Anda di halaman 1dari 10

HAKIKAT HUKUM ISLAM

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas filsafat hukum islam


Oleh : kelompok 4

Ahmad Rifqi Fahrurrozi


Muhammad Edil Saputra

Dosen pengampu: Abdul Rahman Sahrani S.E.,M.i

PRODI HUKUM EKONIMI SYARIAH


JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI BISNIS ISLAM
STAIN MAJENE
2023
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puja dan puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas kehadirat-Nya yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang (). Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok kami dengan mata
kuliah Filsafat hukum islam

Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada bapak Ustadz Abdul Rahman
Sahrani S. E.,M.i selaku dosen Filsafat hukum islam dan semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan tepat pada
waktunya.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan senang hati kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................................1

C. Tujuan Masalah..........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................2

A. Pengertian syariah, fikih dan hukum Islam................................................................2

B. Pandangan pemikir muslim kontemporer tentang hakikat hukum islam...................4

C. Ruang Lingkup Hukum Islam.................................................................................... 5

BAB III ........................................................................................................................6

A. Kesimpulan................................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................7

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak bisa melepaskan diri dari aktivitas-aktivitas yang
bernuansa hukum. Selama kita melakukan suatu aktivitas, kita berarti melakukan tindakan
hukum. Permasalahannya adalah, tidak banyak orang yang menyadari bahwa dirinya telah
melakukan aktivitas hukum. Agar kita menyadari dan memahami bahwa kita telah melakukan
aktivitas hukum, maka kita harus memahami apa dan bagaimana sebenarnya hukum itu.
Setiap Muslim seharusnya (atau bisa dikatakan wajib) memahami hukum dan
permasalahannya, khususnya hukum Islam. Aktivitas seorang Muslim sehari-hari tidak bisa
lepas dari permasalahan hukum Islam, baik ketika dia melakukan ibadah kepada Allah atau
ketika dia melakukan hubungan sosial (muamalah) di tengah-tengah masyarakat.

Untuk melaksanakan hukum Islam diperlukan pemahaman yang benar terhadap hukum
Islam. Ada beberapa istilah penting yang bisa digunakan untuk memahami pengertian hukum
Islam. Istilah-istilah tersebut adalah syariah, fikih, dan hukum Islam sendiri. Ketiga istilah ini
sering dipahami secara tidak tepat sehingga kadang ketiganya saling tertukar. Untuk itu, perlu
dijelaskan dulu masing-masing dari ketiga istilah tersebut dan hubungan antara ketiganya

B. Rumusan Masalah :

a. Apa Pengertian syariah, fikih dan hukum islam?

b. Apa Pandangan pemikir muslim kontemporer tentang hakikat hukum islam?

C. Tujuan Masalah :

a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan syariah, fikih dan Hukum islam

b. Untuk mengetahui apa Pandangan pemikir muslim kontemporer tentang hakikat hukum
islam

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Syariah, Fikih, dan Hukum Islam

a. Syariah

Secara etimology syariah berasal dari bahasa arab syara’a, yasyra’u, syar’atan yang berarti
jalan ke tempat air.1 Kata ini kemudian dikonotasikan oleh bangsa arab dengan jalan yang
lurus yang harus dituntut. Sedangkan menurut terminologi syariat berarti jalan yang
ditetapkan tuhan yang membuat manusia harus mengarahkan hidupnya untuk mewujudkan
kehendak tuhan agar hidupnya bahagia di dunia dan akhirat. Makna ini meliputi seluruh
panduan allah kepada hambaNya.2 Para rasul menyampaikan kepada umatnya agar
diamalkan di dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bentuk aqidah, akhlak, muamalat,dsb.
Ringkasnya, syariat islam merupakan keseluruhan ajaran islam yang bersumber dari wahyu
Allah SWT.3

Dengan demikian syariat merupakan dasar-dasar hukum islam yang bersifat umum yang
dapat dijadikan pedoman manusia dalam setiap aspek kehidupannya.

Syariat sangat terkait erat dengan istilah al-din (agama ) yang merupakan petunjuk yang
diturunkan Allah sebagai pedoman bagi manusia untuk beribadah kepadaNya. Al-din
diberikan Allah kepada manusia hanya satu sejak dari nabi Adam AS hingga nabi
Muhammad SAW.

Syariat merupakan manhaj atau metode dalam pelaksanaan al-din, jadi syariat merupakan
implementasi dari al-din. Syariat merupakan ketentuan yang terkait dengan pengaturan
perilaku manusia yang bervariatif sesuai dengan masa pengangkatan seorang Rasul. Syariat
yang datang kemudian boleh jadi merupakan konfirmasi, koreksi terhadap syariat
sebelumnya, sementara al-din merupakan dasar yang kebal terhadap perubahan meskipun ada
Rasul yang datang belakangan.4

Setiap umat yang mempercayai seorang Rasul terikat dengan manhaj yang dibawakan oleh
Rasul tersebut. Umat nabi Musa terikat dengan syariat nabi Musa, umat nabi Isa terikat
dengan syariat nabi Isa dan umat nabi Muhammad terikat dengan syariat nabi Muhammad.

