Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FIKIH SIYASAH

Di Susun Oleh: Kelompok 1

NAMA : MUHAMMAD HUSAINI NPM: 201111265

FAKULTAS : SYARI’AH, DAKWAH DAN USHULUDDIN

JURUSAN/SEM : HTN/ IV (EMPAT)

DOSEN : Dr. AHMAD SHOLIHIN SIREGAR, MA.

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TAKENGON

KABUPATEN ACEH TENGAH

ACEH 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dan puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
tepat waktu. Tanpa ridha dan petunjuk dari-Nya mustahil makalah ini dapat di rampungkan.
Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai pegangan dalam
mempelajari materi tentang Fikih Siyasah, Juga merupakan harapan kami dengan hadirnya makalah
ini, akan mempermudah teman-teman semua dalam proses perkuliahan pada mata kuliah Fikih
Siyasah.

Sesuai kata pepatah “tak ada gading yang tak retak”, kami mengharapkan saran dan kritik, khususnya
dari rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Akhir kata,
semoga segala daya dan upaya yang kami lakukan dapat bermanfaat, Amin.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Fikih
Siyasah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Fikih Siyasah”.

Penulis,

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………….…………………...….………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………..……………..……………….…ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………...……………….….1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………1
C. Tujuan……………………………………………………………………………………..1

BAB II PEMBAHASAN

A. Syariat, Hukum dan Siyasah…………………..……...………………………….…….….2


B. Ruang Lingkup Kajian Fikih Siyasah………………..………………………….…...……7
C. Perkembangan Kajian Fikih Siyasah……………………………………..………….……8
D. Manfaat Dari Mempelajari Fikih Siyasah dan Dasar Hukum Fikih Siyasah……..…….…9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan…………………………………………………………………………….….11

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap negara memiliki sistem politik yang berbeda-beda. Namun, Islam telah
memiliki sistem politik yang disebut dengan fiqh siyasah. Di mana tujuan dari aturan fiqh
siyasah tersebut merupakan salah satu instrumen untuk mewujudkan negara yang adil dan
terpenuhinya hak-hak rakyat. Instrumen fiqh siyasah dalam sistem negara Islam sebetulnya
refleksi atas perbedaan dari beberapa firqih dan perbedaan pendapat. Pada gilirannya,
membuat satu dimensi utuh yang sudah menjadi keharusan adanya sistem yang mengikat
dalam kelembagaan bangsa dan negara. Mendefinisikan sistem politik Islam merupakan
cara untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang madani.

Dalam fiqh siyasah, kepala negara dikenal juga dengan sebutan imamah dan khalifah.
Keduanya menunjukkan pengertian kepemimpinan tertinggi dalam negara Islam. Istilah
imamah lebih banyak digunakan oleh kalangan Syi’ah, sedangkan istilah khalifah lebih
populer penggunaannya dalam masyarakat Sunni. Di samping itu, kata imam sering dikaitkan
dengan shalat, oleh karena itu di dalam kepustakaan Islam sering dibedakan antara imam
yang berkedudukan sebagai kepala negara dan imam dalam arti yang mengimami shalat.
Untuk yang pertama sering digunakan istilah al-Imamah al-Kubra sedangkan yang kedua
sering disebut al-Imamah Shugra.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Syariat, Hukum Dan Juga Siyasah?
2. Bagaimana Ruang Lingkup Kajian Fikih Siyasah?
3. Bagaimana Perkembangan Kajian Fikih Siayasah?
4. Bagaimana Manfaat Dari Mempelajari Fikih Siyasah dan Apa Dasar Hukum Fikih
Siyasah?
C. Tujuan
1. Agar Dapat Memahami Bagaimana Pengertian Syariat, Hukum, Dan Juga Siyasah!
2. Agar Dapat Memahami Ruang Lingkup Kajian Fikih Siyasah!
3. Agar Memahami Bagaimana Perkembangan Kajian Fikih Siyasah!
4. Agar Dapat Memahami Apa Manfaat Dari Mempelajari Fikih Siyasah dan Apa Dasar
Hukum Fikih Siyasah Itu!

