Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SYARIAT DAN FIQIH MENJADI PILAR AGAMA ISLAM

Dosen Pengampuh : Yulianto, M.Pd. I

Disusun oleh :

1. Melani Saskya Firanda Putri (210603110070)


2. Tiara Fatimatul Ulumiah (210603110067)
3. Anggun Nur Farida (210603110082)

PROGRAM STUDI S1 KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM


MALANG

2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Studi Fiqih dengan materi tentang “Syariat dan Fiqih
Menjadi Pilar Agama Islam”.

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan


tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada
pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupun segi lainnya. Oleh karena
itu, kami senantiasa mengharapkan masukan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah kami di masa yang akan datang.

Akhir kata kami berharap semoga makalah yang kami buat dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Malang, 7 Februari 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………. i

DAFTAR ISI ………………………………………………………..…………. ii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1


1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………. 2
1.3 Tujuan Masalah ………………………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………. 3

2.1 Pengertian Syariat ……………………………………………………… 3

2.2 Pengertian Fiqih dan Ushul Fiqih …………………………………….. 4

2.3 Hubungan Antara Fiqih dan Syariat …………………………………… 6

2.4 Tujuan Fiqih dan Syariat ………………………………………………. 9

BAB III PENUTUP ……………………………………….…………………... 11

3.1 Kesimpulan ………………………………………………………….... 11

3.2 Saran ………………………………………………………………….. 11

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hubungan antara fiqih dan syariat sangat erat kaitannya dengan hukum
dalam islam. Definisi untuk syariat sendiri merupakan peraturan yang diturunkan
oleh Allah kepada hambanya sebagai pedoman dalam menjalin hubungan secara
tiga dimensi. Dalam hal ini yang dimaksud yaitu hubungan dengan Allah, hubungan
sesama manusia, dan hubungan dengan lingkungan.

Sedangkan fiqih merupakan semua hukum syariat yang berkaitan dengan


perkataan dan perbuatan manusia yang dikeluarkan (istinbatkan) dari dalil-dalil
syariat dan nash (teks). Kedudukan fiqih dalam hukum islam berada pada posisi
yang penting sebagai hasil dari pemikiran ulama terhadap interpretasi yang
dilakukan dengan normativitas teks yang disesuaikan dengan kebutuhan zamannya.
Dalam fiqih terdapat aliran yang cenderung liberal dimana hal ini menitik beratkan
penggunaan akal dalam porsi besar untuk terlibat dalam proses ijtihad, dan terdapat
juga aliran yang cenderung literal yang menjadi fokus utama dalam aliran literal
yaitu penggunaan teks (nash) menjadi faktor dominan dalam proses ijtihad. Dari
objek kajiannya ilmu fiqih yaitu mengenai semua perkerjaan mukallaf dari yang
dituntut atau tidaknya pekerjaan tersebut. Mukallaf disini adalah orang baligh,
berakal sehat, dan pekerjaannya menjadi objek tuntunan syara’.

Syariat merupakan unsur pembangun dalam ilmu fiqih. Syariat penting


untuk kita pelajari dan kita terapkan sebab sebagai seorang muslim yang baik kita
harus memiliki pedoman dalam hal ini yaitu syariat. Dimana syariat merupakan
aturan yang langsung dibuat oleh Allah dan disempurnakan oleh rasul-Nya. Dan
juga fiqih yang menjadi pedoman penyempurna karena di dalamnya membahas
lebih detail mengenai aturan-aturan yang telah dibuat oleh Allah untuk
dilaksanakan dengan tujuan untuk mencapai kemaslahatan dan kebahagiaan baik di
dunia maupun di akhirat.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah yang dapat disusun adalah
sebagai berikut :

1. Bagaimana pengertian syariat menurut para ahli?


2. Bagaimana pengertian fiqih dan ushul fiqih menurut para ahli?
3. Bagaimana hubungan antara fiqih dan syariat?
4. Bagaimana tujuan fiqih dan syariat?