1
Faisal ananda arfa, Filsafat Hukum Islam ( Jakarta, cipta Pustaka, 2007 ) hal 9
2
Faisal ananda arfa, Filsafat Hukum Islam ( Jakarta, cipta Pustaka, 2007 ) hal 9
3
Faisal ananda arfa, Filsafat Hukum Islam ( Jakarta, cipta Pustaka, 2007 ) hal 9
4
Faisal ananda arfa, Filsafat Hukum Islam ( Jakarta, cipta Pustaka, 2007 ) hal 10

v
b. Fikih

Secara bahasa kata fikih bermakna fahm al-asysya’ al-daqiqah (paham yang mendalam ) ,
mengetahui, paham, terhadap pembicaraan orang lain. Atau mengetahui sesuatu dan
memahaminya dengan baik. Sedangkan menurut istilah ialah hasil penjabaran praktis tentang
hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf yang diambil dari dalil-dalil
terperinci. Fikih sering disebut juga dengan jurisprudensi ( salah satu sumber hukum ).5

Dari definisi itu dapat diketahui bahwa fikih bukanlah hukum syara’ itu sendiri tetapi ia
merupakan interprestasi terhadap hukum syara tersebut yang terkait dengan situasi dan
kondisi yang melingkupinya, maka fikih senantiasa berubah seiring perubahan waktu dan
tempat.6

Bila hukum termaktub di dalam syariat bersifat qat’i maka hukum yang keluar dari hasil
pemahaman manusia yang disebut dengan fikih tersebut dianggap bersifat zhanni (ijtihadi)
yang artinya benar atau salahnya bersifat relatif. Konsekuensinya , seorang mujtahid tidak
dapat mengklaim bahwa pendapatnya merupakan kebenaran mutlak sedangkan pendapat
orang lain salah. Kebenaran sesungguhnya merupakan otoritas dari Allah SWT. Tidak ada
seorang pun yang dapat mengakses kebenaran tersebut sehingga kebenaran yang ada pada
pemikiran manusia bersifat relatif. Meskipun kelihatannya ada perbedaan pendapat antara
dua ahli hukum atau mazhab islam, keduanya harus dipandang sama dalam kedudukannya
sebagai pemikiran manusia.

Atmosfir seperti ini tetap terjaga di dalam tradisi khazanah keilmuan islam. Para ulama
mazhab saling menghormati pendapat masing-masing bersifat tasamuh. Hal ini
dimungkinkan karena adanya hadist yang memberikan apresiasi terhadap kerja keras mereka
di dalam menarik kesimpulan dari kedua sumber ajaran tersebut. Tidak menjadi persoalan
apakah kesimpulan mereka itu tepat atau tidak yang jelas keduanya mendapat reward atau
pahala dari Tuhan. Disini penghargaan terhadap hasl pemikiran manusia mendapat tempat
yang utama di dalam ajaran islam. Oleh karena itu setiap usaha untuk mematikan kreatifitas
dan dinamisasi pemikiran manusia bertentangan dengan ruh islam.7

c. Hukum Islam

Hukum islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul
tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk
semua umat yang beragama islam. Istilah hukum islam sebenarnya tidak ada ditemukan sama
sekali di dalam Alquran dan Sunnah dan Literatur hukum islam. Yang ada hanyalah syari’ah,
fikih, hukum allah dan yang seakar dengannya. Yang dimaksud hukum islam itu adalah
keseluruhan bangunan dari peraturan dalam agama islam baik lewat syari’ah, fikih dan
pengembangannya seperti fatwa, qanun, siyasah, dan lain-lain.8

5
Faisal ananda arfa, Filsafat Hukum Islam ( Jakarta, cipta Pustaka, 2007 ) hal 10
6
Faisal ananda arfa, Filsafat Hukum Islam ( Jakarta, cipta Pustaka, 2007 ) hal 10
7
Faisal ananda arfa, Filsafat Hukum Islam ( Jakarta, cipta Pustaka, 2007 ) hal 11

vi
Sebutan hukum islam adalah terminology baru dalam khazanah keilmuan islam. Sebutan
yang lazim digunakan di kalangan umat islam itu adalah istilah al-syariah, al- hukm,al-syari
dan al-fiqh.9 Diperkirakan sebutan hukum islam mulai dipergunakan setelah umat islam
mengalami kontak kedua dengan dunia barat, pada saat itu system social mereka telah lebih
maju penataannya termaksud didalam aspek hukum. 10Kemajuan yang dialami barat ini
kemudian mendorong umat islam untuk menyebut hukumnya dengan hukum islam untuk
membedakannya secara jelas dengan perkembangan hukum yang ada di barat. Penyebutan itu
juga di dorong semangat pembaharuan di kalangan umat islam yang menyadari
keterbelakangan hukumnya, dengan hukum islam untuk membedakan secara jelas dengan
perkembangan hukum di barat. Penyebutan itu juga di dorong semangat pembaharuannya dan
berupaya melakukan penafsiran ulang dengan perkembangan zaman. 11