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Syariat, Hukum dan Siyasah


1. Pengertian Syari’ah

Secara leksikal syari‘ah berarti jalan yang lurus, lekuk liku lembah, ambang pintu
dan tangga, tempat jalan minum, jalan ke tempat pengairan, jalan yang harus diikuti, atau
tempat lalu air di sungai. Arti terakhir ini digunakan orang Arab sampai sekarang untuk
maksud kata syari‘ah. Dalam hal ini, secara linguistik agama yang ditetapkan Allah untuk
manusia disebut syari‘ah karena umat Islam selalu melaluinya dalam kehidupan di dunia.
Kesamaan syari‘ah dengan jalan air adalah dari segi bahwa orang yang mengikuti syari‘ah,
ia akan mengalir dan bersih jiwanya. Allah menjadikan air sebagai penyebab kehidupan
tumbuh-tumbuhan dan binatang sebagaimana Dia menjadikan syari‘ah sebagai penyebab
kehidupan jiwa insani.1

Syariat adalah kata syari'ah berasal dari kata syar'a, kata ini menurut ar-Razi dalam
bukunya Mukhtar-us Shihab bisa berarti nahaja (menempuh), awdhaha (menjelaskan), dan
bayyan-al masalik (menunjukkan jalan). Sedangkan menurut Al-Jurjani Syariah bisa juga
artinya mazhab dan thriqah mustaqim/ jalan yang lurus. Imam al-Qurthubi menyebut bahwa
syari’ah artinya adalah agama yang ditetapkan oleh Allah Swt, untuk hamba-hambanya yang
terdiri dari berbagai hukum dan ketentuan. Hukum dan ketentuan Allah itu disebut syariat
karena memiliki kesamaan dengan sumber air minum yang menjadi sumber kehidupan bagi
makhluk hidup. Makanya menurut ibn-ul Manzhur syariat itu artinya sama dengan agama.2

Secara harfiah syariat itu adalah jalan ke sumber (mata) air yakni jalan lurus yang
harus diikuti oleh setiap muslim, syariat merupakan jalan hidup muslim, ketetapan-ketetapan
Allah dan ketentuan Rasulnya, baik berupa larangan maupun berupa suruhan, meliputi
seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Dilihat dari segi ilmu hukum, syaria’at
merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti oleh orang islam
berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik hubunganya dengan Allah maupun
dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat.3

1
Sahid Hm, Legislasi Hukum Islam Di Indonesia Studi Formalisasi Syariat Islam, (Surabaya: Pustaka
Idea, 2016). Hlm, 1.
2
Nurhayati, “Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum Dan Ushul Fikih”, Jurnal Hukum Ekonomi
Syariah, Vol.2 No.1 (Juli-Desember 2018). Hlm 127-128.
3
Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta:Kencana, 2003), Hlm.7.

2
Di dalam Al-Qur’an telah dijelaskan mengenai kata syari’ah yaitu terdapat didalam
Al-Syura ayat 13 yang artinya:

“Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh
dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan)
dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik
(untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Dia
kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang
kembali (kepada-Nya).” (Q.S Al-Syura: 13).4

2. Hukum

Ketika kita berbicara tentang hukum, secara sederhana segera terlintas didalam pikiran
kita peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam
suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara
tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya berupa hukum yang tidak tertulis seperti
hukum adat, dan hukum secara tertulis dalam peraturan perundang-undangan seperti hukum
barat.

Hukum Barat melalui asas konkordansi, sejak pertengahan abad ke-19(1855) berlaku di
Indonesia. Hukum dalam konsepsi seperti hukum Barat adalah hukum yang sengaja dibuat
oleh manusia untuk mengatur kepentingan manusia sendiri dalam masyarakat tertentu. Dalam
konssepsi hukum perundangundangan (barat), yang diatur hukum hanyalah hubunan manusia
dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Disamping itu, ada konsepsi hukum lain,
di antaranya adalah konsepsi hukum Islam. 5 Dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh
Allah, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam
masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan lainnya, karena manusia yang hidup dalam
masyarakat itu mempunyai berbagai hubungan. Hubungan-hubungan itu, seperti hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia
dengan benda dalamm masyarakat serta alam sekitarnya.

