PERTEMUAN KE 6
Adapun fiqih secara bahasa bermakna faham. Sedangkan dalam istilah syar’i, maka
dapat diartikan sebagai pemahaman terhadap syariah. Namun perlu dipahami bahwa
pemahaman yang dimaksud bukanlah pemahaman semua orang, melainkan pemahaman dari
mujtahid melalui proses panjang dan melelahkan dengan mengerahkan segala kemampuan
serta keterampilan. Proses tersebut dikenal dengan ijtihad. Objek pembahasan fiqih telah
mengalami penyempitan hanya terbatas pada amaliyah saja. Inilah fiqih yang dikenal
sekarang.
Selanjutnya mengenai syariah. Syariah secara bahasa bermakna sumber air, jalan yang
lurus, hukum dan lain sebagainya. Sedangkan secara terminologi ulama, syariah bisa
diartikan sebagai agama Islam beserta semua ajaran-ajarannya yang Allah turunkan kepada
manusia melalui Nabi-Nya. Ajaran-ajaran tersebut meliputi i'tiqadiyah (tauhid), khuluqiyyah
(akhlak) dan amaliyah (aktivitas lahir) yang tertuang dalam Al Qur’an dan As. Sunnah.
Makna bahasa (etimologi) dan makna terminologi dari kata syariah memiliki korelasi.
Korelasi yang paling nampak adalah bahwa keduanya merupakan sumber kehidupan. Jika air
merupakan sumber kehidupan jasmani, maka syariah adalah sumber kehidupan rohani.
Dengan melihat pengertian fiqih dan syariah diatas, dapat simpulkan bahwa syariah
dengan fiqih itu berbeda. Sisi-sisi perbedaan tersebut dapat dihimpun dalam beberapa poin
sebagai berikut :
Syariah Tidak Akan Pernah Salah
Syariah tidak akan pernah salah, dikarenakan syariah merupakan sesuatu yang
langsung diturunkan oleh Allah SWT, itulah Al Qur’an dan As Sunnah. Dimana
keduanya adalah wahyu. Sedangkan fiqih mengandung kemungkinan benar dan salah.
Karena fiqih adalah pemahaman manusia terhadap syariah.
Maqashid al-syari'ah berasal dari dua kata, yaitu maqashid dan syari'ah. Maqashid
merupakan bentuk jama' dari maqshad yang berarti maksud dan tujuan, sedangkan syari'ah
mempunyai pengertian hukum-hukum Allah yang ditetapkan untuk manusia agar dipedomani
untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Maka dengan demikian,
maqashid al-syari'ah adalah kandungan nilai yang menjadi tujuan pensyariatan hukum atau
tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari suatu penetapan hukum. Tujuan dari manfaat hukum
tidak lain adalah untuk kepentingan manusia. Kajian mengenai teori maqashid al-syari'ah
dalam hukum Islam sangatlah penting. Urgensi itu didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut:
a. Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari wahyu Allah SWT dan diperuntukkan
bagi umat manusia. Oleh sebab itu, Hukum Islam akan selalu berhadapan dengan
perubahan sosial. Sehingga dalam posisi seperti itu, hukum Islam yang sumber utamanya
(Al-Qur'an dan sunnah) harus mampu beradaptasi dengan perubahan sosial. Namun bila
masih ditemukan ketidakcocokan maka perlu diadakan kajian terhadap berbagai elemen
hukum Islam, dan salah satu elemen yang terpenting adalah teori maqashid al-syari'ah.
b. Dilihat dari aspek historis, sesungguhnya perhatian terhadap maqashid al-syari'ah telah
dilakukan oleh Rasulullah SAW, para sahabat, dan generasi mujtahid sesudahnya.
c. Pengetahuan tentang maqashid al-syari'ah merupakan kunci keberhasilan mujtahid dalam
ijtihadnya, karena di atas landasan tujuan hukum tersebut setiap persoalan dalam
bermuamalah antar sesama manusia dapat diatur. Selain itu, Abdul Wahhab Khallaf
(1968:198), seorang pakar ushul fiqh, menyatakan bahwa nash-nash syari'ah itu tidak
dapat dipahami secara benar bila oleh seseorang belum mengetahui maqashid al-syari'ah
(tujuan hukum). Pendapat ini sejalan dengan pandangan pakar fiqih lainnya, yaitu
Wahbah al-Zuhaili (1986:1017), yang mengatakan bahwa pengetahuan tentang maqashid
al-syari'ah merupakan persoalan dharuri (urgen) bagi mujtahid ketika akan memahami
nash dan membuat istinbath hukum, dan bagi orang lain dalam rangka mengetahui
rahasia-rahasia syari'ah.