Dengan demikian, untuk memahami hakekat hukum islam mestilah dikembalikan kepada
peristilahan yang digunakan umat islam sejak awal dan melihat perkembangan
penggunaannya dalam sejarah12

Dari penjelasan diatas dapat dikenali bahwa yang dimaksud dengan hukum islam adalah
dengan merujuk kepada istilah al-syari’ah, al-hukum al syariah, al-fiqh. Disamping itu dalam
proses sejarah ditemukan istilah lain yaitu qonun, yaitu produk hukum islam yang telah di
legalisasi dalam perundang-undangan Negara. Bentuk hukum islam terakhir ini telah
memiliki kekuatan juridis formal sehingga memiliki kekuatan mengikat kepada masyarakat
untuk melaksanakannya.13

B. Pandangan Pemikir Muslim Kontemporer tentang Hakikat Hukum Islam

Pemikiran Islam kontemporer, secara morfologi kata pemikiran adalah kata jadian yang
berakar dari kata “pikir” yang berarti pendayagunaan akal untuk mempertimbangkan dan atau
memperhatikan.16 Kata kontenporer secara leksikal berarti pada masa atau semasa/sezaman
atau pada waktu yang sama.17

Menurut Harun Nasution, pandangan sempit dan tradisional tak dapat berjalan sejajar dengan
modernisme bahkan bertentangan. Harun Nasution adalah pemikir kontenporer yang
berusaha mensinergikan antara nilai-nilai ajaran Islam dengan pemikiran-pemikiran rasional,
khususnya pandangan para filosof Muslim yang memandang bahwa akal mempunyai peranan
yang sangat signifikan dalam mengaktualisasikan ajaran Islam yang terkandung di dalam Al
Qur’an. Akal dan wahyu, menurut Harun Nasution, tidak perlu dipertentangkan karena cukup
banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menganjurkan manusia untuk berfilsafat. Sehingga filsafat
merupakan suatu keharusan dalam Islam. Akal dan wahyu keduanya bersumber dari Tuhan.
Jadi, akal dan wahyu bagaikan saudara kembar yang saling membutuhkan. Wahyu
membutuhkan akal untuk memahami kebenaran yang terkandung di dalamnya. Demikian
pula akal membutuhkan wahyu sebagai kendali dari kesesatan berpikir.18
8
Faisal ananda arfa, Filsafat Hukum Islam ( Jakarta, cipta Pustaka, 2007 ) hal 14
9
Faisal ananda arfa, Filsafat Hukum Islam ( Jakarta, cipta Pustaka, 2007 ) hal 15
10
Faisal ananda arfa, Filsafat Hukum Islam ( Jakarta, cipta Pustaka, 2007 ) hal 15

vii
C. Ruang Lingkup Hukum Islam

Ruang lingkup di sini berarti objek kajian hukum Islam atau bidang-bidang hukum yang
menjadi bagian dari hukum Islam. Ruang lingkup hukum Islam sangat berbeda dengan
hukum Barat yang membagi hukum menjadi hukum privat (hukum perdata) dan hukum
publik. Sama halnya dengan hukum adat di Indonesia, hukum Islam tidak membedakan
hukum privat dan hukum publik. Pembagian bidang-bidang kajian hukum Islam lebih dititik
beratkan pada bentuk aktivitas manusia dalam melakukan hubungan. Dengan melihat bentuk
hubungan ini, dapat diketahui bahwa ruang lingkup hukum Islam ada dua, yaitu hubungan
manusia dengan Tuhan (hablun minallah) dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablun
minannas). Bentuk hubungan yang pertama disebut ibadah dan bentuk hubungan yang kedua
disebut muamalah.