4
Mushaf Ar-Rasyid, Al-Qur’an dan terjemahanya, Cetakan Ke-3 (Jakarta: Rasyid Media, 2016) . Al-
Syura ayat 13.
5
Nurhayati, “Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum Dan Ushul Fikih”, Jurnal Hukum Ekonomi
Syariah, Vol.2 No.1 (Juli-Desember 2018). Hlm 129-130.

3
Lemaire mengatakan, bahwa hukum yang banyak seginya serta meliputi segala lapangan
ini menyebabkan orang tidak mungkin membuat suatu definisi tentang apa hukum itu
sebenarnya. Disamping itu, L.J. Van Apeldoorn pernah mengatakan bahwa tidak mungkin
memberikan definisi tentang hukum, yang sungguh-sungguh dapat memadai kenyataan.
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya, sehingga
tidak mungkin orang menyatukanya dalam suatu rumus secara memuaskan.6

Menurut pendapat M.H. Tirtaamidjata, hukum adalah semua aturan (norma) yang harus
diturut dalam tingkah laku dan tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti
mengganti kerugian jika melanggar aturan itu yang akan membahayakan diri sendiri atau
harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda, dan sebagainya.
Sedangkan menurut, J.T.C. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, hukum ialah peraturan
yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat, yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap
peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman.

Dapatlah dikatakan bahwa pada umumnya setiap sarjana hukum melihat hukum sebagai
sejumlah peraturan, atau kumpulan peraturan atau kaidah mempunyai isi yang bersifat umum
dan normatif. Dalam hal ini umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena
menentukan apa yang seyogianya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus
dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaidah
tersebut.

Sesungguhnya apabila diteliti benar-benar, akan sukar bagi kita untuk memberi definisi
tentang hukum, sebab seperti telah dijelaskan para sarjana hukum itu sendiri belum dapat
merumuskannya suatu definisi hukum yang memuaskan semua pihak. Sebagai
pedoman/pegangan apa yang dimaksud dengan hukum itu adalah “semua peraturan yang
berisi perintah dan larangan yang harus ditaati masyarakat dan timbul sanksi jika peraturan
itu dilanggar”. Sanksi di sini adalah ganjaran ataupun suatu hukuman yang diberikan negara
melalui petugas-petugasnya memberikan hukuman pada si pelanggar.7

3. Pengertian Fiqh Siyasah


6
Lili Rasyidi, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu? (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1985), hlm. 3.
7
Ishaq, dasar-dasar ilmu hukum, (Jakarta: Sinar grafika, 2018). Hlm. 1.

4
Fikih Siyasah (‫ ) الفقه السياسي‬merupakan tarkib idhafi atau kalimat majemuk yang terdiri
dari dua kata yaitu kata fikih (‫ ) الفقه‬dan al-siyâsî (‫) السياسي‬. Secara etimologi, fikih merupakan
bentuk masdhar (gerund) dari tashrifan kata faqiha-yafqahu-fikihan yang bermakna faham.
Fikih berarti pemahaman yang mendalam dan akurat sehingga dapat memahami tujuan
ucapan dan atau tindakan tertentu.8 Fikih secara istilah, menurut ulama ushul, yaitu: Ilmu
yang menerangkan hukum-hukum syara’ amaliah yang digali dari dalil-dalilnya secara
terperinci”