1.3 Tujuan

Berdasarkan penjabaran rumusan masalah di atas, dapat disimpulkan tujuan


penulisan makalah ini yaitu:

1. Mengetahui pengertian syariat menurut para ahli


2. Mengetahui pengertian fiqih dan ushul fiqih menurut para ahli
3. Mengetahui hubungan antara fiqih dan syariat
4. Mengetahui apa tujuan fiqih dan syariat

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Syariat

Yang dimaksud dengan syariat atau ditulis dengan syari’ah, secara harfiah
adalah jalan menuju sumber air, yakni jalan lurus yang harus diikuti oleh seluruh
umat islam. Syariah adalah cara hidup muslim, ketetapan Allah dan Rasul-Nya yang
meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik berupa larangan maupun perintah.1
Inilah sebabnya mengapa menurut ibn-ul Manzhur Syari'ah berarti seperti agama.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa hukum dan ketentuan Allah disebut syariat
karena memiliki kesamaan dengan sumber air minum yang merupakan sumber
kehidupan bagi makhluk hidup. Di sisi lain, dalam termonologi ulama, Syariah
adalah agama islam dan dapat dipahami sebagai semua ajaran yang diturunkan
Allah kepada kita melalui Nabi-Nya. Ajaran ini tertuang dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah.2

Dari sudut ilmu hukum, Syariah adalah norma hukum dasar yang ditetapkan
oleh Allah SWT. yang, wajib diikuti oleh umat Islam atas dasar etika yang
berhubungan dengan iman, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan
manusia lain, makhluk hidup dan hal dalam masyarakat. Aturan dasar hukum ini
telah dijelaskan lebih lanjut dan atau dirinci oleh Nabi Muhammad SAW. sebagai
Utusan-Nya, itulah sebabnya syariat ditemukan dalam Quran dan dalam buku-buku
Hadist.3

1
Ali, Mohammad Daud.(2011). Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia. Cet. XVI; Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada.
2
Nashr, Sutomo Abu. (2018). Antara Fiqih dan Syariah. Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing.
3
Nurhayati.(2018).Memahami Knsep Syariah, Fikih, Hukun dan Ushul Fikih. Jurnal Hukum
Ekonomi Syariah, 2(2). 125-135.

3
2.2 Pengertian Fiqih dan Ushul Fiqih

Kata fiqh secara bahasa berarti “mengetahui, untuk memahami sesuatu.”


Dalam hal ini fiqh identik dengan kata “faham”. Di dalam Al-Qur’an menggunakan
kata fiqh dengan arti memahami dalam arti umum. Ayat tersebut megisyaratkan
bahwa pada zaman Nabi istilah fiqih bukan hanyalah masalah hukum saja, tetapi
4
mencangkup pemahaman semua aspek dalam islam. Sedangkan ketika
dihubungkan dengan ilmu, ilmu fiqih adalah ilmu yang berfungsi untuk
menguraikan norma-norma yang tertulis di dalam al-Qur’an sebagai hukum dasar
dan ketentuaan-ketentuan umum yang terdapat di dalam kitab yang menjelaskan
sunnah Nabi.5

Al-Ghazali mengatakan bahwa secara harfiah, fiqh berarti al-ilm wa al-fahm


(pengetahuan dan pemahaman). Sedangkan menurut Taqiyyuddin al-Nabhani,
secara harfiah, fiqh berarti mengetahui (al-fahm). Sedangkan secara terminologi,
para ulama mendefinisikan fiqh sebagai berikut: Fiqh adalah ilmu syariat yang
sebenarnya (amaliyyah) yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci (tafshlî). Fikih
adalah ilmu yang merupakan hasil dari beberapa percabangan hukum Syariah yang
digunakan sebagai dasar untuk amal dan tidak digunakan sebagai dasar untuk
masalah iman.

Selanjutnya definisi fiqih yag paling dikenal yaitu yang di katakan oleh
Imam Syafi’i, yang dikutip oleh Imam Subki. Jam’u al-Jawanni sebagai berikut,
“ilmu yang membahas tentang hukum syara’ yang berhubungan denganaali
(perbuatan) yang diperoleh melalui dalil-dalil secara terperinci.”.6 Fiqh merupakan
perwujudan hukum yang zanni dan pancaran dari syariat. Fiqh juga mengacu pada
hukum-hukum yang masih diperdebatkan sebagai sumber hukum Islam yaitu qiyas,
istihsan, istishab, masalih al-mursalah 'urf, dll.

Pada dasarnya fiqh dapat dipahami dari empat aspek. Pertama, fiqh adalah
ilmu syar'i. Kedua, fiqh mengkaji masalah 'amaliyah furu'iyah (praktis dan cabang).