Dengan mendasarkan pada hukum-hukum yang terdapat dalam Alquran, ‘Abd al-Wahhab
Khallaf membagi hukum menjadi tiga, yaitu hukum-hukum i’tiqadiyyah (keimanan), hukum-
hukum khuluqiyyah (akhlak), dan hukum-hukum ‘amaliyyah (aktivitas baik ucapan maupun
perbuatan). Hukum-hukum ‘amaliyyah inilah yang identik dengan hukum Islam yang
dimaksud di sini. Khallaf membagi hukum-hukum ‘amaliyyah menjadi dua, yaitu hukum-
hukum ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hukum-hukum
muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (Khallaf, 1978: 32)

Hakikat ibadah menurut para ahli adalah ketundukan jiwa yang timbul karena hati merasakan
cinta akan yang disembah (Tuhan) dan merasakan keagungan-Nya, karena meyakini bahwa
dalam alam ini ada kekuasaan yang hakikatnya tidak diketahui oleh akal (Ash Shiddieqy,
1985: 8). Karena ibadah merupakan perintah Allah dan sekaligus hak-Nya, maka ibadah yang
dilakukan oleh manusia harus mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh Allah. Allah
mensyaratkan ibadah harus dilakukan dengan ikhlas (QS. al-Zumar [39]: 11) dan harus
dilakukan secara sah sesuai dengan petunjuk syara’ (QS. al-Kahfi [18]: 110). Dalam masalah
ibadah berlaku ketentuan, tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi. Allah telah mengatur
ibadah dan diperjelas oleh Rasul-Nya ketetapan-ketetapan Allah dalam masalah muamalah
terbatas pada yang pokok-pokok saja. Penjelasan Nabi Saw., kalaupun ada, tidak terperinci
seperti halnya dalam bidang ibadah. Oleh karena itu, bidang muamalah terbuka sifatnya
untuk dikembangkan melalui ijtihad. Karena sifatnya yang terbuka tersebut, dalam bidang
muamalah berlaku asas umum, yakni pada dasarnya semua akad dan muamalah boleh
dilakukan, kecuali ada dalil yang membatalkan dan melarangnya (Ash Shiddieqy, 1985: 91).
Dari prinsip dasar ini dapat dipahami bahwa semua perbuatan yang termasuk dalam kategori
muamalah boleh saja dilakukan selama tidak ada ketentuan atau nash yang melarangnya.
Oleh karena itu, kaidah-kaidah dalam bidang muamalah dapat saja berubah seiring dengan
perubahan zaman, asal tidak bertentangan dengan ruh Islam. Dilihat dari segi
bagianbagiannya, ruang lingkup hukum Islam dalam bidang muamalah, menurut ‘Abd al-
Wahhab Khallaf (1978: 32-33), meliputi: 1) hukum-hukum masalah perorangan/ keluarga; 2)
hukum-hukum perdata; 3) hukum-hukum pidana; 4) hukum-hukum acara peradilan; 5)
hukum-hukum perundang-undangan; 6) hukum-hukum kenegaraan; dan 7) hukum-hukum
ekonomi dan harta

viii
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

Untuk melaksanakan hukum Islam diperlukan pemahaman yang benar terhadap hukum
Islam. Ada beberapa istilah penting yang bisa digunakan untuk memahami pengertian hukum
Islam. Istilah-istilah tersebut adalah syariah, fikih, dan hukum Islam sendiri. Ketiga istilah ini
sering dipahami secara tidak tepat sehingga kadang ketiganya saling tertukar.

Memahami hukum Islam secara utuh membutuhkan perhatian dan keseriusan khusus. Tidak
sedikit dari umat Islam yang tidak peduli dengan masalah ini, meskipun sebenarnya setiap
Muslim dituntut untuk memiliki pemahaman yang cukup tentang hukum Islam, minimal
untuk mendasarinya dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama. Apa yang diuraikan
di atas bukanlah dasar-dasar pokok untuk melaksanakan aturan- aturan hukum Islam, akan
tetapi hanyalah sebagai pengantar untuk dapat memahami hakikat hukum Islam. Karena itu,
dibutuhkan perhatian khusus untuk dapat mengungkap aturan-aturan hukum Islam yang lebih
rinci lagi.

ix
DAFTAR PUSTAKA

Faisal Ananda Arfa, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta, Cipta Pustaka, 2007)

Syamsuddin Arif, Orientalis & Diabolisme Pemikiran,(Jakarta: Gema Insani Press, 2008)
Mannan Buchori, Menyingkap Tabir Orientalisme, (Jakarta: Amzah, 2006)

Hanafi, Orientalisme Ditinjau Menurut Kacamata Agama ( Quran dan Hadits ), (Jakarta:
Pustaka al Husna, 1981)

Maryam Jamilah, Islam dan Orientalisme (terj.), (Jakarta: Grafindo, 1997)

Harun Nasution, Islam Rasional:Gagasan dan Pemikiran. Cetakan IV; Mizan, Bandung 1996
Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar bahasa Indonesia. Cet. V. (Jakarta: PT. Media Pustaka
Phoenix, 2010)

Anda mungkin juga menyukai