Secara etimologi (bahasa) fiqh adalah pemahaman. Sedangkan fiqh secara terminologi
(istilah) adalah pengetahuan tentang hukum syar'i mengenai amal perbuatan (praktis) yang
diperoleh dari dalil tafshili (terinci), yakni hukum-hukum khusus yang diambil dari al-Qur'an
dan as-Sunnah. Jadi fiqh adalah pengetahuan mengenai hukum islam yang bersumber dari al-
Qur'an dan as-Sunnah yang disusun oleh mujtahid melalui jalan penalaran dan ijtihad. Kata
siyasah berasal dari kata sasa. Kata ini dalam kamus Lisan al-Arab berarti mengatur,
mengurus dan memerintah. Jadi siyasah menurut bahasa mengandung beberapa arti, yaitu
mengatur, mengurus, memerintah, memimpin, membuat kebijaksanan, pemerintahan dan
politik. 9

Secara terminologis dalam kitab Lisan al-Arab, yang dimaksud dengan kata siyasah
adalah mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara yang membawa kepada kemaslahatan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fiqh siyasah ialah ilmu yang mempelajari hal-
ihwal urusan umat dan negara dengan segala bentuk hukum, pengaturan, dan kebijaksanaan
yang dibuat oleh pemegang kekuasan yang sejalan dengan dasar-dasar ajaran syariat untuk
mewujudkan kemaslahatan umat.

Ibnu al-Qayyim dalam kitab I‟lam al-Muwaqqi’în,an Rabb al-Âlamîn mendefinisikan


siyasah dengan:“Siyasah adalah segala perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada
kemaslahatan dan lebih jauh dari kemafsadatan, sekalipun Rasulullah tidak menetapkannya
dan (bahkan) tidak ada wahyu (terkait hal tersebut).”10

Beberapa pendapat yang berbeda di kalangan ahli fikih tentang asal usul kata siyasah, yaitu :

8
Wahbah al-Zuhaylî, Ushul al-Fikih al-`Islami (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001) vol. 1, 18.

9
Wahyu Abdul Jafar, ”Fiqh Siyasah Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Al-Hadist”, Jurnal Pemerintahan
dan Politik Islam , Vol. 3, No. 1, 2018. Hlm.2.
10
Muhammad Lazim, Corak fikih siyasah dalam pemikiran raja wali haji, (Bintan: Stain Sultan
Abdurrahaman Press, 2019). Hlm. 97.

5
1. Al-Maqrizy : Kata siyasah berasal dari bahasa Mongol yakni dari kata yasah yang
mendapat imbuhan sin berbaris kasrah diawalnya sehingga dibaca siyasah. Pendapat
tersebut didasarkan pada sebuah kitab undang-undang milik Jenghis Khan yang berjudul
Ilyasa yang berisi panduan pengelolaan negara dan berbagai bentuk hukuman berat bagi
pelaku pindak pidana tertentu.
2. Ibn Taghri Birdi : Siyasah berasal dari campuran dari tiga bahasa, yakni bahasa Persia,
Turki dan Mongol. Partikel Si dalam Bahasa Persia berarti 30, yasa dalam bahasa Turki
dan Mongol berarti larangan dan karena itu ia dapat juga dimaknai sebagai hukum atau
aturan.
3. Ibnu Manzhur menyatakan siyasah berasal dari Bahasa Arab, yakni bentuk dari tashrifan
kata sasa-yasusu-siyasatan, yang semula berarti mengatur, memelihara, atau melatih
binatang, khususnya kuda.

Sebagai wilayah ijtihadi maka dalam siyasah yang sering digunakan adalah pendekatan
qiyâs dan maslahât mursalah. Oleh sebab itu, dasar utama dari adanya siyâ-sah syar'iyah
adalah keyakinan bahwa syariat Islam di turunkan untuk kemaslahatan umat manusia di dunia
dan akhirat dengan menegakkan hukum yang seadil-adilnya meskipun cara yang
ditempuhnya tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah secara eksplisit.11