4
Ria, W. R., & Zulfikar, M. (2017). Ilmu Hukum Islam.
5
Nurhayati.(2018).Memahami Knsep Syariah, Fikih, Hukun dan Ushul Fikih. Jurnal Hukum
Ekonomi Syariah, 2(2). 125-135.
6
Shidiq, Sapiudin.(2011). Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.

4
Ketiga, menenai ilmu hukum syara’ yang didasarkan pada dalil tafsili, yaitu Al-
Qur'an dan As-Sunnah. Keempat, fiqh ditemukan dan ditentukan melalui penalaran
dan istidlal (penarikan kesimpulan) mujtahid.7

Selanjutnya ushul fiqh secara etimologis terdiri dari dua kata, ushul dan fiqh.
Dilihat dari bahasa Arabnya, rangkaian kata ushul dan fiqhi disebut tarkib idhafah,
sehingga kedua kata itu sendiri membentuk dua himpunan ushul dan fiqhi. Kata
ushul merupakan bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa berarti sesuatu
yang dijadikan dasar bagi yang lain atau berarti landasan sesuatu, baik materiil
maupun immateriil, dengan demikian ushul fiqhi berarti sesuatu yang menjadi
dasar fiqh. sedangkan menurut terminologi yang digunakan oleh para ahli Ushul
Fiqh, Ushul Fiqh adalah ilmu yang mengacu pada berbagai istilah dan aturan yang
dapat digunakan untuk menemukan dan merumuskan syariat Islam dari
sumbernya.8

Para ulama ushul fiqih membagi hukum menjadi 2 secara garis besar, yaitu
sebagai berikut:

1. Hukum Takifli

Hukum takifli menurut para ahli ushul fiqh adalah ketentuan Allah dan Rasul-
Nya yang berkaitan langsung dengan perbuatan mukalaf, berupa perintah,
anjuran untuk berbuat, larangan, anjuran untuk tidak berbuat atau dalam format
yang memungkinkan kebebasan memilih antara untuk dilakukan atau tidak
dilakukan.9

Hukum takifli dibagi menjadi lima yaitu:

1. Wajib, merupakan suatu perbuatan yang telah Allah tuntut untuk dilakukan.
orang yang melakukannya akan memperoleh ganjaran pahala
sedangkanyang meninggalkan akan memperoleh dsa.

7
Djamil, Fathurrahman. (1997). Filsafat Hukum Islam. Jakata: Logos Wacana Ilmu.
8
Nurhayati.(2018).Memahami Knsep Syariah, Fikih, Hukun dan Ushul Fikih. Jurnal Hukum
Ekonomi Syariah, 2(2). 125-135.
9
Nurhayati, dan Sinaga, Ali Imran.(2018). Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP.

5
2. Sunnah, adalah dimana akan memperoleh ganjaran pahala bagi yang
melakukan namun bagi yang meninggalkan tidak akan dicela.
3. Haram, merupakan hal yang telah dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
sehingga apabila melanggarnya akan mendapatkan dosa. Sdangkan bagi
mereka yang meninggalkannya akan memperoleh pahala.
4. Makruh, merupakan dimana seseorang yang meninggalkan akan
memperoleh pujian sedangkan apabila dilanggar tidak berdosa.
5. Mubah, merupakan sesuatu yang seseorang boleh melakukan ataupun
meninggalkan. Melakukan ataupun tidak seseorangtidak akan diukumi
dosa.

2. Hukum Wadh’i

Hukum Wadh'i adalah pengaturan Syar'i untuk menentukan ada tidaknya


hukum taklifi. Ada tiga jenis hukum Wadh'i, secara khusus sebagai berikut:10

1. Syarat, adalah suatu kondisi terwujud atau tidak tergantung kepadanya


sesuatu yang lain. Contohnya, wudhu merupakan syarat sahnya shalat.
2. Mani, merupakan sesuatu yang ditetapkan syariat sebagai penghalang bagi
adanya hukum atau penghalang bagi berfungsinya suatu sebab. Misalnya,
kurangya jumlah nisab menjadi penghalang bagi berfungsinya suatu sebab.
3. Sebab, adalah sesuatu yang dijadikan oleh syariat sebagai tanda baginya
hukum, dan tidak adanya sebab sebagai tanda bagi tidak adanya hukum.
Seperti masuknya waktu sholat menjadi sebab adanya kewajiban shalat.

