam eksistensi kelima pokok di atas, tetapi hanya akan
menimbulkan kesulitan bagi mukallaf. Kelompok ini erat kaitannya
dengan rukhsah atau keringanan dalam ilmu fiqh. Sedangkan
kebutuhan dalam kelompok tahsiniyyat adalah kebutuhan yang
menunjang peningkatan martabat seseorang dalam masyarakat dan di
hadapan Tuhannya, sesuai dengan kepatutan.
5
Rahmat Rosyadi, Formalisasi Syariat Islam dalam Tata Perspektif Tata Hukum Indonesia,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 46.
14
1. Memelihara Agama (Hifz al-Din)
Menjaga dan memelihara agama, berdasarkan kepentingannya, dapat
dibedakan menjadi tiga peringkat:
15
Kalau kebutuhan pokok ini diabaikan, maka akan berakibat
terancamnya eksistensi jiwa manusia.
1. Jika perbenturan itu terjadi dalam urutan yang berbeda dari lima
pokok ke-maslahat-an tersebut, maka skala prioritas didasarkan pada
urutan yang sudah baku, yakni agama harus didahulukan daripada jiwa,
dan jiwa harus didahulukan daripada akal, dan begitu seterusnya.
Dengan kata lain urutan kelima pokok ke-maslahat-an itu sudah
18
dianggap baku dan mempunyai pengaruh atau akibat tersendiri.
Agaknya pembakuan urutan itu hanya didasarkan pada penelitian yang
dikemukakan oleh pencetus teori ini. Namun, apabila dicermati,
diantara kelima unsur itu maka memelihara jiwa itu merupakan unsur
yang sentral dalam kaitannya dengan ke-maslahat-an yang bersifat
duniawi. Karena itu dalam kasus tertentu memelihara jiwa dapat
didahulukan dari pada memelihara keyakinan. Itulah yang dikehendaki
oleh firman Allah dalam surat al-Nahl/16: 106. Contohnya:
BAB III
19
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Hubungan antara syariah dan fiqh sangat erat dan tidak dapat
dipisahkan. Syariah adalah asal usul atau dasar fiqh, sedangkan fiqh
adalah pengertian syariah. Penggunaan kedua istilah ini sering
dibingungkan, artinya ketika seseorang menggunakan istilah syariah
terkadang berarti fiqh, dan sebaliknya ketika seseorang menggunakan
istilah fiqh terkadang berarti syariah. Hanya saja kemungkinan yang
terakhir ini jarang terjadi. Meskipun Syariah dan Fiqh tidak dapat
dipisahkan, namun keduanya berbeda. Syariah didefinisikan dengan
istilah atau aturan yang ditetapkan oleh Allah mengenai perilaku manusia
di dunia untuk menjalani kehidupan yang baik di dunia dan akhirat.
Ketentuan syariat terbatas pada kalam Allah dan penjelasannya melalui
sabda Nabi.
20