Dalam lisân para ulama, fiqh al-siyâsah juga disebut dengan siyâsah syar‟iyyah, yang
didefinisikan oleh Abdul Wahhâb al-Khallâf sebagai: “pengurusan hal-hal yang bersifat
umum bagi negara Islam dengan cara menjamin perwujudan kemaslahatan dan penolakan
kemudharatan dengan tidak melampaui batas-batas syariah dan pokok-pokoh syariah yang
kulliy, meski-pun tidak sesuai dengan pendapat ulama mujtahid”. Hampir senada dengan
definisi tersebut, Abdur Rahman Taj menyatakan: “siyâsah syar’iyyah adalah hukum-hukum
yang mengatur kepentingan negara dan mengorganisisr urusan umat yang sejalan dengan
jiwa syari’at dan sesuai dengan dasar-dasarnya yang univer-sal untuk merealisasikan tujuan-
tujuannya yang ber-sifat kemasyarakatan, sekalipun hal itu tidak ditunjuk-kan oleh nash-nash
tafshîli yang juz‟i dalam Al-Qur`an dan Sunnah”.12

B. Ruang Lingkup Kajian Fikih Siyasah

11
Wahyu Abdul Jafar, ”Fiqh Siyasah Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Al-Hadist”, Jurnal
Pemerintahan dan Politik Islam , Vol. 3, No. 1, 2018. Hlm.4.

12
Muhammad Lazim, Corak fikih siyasah dalam pemikiran raja wali haji, (Bintan: Stain Sultan
Abdurrahaman Press, 2019). Hlm. 97.

6
Para ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda dalam menentukan ruang lingkup
kajian fiqh siyasah. Di antaranya ada yang menetapkan lima bidang. Namun ada pula yang
menetapkan kepada empat atau tiga bidang pembahasan. Bahkan ada sebagian ulama yang
membagi ruang lingkup kajian fiqh siyasah menjadi delapan bidang. Menurut Al- Mawardi,
ruang lingkup kajian fiqh siyasah mencakup:

1. Kebijaksanaan pemerintah tentang peraturan perundang-undangan (Siyasah Dusturiyah)


2. Ekonomi dan militer (Siyasah Maliyah)
3. Peradilan (Siyasah Sadha’iyah)
4. Hukum perang (Siyasah Harbiah)
5. Administrasi negara (Siyasah Idariyah).

Sedangkn Ibn Taimiyah meringkasnya menjadi empat bidang kajian yaitu:

1. Peradilan
2. Administrasi negara
3. Moneter
4. Serta hubungan internasional.

Sedangkan Abdul Wahhab Khallaf mempersempitnya menjadi tiga bidang kajian saja yaitu:

1. Peradilan
2. Hubungan internasional, dan
3. Keuangan negara.

Berbeda dengan tiga pemikiran di atas, T.M. Hasbi membagi ruang lingkup fiqh siyasah
menjadi delapan bidang yaitu:

1. Politik pembuatan perundang-undangan


2. Politik hukum
3. Politik peradilan
4. Politik moneter/ekonomi
5. Politik administrasi
6. Politik hubungan internasional
7. Politik pelaksanaan perundang-undangan
8. Politik peperangan.

7
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan di atas bahwa kajian tentang fiqh
siyasah dapat dikategorikan menjadi tiga bagian penting. Pertama, al-Siyasahal-Dusturiyah
atau politik perundang-undangan, meliputi pengkajian tentang penetapan hukum (tasyri’iyah)
oleh lembaga legislatif, peradilan (qadha’iyah) oleh lembaga yudikatif, dan administrasi
pemerintahan (idariyah) oleh birokrasi atau aksekutif. Kedua, politik luar negeri (al-Siyasah
al-Kharijiah). Bagian ini mencakup hubungan keperdataan antara warga muslim dengan
warga negara non-muslim (al-Siyasahal-Dualial-‘Am) atau disebut juga dengan hubungan
internasional. Ketiga, al-Siyasah al-Maliya atau politik keuangan dan moneter. Permasalahan
yang termasuk dalam siyasah maliyah meliputi urusan negara, perdagangan internasional,
kepentingan/hak-hak publik, pajak dan perbankan.13