2.3 Hubungan Antara Fiqih dan Syari’at

Istilah syariat tidak dapat terlepas dari kata fiqih sebab didalam fiqih
menguraikan norma hukum dasar yang terdapat dalam al-Qur’an, as-Sunnah, qiyas,
dan ijma 11 hal tersebut berkaitan erat dengan pengertian dari syariat yang
bersumber dari ketetapan dan ketentuan dari Allah swt dan Rasul-Nya. Dari sini

10
Nurhayati, dan Sinaga, Ali Imran.(2018). Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP.
11
Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 1. Darul Fikir, 29

6
dapat ditemukan sebuah persamaan antara fiqih dan syariat dua hal ini sama-sama
mengarahkan kita ke jalan kebaikan dan kebahagiaan manusia baik di dunia
maupun di akhirat.

Meskipun dua hal ini saling terkait dan tidak dapat dipisahkan namun ada
beberapa perbedaan yang mencolok antara fiqih dan syariat. Jika dilihat dari segi
ruang lingkupnya fiqih memiliki ruang lingkup yang terbatas pada hukum amaliyah
sedangkan syariat memiliki ruang lingkup yang luas sebab didalamnya para ahli
memasukkan aqidah dan akhlak. Dilihat dari segi sifatnya maka syariat bersifat
fundamental dan fiqih bersifat instrumental. Dari segi sumbernya fiqih merupakan
pemahaman syariat yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih berisi suatu pemahaman
manusia yang memenuhi syarat tentang syariat dan pemahaman itu sedangkan
syariat merupakan landasan fiqih yang terdapat dalam al-qur’an dan hadits serta
berisi wahyu allah dan sunnah rasul. Menurut segi pembuatnya syariat merupakan
ketetapan dari Allah dan ketentuan dari rasul sehingga sifatnya abadi tidak akan
berubah berbeda dengan fiqih yang berasal dari buah pemikiran dan karya manusia
untuk menjelaskan lebih detail mengenai norma hukum dasar yang ada dalam al-
qur’an, sunnah, ijma, dan qiyas sehingga sifatnya tidak abadi dapat berubah-ubah.
Dipandang dari segi bentuknya syariat hanya satu yang menunjukkan suatu
kesatuan dalam islam sedangkan fiqih ada banyak macamnya seperti yang terlihat
dalam aliran-aliran hukum yang kita kenal dengan istilah madzhab sehingga hal
tersebut menunjukkan keberagaman dalam islam.12

Salah satu aplikasi untuk memudahkan kita memahami fiqih dan syariat
yaitu dalam kasus shalat lima waktu yang memiliki hukum fardhu (wajib)
merupakan syariat. Seperti yang ada dalam firman allah yang berbunyi sebagai
berikut

‫الرا ِك ِعيْن‬
َّ ‫اركعُ ْوا مع‬ َّ ‫ص ٰلوة و ٰاتُوا‬
ْ ‫الز ٰكوة و‬ َّ ‫واقِ ْي ُموا ال‬

Artinya: "Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang
yang rukuk." (QS. Al Baqarah: 43)

12
Nurhayati. 2018. Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum dan Ushul Fikih dalam Jurnal
Hukum Ekonomi Syariah,2(2). 132

7
ْ ‫ص ٰلوة كان‬
‫ت على ْال ُمؤْ مِ نِيْن ِك ٰتبًا َّم ْوقُ ْوتًا‬ َّ ‫ا َِّن ال‬

Artinya: "Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman." (QS. An Nisa: 103)

Dari Abdullah bin Amr ra, Rasulullah bersabda “Waktu shalat Zhuhur jika matahari
sudah tergelincir ke barat ketika itu panjang bayangan sama dengan tinggi
seseorang, selama belum masuk shalat Ashar. Waktu shalat Ashar adalah selama
matahari belum menguning. Waktu shalat Maghrib adalah selama belum hilang
cahaya merah pada ufuk barat. Waktu shalat Isya adalah sampai pertengahan
malam. Waktu shalat Shubuh adalah dari terbit fajar selama belum terbit matahari.”
(HR. Muslim, No. 612)