C. Perkembangan Kajian Fikih Siyasah

Identitas perkembangan kajian fiqh siyasah pada periode klasik yakni kemapanan dalam
dunia Islam. Islam disebutsebut pemegang kekuasaan dan berpengaruh dalam bidang politik
hingga kancah Internasional. Pada masa itulah lahirlah dinasti Bani Umayyah (661-750 M)
dan Bani Abbasiyah (750- 1258 M). Kajian fiqh siyasah pada masa dinasti Bani Umayyah
belum ada. Sedangkan pada masa Bani Umayyah lebih condong ke ranah politik yaitu pada
pengembangan wilayah kekuasaan. Pada masa yang bersamaan juga terbentuk kelompok
oposisi Khawarij dan Syi‟ah namun tidak memiliki pengaruh yang kuat. Kajian fiqh siyasah
muncul pada masa dinasti Bani Abbasiyah. Namun, pengaruh negara membuat kajian yang
semula dikembangkan oleh para ulama menjadi condong mendukung kekuasaan.

Pada 1258 M Kerajaan Abbasiyah hancur di tangan tentara Mongol. Ibn Taimiyah (1263-
1328 M) merupakan tokoh yang menyaksikan tragedi penyerangan tentara Mongol ke kota
Baghdad. Pada periode ini, menjadi awal masa kemunduran politik Islam. Peradaban yang
kaya dengan khazanah keilmuan keislaman lenyap dalam waktu yang bersamaan. Ibn
Taimiyah, tokoh yang mempunyai pemikiran yang berbeda dengan ulama sunni memandang
institusi imamah sebagai praktis saja bukan sebagai kewajiban syar‟i. Surat Quraisy pun
tidak diungkapkan secara tegas oleh Ibn Taimiyah. Ibn Taimiyah hanya mengungkapkan
bahwa syarat menjadi kepala negara harus memiliki dua hal utama yakni kejujuran dan
kewajiban atau kekuatan. 14

13
Muhammad Lazim, Corak fikih siyasah dalam pemikiran raja wali haji, (Bintan: Stain Sultan
Abdurrahaman Press, 2019). Hlm. 99.
14
Muhammad Ramadhan, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam Dalam Fiqh Siyasah, (Jawa Tengah,
PT NEM, 2019). Hlm.2.

8
Ibn Khaldun (1332-1406 M) ialah salah satu tokoh yang membahas tentang siyasah.
Dalam karyanya Muqaddimah telah menjelaskan pandangan politik menurutnya yang
membedakan dengan yang lain yakni dalam tesisnya terkait penafsiran kontekstualnya
terhadap hadis Nabi bahwa untuk menjadi kepala negara haruslah suku Quraisy. Hadis
tersebut bersifat kondisional. Suku apapun memiliki kemampuan untuk memegang kekuasaan
selama ia mampu dan cakap. Sehingga bagi Ibn Khaldun suku Quraisy bukanlah “harga
mati”. Selanjutnya yaitu Syah Waliyullah Al-Dahlawi (1702-1762 M). Ia membenarkan
pembangkangan rakyat terhadap kepala negara yang tiran dan zalim. Bahkan Syah
Waliyullah Al-Dahlawi menegaskan bahwa pada periode pasca al- Khulafa‟ al-Rasyidun
corak khilafah hanya berbeda sedikit dari kerajaan Romawi dan kekaisaran Persia.

Kemunduran peradaban Islam yang melemahkan Islam itu sendiri merupakan suatu tanda
dari awal periode modern. Keberadaan Islam semakin mengkhawatirkan sebab berada di
bawah penjajahan bangsa-bangsa barat. Tindakan imperialisme dan kolonialisme barat
mewabah hampir seluruh lapisan masyarakat di negeri muslim. Islam yang dipahami sebagai
agama yang komplit mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk politik dan
kenegaraan. Dalam ranah politik, sikap kedua akan melahirkan aliran yang berpandangan
bahwa Islam hanya memberikan seperangkat tata nilai dalam kehidupan politik kenegaraan
umat Islam. Sedangkan sikap ketiga melahirkan aliran sekularisme yang memisahkan
kehidupan politik dari agama. Pemikiran inilah yang selanjutnya berkembang hingga masa
kontemporer.15

D. Manfaat Dari Mempelajari Fikih Siyasah dan Dasar Hukum Fikih Siyasah

Manfaat mempelajari fikih siyasah juga Abdul Wahab Khallaf, yaitu agar orang yang
mempelajari fikih siyasah dapat memahami bagaimana menciptakan sebuah system
pengaturan Negara yang islami dan dapat menjelaskan bahwa Islam menghendaki terciptanya
sebuah sistem politik yang adil guna merealisasikan kemaslahatan umat. Demikian pula,
Abdurrahman Taj mengatakan bahwa manfaat mempelajari fikih siyasah adalah agar setiap
orang yang mempelajarinya dapat memperoleh pengetahuan yang memadai tentang politik
Islam, sehingga dapat memahami bagaimana menyikapi dinamika kehidupan dan bagaimana
cara memenuhi kebutuhan hidup sesuai tuntunan Islam, serta mampu merealisasikan
kemaslahatan bersama dalam kehidupan.

Manfaat mempelajari fikih siyasah dapat dibagi menjadi 3, yaitu :


15
Muhammad Ramadhan, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam Dalam Fiqh Siyasah, (Jawa Tengah, PT NEM,
2019). Hlm.7.

9
1. Mengatur peraturan dan perundang-undangan negara sebagai pedoman dan landasan idiil
dalam mewujudkan kemaslahatan
2. Pengorganisasian dan pengaturan untuk mewujudkan kemaslahatan.
3. Mengatur hubungan antara pengusaha dan rakyat serta hak dan kewajiban masing-masing
dalam mencapai tujuan negara.16

Dasar-dasar fikih siyasah terdapat prinsip-prinsip didalam Al-Qur’an yaitu kedudukan


manusia diatas bumi:

‫س ُد فِيهَا‬ ِ ‫وا َأ تَجْ َع ُل فِيهَا َمن يُ ْف‬


ْ ُ‫ق ال‬
َ ً‫ض خَ لِيفَة‬ِ ْ‫ك لِ ْل َمالَِئ َك ِة ِإ نِي َجا ِع ٌل فِي اَألر‬
َ ُّ‫َوِإ ْذ قَا َل َرب‬
َ‫ال ِإن ي َأ ْعلَ ُم َما الَ تَ ْعلَ ُمون‬
َ َ‫ك ال ِد َماء َونَحْ نُ نُ َسب ُح بِ َح ْم ِدكَ َونُقَ ِد سُ لَكَ ق‬
ُ ِ‫َويَ ْسف‬
Terjemahnya :
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui".(Q.S. Al-Baqarah : 30)17

‫ق َواَل تَتهبِ ِع ا لهَ َوى‬ ِ ‫نهاس بِ ْال َح‬


ِ ‫ض فَاحْ ُكم بَ ْينَ ال‬ َ ‫يَا دَا ُوو ُ™د ِإنها َج َع ْلنَا‬
ِ ‫ك َخلِيفَةً فِي اأْل َْر‬
‫يل ه ال َّل لَهُ ْم َع َذابٌ َش ِدي ٌد بِ َما نَس وا يَوْ َم‬
ِ ِ‫س ب‬َ ‫ضلُّونَ عَن‬ ِ َ‫يل ه ال َِّل ِإ ه ن اله ِذينَ ي‬ ِ ِ‫ك عَن َسب‬ ِ ُ‫فَي‬
َ ‫ضله‬
ِ ‫ْال ِح َسا‬
‫ب‬
Terjemahnya :
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka
berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang
yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan.(Q.S. Shaad : 26)18

BAB III
PENUTUP
16
Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta:Kencana, 2003), Hlm.56.
Mushaf Ar-Rasyid, Al-Qur’an dan terjemahanya, Cetakan Ke-3 (Jakarta: Rasyid Media, 2016) . Al-
17

Baqarah ayat 30.