Berdasarkan hadits diatas maka waktu shalat pun termasuk dalam syariat.
Jumlah rakaat dari masing-masing shalat wajib tersebut juga syariat, oleh sebab itu
tidak ada perbedaan jumlah rakaat dalam madzhab-madzhab yang ada. Karena ini
merupakan syariat maka hal tersebut tidak pernah salah,tidak akan pernah berubah
dan bersifat mengikat semua mukallaf. Jika kita mengupas lebih detail misalnya
mengenai gerakan, cara melakukannya dan bacaan shalat maka kita akan
menjumpai bacaan dan gerakan yang berbeda dari masing-masing madzhab yang
ada. Itu semua merupakan fiqih yang ada kemungkinan salahnya sehingga kita bisa
memilih mana yang dapat menentramkan hati tanpa ada paksaan.13

Seperti dalam madzhab syafi’i membaca al-fatihah itu wajib di setiap rakaat
baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah. Bacaan basmalah merupakan bagian
dari surat sehingga tidak boleh tidak dibaca dalam kondisi apapun. Pada shalat
shubuh maghrib dan isya pada kedua rakaat awal membaca surat dengan suara yang
keras, selain rakaat itu dan shalat waktu itu dibaca pelan. Dalam shalat shubuh
membaca qunut itu disunnahkan. Menyilangkan kedua tangan adalah sunnah,
meletakkan telapak tangan kanan di belakang telapak tangan kiri dibawah dada tapi
diatas pusar sedikit geser ke kiri.14

13
Nashr, Sutomo Abu. (2018). Antara Fiqih dan Syariah. Jakarta Selatan : Rumah Fiqih Publishing.
hal 20-21
14
Taupik, Opik dan Al-Mansyur, Ali Khosim. (2014). Fiqih 4 Madzhab: Kajian Fiqih-Ushul Fiqih.
Bandung. 92

8
2.4 Tujuan Fiqih dan Syari’at

4.1.1 Tujuan Fiqih

Hukum Islam (fiqih), juga memiliki tujuan syariah yang disebut sebagai
maqashid syariah. Hal ini menunjukkan bahwa penciptaan hukum Islam (fiqih)
memiliki tujuan yang lebih dari sekedar menciptakan hukum itu sendiri, khususnya
untuk memberi manfaat dan melindungi umat manusia. Dalam pandangan Halid
Mas’ud, sebuah doktrin maqashid syari’ah bertujuan untuk memantapkan esensi
dalam tujuan pensyari’atan yakni maslahah 15 . Dengan demikian, disentralisasi
hukum islam adalah mempunyai dimensi hukum, kesakralan agama (bersifat
16
ketuhanan), serta dimensi manusiawi (realitas sosial) . Konsekuensi dari
pemahaman fiqih macam ini dapat berkontribusi pada pengembangan hukum Islam
yang responsif, perlu dibentuk hukum Islam (fiqih) yang dapat memediasi dan
mengintegrasikan ketiga istilah kajian, yaitu maqashid syari'at, hukum, dan realitas
sosial (fiqih).

Fiqih dalam bidang aqidah dan akhlak sangat diperlukan dalam mempelajari
hukum Islam yang berkaitan dengan kehidupan manusia dan masyarakat muslim.
Karena itu, semua Muslim harus belajar tentang Islam agar bisa membagikannya
kepada anggota keluarga, saudara, teman ataupun orang lain.

4.1.2 Tujuan Syariat

Melaksanakan syariat yang telah ditetapkan Allah bagi umat manusia dalam
rangka menjamin kesejahteraan dan kemaslahatan hidup manusia baik di dunia
maupun di akhirat. Karena syariat bersumber dari al-Quran dan Hadits yang
merupakan pedoman dasar dalam membuat peraturan dan hukum yang diperlukan
apabila tidak ada nashnya (dalil) didalam al-Qur’an.

15
Muhammad Halid Mas’ud, Islamic Legal Philosophy, (Islamabad: Islamic Research Institut,
1980), h. 223.
16
Waell B. Hallaq, The Primary of the Qur’an in Syatibi Legal Theory, (Leiden: El Brill, 1991), h.
89.

9
Selain itu, syariat juga mengatur dalam penggunaan harta dan pendapatan.
Kita harus menjauhkan diri dari riba, perjudian, berbohong, merampok, mencuri,
dan perilaku buruk lainnya yang dapat merugikan orang lain, hal ini telah
disebutkkan dalam QS. An-Nisa' Ayat 29 yang berbunyi :

"'Hai orang orang yang beriman, janganiah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka di antara kamu dan janganlah membunuh dirimu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu".