18
. Ibid., Al-Shaad ayat 26.
10
A. Kesimpulan

Jadi dari penjelesan diatas dapat disimpulkan bahwa Syariah itu secara leksikal syari‘ah
berarti jalan yang lurus, lekuk liku lembah, ambang pintu dan tangga, tempat jalan minum,
jalan ke tempat pengairan, jalan yang harus diikuti, atau tempat lalu air di sungai. Arti
terakhir ini digunakan orang Arab sampai sekarang untuk maksud kata syari‘ah. Syariat
adalah kata syari'ah berasal dari kata syar'a, kata ini menurut ar-Razi dalam bukunya
Mukhtar-us Shihab bisa berarti nahaja (menempuh), awdhaha (menjelaskan), dan bayyan-al
masalik (menunjukkan jalan). Sedangkan menurut Al-Jurjani Syariah bisa juga artinya
mazhab dan thriqah mustaqim/ jalan yang lurus.

Secara etimologi (bahasa) fiqh adalah pemahaman. Sedangkan fiqh secara terminologi
(istilah) adalah pengetahuan tentang hukum syar'i mengenai amal perbuatan (praktis) yang
diperoleh dari dalil tafshili (terinci), yakni hukum-hukum khusus yang diambil dari al-Qur'an
dan as-Sunnah. Jadi fiqh adalah pengetahuan mengenai hukum islam yang bersumber dari al-
Qur'an dan as-Sunnah yang disusun oleh mujtahid melalui jalan penalaran dan ijtihad. Kata
siyasah berasal dari kata sasa. Kata ini dalam kamus Lisan al-Arab berarti mengatur,
mengurus dan memerintah. Jadi siyasah menurut bahasa mengandung beberapa arti, yaitu
mengatur, mengurus, memerintah, memimpin, membuat kebijaksanan, pemerintahan dan
politik.

kajian tentang fiqh siyasah dapat dikategorikan menjadi tiga bagian penting. Pertama, al-
Siyasahal-Dusturiyah atau politik perundang-undangan, meliputi pengkajian tentang
penetapan hukum (tasyri’iyah) oleh lembaga legislatif, peradilan (qadha’iyah) oleh lembaga
yudikatif, dan administrasi pemerintahan (idariyah) oleh birokrasi atau aksekutif. Kedua,
politik luar negeri (al-Siyasah al-Kharijiah). Bagian ini mencakup hubungan keperdataan
antara warga muslim dengan warga negara non-muslim (al-Siyasahal-Dualial-‘Am) atau
disebut juga dengan hubungan internasional. Ketiga, al-Siyasah al-Maliya atau politik
keuangan dan moneter. Permasalahan yang termasuk dalam siyasah maliyah meliputi urusan
negara, perdagangan internasional, kepentingan/hak-hak publik, pajak dan perbankan.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Zuhayli, Wahbah. 2001. Ushul al-Fikih al-`Islami. Damaskus.

11
Ar-Rasyid, Mushaf. 2016. Al-Qur’an dan terjemahanya. Cetakan Ke-3. Jakarta. Rasyid
Media.
Dar al-Fikr.Hm, Sahid. 2016. Legislasi Hukum Islam Di Indonesia Studi Formalisasi Syariat
Islam. Surabaya. Pustaka Idea.
Ishaq. 2018. dasar-dasar ilmu hukum. Jakarta. Sinar grafika.
Jafar, Wahyu, Abdul. 2018. ”Fiqh Siyasah Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Al-Hadist”
Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam.
Lazim, Muhammad. 2019. Corak fikih siyasah dalam pemikiran raja wali haji. Bintan. Stain
Sultan Abdurrahaman Press.
Nurhayati. 2018. “Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum Dan Ushul Fikih”. Jurnal
Hukum Ekonomi Syariah. Juli-Desember. Vol.2 No.1 .
Ramadhan, Muhammad. 2019. Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam Dalam Fiqh Siyasah.
Jawa Tengah. PT NEM.
Rasyidi, Lili. 1985. Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu?. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Syarifudin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta. Kencana.

12

Anda mungkin juga menyukai