Dalam ayat ini diterangkan bahwa syariat itu menuntun kita dalam mengatur
harta. Ada perintah dan larangan dari syariat islam, seperti membayar zakat,
sedekah, tidak boros, tidak riya’, dan tidak kikir. Maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa syariat bertujuan untuk kemaslahatan dalam kehidupan.

Syari’at dimaksudkan untuk menciptakan: keadilan (justice) , kasih sayang


(mercy) , kebijakan( wisdom) dan kebaikan bersama (mashlahat) . Secara
tradisional tujuan syari’at ini diklasifikasi menjadi tiga level. Pertama, level dasar
atau primer (dlaruriyat/ necessities), kedua level sekunder (hajiayat/ need), ketiga
leve tersier (tahsiniyyat/ luxuries.) Level dasar /dlaruriyat itu meliputi perlindungan
terhadap agama dan keyakinan (faith/ al-din),jiwa dan hak hidup ( soul/ alnafs) ,
harta dan hak milik (wealth/ al-mal), akal dan kebebasan berpikir (mind/ al-aql),
serta perlindungan terhadap keluarga dan keturunan (offspring/ al-nasl) .
Ringkasnya, maksud syari’ah adalah menciptakan keadilan, kemashlahatan dan
17
melindungi hak-hak dasar manusia. . Tujuan hukum Islam adalah untuk
melindungi hak-hak dasar manusia, menegakkan keadilan dan membawa
kemashlahatan atau kebaikan untuk semua.

17
Syarif, N. (2017). Syariat Islam dalam Perspektif Negara Hukum Berdasar Pancasila. Pandecta:
Research Law Journal, 11(2), 166. https://doi.org/10.15294/pandecta.v11i2.7829

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Syariah adalah agama islam dan dapat dipahami sebagai semua ajaran yang
diturunkan Allah kepada kita melalui Nabi-Nya. Ajaran ini tertuang dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Untuk fiqih adalah ilmu syariat yang sebenarnya
(amaliyyah) yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci (tafshlî). Fiqh juga
mengacu pada hukumhukum yang masih diperdebatkan sebagai sumber hukum
Islam yaitu qiyas, istihsan, istishab, masalih al-mursalah ' urf, dll.

3.2 Saran

Dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu kritik
maupun saran yang bersifat membangun sangat diperlukan dari pembaca agar
makalah ini dapat menjadi lebih baik ke depannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 1. Darul Fikir. 29


Daulay, H. P., Dahlan, Z., & Putri, Y. A. (2021). Peradaban dan Pemikiran Islam
pada Masa Bani Abbasiyah Islamic Civilization and Thought in the Abbasid
Period. Edu Society, 1(2), 228–244.

Djamil, Fathurrahman. (1997). Filsafat Hukum Islam. Jakata: Logos Wacana


Ilmu.
Islam, J. P. (2019). Vol. 5, No. 2, Desember 2019 : Jurnal Pemikiran Islam. 5(2),
218–235.

Juanda. (2020). QUR ’ AN & SUNNAH Syariah Aqidah Amaliyah / Fiqh Fiqh
Akhlaq.

Masykur, M. R. (2019). Metodologi Pembelajaran Fiqih. Jurnal Al-Makrifat, 4(2),


31–44.

Nurhayati.(2018).Memahami Knsep Syariah, Fikih, Hukun dan Ushul Fikih.


Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 2(2). 125-135.
Nurhayati. 2018. Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum dan Ushul Fikih.
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah,2(2). 132
Nurhayati, dan Sinaga, Ali Imran.(2018). Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP
Rajab, S. (2011). Syariat Islam dalam Negara Hukum. In Cet. I (p. 8).
https://www.academia.edu/download/63430099/Syariat_Islam_dalam_Negar
a_Hukum_2908201320200526-47231-8fzevf.pdf

Shidiq, Sapiudin.(2011). Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.

Syarif, N. (2017). Syariat Islam dalam Perspektif Negara Hukum Berdasar


Pancasila. Pandecta: Research Law Journal, 11(2), 160–173.
https://doi.org/10.15294/pandecta.v11i2.7829

Taupik, Opik dan Al-Mansyur, Ali Khosim.(2014).Fiqih 4 Madzhab: Kajian


Fiqih-Ushul Fiqih. Bandung. 92

12

Anda mungkin juga menyukai